From The Moons to The Sun by mei anna aihina

Naruto © Masashi Kishimoto

Drama and Romance

AU, Hinata-centric, Hinata-OOC (dia wanita tangguh, walau ada sisi pemalunya namun jarang dilihatkan), typos, etc.

Summary: Hinata diberitahu kalau dia punya tanggung jawab atas jasa Kerajaan Jepang. Sebagai balas budi ia harus menjadi pengawal Sang Kaisar, padahal dia hanya seorang stuntwoman dari film action yang diperankan seorang aktris cantik papan atas. Bagaimanakah pengabdiannya di istana?

Hinata, Kiba: 22 tahun

Shikamaru, Chouji, Ino: 23 tahun

Neji, Tenten, Lee: 25 tahun

Sasuke, Sakura, Naruto, Gaara: 27 tahun

Kakashi, Iruka: 35 tahun

Hanabi: 17 tahun

BAB I

The Bodyguard?

KABOOM!

Ledakan besar dari mobil yang sudah dirancang sedemikian rupa menciptakan tekanan udara yang membuatnya yang tadi berlari harus terlempar lalu jatuh tersungkur di tanah. Rambutnya yang pirang penuh dengan debu dan sepertinya ia memakan pasir tadi.

"Cut!"

Ia segera berdiri dan meludah-ludah untuk menghilangkan rasa pasir dari mulutnya kemudian membersihkan rambut pirang kusutnya serta jaket kulit mahal dari sponsor ketika seorang wanita dan sutradara menghampirinya.

"Kau tidak apa-apa, Hinata-san?"

Hinata hanya mengangguk lalu melepaskan jaket kulit itu untuk ia berikan pada sang wanita yang tidak hanya cantik tapi juga baik dengan memberikannya sebuah sapu tangan, padahal dia hanya seorang pemeran pengganti wanita itu. Tiba-tiba Hinata jadi makin kagum dengan wanita di hadapannya ini; bukan hanya latar belakangnya saja yang bagus, pribadinya juga baik.

"Terima kasih, Shion-san," ucap Hinata tulus.

Wanita itu hanya tersenyum sebelum mendengarkan intruksi sutradara.

Hinata segera meninggalkan lokasi menuju tempat istirahat orang-orang yang satu profesi dengannya. Menuju kesana, ia sempat menyapa beberapa kru bahkan ia tidak menyangka akan disapa oleh aktor idolanya, Sabaku Gaara. Ia segera menghampiri tempat para stuntman dengan riang.

"Apa kau mendapat kupon makan gratis?" tanya seorang dari mereka ketika ia masuk dalam lingkaran para pria.

Hinata menggeleng sebelum mengambil air dibotol dan meneguknya. Syuting di musim panas seperti ini memang berat, tapi ketika Hinata mendapatkan tawaran dari agency stuntman mereka kalau film berjudul The Love Curse ini diperankan Sabaku Gaara, ia langsung semangat. Ia akan bisa melihat Gaara sesering mungkin, kalau beruntung mungkin ia bisa mendapat tanda tangan atau foto, dan ketika tadi Gaara menyapanya, ia seperti terbang.

Kalau kata orang, lima detik seperti di surga!

"Siapa dari kalian yang menggantikan Gaara?" tanya Hinata sembari melepas wig-nya yang mulai gatal.

"Aku. Memang kenapa?" tanya seorang pria bertato segitiga di pipi sambil mengunyah onigiri.

Hinata segera mengambil sesuatu dari tas selempangnya yang lusuh dan mengulurkan pada teman kerjanya, "Tolong ya, Kiba-kun?"

Kiba belum mengambil itu dari tangan Hinata, "Apa itu?"

"Tanda tangan. Aku minta tolong ya, mintain tanda tangan Gaara?"

Tentu Kiba langsung bereaksi dengan penolakan yang membuat Hinata harus memasang wajah memelas yang biasanya ampuh.

"Udahlah Kiba, lakukan saja," kata salah seorang dari mereka mendukung lantaran luluh dengan tatapan Hinata.

"Iya. Kalau aku yang jadi stuntman Gaara, aku deh yang akan memintanya. Benarkan, Hinata?" salah seorang lagi yang tidak bisa menolak tatapan memelas itu lalu menepuk bahu Hinata.

Kiba jadi berpikir kalau Hinata ini pantas menjadi seorang aktris, aktingnya sungguh memukau. Lagipula, kenapa tidak Hinata sendiri saja?

