Jembatan Tua

Angin berhembus menembus lorong

Membelai halus rambutku yang perak

Di atas jembatan tua kutermenung

Sambil membenahi rusaknya pasak

.

Kuteringat sosok dirinya

Yang menangis di tengah padang rumput

Segera kuangkat tubuh mungilnya

Dan kujauhkan dari kesedihan berlarut

.

Dia sebatang kara, hampa bagai raga yang kosong

Dia tak punya kawan, terasing bagai tiada

Dia juga dibenci, tak tahu siapa sang dalang

Dia miskin, tak punya harta benda

.

Kala itu, awan terhampar menghias cakrawala

Menggumpal seperti permen kapas

Biri-biri digiring oleh gembala

Yang mendaki bukit sampai ke atas

.

Dapat kurasakan dia menangis

Air matanya jatuh mengenai tengkuk

Kucoba hibur dengan rayuan manis

Tapi dia memilih duduk

.

Dia menatap gumpalan awan

Kusuruh dia membayang orang tersayang

Dia mulai mengobati hati yang rawan

Dengan bayangan orang tersayang

.

Dia berhasil, dan tersenyum padaku

Senyuman yang terpatri di bawah sinar surya

Yang sangat terang menyilaukan mata

Ku pun bahagia terhadap diriku

.

Kepedihan itu seakan sirna

Tertelan kebahagiaan yang berwarna

Menghias relung sejuk hatinya

Dan dialah teman sebaya

.

Bertahun kumenanti kabar tentangnya

Tanpa dia seolah dunia kosong

Telah lama kumencari dan bertanya

Tapi kabarnya tak kunjung datang

.

Sampai sosoknya muncul di tengah keramaian

Dia bernyanyi, menghibur masyarakat

Lekuk tubuhnya bergerak sepadan

Membuat aku tercekat

.

Hanare,

Apakah itu kau?

Hanare,

Benar, itu pasti kau

.

Aku terkaget akan kemunculannya

Aku mengharap kabarnya

Dan yang datang lebih dari sekedar kabarnya

Yaitu kedatangan dirinya

.

Tapi, kedatangannya berniat buruk

Pasukan bawahan hokage bergerak

Memaksa dia untuk berteriak

Yang suara cemprengnya membuatku mabuk

.

Perlahan tapi pasti, dia kembali terasing

Perlahan tapi pasti, dia kembali dibenci

Merekalah yang membuatnya terasing

Merekalah yang membuatnya dibenci

.

Tapi, aku tak menolong dan tak peduli

Aku terlanjur murka akan sikapnya

Aku pura-pura tak mendengar seolah tuli

Aku pura-pura kuat seolah berdaya

.

Dan di sinilah pertemuan terakhir kami

Di atas jembatan tua nan rapuh

Di perbatasan desa yang teramat sunyi

.

Tiap orang punya kebenaran yang pasti ada kesalahan

Yang mungkin disembunyikan untuk bertahan

Dan inilah kesalahan terbesar selama kuhidup

Keegoisan memisahkan dua insan yang saling berdegup

.

Aku bukanlah jembatan tua

Yang tercipta sebagai penghubung walau sudah rapuh

Aku hanyalah orang tua

Yang tak bisa menjalani hubungan walau sampai lumpuh

.

Aku juga bukan pasak

Yang dapat memerkuat suatu jembatan

Aku hanyalah tapak

Yang berfungsi sebagai fondasi generasi mapan

a/n

hello aku author baru nih, sebelumnya cerita ini sudah dipublish di Wattpad, tapi namaku beda di Wattpad aku publish aja di ffn. (authornya masih sama) okk kutunggu reviewnya ya….