Hujan deras terus mengguyur, seolah ikut merasakan kesedihan gadis kecil yang tergolek lemah di sebuah tempat tidur rumah sakit. Gadis kecil berusia sebelas tahun itu baru saja mengalami kecelakaan dan hanya dia yang selamat. Ya, kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan itu. Anak itu tidak menangis juga tidak histeris ketika tanpa sengaja mendengar dari salah seorang perawat, bahwa orang tuanya telah meninggal. Anak itu hanya terus diam tapi wajahnya penuh dengan kesedihan. Hingga dua orang yang dia kenal tampak terburu-buru memasuki kamarnya. Mereka menangis dan langsung memeluknya.
" Kami akan menjagamu, Sayang. Kami akan merawatmu, kami tidak akan meninggalkanmu sendirian," ucap salah satu dari mereka yang membuat badan anak kecil itu bergetar dan menangis sekeras-kerasnya.
000
Seorang anak laki-laki keluar dari rumah begitu mendengar suara mobil yang sangat dikenalnya. Namun langkahnya terhenti ketika melihat ibunya mengulurkan tangan kepada seseorang. Tidak lama kemudian seorang gadis kecil dengan ragu-ragu keluar dari mobil. Gadis kecil itu tampak seumuran dengannya. Rambutnya coklat panjang sepunggung, matanya bulat dan... manis.
" Ibu, siapa dia? Apa dia yang bernama Tenten?" tanya anak itu begitu ayah dan ibunya mendekat.
" Iya, ini Tenten,"
Mata anak yang bernama Neji itu tiba-tiba mengisyaratkan kesedihan. Seminggu yang lalu Tenten dan orang tuanya datang berkunjung setelah bertahun-tahun tinggal di China. Waktu itu Neji sedang berkemah karena itu dia tidak mengenali Tenten. Dua hari setelah kunjungan mereka, tiba-tiba ada kabar bahwa Tenten dan keluarganya kecelakaan. Hanya Tenten yang selamat dalam kecelakaan itu. Tenten tidak mempunyai kerabat lain, karena itulah ayah dan ibunya memutuskan untuk merawat Tenten.
" Hey, aku Neji. Mulai sekarang anggap aku kakakmu," kata Neji sambil mengulurkan tangannya kepada Tenten dengan senyum lucunya. Tenten memandang mata Neji, dia merasakan kehangatan dari matanya. Perlahan dia mengulurkan tangan, menjabat tangan Neji.
" A-aku Tenten," jawab Tenten dengan senyum yang perlahan mulai mengembang.
" Neji, kamu ajak Tenten main ya? Ayah dan Ibu harus membawa masuk barang-barang Tenten,"
" Iya, Ayah. Ayo! Kau harus menemui adik perempuanku, namanya Hinata. Kau sudah pernah bertemu dengannya bukan? Dia pasti senang karena mulai sekarang dia mempunyai kakak perempuan," ajak Neji dengan bersemangat. Belum sempat Tenten menjawab, Neji sudah menariknya masuk ke dalam rumah. Tenten mengikuti langkah Neji sambil melihat-lihat rumah keluarga barunya. Hingga tiba-tiba dia sampai di pinggir kolam renang, sangat luas.
" Hinata! Lihat siapa yang datang!" teriak Neji kepada seorang anak kecil berusia enam tahun yang sedang berenang dengan pelampung berwarna biru. Tenten heran, melihat Hinata yang dengan santainya berenang sendirian. Apa dia tidak takut tenggelam?
" Kau kenapa? Jangan heran begitu, dia itu perenang hebat. Aku baru bisa berenang saat usiaku delapan tahun. Menggunakan pelampung juga tentunya," Neji nyengir ketika mengatakan 'pelampung'.
" Apa kau tahu? Hinata itu sangat menyukai air. Dia bisa berenang dengan pelampung itu ketika dia berusia empat tahun., tapi Ayah masih tidak mengizinkan Hinata berenang tanpa pelampung kalau di rumah. Kolam kami masih terlalu dalam untuknya. Tapi tetap saja dia itu memang hebat," kata Neji bangga.
" Tenten-nee!" seru Hinata, yang ternyata sudah keluar dari kolam dan dia berlari dengan badannya yang masih basah ke arah kami. Dia tampak sangat senang, terlihat ketika dia langsung memeluk Tenten dan membuatnya ikut basah.
" Benar Nee-chan akan tinggal di sini?" tanya Hinata sambil bergantian melihat Tenten dan Neji. Tenten hanya tersenyum dan mengangguk.
" Iya, Hinata. Mulai sekarang Tenten akan tinggal bersama kita. Jadi kita harus membuat Tenten senyaman mungkin dan membuatnya senang. Kau mengerti?" kini Neji bersuara.