"A-aku malu. Jadi, tolong ya Kiba-kun?"

Kiba menghela napas, "Baiklah. Baik."

"Makasih," Hinata tersenyum dan tidak sadar dampak senyumannya itu membuat beberapa teman-teman senasibnya yang masih bujang agak memerah. Kalau dipikir-pikir, Hinata memang yang paling cantik di antara pria-pria dalam lingkaran itu.

"Bagaimana kabar ayahmu, Hinata?" tanya seorang pria yang terlihat lebih tua daripada mereka saat Hinata mengambil satu kotak makanan yang diberikan oleh pihak film.

"Sudah lebih baik. Sekarang jantung Ayah kembali normal setelah dua kali operasi. Terima kasih, Asuma-sensei," kata Hinata tulus lalu menyantap sushi gulung.

"Hm," Asuma mengangguk.

"Bagaimana dengan Kurenai-san? Sudah lebih baik juga?" karena yang Hinata tahu, istri gurunya dalam adegan laga ini sempat mengalami pendarahan pada kehamilan kedua. Hinata bahkan sempat merawat anak pertama mereka yang masih berumur dua tahun saat libur syuting.

"Ya. Dia sudah pulang dari rumah sakit," Asuma merenung sebentar, "Oh iya, anakku sepertinya merindukanmu. Kau harus sering main."

Wajah Hinata langsung cerah, "Benarkah?"

Belum sempat Asuma menjawab, teman-teman yang lain tertawa terbahak-bahak. Hinata bertanya ada apa pada Kiba yang di sisi lainnya lalu menunjukan sesuatu yang membuat ia tertawa juga. Di tengah musim panas yang cukup menguras energi mereka itu, Hinata tidak tahu lagi pekerjaan berat apa yang menyenangkan selain di kelilingi orang-orang seperti teman-temannya ini.

Mereka saling mengucapkan salam dan terima kasih ketika syuting berakhir pada pukul 5.00 sore. Para kru sedang membereskan set dan para pemeran pun pergi dari sana, begitupun Hinata dan teman-temannya. Banyak dari teman-temannya menawarkan tumpangan, tapi Hinata menolak dengan lembut karena ia harus ke stasiun dulu untuk pergi ke suatu sempat.

"Makasih tawarannya, Kiba-kun."

"Hati-hati ya," kata Kiba dengan muka agak cemas.

Hinata mengangguk dan melambaikan tangan ketika Kiba menstarter motor itu dan melaju pergi di jalan raya. Jadi, tinggallah Hinata di sana sendiri dengan beberapa kru yang sedang beres-beres. Setelah Hinata pamit pada mereka, ia segera melangkah menuju halte yang tidak jauh dari sett syuting. Ia menunggu bus yang menuju stasiun, tapi sepertinya membutuhkan waktu karena mereka ada di daerah pelabuhan yang terkenal sepi.

Hinata jadi bosan. Ia pun melihat kearah lokasi syuting dan terkejut melihat Gaara beserta manager dan asistennya sedang berjalan ke sebuah mobil di parkiran. Entah berkhayal atau tidak, ia tadi melihat Gaara melirik padanya yang membuat ia salah tingkah. Pasti Gaara menganggapnya seperti fans bodoh dan aneh, mana mungkin juga Gaara mengenalnya. Mungkin tadi itu hanya kebetulan, lagipula bagaimana orang tidak sadar bila ditatap seperti itu?—Tunggu, memang ia menatap seperti apa?

Oh tidak!

"Nona, kau ingin naik?"

Hinata tersentak dan tersadar kala supir bus yang sudah membukakan pintu bertanya padanya. Bahkan ia tidak sadar kalau bus datang hanya gara-gara kebodohannya. Ia segera mengangguk dan naik ke dalam bus.

Saat pintu tertutup di belakangnya, Hinata buru-buru ke kursi panjang di belakang karena yang paling sepi, hanya ada dua orang saja di sana. Hinata mengambil duduk di pojok dekat jendela. Ia segera mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan pada adiknya kalau ia pulang agak telat lalu berjanji akan membawa ramen.

Tidak menunggu waktu lama untuk ia menerima balasannya karena adiknya itu pasti sedang banyak waktu luang kalau sudah sore seperti ini.

Jangan terlalu pedas untukku. Oh iya, tadi ada yang mencarimu, katanya besok akan datang lagi—itu balasan dari Hanabi.

