gladiolus92 proudly present...

©Side Story of The Letter (HunHan ver)

GENDERSWITCH | AU | OOC | THREESHOT | TYPO(S) | DON'T LIKE DON'T READ | NO PLAGIAT

Romance, Drama, Friendship, Family, Hurt

Rate: T

Summary:

Ini adalah kisah sederhana Sehun dan Luhan yang bermula dari pertemuan mereka di pintu apartemen Kyungsoo, lalu dilanjutkan dengan tingkah lucu Jaera yang terus-terusan menganggap Sehun sebagai ayahnya, dan juga momen pertemuan Sehun, Luhan, dan Jaera dengan orang yang sama sekali tidak terduga

Warning: All cast here isn't mine, but this story is absolutely mine!

Note: FF ini adalah Side Story dari The Letter, jadi ini berhubungan dengan The Letter. Oleh karena itu, sangat perlu membaca FF The Letter dulu sebelum membaca FF ini^^

This is the 1st chapter [1/3]

- First Meeting at The Door -

ENJOY THIS STORY!


Seorang wanita cantik berambut coklat madu baru saja turun dari sebuah taksi. Sang sopir taksi membantu wanita itu untuk mengeluarkan koper besarnya dari bagasi, kemudian wanita cantik itu mengucapkan terimakasih pada sang sopir.

Tak lama kemudian, sopir taksi tersebut langsung undur diri dari hadapan si wanita, dan kini si wanita berdiri bersama dengan koper di tangan kanannya, dan juga bersama seorang gadis kecil yang bertengger manis dalam gendongan tangan kirinya.

Sang wanita cantik bermata rusa untuk beberapa saat mendongakkan kepalanya dan menatap bangunan tinggi yang berada di depannya. "Akhirnya aku bisa kembali kesini," ucapnya lirih.

Ucapan lirih itu rupanya mampu menghadirkan gurat penasaran di wajah sang gadis kecil yang sejak tadi diam. Namun sang wanita dewasa tampaknya tak mau memberi penjelasan pada si gadis kecil karena kini wanita berkaki jenjang itu justru langsung berjalan memasuki bangunan megah yang menjadi tempat tujuannya itu.

Sebenarnya wanita cantik itu agak kerepotan sekarang. Dua tangannya sibuk dengan urusan masing-masing. Tangan kirinya sibuk menahan berat tubuh sang gadis kecil, sedangkan tangan kanannya sibuk menyeret koper besar yang tentunya tak bisa dikatakan ringan itu.

Tapi mau bagaimana lagi? Ia tak tega jika harus melihat gadis kecil berusia dua tahun itu berjalan sendiri. Gadis kecil itu pasti masih lelah karena mereka baru saja sampai di Korea setelah menempuh perjalanan dari China dengan pesawat. Barangkali si gadis kecil masih jetlag, apalagi perjalanan yang tadi itu merupakan perjalanan jauh pertamanya—setelah gadis kecil itu bisa berjalan dengan lancar.

Kini sang wanita dewasa dan gadis kecil di gendongannya sudah berada di dalam lift. Bangunan megah itu begitu tidak asing untuk sang wanita dewasa. Dulu ia sangat sering berkunjung ke tempat itu, jadi jangan heran jika wanita itu tidak merasa canggung sedikitpun ketika berada disana.

Ting. Pintu lift terbuka secara otomatis di lantai delapan. Lantai yang menjadi tujuan sang wanita berparas ayu.

Dengan cepat wanita baby face itu menyeret koper besarnya, lalu berjalan keluar dari lift. Ia tersenyum kecil begitu ia bertemu kembali dengan suasana yang familiar untuknya. Lorong di lantai delapan itu sangat tidak asing baginya, dan ia tiba-tiba merasa sedang bernostalgia.

Langkah kaki jenjang wanita cantik itu kini terhenti tepat di depan sebuah pintu berwarna coklat tua yang berkilauan. Dengan segera wanita itu melepaskan koper dari tangan kanannya, lalu menggunakan tangannya yang bebas itu untuk menekan bel. Ia sudah tak sabar untuk bertemu dengan seseorang yang sangat ia rindukan.

Dan ternyata tak perlu menunggu lama sampai pintu di depannya terbuka. Tapi di luar dugaannya, sosok yang membukakan pintu untuknya bukanlah sosok yang ia kenal. Hal itu membuatnya mengernyit untuk beberapa saat, tapi ia kemudian memutuskan untuk menyapa sang pria yang kini juga sedang menatapnya dengan bingung. "Hi," ia menyapa dengan senyuman canggung yang tercetak di bibir tipisnya.

