Gangster's Love

© Seisou Yuta

Vocaloid © Crypton and Yamaha Corp


Minggu pagi yang cerah, di apartemen Utau.

Tok tok tok

"Hai~ Tunggu sebentar!" teriak seorang gadis.

Tap Tap Tap

Klek!

"Ah! Ru-chan, Ri-chan!" sapa Kasane Teto, gadis tadi.

"Ohayou, Teto! Sudah siap belom?" tanya Yokune Ruko, gadis yang Teto panggil dengan nama 'Ru-chan' tadi.

"Iya, sebentar, aku ambil tasku dulu." ujar Teto seraya pergi ke kamarnya.

"Jangan lama-lama, Teto-chan!" ucap Namine Ritsu, gadis yang Teto panggil dengan nama 'Ri-chan' tadi.

"Ha~i!"

Mereka bertiga—Teto, Ruko, dan Ritsu—adalah sahabat sejak kecil. Karena sangat dekat, mereka pun membuat geng yang dinamakan 'VIP'. Hari ini, mereka berencana untuk pergi melihat 'Musica Bakery and Cafe' yang baru saja dibuka. Dan menurut kabar angin -?-, roti-roti dan kue-kue yang dijual di sana enak-enak.

"Yosh! Ayo berangkat!" ujar Teto bersemangat.

"Teto, kau ini, kalo soal bakery aja, langsung bersemangat gitu." ucap Ruko sweatdropped.

"Kau ini, kayak baru kenal Teto saja. Dia kan emang begitu dari lahir." ledek Ritsu.

"Enak saja kau, Ri-chan! Kalau baru lahir mana bisa langsung makan baguette?" ujar Teto sewot.

"Udah-udah, ayo berangkat! Nanti kalo lama-lama, bakery-nya keburu diserbu orang-orang." ujar Ruko.

"Hai!"

.

.

.

"Ted-kun! Blueberry cake-nya dua!"

"Miku! Ini opera cake-nya udah jadi!"

"Hey, Taya! Tolong anterin cake ini buat meja nomor 11!"

Ya, beginilah dialog staff-staff Musica Bakery saat sedang rame.

"Ted-kun! Lemon tea-nya dua!" teriak Soune Taya, salah seorang butler MBC (Musica Bakery and Cafe)

"Yosh! Tunggu sebentar!" sahut Kasane Ted, pattissier yang bekerja di MBC.

"Rook-kun, minta bon buat meja nomor 15!" ujar Taya.

"Hn… Nih!" ucap Rook, ia bekerja sebagai cashier di situ.

Karena masih baru, MB hanya memiliki satu patissier, tiga butler, tiga maid, dan satu cashier.

"Rook, bon untuk meja 2!" ujar Hatsune Miku, salah seorang maid MBC.

"Ted! Tiramisu cake-nya satu!" ujar Shion Kaito, salah satu butler di sana.

"Taya, tolong bantu aku membawa cake-cake ini!" panggil Sakine Meiko, seorang maid, sama kayak Miku.

"Hai!"

Ya, beginilah hiruk pikuk di MBC kalo lagi ramai. Semua staff harus cekatan melayani para pelanggan mereka.

"Wah, ramai sekali~" ucap Teto kagum -?-

"Gimana nih? Mau nunggu?" tanya Ritsu.

"Iya, tunggu aja, sayang kan, udah terlanjur kemari." ujar Ruko.

"Hn!"

"Ah, selamat datang, nona-nona! Hanya tiga orang?" sapa Kagamine Rin, salah satu maid, dengan ramah.

"Iya, arigatou~"

"Baiklah, silahkan duduk di sini." ucap Rin sambil membawa mereka ke meja kosong. "Mau pesan apa?"

"Hn…" gumam Teto. "Ru-chan, Ri-chan, kalian mau pesan apa?"

"Hm, aku mau chocolate-mint cake-nya satu, dan kopi satu." ujar Ruko.

"Kalo aku, dark-chocolate cake-nya satu, dan minumnya, air putih saja." kata Ritsu.