Siapa?

Entahlah. Pakaiannya sangat resmi, kukira dia dari kartu kredit atau penagih hutang.

Hinata saat itu ingin tertawa, tapi segera ia membalas pesan adiknya—Well … aku pasti sangat kaya kalau begitu. Haha. Sudah sana belajar! Kau sudah kelas tiga SMA.

Iya, dasar cerewet. :p

Hinata mengembalikan ponselnya lagi ke dalam tas selempangnya yang lusuh lalu mengambil ikat rambut karena ia merasa gerah dengan rambunya yang mulai panjang lagi. Sepertinya ia harus memotongnya.

Tiba-tiba ia jadi ingin buah. Mungkin ia akan membeli melon juga nanti saat perjalanan pulang.

Saat tangannya terangkat untuk mengikat rambut, ia baru sadar ada luka gores di sikunya. Saat ia lihat, ia baru merasakan perihnya.

"Pasti karena tadi," gumamnya lalu mencari plester luka di tasnya, tapi tidak ketemu. "Sudah habis ya?"

Tiba-tiba bus berhenti, membuat Hinata agak oleng ke depan karena ia sedang membungkuk untuk mencari plester tadi. Untung ia tidak tersungkur karena tertahan oleh kepala kursi di depannya. Namun ia melihat sesuatu jatuh ketika orang yang duduk di sampingnya bangkit dan berjalan keluar pintu bus. Tanpa pikir panjang Hinata segera mengambil benda yang ia kenali sebagai dompet itu dan berlari ke pintu bus sesaat sebelum pintu tertutup. Ia minta supir bus menahan perjalanan sebentar.

Dari ambang pintu Hinata memanggil orang itu, "Hei, Tuan!"

Baru dua langkah orang itu menjauh dari bus, orang itu segera berbalik dan melihat Hinata yang mengulurkan dompet. Orang itu langsung melangkah kembali ke ambang pintu.

"Ini dompet An—" Hinata sedikit terkejut kala orang itu mengambil dompet itu dari tangannya secara cepat. Gerakan itu begitu cepat, bahkan ketika orang itu hanya mengangguk tanpa mengatakan apapun lalu pergi, Hinata masih syok.

"Nona, kembalilah duduk."

Untuk kedua kalinya Hinata tersentak dengan perkataan supir bus. Ia pun bergegas ke tempatnya semula dengan agak linglung.

"Anda baik-baik saja, Yang Mulia?"

Sang Kaisar tersenyum lemah lalu mengangguk. Ia kembali membaca sebuah jurnal bersampul kulit coklat nan lusuh. Gemetarnya sudah hilang, tapi hatinya sakit membaca itu. Kenyataan yang baru ia tahu terungkap ketika ia membaca sampai baris akhir pada halaman 49. Ia membaca paragraf terakhir pada halaman itu untuk kedua kalinya.

Benarkah?

"Yang Mulia?" panggil Sekertarisnya dengan khawatir.

"Aku tidak apa-apa, Iruka," Sang Kaisar yang masih muda bangkit dari kursi mewahnya dangan menggenggam buku itu erat. Dibenaknya masih tertinggal banyak pertanyaan, tapi ia tahu ia harus menyimpan itu sementara sebelum ia muntahkan semua kepada para tikus berjubah putih. Ia perlu bukti.

"Aku ingin istirahat, Iruka," Kaisar berjalan menuju sofa dan duduk untuk mengistirahatkan sementara tubuh dan hatinya yang lelah.

"Akan segera saya siapkan, Yang Mulia. Tapi…," Iruka yang berdiri di tengah ruangan terlihat ragu.

Kaisar yang sudah memejamkan mata memberi isyarat tangan agar Iruka melanjutkan.

"Anda akan mendapatkan pengawal baru, Yang Mulia. Kami merekrut mereka berdasarkan surat perjanjian terdahulu, namun terdapat anak kembar di sini dan mereka mempunyai anak pertama. Kami ingin mendengar pendapat Anda, Yang Mulia," jelas Iruka dengan tatapan bersibobrok pada lantai.

"Dari mana mereka berasal?" Kaisar masih memejamkan mata.

"Hyuuga, Yang Mulia."

Sang Kaisar nampak merenung lalu membuka mata, "Rekrutlah mereka berdua. Hyuuga selalu setia."