Sedangkan sampai saat ini lelaki muda di depannya masih terbengong, sebelum akhirnya lelaki itu mengerjap sejenak, lalu membalas sapaan si wanita. "Uh, h—hello," entah kenapa sapaan lelaki itu terdengar sedikit gugup.

"Ehm...ini tempat tinggal Kyungsoo, 'kan?" akhirnya si wanita cantik bertanya meskipun ia masih diliputi keraguan.

Sang pria yang diberi pertanyaan mengangguk tanpa menjawab pertanyaan si wanita secara verbal. Pria itu mungkin merasa sedikit kaget karena logat wanita di depannya itu berbeda, dan ia pun baru sadar bahwa wajah wanita di depannya juga tidak seperti orang Korea. Wanita itu bisa berbahasa Korea, hanya saja logatnya terdengar aneh.

"Siapa, Hun-ah?" tiba-tiba muncul kepala seorang wanita imut dari balik punggung si pria muda, dan saat itulah wanita imut yang merupakan pemilik asli apartemen itu melihat siapa tamu yang datang ke tempat tinggalnya. "Luhan jie!" dan wanita bertubuh mungil itupun memekik heboh karena ia ternyata mengenali siapa tamunya.

Dengan cepat wanita mungil itu mendorong tubuh pria yang menghalangi jalannya, kemudian ia mendekati Luhan dan memeluk wanita yang lebih tinggi darinya itu erat-erat. Secara otomatis wanita bertubuh pendek itu juga turut memeluk sosok kecil yang berada dalam gendongan Luhan.

"Kyungsoo! Kukira aku salah apartment karena tiba-tiba pintu terbuka, dan memunculkan seorang pria tampan di depanku!" Luhan balas memeluk si wanita mungil—Kyungsoo—yang ia kenal dengan baik selama beberapa tahun terakhir.

Si pria—yang kini diabaikan—mau tak mau jadi sedikit blushing karena tadi ia sempat disebut tampan oleh Luhan, yang notabene merupakan wanita cantik dan kecantikannya itu tak bisa dipungkiri oleh pria manapun. Tapi detik berikutnya, pria tampan berkulit sangat putih itu memilih untuk menyingkir dan kembali ke ruang tamu. Ia benar-benar tak dianggap oleh dua wanita cantik yang larut dalam kegiatan reuninya, dan ia memilih untuk menyingkir tanpa suara.

Di sisi lain, Kyungsoo yang sudah puas memeluk Luhan akhirnya melepas pelukannya dan mengajak Luhan untuk masuk ke dalam apartment.

Mereka bertiga—Kyungsoo, Luhan, dan gadis kecil dalam gendongan Luhan—akhirnya tiba di ruang tamu, dan mereka langsung menjadi pusat perhatian dari empat pria yang ada disana. Empat pria itu tentu merasa bingung karena melihat Kyungsoo tampak begitu akrab dengan wanita yang baru saja mengunjungi apartemennya itu.

Luhan pun juga tampak bingung ketika melihat empat pria tampan yang duduk diam di ruang tamu. Ia tak tahu jika Kyungsoo menyimpan empat pria tampan di dalam apartemennya. Semua terlihat aneh di mata Luhan, tapi ia tak ingin berprasangka buruk.

Kyungsoo tahu dengan pasti bahwa saat ini semua orang sedang merasa bingung. Jadilah wanita yang tengah berbadan dua itu membuka suara. "Aku ingin memperkenalkan kalian pada wanita cantik ini. Namanya Luhan, ia adalah sepupu Yifan oppa. Usianya sama dengan Yifan oppa. Dan sosok kecil yang ada dalam gendongannya adalah putrinya, namanya Lee Jaera."

Empat pria tampan yang berada di ruangan itu sedikit kaget setelah mendengar Kyungsoo memperkenalkan si wanita cantik.

Sedangkan Luhan justru tersenyum manis pada empat pria asing yang ada di hadapannya. Sosok cantik Jaera—yang tadi diperkenalkan oleh Kyungsoo sebagai putri Luhan—juga ikut tersenyum walaupun sebenarnya ia belum terlalu mengerti tentang keadaan yang sedang dihadapinya.

