Disclaimer : Bang Masashi
Story : My Own Idea
Pair : SaIno
.
.
Sumarry :Aku yang mengagumi punggung putihnya itu hanya bisa berusaha mengejarnya sekuat tenaga, berusaha menyaingi jejaknya/ Sebaiknya kaki ini hilang saja"/ Terkadang kau harus mengeluarkan semua perasaanmu"/"Seharusnya, aku saja yang terluka."/ "Ino.., BERJUANGLAH!"/
.
.
.
.
.
.
WHITE MIRACLE
Pagi itu, suasana dingin menyelimuti kota Kyoto. Ya, beberapa hari lagi, kota ini akan diselimuti oleh turunnya salju. Terdengar kicauan burung gereja yang indah ditelinga. Meski kota terasa dingin, orang disekitar masih menjalankan aktivitas mereka seperti biasanya. Tanpa terkecuali aku. Yamanaka Ino. Seorang gadis remaja yang sedang latihan lari untuk perlombaan musim ini. Kukerahkan semua tenaga yang masih kupunya untuk terus berlari sekencangnya hingga tiba dipinggiran danau kota Kyoto. Aku berhenti sejenak dan berusaha mengatur nafasku.
"Ino-chan, hari ini kamu latihan lagi?" tanya seorang wanita paruh baya yang bernama Tsunade. Entah lah, diumurnya yang hampir menginjak kepala enam, wajahnya tetap terlihat muda. Ingin rasanya bertanya kepadanya rahasia awet mudanya seperti ini. Tapi aku sadar, ini bukan waktu yang tepat untuk menanyakan hal yang tak penting seperti itu.
"Lomba estafetnya diadakan pada malam natal, Ya?" tanya nya.
Aku hanya mengangguk.
"Aku akan mendukungmu Ino-chan. Lagipula..." ia mengehentikan perkataannya sejenak."Sekolahmu kan sudah menjadi langganan juara... Apalagi kamu juga akan jadi pelari nomor 1! Berjuanglah." Katanya sembari menepuk punggungku pelan, kemudian berjalan pergi.
Benar, sebentar lagi perlombaan akan diadakan. Hanya tinggal 2 hari lagi. Dan pada malam itu apa mungkin aku bisa memenangkannya? Entahlah, aku ragu.
Aku yang sekarang tidak akan bisa menang... batinku Aku harus.. Harus berlari lebih cepat lagi. Tiba-tiba kakiku lunglai dan ingin terjatuh. Kupejamkan mataku menunggu diriku yang mungkin akan terhempas ke tanah.
Grapp
Brukkh
Sebuah tangan sedang memegang pinggangku, menahan agar aku tidak terjatuh. Kubuka mataku dan langsung menyipitkan mata karena terangnya cahaya. Aku melihat seperti sebuah sayap terbang. Eh? Bulu sayap? Wajahnya putih. Apa dia ini malaikat? Dan apa aku juga telah mati?
Tanganku meraba setiap centi dari wajahnya. Aku bahkan menyentuh bibirnya. Semua ini... terasa benar-benar.. NYATA.
"Apa yang kamu pegang, Ino?"
Eh.. Suara ini. Segera aku memperjelas pengelihatanku. Astaga orang ini...
"EEEKKHHH...?!" Teriak Ino tiba-tiba.
"Keras banget... Jangan teriak ditelingaku." Ringisnya memegang telinganya.
"Sa.." "Sa.." "SAI..?! Bukankah kamu sudah pindah? Kenapa ada di sini?" tanyaku terkejut.
"Aku sudah kembali.." Ia mendekatkan dirinya kepadaku dan menatapku dengan teduh sambil tersenyum "Karena aku ingin bertemu denganmu."
Dung!
Wajahku mulai memanas. Jangan-jangan, pipiku mulai merah seperti kepiting rebus. Dengan gemas aku mencubit pipi Sai dengan kuat.
"Jangan mengatakan hal sekonyol itu. Katakan yang jujur.." ujarku.