"Baik, Yang Mulia. Saya undur diri," kata Iruka sambil membungkuk dalam lalu melangkah kebelakang sebelum berbalik dan pergi dari ruangan itu.

Hinata mengucapkan terima kasih pada paman di kedai ramen dan berjalan kembali ke rumahnya yang hanya beberapa blok dari kedai tadi. Setelah pergi ke suatu tempat tadi, rencana ia akan beli ramen di sana, tapi itu pasti sudah tidak enak bila sudah sampai rumah. Jadilah ia beli yang terdekat, asal Hanabi tidak tahu, rasanya akan tetap nikmat.

Ini sudah pukul 7.10 malam tapi jalanan menuju rumahnya sudah agak sepi, hanya ada satu-dua orang pejalan kaki dan sisanya berlalu lalang dengan mobil atau sepeda motor. Ketika ia memasuki gang, ia sadar hanya dirinya sendiri di sana. Dan saat mendengar langkah yang bukan tercipta dari langkahnya, ia tahu ada orang di belakangnya. Tadinya ia tidak ingin berburuk sangka, namun sangat mencurigakan sekali karena sudah dua puluh langkah ia buat, orang itu masih tetap di belakangnya.

Maka dengan sedikit keberanian dan pembuktian, ia berjalan agak cepat lalu berbelok ke kiri di perempatan gang.

Orang yang ada di belakang pun terkejut mendapati Hinata menghilang begitu cepat. Jadi orang itu berlari, berharap masih terkejar. Ketika berbelok ke kiri, orang itu langsung merasakan hantaman di bagian dada. Belum sempat membuat kuda-kuda dan pertahanan, orang itu keburu merasakan sakit di perut yang terkena tendangan lalu tangannya dipelintir. Serta merta itu membuatnya meringis sakit. Namun itu terlihatnya belum cukup bagi wanita yang ia ikuti karena setelahnya ia dibanting dengan gaya beladiri lalu dadanya diinjak sehingga ia tidak bisa bangkit.

"Apa maumu?! Kenapa mengikutiku?!" tuntut Hinata dengan wajah seram. Ia belajar itu dari ayahnya yang seorang Master Judo. Harus mengintimidasi lawan agar tidak ditindas, katanya. Di luar penampilannya memang terlihat wanita rapuh, tapi ia yang seorang Hyuuga sudah dibekali hal-hal seperti ini. Apalagi di luar seperti ini banyak orang-orang mesum, seperti orang dibawah kakinya ini, mungkin.

"Merepotkan," gumam orang itu.

"Apa?"

Tanpa peringatan, Hinata langsung merasakan kakinya dipukul sehingga ia terjatuh. Karena kelalaiannya itulah orang yang tadi berhasil ia jatuhkan kini berdiri tegak.

"Bantinganmu cukup bagus untuk seorang wanita," kata orang misterius.

Hinata sebal, sebelumnya tidak ada yang pernah menjatuhkannya. Ini pasti karena ia lalai, "Apa maumu!?"

Orang misterius itu hanya memberi senyum sambil menilai sebelum berlari pergi. Tentu prilaku itu membuahkan tanda tanya besar pada Hinata.

Sebenarnya, siapa orang itu?

"Memang tidak ada syuting?"

Hanabi mencuci piring setelah sarapan mereka selesai. Remaja tanggung itu sudah berseragam rapi, tapi masih mau membantu pekerjaan rumah. Memang siapa lagi yang bisa diharapkan? Di rumah hanya ada mereka berdua, ayah ada di rumah sakit, Hinata harus bekerja dan tinggal Hanabi yang harus bisa berguna untuk keluarga mereka.

"Nanti siang. Adegan Shion-san di undur karena Shion-san ada urusan," jawab Hinata sembari membaca naskah diiringi segelas kopi.

Hanabi melepas sarung tangan karetnya setelah cucian selesai dan duduk di samping Hinata. Ia membaca beberapa bagian dan terkejut, "Kau melakukan itu semua?"

"Kerenkan?" kata Hinata sambil mengambil sesuatu ditas selempang dekil itu dengan riang.

Hanabi hanya menggeleng-geleng lalu khawatir tentang kakaknya, "Pakai pengamankan? Ada asuransinya?"

"Kalau tidak ada, aku juga tidak mau—Hei, lihat ini!" Hinata menunjukan sebuah kertas dengan senyum manisnya.

"Apa?"

"Baca baik-baik!"