"Hm, aku mau coba cheese cake-nya satu, lalu minumnya lemon tea." ucap Teto.

"Baiklah, saya ulang ya. Chocolate-mint cake satu, dark-chocolate cake satu, cheese cake satu, kopi satu, air putih satu, dan lemon tea-nya satu."

"Ya."

"Oke, mohon ditunggu pesanannya." ucap Rin sambil tersenyum lalu pergi ke arah dapur. "Ted nii-chan! Ini pesanan meja nomor 5!"

"Hn? Ted?" gumam Teto kaget.

"Rook nii-chan, minta bon untuk meja 9!" ucap Kagamine Len, salah satu butler MB.

"Rook?" gumam Ruko kaget.

"Ted! Mint-Ice cake-nya satu!"

"Su-suara ini, Ta-Taya?" ujar Ritsu kaget.

"A-ah! Kalian!" ujar Taya kaget.

"Hn, Taya, kau kenal mereka?" tanya Meiko.

"Mereka teman sekelas saya, Ted-kun dan Rook-kun juga." jelas Taya.

"Aku pikir akan tenang di sini, ternyata ada mereka. Menyebalkan!" batin Ruko kesal.

"Huwaaa! Kenapa kau ada di sini! ? Dasar kacamata jelek!" teriak Teto tiba-tiba.

"Huh? Apa salahnya? Aku 'kan kerja sambilan di sini!" balas Ted dari dalam dapur, kesal dengan ucapan Teto.

"Hei, tolong jangan berteriak di sini. Ada banyak tamu. Berisik tahu…" ujar Rook jengkel, mengelus-elus telinga kirinya yang ber-piercing merah itu.

"Dia yang mulai!" Ted menunjuk Teto.

"Salah kau bekerja di sini!" balas Teto nggak mau kalah.

"Teto… Berhenti berteriak begitu. Kau nggak malu dilihat banyak orang apa?" ujar Ritsu yang masih di tempat duduknya, tapi—katanya—berusaha menenangkan Teto.

"Kau sih, ngomong gampang, Ritsu," Ruko menghela nafas. "Kau 'kan nggak punya 'musuh abadi' di sini." kata Ruko yang sedang memijat keningnya, pusing dengan pertengkaran bodoh Teto dan Ted yang sudah menjadi 'musuh abadi' sejak kecil.

"Hmph," Ritsu melipat kedua tangannya di depan dadanya dan memejamkan kedua matanya. "Memang, aku nggak punya 'musuh abadi', tapi…" Ritsu lalu membuka kembali kedua matanya dan men-death glare Taya yang sedang berdiri di belakang Meiko—sukses membuat cowok berambut biru itu merinding. "Aku membencinya… Padahal dia cowok…" Ritsu lalu mulai ngedumel-dumel nggak jelas. "Tapi dia lebih cantik dariku… Tidak bisa kuterima… Aku membencinya… Benci, benci… Orang seperti itu lebih baik mati saja…"

"Saya benar-benar ingin segera keluar dari cafe ini" batin Taya yang merinding ketakutan.

"A-ano… Rook nii-san," panggil Len sembari menarik pelan bagian bawah baju Rook.

"Hn?"

"To-tolong suruh mereka diam." Len menunjuk ke arah Teto dan Ted yang masih ribut, Ritsu yang masih men-death glare Taya, juga Ruko yang bersikap cuek—pura-pura nggak kenal dengan mereka.

"Aku 'kan cuma petugas kasir, bukan security." jawab Rook santai.

"Tapi, Nii-san~" Len menghela nafas. "Cafe ini jadi ribut gara-gara mereka! Nanti pengunjung juga berkurang!"

"Bukan urusanku," balas Rook cuek, yang kemudian malah membaca komik. "Kalo mereka capek, toh, nanti mereka juga diam sendiri."

Krek!

Tiba-tiba saja, terdengar bunyi yang sangat mengerikan—setidaknya itu menurut para 'biang kerok keributan'—tepat ketika Meiko menyatukan kedua tangannya. Dan bunyi itu sendiri sepertinya berasal dari jari-jarinya.

