Chapter 01.

"Kita pasti akan bertemu lagi, Eren."

.

.

.

"Aku..menangis..?" Ujar Eren saat membuka matanya dan menyadari bahwa air matanya mengalir deras membasahi pipinya.

"Eren, kita sudah terlambat ke sekolah." Ujar seseorang dari balik pintu kamar Eren.

"Kau pergi duluan saja, Mikasa."

"Jangan salahkan aku kalau kamu terlambat." Beberapa saat setelah perempuan yang dipanggil Mikasa berbicara seperti itu, terdengar suara langkah kakinya yang berjalan menjauh.

.

.

.

"Pagi, Eren." Terdengar suara anak lelaki berambut pirang dari belakang Eren yang sedang berjalan sambil melamun.

"A-ah Armin, selamat pagi."

"Ada apa? Tadi aku lihat kamu jalan sambil melamun."

"Tidak..hanya saja tadi aku mimpi aneh."

"Aneh bagaimana?"

"Entahlah..loh, kok aku lupa, ya?" Eren berpikir sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya.

"Sudahlah, palingan hanya bayanganmu saja."

"Mungkin…"

"Ayo cepat, sudah mau bel masuk."

.

.

.

"Jaeger!"

"Hah? Apa? Dimana? Siapa?" Eren kelabakan setengah mati.

"Aku sudah memanggilmu dari tadi tapi kau masih saja melamun!" Irvin sepertinya sedang badmood hari ini.

"M-maaf, saya agak sedikit mengantuk."

"Kalau kau mengantuk, kau bisa ijin ke ruang kesehatan."

"Tidak perlu, lanjutkan saja pelajarannya, sensei."

"Baiklah, tapi kalau kau melamun lagi, kapur ini akan mendarat di dahimu, Jaeger." Irvin mengancam sambil memperlihatkan kapur yang dia pegang sedari tadi.

Eren hanya bisa sweatdrop.

.

.

.

"Eren, dari tadi pagi aku perhatikan kamu melamun terus." Ujar Mikasa sambil memperhatikan wajah Eren yang memasang tampang cengo.

"T-tidak apa-apa, aku hanya sedikit ngantuk."

"Kamu yakin?"

Eren hanya menjawab dengan anggukan pelan.

Begitu ingin melewati sebuah toko buku kecil, Eren melihat seorang pria yang memakai kemeja putih polos, dan celana panjang berwarna hitam, rambutnya dipotong pendek, serta poninya dibelah dua.

"Rasanya…aku pernah melihat orang ini di suatu tempat…" Batin Eren sambil terus memperhatikan pria tersebut.

Merasa dirinya diperhatikan, pria tersebut menoleh kearah Eren yang masih cengo.

"…Kau…" Saat melihat wajah Eren, pria tersebut membulatkan kedua matanya yang tadinya terlihat tidak berekspresi itu.

Tiba-tiba pria itu berjalan mendekati Eren namun dihalangi oleh Mikasa yang cepat-cepat berdiri di depan Eren.

"Maaf, apa anda ada perlu dengan Eren?" Yang ditanya hanya bisa diam.

"Apa aku boleh meminjam anak itu sebentar? Aku hanya ingin bicara dengannya."

Mikasa hanya bisa memasang ekspresi yang seakan mengatakan 'HELL NO, YOU SHORTY'.

"M-Mikasa sudahlah, aku yakin kalau dia tidak memiliki maksud jahat."

"Bagaimana kamu bisa mengetahui hal itu!?" Mikasa dengan cepat berbalik kearah Eren sambil memasang ekspresi 'WHAT THE HELL, EREN!?'.

"Entahlah, tapi aku merasa begitu."

Hening.

"Sudahlah, sampaikan pada ibu kalau aku akan pulang telat, ya." Ujar Eren sambil menepuk pundak Mikasa.

"Ikuti aku." Ujar pria itu singkat lalu langsung berjalan menuju sebuah kafe diikuti oleh Eren.

.

.

.

"Jadi..namamu Eren?"

"I-iya, kalau anda?"

"Namaku Rivaille."

"Rivaille..? Rasanya aku pernah dengar nama itu..tapi dimana dan kapan..?" Batin Eren sambil meminum teh hangat manis yang tadi dia pesan.

"Bagaimana kehidupanmu? Apa temanmu banyak di sekolah?"

"Eh? Ya..aku akrab dengan teman-temanku dikelas kecuali satu orang."

"Satu orang?"

"Iya, dia selalu mencari masalah denganku dan selalu berkata kalau dia iri padaku." Kalian pasti tahu siapa yang Eren maksud.

"Hem…bagaimana keluargamu?"

"Eh…biasa saja, tidak ada yang spesial."

"Begitu…ngomong-ngomong, berapa umurmu tahun ini?"

"Tahun ini…lima belas."