Hanabi bingung, tapi menurut apa kata kakaknya. Setelah ia baca teliti dan berulang-ulang, matanya terbelalak, "Gaara!"

Hinata mengangguk bangga.

"Sabaku Gaara?"

Sekali lagi mengangguk.

"Bagaimana—Oh, sial! Dia main di The Love Curse juga?" Hanabi tidak percaya.

"Apa aku belum pernah cerita?"

Hanabi manyun dan mengelus-elus tanda tangan itu. Tidak diragukan lagi, kakak beradik ini memang fans berat Sabaku Gaara, dari film, drama dan MV-nya mereka suka. Lain dengan Hinata yang suka Gaara saat bermain aksi, Hanabi suka Gaara saat ada di drama mingguan. Baru-baru ini booming drama yang dimainkan Gaara di negeri gingseng lalu menyebar ke seluruh Asia. Kata Hanabi, itu drama yang romantis, bahkan Hinata yang biasanya kurang tertarik pun mencoba menonton karena ada Gaara dan makin suka karena ceritanya memang bagus, tidak berlebihan. Gaara memang aktor berbakat.

"Tenang, nanti aku minta Kiba-kun untuk memintanya," Hinata meneguk kopinya lagi.

"Jadi bukan kau sendiri yang memintanya?"

"Aku bisa kena serangan jantung. Lagipula … yah," Hinata bingung bagaimana harus mengungkapkan rasa malunya. Ia takut mempermalukan dirinya sendiri.

"Baiklah."

Tepat setelahnya bel di rumah mereka berbunyi. Hanabi menawarkan diri untuk membuka pintu.

Hinata kembali membaca naskahnya. Ini adegan 15 dimana Mio, peran yang dimainkan Shion, dikejar kawanan yakuza di stasiun. Ada adegan melompat, jatuh berguling dan berlari melewati pintu kereta yang terbuka untuk ia lewati ke peron seberang sebelum pintu itu tertutup cepat. Bagaimana ya kalau ia telat sedikit saja? Terbelah seperti pizza?

Lalu Hanabi datang dengan wajah gelisah.

"Ada apa?"

"A-ada yang mencarimu," jawab Hanabi takut-takut.

Alis Hinata mengerut, pagi-pagi seperti ini? "Siapa?"

"Wakil Kepala Pengawal Keluarga Kerajaan, Hatake Kakashi. Senang bertemu dengan Anda, Nona Hyuuga Hinata," pria bermasker itu mengulurkan tangan yang dengan ragu Hinata balas salaman itu.

Hinata menyilahkan mereka duduk; selain pria yang mengaku bernama Hatake Kakashi, ada pula pria berwajah triplek (maksudnya emosi datar) berdiri di belakang Kakashi. Kakashi menerima tawarannya dengan luwes, berbeda dengan yang satu lagi. Benar-benar seperti patung. Tapi seperti pernah lihat.

"Mungkin agak mengejutkan kami datang ke kediaman Anda pagi-pagi seperti ini. Tidak mengganggukan?" walau memakai masker, Hinata tahu Kakashi ini mengulas senyum.

Hinata menggeleng. Sebenarnya cukup mengganggu, bahkan ia belum sempat mandi, kopinya saja tadi belum tandas, latihannya juga terganggu. Hinata juga merasa agak kurang nyaman dengan kehadiran mereka; mereka terlalu … em … formal dengan tuxedo itu.

"Kami takut Anda sibuk, jadi kami datang lebih pagi," Hinata jadi ingat apa yang dikatakan Hanabi soal tamu kemarin, "Tidak perlu tegang."

"Apa ada sesuatu?" Hinata sedang ingin basa-basi, ia penasaran sekarang.

"Bersediakah Anda mendengar latarbelakang kedatangan kami terlebih dahulu?" dan lain Hinata, Kakashi ingin berlama-lama sepertinya.

Hinata tidak punya pilihan.

Lalu Hanabi muncul dari belakang, bersiap untuk pergi ke sekolah. Pandangan menyelidik adiknya begitu tajam pada dua pria rapi itu lalu ia pamit pada Hinata sebelum pergi ke sekolah.

Setelah Hanabi pergi, Kakashi mengambil kesempatan itu untuk menyesap teh yang di sajikan lalu menawarkan pada orang yang datang besertanya, "Mau minum, Sasuke?" tapi memang orang di sana sama seperti patung. Kakashi terkekeh pada Hinata, "Dia memang seperti itu."