"Hiiii!" Spontan, mereka yang menoleh ke arah Meiko, langsung merinding ketakutan begitu melihat aura setan mengelilingi wanita berambut pendek itu.

"Kaliaaaan…" Meiko tersenyum sangat 'manis'.

"I-iya?" respon yang lainnya dengan muka pucat pasi. Bahkan para pengunjung yang nggak berdosa juga sampai ketakutan melihat Meiko.

"Bersikaplah yang baik, kalau tidak…" ujar Meiko sambil mengacungkan tinjunya ke arah para biang keributan tadi.

"Ha-hai!" mereka semua langsung hormat pada Meiko, seperti layaknya anak murid saat upacara bendera.

"Hm, bagus kalau begitu!"

"Me-Me-chan, serem banget kalo marah" batin Miku.

"Meiko-nee, seram sekali" batin Rin yang spontan bersembunyi di belakang Len.

"Meiko-senpai, benar-benar seram." batin Ruko yang masih merinding.

"Seram sekali. Coba tadi aku gak men-death glare Taya, pasti gak jadi begini" pikir Ritsu menyesal.

"Meiko-senpai seram banget. Ini semua gara-gara si kacamata jelek itu!" maki Teto dalam hati.

"Minna-san, maafkan kami atas keributan tadi, silahkan melanjutkan kegiatan kalian masing-masing!" kata Meiko sambil tersenyum.

"Ng, ini pesanan kalian, silahkan dinikmati~" ucap Miku dengan ramah—walau ekspresinya dipaksa karena masih merinding gara-gara tadi.

"Ah, ya, terima kasih!" ucap Teto sambil tersenyum—ekspresinya juga dipaksa.

"Itadakimasu~"

-Skip Time-

"Onee-san! Minta bonnya ya!" panggil Ritsu.

"Ah, hai!" respon Miku. "Rook, bon untuk meja nomor 9!"

"Hai~" jawab Rook dengan nada malas. Meiko yang sedang berjalan menuju ke dapur men-death glare Rook. Ia pun langsung merinding dan tidak males-malesan lagi.

"Rook, aku harus mengantar pesanan ini, kau saja yang ngasih bonnya ya?" pinta Miku.

"A-apa? Kenapa harus a—"

"Ada apa, Rook?" tanya Meiko 'lembut'.

"Ng, ah, ti-tidak ada apa-apa kok, Meiko-senpai." ujar Rook salting.

"Oh, baguslah~"

"Hn, ini bonnya." ucap Rook dengan 'agak' ramah kepada para VIP.

"Hn, ini uangnya. Arigatou." ujar Ruko tersenyum seraya memberikan uangnya kepada Rook.

"Ma-manisnya" pikir Rook blushing.

"Y-ya, a-arigatou. Maaf jika pelayanan kami kurang memuaskan. Saya harap Anda semua mau datang lagi kemari." kata Rook sambil membungkukkan badannya sedikit.

"Ke-keren" pikir Ruko dengan wajah memerah. Ia pun langsung menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ng, iya, dou itamashite."

"Hn? Ru-chan kenapa ya?" Teto pun bertanya-tanya dalam hati.

"Terima kasih! Datang lagi kemari ya!" ucap Kaito sambil membukakan pintu bagi mereka.

.

.

.

"Huh!" Ted menghela nafasnya, lalu mengganti seragam kerjanya dengan baju sehari-harinya. "Hari yang melelahkan, malah pake ketemu si drill-head segala lagi. Menyebalkan."

"Aku bingung denganmu, Ted. Kok bisa sih dapet 'musuh abadi' kayak Teto?" tanya Rook sambil minum jus jeruk.

"Tanyakanlah padanya. Aku sendiri juga lupa gimana sejarahnya."

"Kau juga, Taya. Kok bisa sampai Ritsu sirik padamu?" tanya Rook lagi.

"Sa-saya juga tidak tahu kenapa. Tapi sepertinya, Ritsu-san iri karena…" Taya merasa malu untuk mengatakan alasannya.

"Ritsu iri pada Taya karena dia merasa Taya lebih cantik darinya." ucap Ted melanjutkan kata-kata Taya.