"Dan Luhan jie, empat pria ini adalah sahabat Yifan oppa. Yang duduk di single sofa itu Kim Jongin, lalu yang berada di ujung sofa panjang itu Kim Joonmyeon, di sebelahnya adalah Park Chanyeol, dan yang terakhir adalah Oh Sehun. Usia mereka semua lebih muda dari jiejie," Kyungsoo lanjut memperkenalkan. Ia menyebutkan empat nama pria tampan yang kini masih belum bersuara. Tangan mungilnya juga ia gerakkan untuk menunjuk pria-pria yang ia perkenalkan pada Luhan satu persatu.

Luhan mengangguk paham sembari berusaha menghafal nama-nama yang tadi disebut oleh Kyungsoo. Ingatannya tidak terlalu baik—meskipun masih tetap lebih baik jika dibandingkan dengan ingatan Yixing. "Jadi, pria tampan yang tadi membukakan pintu untukku itu bernama Sehun?" tanya Luhan pada Kyungsoo. Mata wanita itu membulat lucu karena ia terlalu bersemangat. Jika boleh jujur, ia sedari tadi penasaran mengenai identitas pria tampan yang tadi membukakan pintu apartemen Kyungsoo.

Di sisi lain, seorang Oh Sehun kini juga membulatkan mata karena ia baru saja mendengar pujian gratis. Jarang-jarang 'kan ia dipuji secara blak-blakan seperti itu oleh seorang wanita yang baru saja ia temui? Apalagi wanita yang memberinya pujian merupakan wanita cantik bak bidadari.

Sedangkan Kyungsoo kini tertawa melihat Luhan yang tampak antusias. "Benar, jie. Waeyo? Jiejie tertarik pada Sehun? Sekedar informasi, usia Sehun lebih muda empat tahun dibandingkan jiejie."

"Apa?" Luhan menampilkan mimik tak percaya sambil menatap Sehun dan Kyungsoo secara bergantian. "J—jadi, Sehun itu seumuran dengan adikku yang ada di China? Astaga..."

"Logat bahasa Korea Luhan-ssi begitu lucu," Joonmyeon tiba-tiba nyeletuk di tengah obrolan Kyungsoo dengan Luhan, tapi kemudian ia sadar bahwa ia tidak sopan. Jadilah ia menutup rapat bibirnya dengan tangan kanannya.

"Iya. Aku memang belum bisa berbicara bahasa Korea dengan logat orang Korea asli, padahal aku sempat tinggal di Korea selama dua tahun," ujar Luhan. Kini matanya terfokus untuk menatap Joonmyeon. Bibir tipis wanita itu terangkat membentuk lengkungan senyum seolah menyatakan bahwa ia tak tersinggung oleh ucapan Joonmyeon. Hal itu tentu membuat Joonmyeon merasa lega.

"Itu benar. Luhan jie sempat tinggal di Korea selama dua tahun, sebelum akhirnya Luhan jie kembali tinggal di China setahun yang lalu," Kyungsoo ikut menambahkan pernyataan Luhan tadi.

Chanyeol yang dari tadi diam kini tampak tertarik untuk bergabung dalam pembicaraan seru itu. "Memangnya kenapa Luhan-ssi pindah lagi ke China setahun silam?"

Kali ini Kyungsoo diam. Sepertinya ia merasa tak enak hati jika harus mengungkit masa lalu Luhan. Ia juga merasa tidak berhak untuk menceritakan masa lalu Luhan yang tak bisa dikatakan baik.

Tapi Luhan tampak tenang, dan ia menjawab pertanyaan Chanyeol juga dengan ketenangan yang sama. "Setahun lalu aku bercerai dengan suamiku setelah kami menikah selama satu setengah tahun. Saat itu usia Jaera baru satu tahun, tapi ia sudah harus berpisah dengan ayahnya."

Wajah Chanyeol kini diliputi oleh rasa bersalah. Ia tadi hanya merasa ingin tahu, dan ia tak menduga jika pertanyaannya tadi menguak masa lalu Luhan yang cukup pahit. "M—maaf karena sudah mengungkit masa lalu."

"Tidak apa-apa," Luhan menggeleng. Dengan senyuman manisnya ia meyakinkan Chanyeol bahwa dirinya baik-baik saja. "Semua itu sudah aku lupakan. Mantan suamiku itu sekarang juga sudah memiliki istri baru. Kami berpisah dengan cara yang tidak baik, dan kami tidak saling berkomunikasi lagi."