Ia meringis, lagi, dengan perempatan siku dikeningnya "Aaaakh.. liburan musim dingin. Aku pulang karena liburan musim dingin!" dengan sigap aku menghentikan aksi mencubit pipinya.
Dia memegangi pipinya yang merah bekas cubitan dan membuang nafasnya dengan kuat. "Makanya kamu jadi susah akrab sama orang lain. Seperti biasanya kamu tidak bisa diajak bercanda ya, Ino-chan."
Tolong jangan katakan hal yang menyakitkan seperti itu lagi Sai. Kembali aku mengingat perkataan orang mengenai diriku.
"Dia selalu bertindak tanpa berbicara apa-apa, aku jadi tidak menegerti dia.."
"Ino itu serius banget, ya.."
"Benar, ia tidak bisa dijadikan teman. Banyak yang selalu takut padanya.."
Aku hanya menggelengkan kepala mengusir semua ingatan itu. Cukup. Cukup sudah bagiku untuk mendengar hal semacam itu.
Aku menarik nafas kuat dan membuangnya dengan berat "Huh..." segera aku membenarkan tali sepatuku untuk melanjutkan latihan "Kamu tidak usah mengkhawatirkanku Sai. Aku akan baik-baik saja..."
"Hei, kamu mau ke mana?" tanyanya.
"Aku masih harus selesaikan latihanku. Sebentar lagi ada lomba lari estafet."
"Waah! Ino-chan terpilih masuk tim?! Hebat." Pujinya, namun tak kuindahkan.
"Tidak Boleh!" Tiba-tiba ia menarik kuncitanku sehingga aku jatuh terduduk dengan rambut yang terurai. Sialan.
"Apanya yang tidak boleh?! Aku akan lari di posisi pertama! Jadi tidak bisa bersantai-santai!"
Dia menatapku jahil "Masalahnya, dengan kaki yang seperti sekarang, bagaimana kau bisa lari?" aku memperhatikan kakiku sejenak, kakiku sedang gemetaran sekarang dan aku baru sadar. Orang ini memang pengelihatannya sangat baik "Seperti anak rusa yang baru lahir." Ejeknya. Itu dia bagian yang paling menyebalkan darinya. Sedetik yang lalu dia tampak peduli, kemudian, dia kan mengejek. Menyebalkan.
Ia merangkulkan tangan kanannya kepundakku dan menatapku sambil tersenyum. Senyuman tulus yang dulu sangat kurindukan. Sudah lama aku tak melihatnya tersenyum seperti ini. "Aku ingin pergi kesuatu tempat. Temani aku seharian ini, ya."
Yang bisa kulakukan hanya lah mengangguk. Seperti biasa..., Dia selalu bisa membuat orang lain mengikuti kemauannya.. Dia juga mengembalikan kuncitanku.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Kami telah berjalan selama 10 menit dan berhenti disebuah gedung sekolah. Aku melihat sekitar. Tampak tak asing bagiku.
"Tempat yang mau kau datangi itu.. SMP kita dulu?"
"Hehehee.. benar. Tolong kau panggil nama panggilanku saat SMP dulu, aku lupa."
"Tidak mau!" jawabku.
"Katakan atau aku kan menciummu Ino." Ujarnya sambil tersenyum.
Dasar kau Sai... "Sai-kun..."
"Bukan.. bukan yang itu.. Tapi saat aku diguyur hujan dan demam. Dan kau memanggilku dengan sebutan lain karena kau mencemaskanku."
Kucoba untuk mengingat kembali, teringat akan sesuatu, pipiku kembali memerah. Sai memang benar-benar mampu menggoda orang lain. "Kau ingin mengerjaiku?"
"Tidak Ino.., aku hanya merindukan masa-masa itu. Kau mau kan? Hanya sekali saja.." timpalnya dengan wajah memelas.
"A..An..Anata..." ucapku sambil mennundukkan sedikit kepalaku.
Ia menggenggam tanganku dan membuatku menolehkan kepalaku mengahadapnya yang sedang tersenyum "Terima kasih."