"Hoo? Jadi jarak umur kita kali ini lebih dekat."

"kali ini? Apa maksudnya?" Eren benar-benar bingung dengan perkataan pria yang dia tidak pernah kenal sebelumnya ini.

"Kenapa Rivaille-san begitu ingin tahu tentangku?"

"Tidak apa, aku hanya merasa ingin tahu, itu saja."

"Oh iya, Rivaille-san bilang ada yang ingin dibicarakan denganku, padahal kita baru bertemu sekali ini saja?"

Rivaille hanya diam.

"Umm…Rivaille-san?"

"Jadi kau memang tidak ingat, ya?"

"Eh?"

"Tidak, abaikan saja. Boleh kulihat tanganmu?"

"E-eh? Boleh saja.."

Saat Rivaille melihat tangan kanan Eren, terlihat sebuah bekas gigitan yang kelihatannya menyakitkan.

"Bekas ini.."

"Ah, itu sudah ada sejak aku lahir, aku juga tidak tahu kenapa bekas itu terlihat seperti ada yang menggigit tanganku."

Rivaille hanya bisa diam sambil terus memperhatikan bekas tersebut.

Tiba-tiba, Rivaille melepaskan tangan Eren dan beranjak dari kursinya.

"Terima kasih kau mau bicara denganku, selamat tinggal."

"R-Rivaille-san, tunggu!"

"..Apa?"

"Eh..boleh aku minta nomor telepon Rivaille-san?"

"Untuk apa?"

"I-itu..eh…aku merasa kalau Rivaille-san bisa kujadikan seorang teman untuk berbagi cerita..AH SUDAHLAH ABAIKAN SAJA!" Tanpa ba-bi-bu-be-bo, Eren langsung saja menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan wajah merahnya sambil berjalan keluar kafe.

"Tunggu," Lanjut Rivaille sambil menangkap tangan kanan Eren ",Ini nomor dan alamat rumahku, kalau kau ingin bicara padaku, hubungi aku atau kau boleh datang langsung kerumahku." Ujar Rivaille sambil menyerahkan secarik kertas yang bertuliskan alamat dan nomor teleponnya kemudian pergi.

Eren masih membeku di depan pintu masuk kafe sambil memperhatikan secarik kertas yang diberikan oleh Rivaille.

.

.

.

"Aku pulang."

"Eren! Kau sudah pulang!? Kau tidak diperlakukan buruk oleh pria itu,kan!?" Baru saja Eren masuk satu langkah di dalam rumah, Mikasa langsung gembar gembor menanyai Eren layaknya seorang ibu yang tidak melihat anaknya selama 3 tahun.

"Mi-Mikasa, kau terlalu berlebihan."

"Tapi kamu baik-baik saja, kan!?"

"Iya aku baik-baik saja, kok. Sudah, ya aku mau ke kamarku dulu."

"Yasudah, aku akan panggil kamu kalau makan malam sudah siap.

"Ng.." Eren berjalan agak lesu ke kamarnya yang terletak di lantai dua.

.

.

.

Begitu sampai di kamarnya, Eren melempar tasnya keatas kursi yang terletak di depan meja belajarnya dan langsung menjatuhkan dirinya keatas ranjang.

"Rasanya aku memang pernah bertemu dengan Rivaille-san sebelumnya, tapi kapan…?" Eren berpikir sambil memeluk bantalnya dalam posisi tengkurep.

Tanpa disadari, perlahan-lahan Eren mulai tertidur dan bermimpi sama seperti tadi pagi.

.

.

.

(Tulisan bercetak miring mulai disini adalah mimpi yang Eren lihat)

"…ren…"

"Rasanya…ada yang memanggil namaku…" Eren membuka matanya perlahan dan melihat sesosok lelaki yang sepertinya dia kenal.

"Eren! Buka matamu! Bertahanlah!"

"Hei..chou…?"

"Eren! Bertahanlah! Jangan mati, Eren!" Wajah lelaki itu tampak cemas dan berlumuran darah, dia terus memberikan semangat kepada Eren yang terkulai lemas dipangkuannya.

"Heichou…aku sudah tidak dapat bertahan lagi, Heichou harus berjanji..akan membunuh semua titan yang ada dimuka bumi ini…demi diriku…"

"Bicara apa kau! Kau akan bertahan hidup dan kita akan membunuh semua titan bersama!"

"Tidak..aku tidak dapat bertahan lagi…aku berharap di kehidupan selanjutnya…kita akan hidup bahagia, maka dari itu..Heichou harus membunuh semua titan yang ada…di dunia..ini…" Setelah menyelesaikan kalimat terakhirnya, Eren menutup matanya dengan perlahan seolah tertidur, namun kali ini Eren tertidur..untuk selamanya.