Semua pria yang ada disana mengangguk paham. Tak ada yang berniat melontarkan pertanyaan seperti "Siapa nama suamimu?" atau seperti "Kenapa kalian bercerai?"

Mereka tak ingin membuka kembali kisah lama Luhan—lagipula mereka baru pertama kali bertemu, dan sangat aneh jika mereka sudah membicarakan masalah pribadi. Yang jelas, mantan suami Luhan itu bermarga Lee. Hal itu terlihat dari nama putri Luhan yang juga bermarga Lee.

Tapi sangat banyak pria Lee di Korea, dan sepertinya mereka tak perlu menelusuri hal itu lebih lanjut. Itu sudah menjadi masa lalu bagi Luhan.

Meskipun mereka sebenarnya merasa aneh. Berdasarkan cerita Luhan tadi, mereka tahu bahwa Jaera berusia satu tahun ketika usia pernikahan Luhan dan suaminya baru satu setengah tahun. Apa itu artinya, Luhan menikah saat ia sudah lebih dulu hamil?

Entahlah. Rasanya mereka tak pantas bertanya-tanya lebih jauh mengenai hal itu.

Empat sahabat itu sebenarnya juga merasa heran kenapa Yifan tak pernah bercerita pada mereka tentang sepupunya yang bernama Luhan itu. Yifan selalu menceritakan segala hal kepada mereka, tapi kenapa pria yang sudah meninggal itu melewatkan bab tentang Luhan dalam cerita-ceritanya? Mungkinkah Yifan lupa? Mungkin saja. Lupa adalah hal yang manusiawi.

Setelah lama diliputi oleh keheningan, tiba-tiba saja Jaera menggeliat tak nyaman dalam gendongan Luhan. Gadis kecil berusia dua tahun itu tampaknya ingin turun dari gendongan sang ibu.

"Jaera mau turun, hm?" pertanyaan Luhan diangguki langsung oleh Jaera, dan Luhan pun segera menurunkan sang putri tunggal.

"Aigoo~ dulu Jaera bahkan belum bisa berjalan saat jiejie meninggalkan Korea. Saat itu jiejie bahkan tidak datang ke acara pernikahanku dan Yifan oppa," ucap Kyungsoo.

Luhan menatap Kyungsoo penuh penyesalan. "Maaf, Soo. Aku memang bukan sepupu yang baik. Aku kembali ke China setahun lalu dan itu membuatku tidak bisa menghadiri pernikahanmu. Dan beberapa waktu lalu aku juga tidak datang ke pemakaman Yifan. Aku...aku minta maaf karena aku tidak bisa menemanimu saat itu."

Kyungsoo memberikan senyum penenang untuk Luhan. Ia memang sempat kecewa karena setahun lalu Luhan memutuskan untuk kembali ke China. Tapi mau bagaimana lagi? Itu adalah keputusan Luhan, dan akhirnya Kyungsoo menerima hal itu. "Tidak apa-apa, jie. Semua sudah berlalu. Aku baik-baik saja."

"Baba," suara anak kecil tiba-tiba terdengar di ruangan itu. Luhan dan Kyungsoo serentak menoleh ke sumber suara.

Mata keduanya membulat saat mereka melihat Jaera sedang berdiri di depan Sehun, dan gadis kecil itu meletakkan tangan mungilnya di atas pangkuan Sehun.

Jadi, yang tadi dipanggil ayah oleh Jaera adalah Sehun?

Semua orang langsung speechless. Apalagi Luhan. Ia tak tahu sejak kapan Jaera berjalan untuk mendekati Sehun—ia terlalu fokus mengobrol dengan Kyungsoo. Ia merasa aneh karena sang putri tunggal sepertinya sangat nyaman berdekatan dengan Sehun yang notabene merupakan orang asing bagi Jaera. Setahunya, putrinya itu sulit dekat dengan orang asing.

Jangankan dengan orang asing. Dengan Kyungsoo—yang merupakan bibinya—saja Jaera seperti tak mengenal. Hal itu sebenarnya harus dimaklumi karena Jaera tidak pernah bertemu lagi dengan Kyungsoo sejak Luhan mengajak Jaera kembali ke China. Mungkin Jaera sudah melupakan wajah Kyungsoo karena gadis kecil itu terakhir melihat Kyungsoo saat usianya baru satu tahun.