" Tentu saja, Nee-chan jangan khawatir. Meski ayah dan ibu Nee-chan sudah pergi ke surga, Nee-chan tidak akan kesepian. Ada Hinata dan Neji-nii yang akan selalu menemani,"
" Terima kasih. Aku tidak tahu harus berbuat apa untuk mengungkapkan betapa berterima kasihnya aku," kata Tenten, diiringi tangis juga senyum bahagia.
Tidak jauh dari sana, Ibu Neji pun juga menangis. Menangis bahagia. Sejak kecelakaan, inilah pertama kalinya Tenten terlihat bahagia. Segera dia menarik suaminya untuk bergabung bersama malaikat-malaikat kecilnya.
" Wah, wah! Sepertinya rumah ini akan tambah ramai," kata Ibu Neji begitu berada di depan mereka.
" Jelas, Bu. Lihat, sekarang kita punya malaikat baru. Cantik lagi," sahut suaminya.
" Paman, Bibi. Tenten sangat berterima kasih, karena sudah memberikan keluarga baru untuk Tenten. Tenten akan melakukan apa saja untuk membalas kebaikan Paman dan Bibi," kata Tenten.
" Jangan berkata seperti itu. Kami hanya ingin, kamu memanggil Paman dengan sebutan Tou-san dan Bibi dengan sebutan Kaa-san. Seperti Neji dan Hinata, mulai sekarang kamu adalah bagian dari kami," kata Hiashi sambil merentangkan tangannya dan disambut Tenten dengan pelukan hangat.
" Terima kasih Tou-san, Kaa-san," kata Tenten sambil bergantian melihat wajah ayah dan ibu barunya. Hari terindah untuk Tenten. Setelah dia mengalami peristiwa yang sulit, kecelakaan yang menyebabkan kedua orangtuanya meninggal, kini dia seperti memperoleh kehidupan baru. Kehidupan baru bersama keluarga baru.
000
Enam tahun kemudian,
Neji sibuk membunyikan bel sepedanya. Dia menunggu dua gadis cantik yang dari tadi belum keluar juga. Dia menghela nafas menahan rasa jengkelnya pada kedua gadis itu. Satu menit kemudian muncul seorang gadis dengan seragam putih abu-abu berambut coklat panjang sepunggung.. Matanya yang bulat melotot ke arah Neji.
" Kau ini berisik sekali," kata gadis itu dengan nada marah yang dibuat-buat. Sedetik kemudian dia melempar senyum manisnya.
" Kalian lama sekali. Tunggu dulu, mana Hinata?" Neji celingukan mencari adiknya. Beberapa saat kemudian seorang gadis SMP berlari sambil memasukkan buku ke dalam tas. Seperti anak SMP pada umumnya, Hinata sangat ceria dan masih kekanak-kanakan.
" Cepat naik!" kata Neji pura-pura marah begitu adiknya datang.
" Iya, iya. Bisakah Kakak lebih sopan? Ayah bilang lelaki harus memperlakukan perempuan seperti seorang putri," balasnya sambil membonceng di belakang Neji.
" Iya benar," sahut Si manis berambut coklat yang tidak lain adalah Tenten. Kini Tenten sudah siap dengan sepeda berwarna pink.
" Hah... kalian suka keroyokan. Sudah, ayo berangkaaaaat!" seru Neji sambil mengayuh sepedanya. Diikuti Tenten yang menjajari Neji.
Ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah mereka libur kenaikan kelas. Kini Neji dan Tenten sudah naik ke kelas tiga SMA, sedangkan Hinata naik ke kelas dua SMP. Setiap harinya, mereka berangkat ke sekolah bersama-sama menggunakan sepeda. Yang pertama kali mereka lakukan adalah mengantar Hinata ke sekolah. Kebetulan jalannya searah. Setelah itu Neji dan Tenten berpisah di perempatan ke dua setelah sekolah Hinata. Ya, mereka sekolah di SMA yang berbeda. Bukan karena kecerdasan yang berbeda jauh, kecerdasan mereka bisa dibilang hampir sama. Itu terbukti ketika di SMP mereka selalu menjadi juara umum. Tentu dengan nilai Neji yang selalu di atas Tenten. Dua hari sebelum ujian kelulusan, Tenten mengalami kecelakaan. Tidak parah, tapi cukup membuat Tenten takut. Ingatan tentang kecelakaan yang merenggut orangtuanya masih membekas. Traumanya itu membuat Tenten sulit berkonsentrasi dalam belajar. Dan sepertinya, itulah yang membuat nilai ujian Tenten tidak bisa menembus SMA favorit tempat Neji bersekolah.
Neji menghentikan sepedanya. Tenten pun ikut berhenti, dia bingung kenapa Neji berhenti tepat di perempatan. Neji seperti ingin mengatakan sesuatu kepada Tenten. Kemudian di tersenyum dan berkata," Hati-hati," lalu mengayuh sepedanya berbelok ke arah kiri. Tenten hanya diam, bingung dan tidak mengerti.
" Sebenarnya apa yang ingin dia katakan?"
000