"Eren! Kau..bocah sialan…kau berani mengingkari janji bahwa kita akan terus hidup dan menumpas semua titan!" Air mata yang tadinya masih berada diujung mata, sekarang sudah membasahi pipi pria itu, pria itu membelai lembut pipi yang sudah terasa dingin itu.

.

.

.

"Terima kasih, Heichou."

.

.

.

Pria itu berdiri, melihat kearah langit dan berkata seolah sedang berbicara dengan seseorang "Kita pasti akan bertemu lagi, Eren."

.

.

.

(kembali kedunia nyata)

Eren terkejut, dia langsung membuka matanya seolah habis melihat hantu dan langsung mengambil posisi duduk diatas ranjang.

"Mimpi apa itu barusan..?" Eren menyadari bahwa dia menangis, sama seperti tadi pagi dan tampang kebingungan.

TOK TOK TOK. terdengar seseorang mengetuk pintu kamar Eren.

"Eren, makan malam sudah siap, ayo turun." Terdengar suara Carla memanggil Eren dari luar.

"Baik bu, tunggu sebentar." Eren berusaha menghapus air matanya supaya tidak ada yang tahu bahwa dia habis menangis.

.

.

.

"Eren, matamu terlihat habis menangis." Grisha sepertinya menyadari kalau Eren memang habis menangis.

"Hah? Eh tidak kok, palingan aku cuma agak capek saja." Eren memalingkan wajahnya supaya tidak diperhatikan terus menerus oleh ayahnya.

"Oh iya Eren, ayah meminjam buku ini dari perpustakaan, apa kau bisa mengembalikannya besok?"

"Ehh!? Besok, kan hari sabtu!" Eren membantah dengan frontalnya sambil memasang ekspresi ( =3=).

"Ayah, kan hanya minta tolong, kalau buku ini tidak dikembalikan besok ayah akan didenda."

"Kenapa ayah tidak kembalikan sendiri?"

"Besok ayah akan ada meeting penting, jadi tidak boleh terlambat." Ujar Grisha sambil memasang ekspresi innocent.

Eren hanya bisa facepalm.

"Yasudah, mana bukunya? Akan kutaruh ditasku supaya tidak lupa."

"Tunggu sebentar," Lanjut Grisha sambil mengambil sebuah buku dari dalam rak buku ",Ini dia bukunya."

Grisha menyerahkan sebuah buku tebal yang sampulnya terlihat gambar seorang lelaki berambut coklat yang menghadap kebelakang dengan background padang rumput yang luas dan langit biru yang indah, lelaki itu memakai jaket coklat yang dibagian punggungnya terlihat sebuah lambang yang berbentuk seperti dua buah sayap hitam dan putih yang saling menyilang, lelaki itu memegang dua buah pedang dimasing-masing tangannya.

Dibagian bawah sampul, tertulis judul buku tersebut yaitu 'Memories', dan dibawah judul, terlihat nama pengarangnya yaitu 'Levi'.

"Buku ini.." Eren membeku saat memperhatikan sampul buku tersebut.

"Ayah meminjam buku itu karena menurut ayah lelaki yang ada disampulnya terlihat sepertimu, Eren."

Kalau diperhatikan benar juga, mirip.

.

.

.

"Eren, bangun! Kamu disuruh mengembalikan buku oleh ayah, kan?" Mikasa berusaha membangunkan Eren yang masih tertidur pulas sambil memeluk gulingnya.

"Mmh…iyaaa…"

"Aku tidak bisa menemanimu ke perpustakaan, Christa dan Ymir mengajakku pergi, maaf ya."

"Tidak apa-apa, aku bisa pergi sendiri, kok." Eren yang masih setengah tidur akhirnya bangun dan mengambil handuk dan beranjak menuju kamar mandi yang terletak tidak terlalu jauh dari kamarnya.

.

.

.

"Aku sudah mengembalikan bukunya..sekarang jalan-jalan sebentar lalu pulang."

Saat Eren berjalan melewati sebuah apartemen yang terlihat mahal, dia melihat seorang lelaki yang dia kenali keluar dari pintu utama apartemen tersebut.

"Ah! Rivaille-san!" Eren memanggil Rivaille sambil berlari mendekatinya.

"Eren? Kenapa kau ada di sini?"

"Aku hanya kebetulan lewat, tadi aku habis dari perpustakaan."

"Perpustakaan?"

"Ya, ayahku meminjam buku dan menyuruhku untuk mengembalikannya."

"Oh..ngomong-ngomong apa kau mau mampir ke rumahku?" Rivaille menawarkan sambil memasang ekspresi datarnya seperti saat mereka bertemu pertama kali.

"Eh? Bukankah Rivaille-san baru mau keluar?"

"Tadinya aku hanya ingin jalan-jalan sbentar karena tidak ada kerjaan."

"Hoo..b-baiklah."

.

.

.