Karena tak tahan lagi dengan atmosfer yang aneh, Luhan segera berjalan mendekati Jaera, dan ia menjauhkan Jaera dari Sehun. "Ia bukan baba Jaera. Panggil ia dengan sebutan paman. Jaera mengerti?" Luhan bicara dengan sang putri dengan bahasa Korea.

Luhan memang sengaja mengajari Jaera dua bahasa karena bagaimanapun juga, Jaera memiliki darah Korea yang mengalir di tubuhnya—darah dari ayahnya yang merupakan orang Korea.

"Baba," Jaera tetap mengucapkan kata yang sama, sembari tangannya berusaha menggapai Sehun.

Sehun yang tidak tega akhirnya meraih tangan Jaera, kemudian mengangkat tubuh Jaera hingga kini gadis kecil itu duduk di atas pangkuannya.

Luhan menatap Jaera sendu. "Jaera tidak tahu wajah ayahnya karena aku tidak pernah menunjukkan foto ayahnya pada Jaera. Aku minta maaf karena tiba-tiba Jaera bertingkah aneh. Tidak biasanya ia seperti ini."

Sehun mendongak untuk menatap Luhan yang kini berdiri dua meter di depannya. Ia tersenyum maklum pada Luhan. "Tidak masalah, Luhan-ssi. Aku cukup menyukai anak kecil, jadi biarkan Jaera memanggilku sesuka hatinya."

Luhan memandang Sehun penuh kekaguman. Wanita berambut coklat madu itu tak percaya jika usia Sehun empat tahun di bawahnya. Sehun terlihat sangat dewasa dan berwibawa—ia hanya belum mengenal Sehun lebih lanjut dan melihat betapa kekanakannya sifat Sehun.

"Terimakasih. Dan...kuharap kalian tidak usah bicara terlalu formal padaku. Panggil aku dengan sebutan noona saja, karena adik laki-lakiku di China saja memanggilku begitu." ujar Luhan. Ia sedikit tertawa mengingat adik laku-lakinya di China yang memaksa untuk memanggil Luhan dengan sebutan noona padahal mereka adalah orang China.

Semua pria yang ada disitu mengangguk seraya tersenyum maklum pada Luhan.

Kyungsoo tiba-tiba berjalan mendekati Luhan, kemudian menarik lengan Luhan untuk duduk di sebuah sofa kosong yang tersisa. "Ngomong-ngomong, kenapa jiejie tidak mengabariku kalau jiejie akan ke Korea? Aku 'kan bisa menjemput jiejie di bandara."

Luhan tersenyum manis pada Kyungsoo, kemudian mengarahkan pandangannya pada perut Kyungsoo yang membesar. Ia menggerakkan tangannya untuk membelai lembut perut Kyungsoo. "Aku ingin memberimu kejutan. Aku ingin menjenguk bayi Yifan yang kini masih ada di perutmu. Aku akan tinggal disini sampai kau melahirkan, Soo. Kau keberatan?"

Mata Kyungsoo mulai berkaca-kaca, tapi berikutnya ia menggeleng. "Tentu aku tidak keberatan, jie. Aku senang jika jiejie bersedia menemaniku," Kyungsoo menggenggam tangan Luhan yang masih berada di perutnya. "Tapi apa tidak apa-apa jika selama disini, jiejie tidur bersamaku di kamarku? Karena dua kamar yang lain sudah ditempati oleh para pria."

"Kami bisa meninggalkan salah satu kamar agar bisa ditempati oleh Luhan noona," Chanyeol menimpali ucapan Kyungsoo.

Tapi Luhan dengan cepat menggeleng. "Aku justru senang jika bisa sekamar dengan Kyungsoo. Aku sudah mengenal Kyungsoo bahkan sebelum ia menikah dengan Yifan. Kami berdua sangat akrab. Benar 'kan, Soo?"

Kyungsoo mengangguk tanpa keraguan. "Benar. Luhan jie adalah sahabat dekatku selain Yixing eonni."

Uhuk. Joonmyeon tiba-tiba terbatuk. Sepertinya ia tersedak ludahnya sendiri.

Luhan sekilas menatap bingung pada Joonmyeon yang tiba-tiba saja salah tingkah, tapi akhirnya ia mengabaikan hal itu dan hanya mengangkat bahu, kemudian beralih menatap Kyungsoo lagi. "Yixing masih berkerja di perusahaan keluarga Wu? Ya Tuhan, aku rindu saat kita bertiga masih sering menghabiskan waktu bersama beberapa tahun silam."