"!" Rook pun langsung tersedak. "Uhuk! Uhuk!"

"Ro-Rook! Daijobu desu ka?" tanya Taya panik. Ia lalu memberi Rook segelas air putih.

"Glek… Glek… Hahahahaha!" tawa Rook setelah meminum air putih tersebut.

"Apa yang kau tertawakan?" tanya Ted.

"Hahaha, yang benar saja! Ritsu iri pada Taya karena Taya lebih cantik? Hahaha!"

"Me-menurut saya, itu hanya kesalah-pahaman. Sa-saya 'kan laki-laki, tidak mungkin saya le-lebih cantik daripada Ritsu-san." ucap Taya dengan muka memerah.

"Hahaha, lagipula, menurutku, kau gak cantik-cantik amat. Ritsu masih lebih cantik." ujar Rook lagi.

"Ada-ada saja Ritsu itu. Si cebol itu juga, masa dia bilang aku tidak boleh bekerja di sini?" ujar Ted memulai curcolnya.

"Mungkin dia suka denganmu." ucap Rook spontan.

"A-apa kau bilang? Ja-jangan mengada-ada! Itu sangat, SANGAT tidak mungkin!" kata Ted, salting dan blushing.

"Atau jangan-jangan, Ted-kun yang suka dengan Teto-san? Wajah Anda merah seperti tomat loh, Ted-kun." tambah Taya.

"Aku tidak suka dengan si drill-head cebol itu!"

"Biar pendek, Teto manis juga lho~" ledek Rook.

"Diam kau, Rook! Kau juga, tadi kenapa wajahmu memerah saat Ruko tersenyum padamu?" balas Ted dengan wajah penuh kemenangan -?-

"Eh? I-itu bukan apa-apa! Kau pasti salah liat!" ujar Rook salting.

"Mengapa sahabat-sahabat saya ini aneh-aneh ya?" pikir Taya sambil sweatdropped. "A-ano, ini sudah sore, bagaimana kalau kita pulang sekarang?"

"Sebelum aku menang dari si kacamata jelek ini, aku nggak bakal pulang!" tegas Rook, menoleh ke Taya sambil menunjuk Ted.

"Heh! Kau jangan ikut-ikutan si cebol itu memanggilku 'kacamata jelek' dong! Dasar cowok sok tinggi!" balas Ted, nancep di hati Rook.

"Ukh! Kacamata jelek! Mentang-mentang kau tinggi, jadi yang lainnya kau anggap pendek! Dasar payah! Bweee!" Rook pun mulai bertingkah seperti anak kecil, menjulurkan lidahnya ketika mengucapkan 'bweee'.

"Cih. Daripada kau! Sudah pendek, belagu lagi!" balas Ted.

"Jangan mengatakan aku pendek! Dasar rambut aneh!"

"Kau kira ahoge-mu itu nggak aneh apa! ?"

"Kau sendiri 'kan juga punya ahoge, baka!"

"Tapi ahoge-ku nggak seaneh ahoge-mu!"

"Mi-minna-san…" Taya berusaha meleraikan mereka. Tapi, berhubung Taya nggak bisa dikatakan sebagai cowok yang pemberani, maka peleraian itu pun selalu berakhir dengan jitakan istimewa dari Meiko di kepala dua orang itu. Dengan kata lain, Meiko lah yang selalu jadi penengah, bukan Taya.

Bletak!

Panjang umur, Meiko…

"I-itte…"

"Kalian ini bodoh atau apa! ? Dari tadi siang, berantem terus! Berisik tahu!" omel Meiko, habis sudah kesabarannya meladeni dua cowok nggak tau diri ini.

"Gomen…"

.

.

.

"Aah… Sial… Kepalaku sakit…" rintih Rook yang sedang berjalan sambil mengelus-elus kepalanya yang benjol. "Dasar kau, Taya. Jangan ngaduin ke Meiko dong! Jadi kena benjol nih!" cibirnya, menatap kesal pada Taya.

"…" Ted—yang berjalan di sebelah kanan Taya—cuma diam. Entah kesal, marah, atau apa.