Sesampainya di apartemen Rivaille, Eren terpukau saat melihat bagian dalam apartemen yang luas dan bersih.

Terdapat sebuah sofa berwarna hitam, dapur yang lengkap, serta beberapa pintu yang berjejer.

"Duduk saja disana, akan kubuatkan teh."

"A-ah..terima kasih."

Saat Eren duduk disofa, dia melihat sebuah kardus yang berisi beberapa tumpuk novel berjudul 'Memories' seperti yang ayahnya pinjam dari perpustakaan.

"Eh? Novel ini…"

"Kenapa?"

"Eh? Ah tidak, ayahku meminjam novel yang sama seperti ini dari perpustakaan."

"Oh.." Rivaille duduk disebelah Eren sambil meminum kopi dari sebuah cangkir putih.

"Tapi kenapa Rivaille punya novel ini sampai satu kardus?"

"Karena akulah pengarang novel itu."

Hening.

"APA!?" Eren shock seketika.

"Aku menggunakan pen name 'Levi' dan menerbitkan novel itu."

"Uwah hebat sekali!" Wajah Eren terlihat berbinar-binar saat membaca isi novel Rivaille.

"Kau menyukainya?"

"Iya, kemarin aku baca sinopsisnya, ceritanya bagus sekali!"

"Kalau kau mau, kau boleh membawa pulang salah satu novel ini."

"Yang benar? Terima kasih, Rivaille-san!" Ujar Eren sambil menunjukkan senyumnya yang berbinar-binar dan unyu-unyu tersebut.

"Kau..masih belum berubah sama sekali, ya?" Ujar Rivaille sambil mengelus lembut pipi Eren.

"Eh..!?" Wajah Eren langsung memerah dan tidak tahu harus mengatakan apa.

"Tidak, lupakan saja. Mau tambah tehnya?" Rivaille langsung mengalihkan pembicaraan.

"Ah, iya.."

.

.

.

"Aku pulang.."

"Eren, kenapa lama sekali kembalinya?" Ujar Carla dari arah dapur.

"Yah..tadi aku jalan-jalan dulu sebentar."

"Loh? Bukannya kamu disuruh kembalikan buku itu ke perpustakaan?"

"Ah, tadi aku beli buku ini di toko buku karena menurutku buku ini menarik."

"Oh begitu, baiklah."

"Aku mau ke kamarku, kalau makan siang sudah siap panggil aku ya, bu."

"Iya, kamu istirahat saja dulu."

.

.

.

Di kamarnya, Eren membaca buku itu dengan seksama.

Buku tersebut bercerita tentang dunia dimana manusia di terror oleh monster yang memakan manusia, untuk bertahan hidup, manusia berusaha untuk menumpas semua monster yang ada didunia.

"Rasanya..aku tahu cerita ini…" Batin Eren sambil terus membaca.

Sama seperti sebelumnya, Eren perlahan-lahan tertidur diatas meja belajarnya sambil memegang buku tersebut.

.

.

.

"Eren, kenapa kau ingin menumpas semua titan yang ada didunia ini?" Ujar seorang pria yang menggunakan sebuah jubah hijau dengan sebuah lambing sayap dibagian punggung.

"Karena..mereka sudah menghancurkan dunia ini dan membuat umat manusia terkurung didalam tembok seperti burung didalam sangkar, dan..aku ingin melihat seperti apa dunia luar."

"Kalau begitu..kau harus berjanji padaku, kau tidak boleh mati sampai keinginanmu terwujud." Pria itu menoleh kebelakang dan menatap wajah Eren dengan serius.

.

.

.

"Aku berjanji, Rivaille-heichou."

.

.

.

"Rivaille…heichou..?" Eren membuka matanya dengan perlahan dan sekali lagi mendapati dirinya menangis.

"Lagi-lagi aku menangis..kenapa setiap aku bermimpi aneh aku pasti menangis..? dan lagi kenapa aku memanggil pria itu dengan sebutan Rivaille-heichou..?" Batin Eren sambil berusaha menghapus air matanya.

"Dunia yang dikuasai titan, Rivaille-heichou, tetap..hidup…j-jangan-jangan—"

-TO BE CONTINUED-

Yo minna~ Alice desu~

Ini dia fic ke-4 yang sudah saya publish di FFN /yaterus

Ini sebenernya bergenre sho-ai(atau yaoi, muahahahaa /hah),drama, de el el(?) tapi Alice belum masukin sho-ai nya di chapter satu,tapi mungkin di chapter dua dan selanjutnya bakalan ada sho-ai(atau mungkin yaoi) yang cetar membahana, muehehehee *fangirl laugh* /hah

Kayaknya alur ceritanya sih kependekkan, tapi Alice gatau menurut para readers gimana, jadi tinggalkan review kalian ya, akan Alice tunggu~

Kurosawa Alice.