Kyungsoo tersenyum dalam nostalgia. Ia berteman dengan Luhan dan Yixing sejak ia mulai bekerja di perusahaan keluarga Wu.

Kyungsoo bisa mengenal Yixing karena Yixing adalah rekan kerjanya di kantor. Sedangkan tentang Luhan, Kyungsoo pada awalnya berkenalan dengan Luhan saat tiga tahun lalu Luhan berkunjung ke perusahaan keluarga Wu. Saat itu Luhan sudah mulai tinggal di Korea, dan wanita itu memutuskan untuk mengunjungi perusahaan sepupunya.

Dapat disimpulkan bahwa Kyungsoo sudah mengenal Yixing dan Luhan sejak tiga tahun silam—sejak Kyungsoo menjadi bagian dari perusahaan keluarga Wu.

Kyungsoo merasa sudah sangat lama mengenal Yixing dan Luhan, padahal faktanya mereka baru berteman sejak tiga tahun silam. Kyungsoo kini bahkan lupa perihal alasannya memanggil dua orang itu dengan sebutan yang berbeda. Yixing ia panggil dengan sebutan eonni, sedangkan Luhan ia panggil dengan sebutan jiejie. Ia lupa kenapa bisa begitu. Semuanya seperti mengalir begitu saja.

"Yixing eonni masih bertahan pada posisinya. Kurasa ia juga merindukan jiejie. Beberapa hari yang lalu aku bertemu dengannya, dan ia sangat senang," Kyungsoo kembali bicara setelah ia selesai bernostalgia.

"Benarkah? Kurasa kita bertiga harus berkumpul setelah ini!"

Kembali Kyungsoo tersenyum. Luhan merupakan pribadi periang dan aktif. Makanya tak heran jika ibu muda itu sering heboh sendiri. "Aku setuju. Tapi untuk sekarang, jiejie dan Jaera sebaiknya beristirahat dulu di kamar. Kalian berdua pasti lelah."

Luhan lalu mengalihkan pandangannya pada Jaera. Sudut bibirnya sedikit terangkat saat ia melihat Jaera tertawa-tawa di pangkuan Sehun. Sedari tadi Sehun mengajak Jaera mengobrol dan bercanda, dan sedari tadi pula suara tawa Jaera terdengar. Cukup jarang ia melihat Jaera tertawa dengan lepas seperti itu.

Hati Luhan menghangat. Tak dapat dipungkiri bahwa gadis sekecil Jaera memang masih sangat membutuhkan figur seorang ayah. Selama ini Jaera sering bertanya tentang sosok ayahnya, tapi Luhan mengunci rapat bibirnya dan tak berkata apapun pada Jaera tentang ayah kandungnya. Luhan tak ingin mengingat masa lalunya—yang buruk. Jika bisa, ia ingin menjalani masa depannya dengan baik dan menemukan sosok ayah baru untuk Jaera. Tapi, apakah harus Sehun yang menjadi sosok ayah untuk Jaera? Entahlah. Itu sepertinya terlalu cepat.

"Jaera-ya, ayo kita beristirahat di kamar bibi Kyungsoo. Kau pasti lelah, 'kan?"

Mendengar sang ibu memanggil, Jaera menoleh pada Luhan. Bibir mungil gadis itu mengerucut imut. "Tidul dengan baba."

Luhan tahu bahwa Jaera memang belum bisa berbicara dengan jelas, tapi ia bisa menangkap maksud ucapan Jaera barusan. "Jaera ingin tidur dengan baba?" Jaera mengangguk. "Tidak boleh, sayang. Jaera tidur dengan mama saja, ya?"

Dengan cepat Jaera menggeleng, lalu gadis mungil itu memeluk Sehun erat. Ia menenggelamkan wajahnya di dada bidang Sehun sambil berkali-kali meneriakkan kalimat "Tidul dengan baba".

Karena merasa tak tega, Sehun akhirnya mengusap punggung Jaera dengan lembut, kemudian ia berbisik di telinga kanan Jaera. "Jaera boleh tidur dengan baba. Kita tidur sekarang, ya?"

Setelah merasakan anggukan kepala Jaera, Sehun akhirnya berdiri, kemudian beranjak dari ruang tamu.

Seluruh pasang mata di ruang tamu mengikuti arah gerak Sehun. Bisa dipastikan bahwa Sehun membawa Jaera ke kamarnya.