"Go-gomennasai, Rook-kun, Ted-kun…" ujar Taya meminta-maaf. "Lagipula… Kalau saya tidak memberitahu Meiko-san, nanti pertengkaran kalian tidak akan selesai."

"Tapi seenggaknya jangan ngadu ke nenek sihir itu dong!" ujar Rook jengkel. Kalau saja Taya bukan sahabat baiknya, ia ingin sekali menghajarnya. Maklum, mantan preman.

"Go-gomennasai…"

"…"

"…"

Lalu, hening selama beberapa saat. Sampai tiba-tiba, Taya melihat seorang gadis berambut perak panjang dikuncir satu yang sedang duduk di sebuah bangku taman. Taya pun berlari pelan menghampiri gadis itu. "Konbanwa, Haku-san." sapanya ramah, tersenyum sopan.

Gadis itu pun menoleh dan membalas sapaan Taya, "Ko-konbanwa, Taya-kun."

"Sedang menunggu Dell-san, Haku-san?" tanya Taya—yang bisa dikatakan sebagai basa-basi. Seenggaknya ini lebih baik daripada berjalan dengan atmosfer nggak enak di sekeliling Ted dan Rook.

"Ah, i-iya." Haku mengangguk pelan, tersenyum kecil.

"Baiklah kalau begitu." Taya lalu mulai beranjak meninggalkan Haku. "Semoga nanti waktu kalian menyenangkan."

"Ha-hai. Arigatou, Taya-kun."

Tidak lama setelah itu, tampak seorang pemuda yang berjalan mendekati Haku dan menyapanya. Pemuda berkuncir berantakan itu tampak canggung saat menyapa Haku, tapi Haku sendiri tersenyum manis membalas sapaannya. Sudah dapat dipastikan, pemuda itu adalah Dell, orang yang ditunggu Haku tadi.

"Cewek itu kenalanmu ya, Taya?" tanya Rook, menoleh sebentar ke arah Dell dan Haku yang sedang berjalan ke arah yang berlawanan dengan perjalanan mereka.

"Iya, Yowane Haku-san, tetangga saya saat saya masih tinggal di kota Caffein," Taya menjelaskan. "Haku-san pindah ke sini karena suatu alasan."

"Oh~" Rook ber-oh ria, meletakkan kedua tangannya si belakang kepalanya. "Enaknya punya pacar~" gumamnya. Sementara Taya cuma tertawa kecil mendengarnya.

Grep!

"?"

Tiba-tiba saja, Rook menatap Taya dalam-dalam dan menggenggam erat kedua tangannya.

"A-ada apa, Rook-kun?" tanya Taya bingung.

"Taya! Kau mau jadi cewekku nggak?" tanya Rook.

"Buh!" Ted yang dari tadi diam, kini tampak sedang menahan tawanya mati-matian. Tampak jelas dari setitik air mata di ujung matanya dan mukanya yang memerah, juga tubuhnya yang gemetar.

"Ro-Rook-kun! Yang benar saja! Saya 'kan laki-laki tulen!" bantah Taya.

"Ya, aku tahu kau itu cowok! Maksudku, berpura-puralah menjadi pacarku, sehari saja! Please~" ucap Rook dengan wajah memelas layaknya anjing yang sedang ingin dimanja oleh majikannya.

"Tidak mau! Saya sebagai seorang laki-laki sejati, harus punya harga diri, mana mungkin saya sudi menyamar sebagai perempuan!" ucap Taya dengan bahasa yang dalem -?-

"Ayolah, Taya~"

"Jangan mau, Taya. Nanti kau pasti akan terus dijebak olehnya." kata Ted jadi provokator.

"Diam kau, jelek!" ujar Rook sewot.

"Terserah aku, cebol!"

"Mengapa Rook-kun tidak minta Ruko-san saja yang menjadi pacar Anda?" tanya Taya.

"A-apa kau bilang? Ma-Mana mungkin dia mau menerimaku…" ujar Rook malu.

"Ya, jangan bercanda Taya, mana mungkin Ruko mau menjadi pacar orang yang lebih pendek darinya." ujar Ted.