Memang Hinata peduli?

"Hatake-san?" panggil Hinata mengingatkan.

"Oh ya, tentu saja. Aku akan memulainya," kata Kakashi.

Katanya, ini berawal sebelum zaman Meiji Ishin, dua orang kepala keluarga yang berbeda ini dipanggil kehadapan Sang Kaisar untuk di adili karena beberapa anggota keluarga mereka ikut andil dalam pemberontakan. Tapi, karena kemurahan hati Sang Kaisar, dua keluarga itu dimaafkan tapi sebagai gantinya mereka harus setia pada Sang Kaisar dengan menjadi pengawal. Hyuuga adalah salah satunya. Itu sudah berjalan sampai sekarang tapi itu hanya berlaku pada setiap kelahiran anak pertama dari pernikahan baru.

"Sebelum kami memilih Anda, Ayah Andalah yang ditugaskan, namun karena kelemahan fisik paska kecelakaan pada tugasnya maka kami memulangkan Ayah Anda," tambah Kakashi

Hinata terkejut. Jadi, kecelakaan ayahnya bukan karena alasan yang teman ayahnya sebutkan?

Kakashi melirik orang yang ada di belakangnya sebelum melihat pada Hinata lagi, "Kami pun mengambil saudara kembarnya."

"Apa?" Hinata terkejut. Bagaimana ayahnya punya saudara kembar?

"Hyuuga Hizashi. Maka, dengan seizin Yang Mulia, kami mengirim surat panggilan tugas untuk Anda sebagai pengganti Ayah Anda setelah memperhitungkan umur Anda," Kakashi mengulurkan sebuah surat bersegel kerajaan.

Hinata menerima itu seperti mimpi. Pengawal kerajaan? Dirinya?

Seminggu. Itu yang dikatakan surat bersegel mahal. Peraturan dan persyaratan yang tidak disebutkan Hatake Kakashi membuatnya terbelalak sekaligus menelan liur banyak. Surat ini bersifat wajib dan rahasia. Dari salah satu peraturan ia membaca kalau ia tidak memenuhi panggilan, maka anggota keluarga lainlah yang akan ditarik, itu pun ia harus koma, sakit parah atau mati. Tidak ada alasan. Ia juga tidak mungkin membiarkan Hanabi menggantikannya.

Kepala Hinata berdenyut.

Selain peraturan, ia membaca gaji dan tunjangan yang ia akan dapati. Itu sangat menggoda. Gaji perbulan disana seperti gajinya sebagai stuntwoman selama setahun. Tunjangan kesehatan dan kematian sangat besar—ia tidak heran, pasti resiko juga besar. Pantas ayahnya mendapat perawatan terbaik.

Tapi … ada peraturan disini yang mengganggu. Tidak boleh menikah setelah diangkat menjadi pengawal atau sebelum masa tugas usai—itukah alasan ayahnya menikah muda?

Dan itukah alasannya waktu itu Hinata lulus SMA langsung ingin dinikahkan? Perjodohan konyol yang akhirnya batal karena ia terserang tifus dan cacar.

Dan adanya fasilitas asrama bagi Hinata membuat ia khawatir bila meninggalkan Hanabi sendiri. Bagaimana hidup adiknya nanti? Siapa yang akan mengurus ayahnya?

Hinata berkubang dalam kebingungan. Seminggu baginya untuk bersiap terhitung dari kepergian Hatake Kakashi dan pria bernama Sasuke. Tidak ada pilihan.

Ponselnya pun berdering dengan alarm. Waktunya untuk berangkat syuting.

Gaji menggiurkan tapi resiko mati lebih besar?

Ide gila muncul diotaknya.

Hanabi masih di bawah umur. Bila nanti syuting terjadi sesuatu … padanya, apa mungkin perintah tugas itu dapat dibatalkan?

To be Continued…

A/N: Ragu juga mau publish, tapi takut membusuk (?) di folder mending aku publish. Pair belum aku tentukan. Karena ini fanfic, sejarah Jepangnya jangan dianggap serius ya :D. Lalu pekerjaan Hinata sebagai seorang stuntwoman itu aku ambil dari Secret Garden K-Drama. Kelihatannya keren aja. Apa aku membayangkan Gaara adalah Kim Soo Hyun di drama You Who Came From The Star? Haha… XD

Mungkin update selanjutnya akan cepat, tergantung permintaan.

Dah… :)