"Kenapa bocah itu membawa Jaera ke kamar? Apa Sehun seorang pedofil?"

Pletak. Pertanyaan ngawur Chanyeol berbuah satu jitakan manis di kepalanya.

Pelakunya tak lain dan tak bukan adalah Joonmyeon. "Jangan asal bicara. Sehun bukan orang yang seperti itu!"

"Joonmyeon benar. Sehun pasti hanya ingin menemani Jaera tidur, sesuai dengan harapan Jaera. Aku yakin itu," Luhan menimpali. Meskipun ia baru mengenal Sehun, tapi entah kenapa Luhan langsung bisa memberi kepercayaan pada pria itu.

Chanyeol hanya bisa tersenyum canggung karena baru saja ia asal bicara.

"Joonmyeon-ah..." Luhan tiba-tiba memanggil Joonmyeon. Yang dipanggil tentu menoleh ke arah si pemanggil. "Tadi kau sempat terbatuk saat Kyungsoo menyebut nama Yixing. Apa ada hal yang salah?"

Skakmat. Joonmyeon menelan ludahnya gugup. Ia pikir ia akan terbebas dari pertanyaan itu karena tadi Luhan seperti mengabaikan tingkah anehnya, tapi rupanya tidak. Luhan hanya menunggu waktu yang tepat untuk bertanya.

"Sebenarnya siapa itu Yixing? Dan apa hubungan kalian berdua, hyung?" tanya Chanyeol pada sang hyung tertua.

"K—kami tidak memiliki hubungan apapun. Kami hanya sekali bertemu di kantor Yifan hyung. Tidak lebih," dengan gugup Joonmyeon menjawab.

"Benarkah itu?" kini Luhan yang bertanya dengan nada menggoda.

Lagi-lagi Joonmyeon mengangguk dengan gugup.

Kyungsoo berusaha menahan tawanya. Ia tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kemarin Yixing meminta nomor ponsel Joonmyeon padanya, dan sepertinya Yixing sedang berusaha mendekati Joonmyeon. Yixing benar-benar tertarik pada sang wakil direktur.

Tampaknya Joonmyeon jadi salah tingkah karena pendekatan frontal yang dilakukan oleh Yixing. Tak ada salahnya 'kan apabila seorang gadis yang lebih dulu mengambil inisiatif untuk melakukan pendekatan? Ini adalah era emansipasi, ngomong-ngomong.

"Ya sudah kalau begitu," Luhan akhirnya berdiri dan meraih kopernya. "Aku akan beristirahat di kamar Kyungsoo."

"Kenapa harus di kamar Kyungsoo? Noona bisa beristirahat di kamar Sehun, BERSAMA SEHUN," nampaknya Joonmyeon balas dendam karena tadi ia sempat digoda oleh Luhan. Mereka baru saling kenal, tapi godaan demi godaan sudah tersaji layaknya mereka sudah lama saling mengenal.

Gulp. Kali ini Luhan yang menelan ludahnya gugup. Pipinya mulai terasa panas. Tanpa berkata apapun lagi, Luhan mulai mengangkat kakinya dan pergi dari ruang tamu. Ia hafal betul isi apartment itu karena Yifan sudah bertahun-tahun menempati apartment itu, dan ia sering mengunjungi sang sepupu selama ia masih tinggal di Korea. Ia juga tahu letak kamar Kyungsoo, karena ia yakin Kyungsoo tidur satu kamar dengan Yifan sebelum Yifan tiada.

Joonmyeon dan Chanyeol tertawa keras melihat gelagat Luhan yang malu-malu kucing. Sedangkan Kyungsoo kini menggelengkan kepalanya melihat tingkah dua pria dewasa yang sangat kekanakan itu.

..

..

TBC


Glad's notes:

Hai, semuanya! akhirnya aku berhasil merampungkan proyek side story HunHan. kayaknya aku baru kemarin mulai nulis proyek ini, tapi untungnya ini bisa selesai dengan cepat. aku sempet mikir kalau mungkin aku baru bisa publish side story ini Januari depan, tapi ternyata side story ini udah selesai. rasanya beban banget karena masih punya hutang FF ini :(

Aku sekarang masih cukup sibuk sama kerjaan ini itu, jadi aku belum bisa nulis FF yang bener-benar baru, dan masih ada beberapa request yang belum aku penuhi. maafkan aku... :(

Semoga FF side story-nya HunHan ini mendapat respon baik. mind to review?

With love, gladiolus92 :*