"Berisik kau, kacamata jelek!"

"Heh! Justru dengan kacamata ini, aku terlihat lebih pintar tau!" kata Ted ngeles -?-

"Iya, cuma tampangmu aja yang keliatannya pinter, padahal baka!"

"Berisik, emangnya kau lebih pinter dariku? Tinggimu aja beda 10 cm dariku!"

"Jangan bangga cuma gara-gara kau lebih tinggi dariku!"

Bugh!

Karena tidak melihat ke depan, mereka menabrak beberapa orang.

"Aw!" rintih Teto, orang yang ditabrak para Vip2loid—nama geng Ted, Rook, dan Taya. "Kimi wa jitsu ni baka dana! Kalau jalan lihat-lihat dong!"

"Go-Gomen—Eh?" teriak Ted kaget.

"Ah! Si kacamata jelek!"

"Drill-head cebol!"

"Hn… Here we go again." keluh Ruko dalam bahasa inggris.

"Hn! Kenapa sih, kita harus ketemu mereka lagi, menyebalkan." ujar Ritsu sambil menatap Taya seolah-olah berkata 'Mati kau, mati kau, mati kau!'

"Mengapa saya harus bertemu Ritsu-san lagi?" batin Taya.

"Hn?" gumam Ruko bingung. Ia baru sadar kalau Rook lebih pendek darinya. "Cih! Padahal tadi dia terlihat keren, ternyata dia lebih pendek dariku."

"Hey, jelek! Jangan mengikuti kami terus donk!" ujar Teto sewot.

"Heh, kalian yang dari tadi mengikuti kami!" teriak Ted ikut sewot.

"Heh! Aku gak peduli kalian mau berantem atau apa, tapi jangan bawa-bawa aku!" ujar Ruko kesal.

"Iya, berani sekali kalian menuduh yang tidak-tidak!" tambah Ritsu.

"Heh! Apa maksud kalian? Kami tidak menuduh kalian kok!" ujar Rook.

"Ya, walau saya tak bermaksud bertengkar, tapi kami memang tidak menuduh kalian." ucap Taya.

"Berisik kau, Taya!" teriak Ritsu sambil men-death glare Taya. "Aku benci denganmu!"

Entah kenapa, kata-kata itu nancep di hati Taya. "De-Demo, Ritsu-san, me-mengapa anda benci dengan saya? S-Saya 'kan tidak bersalah kepada anda."

"Aku tidak peduli soal itu. Kau ini cowok, tapi lebih cantik dariku, karena itu aku benci denganmu!"

"De-Demo, Ri-Ritsu-san, saya 'kan laki-laki, mana mungkin lebih cantik dari anda. La-Lagipula…" wajah Taya berubah merah. "Me-Menurut saya, Ritsu-san itu, wanita tercantik yang pernah saya lihat…"

"! ?"

Spontan, semuanya langsung menoleh ke arah Taya dengan ekspresi terkejut. Sementara Ritsu sendiri cengo, masih kaget.

Tsudzuku

Yu-chan: Hoho, pasti pada penasaran apa yang terjadi selanjutnya! Saya paling demen kalo pas TBC nge-gantung ceritanya~ XD -plak!-
Semoga akan ada keajaiban -?- supaya tiba-tiba fandom ini mendadak rame~ -Amin!-
Oke, buruan RnR supaya kami bisa cepet-cepet apdet! X3

Sei: Fic di fandom sepi Laku nggak ya? =w='
Ne, minna-san yang baik hati, yang cantik-cantik -?-, ganteng-ganteng -?-, ini collab-fic antara Seiryuu Tayuya dan Souma Yuna! :D
Bagi yang nge-fans -?- sama dua Author ini, tolong review ya~ -timpuked-
Soal tinggi badan dan usia mereka, itu dibuat beda dengan aslinya. Jadi, semuanya (kira-kira) sudah SMA.

Tinggi Ruko di sini jadi 182 cm, dan Rook 177 cm. Tecchan jadi lebih tinggi! 187 cm! XD -