Baiklah, Sai sudah tau aku menyukainya dulu. Tapi, aku tidak yakin dia juga menyukaiku atau tidak. Yang kutahu, dia selalu menghindari semua siswi sekolah yang mencoba mendekatinya. Satu-satunya teman wanitanya hanya lah aku. Terkadang dia selalu mengejekku. Tapi disisi lain, dia menunjukkan kebaikan hatinya, dia khawatir dan cemas saat tau dulu aku dikerjai oleh anak geng yang iri dengan kedekatanku dengannya, dia juga memberikan surprise padaku saat aku ulang tahun. Tapi aku tidak yakin jika ia benar-benar menyukaiku atau tidak. Kadangkala aku berpikir jika Sai hanya mempermainkanku saja.
"Kudengar hari ini ada pertandingan olahraga untuk umum di sini." Katanya tidak sambil tak menghilangkan senyumannya.
Melihatnya yang tersenyum aku juga ikut tersenyum "Sai memang suka jhal-hal seperti ini, ya..."
Drap..Drapp terdengar suara langkah kaki yang berlari tergesa-gesa mendekat kearah kami "Sai...? Sai! Sai senpai sudah pulang, ya..., Oh ada Sasaki senpai juga."
"Oh! Konohamaru, kamu sudah tambah tinggi." Balas Sai ramah.
Konohamaru membungkukan badannya "Maaf mendadak, tapi maukah Sai senpai bergabung dengan tim kami?!"
"Eh?" Sai terkejut.
Konohamaru kembali berdiri tegap "Tahun ini kami ingin memberi pelajaran tim junior yang somong itu!" ujarnya sambil melirik tim junior dengan tatapan tak suka. "Tolonglah bintang atletik"
Aku memandang Sai dari belakang. Kalau Sai ikut lari, mereka pasti menang mudah.. Aku kembali mengingat dimana Sai yang mengikuti kejuaraan lari. Lagipula aku juga sudah lama ingin melihtanya, sosok Sai yang berlari bagai terbang dengan baju putih dan punggung bagai bersayap..
"Hm.. Baiklah kalau begitu..." aku sadar dari pikiranku dan melirik ke arah Sai menunggu jawabannya "..Biar Nona Yamanaka Ino ini yang tentukan kemenangan kalian."
"Hah?!" aku berteriak saking terkejutnya, oke ini memang berlebihan ataupalah tapi sungguh tak terduga jika ini jawabannya "Ke..kenapa aku?! Sai saja yang ikut lari!"
"Ino..." Ia melipat kedua tangannya di depan dada dan berlaga sok keren "Kasihan peserta lain kalau aku yang lari. Karena tak ada seorang pun yang bisa menandingiku."
Arrgghhh... "Tapi kenapa harus aku..?"
"Jadi pelari nomor satu timmu cewek ya.." ujar salah satu anggota tim junior yang menekankan kata cewek.
Mereka tertawa dengan gaya meledek "Kalau begini, sih.., kita dengan mudah dapat memenangkan perlombaan ini."
Tim junior yang sombong itu benar-benar membuat kupingku panas dan jengkel. Dapat kurasakan aura hitam muncul disekitar tubuhku.
"JANGAN REMEHKAN AKU." Ucapku menatap mereka horor dan kurasa tanduk akan keluar dari kepalaku.
"SAI, pegang jaketku." Aku melemparkan jaketku kearah Sai dan ditangkapnya dengan baik.
"Hn?"
Dengan sigap aku menguncit rambutku yang sempat tergerai dengan sekali gerakan. "Akan kutunjukkan kekuatan sebenarnya anggota klub atletik yang sekarang!"
"Ino Senpai keren sekali!" terdengar suara kagum dari tim Konohamaru.
"Waktu SMP dulu, Ino senpai ikut klub atletik bersama Sai senpai kan! Sampai sekarang juga masih, ya!"
"Mungkin kami tidak ada apa-apanya, tapi kami akan berusaha sekuat tenaga."
"Ayo kita berjuang." Ucap mereka semua sambil mengacungkan jempol mereka.
Pluk
Kepalaku dipegang oleh Sai dengan lembut. "Ino." Ia memberi senyumannya padaku "Berlarilah sekuat tenagamu," ingin rasanya aku memeluk Sai saat itu juga jika tidak mengingat kami di depan umum. "Tenang saja, aku akan memelukmu jika kau menang nanti." Bisikan Sai ditelingaku berhasil membuatku memanas. Oke Sai, kau benar-benar paranormal sejati.
.
.
.
.
.
.
.
.
Semenjak pluit ditiup aku menunggu diposisiku sebagai pelari nomor satu menunggu tongkat estafet diberikan padaku. Perasaan bahagia ini tak bisa tertutupi olehku. Sudah lama sekali aku tidak berlari dengan orang lain. Ketika aku menerima tongkat dengan secepat yang kubisa aku terus berlari. Aku tidak bisa berhenti. Sampai kurasakan tubuhku menyentuh pita garis finish.
Aku bisa mendengar sorakan senang tim Konohamaru yang sedang atas kemenangan yang kami dapatkan. Dapat kurasakan semangatku sudah kembali untuk saat ini. Kurasa aku harus berterima kasih kepada Sai yang sudah mendukungku.
"Horeee! Kita menang..!"
"Ino senpai memang jagonya, ya."
"Terima kasih Ino senpai."
Mereka membungkukkan badan mereka. Aku juga membalasnya "Doita nee~ Terima kasih juga atas kerja keras kalian. Kalian atletik yang baik. Terus semangat ya."
Dengan begitu, mereka pergi untuk mengambil hadiah mereka dan meninggalkan aku dan Sai hanya berdua saja dipinggir lapangan.
Sai mengacak-acak rambutku asal "Bagus..bagus.. kau semakin hebat Ino-chan."
"Arigato Sai, tapi hentikan tanganmu itu." Sergahku.
.
.
.
.
.
.
.
.
Aku menunggu Sai yang sedang membeli minum sambil memakai jaketku kembali dan merapikan rambutku yang kugerai. Entah aku harus senang atau sedih mengingat Sai yang kembali. Saat ini yang kutahu adalah aku harus berlatih.
Meski hati ini sebenarnya ingin lebih dekat lagi dengan Sai, namun kurasa semua tidaklah benar. Aku tidak boleh terus-terusan berharap jika Sai akan menyukaiku. Tak ada waktu untuk memikirkan hal sekecil itu, bahkan mungkin itu tidak penting.
Aku membuang nafasku dengan berat "Apa yang sedang kau pikirkan? Tidakkah seharusnya kau senang?" tanyanya sambil membawa secangkir cokelat panas.
"Untuk pertemuan kita kali ini, kerja yang bagus!" ia memberikan secangkir cokelat panas itu padaku "..semua memuji larimu Ino-chan. Anggota klub atletik memang berbeda."
Kuraih cangkir itu dan Sai duduk disampingku. "Aku tidak akan memberimu apapapun walau sudah memujiku."
"Aku serius." Tetap kudengar perkataannya sambil meminum cokelat panas itu untuk mengahangatkan tubuhku. "Kau tampak bercahaya dan menikmatinya..."
Kutolehkan kepalaku menghadapnya dan mata kami saling bertemu dan menatap satu sama lain. "Seperti Malaikat." Ujarnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC
Holaa.. kembali lagi bersama saya, Haru... Author paling gaje sepanjang abad.
Jangan tanya kenapa karena Haru memang lah gaje :D [dilempar ufo]
Fiks, ini untuk pertama kalinya bikin fanfic dengan pair SaIno. Awalnya sih ragu untuk ngepublish fanfic ini yang notabene baru pagi tadi dibuat. Tapi demi kesuksesan dan kepuasan batin, jadilah Haru mempublish fic ini. Maaf jika ada salah kata. Akhir hayat..,
RnR yakk..
