Rate: T

Genre: Friendship, Drama

Disclaimer: Zutto… Masashi Kishimoto

'Sakura ni ki ni narou' written by Yasushi Akimoto

Story by: Kazuki

WARNING: AU, OOC maybe, Ide basi, alur cepat, abal, berantakan, de el el

}-KALO NDAK SUKA NDAK USAH DIBACA-{

.


.

桜の木になろう

(Sakura no ki ni narou)

.

"Pohon sakura yang indah ya," kata seorang gadis bermata lavender, "andaikan aku adalah pohon sakura itu."

.

.

.

.

Memories

.

.

.

.

"Liburan musim dingin yang menyenangkan!" Sakura merentangkan tangannya ke atas tinggi-tinggi. "New York kota yang sangat indah."

"Tetapi jika kita tidak kembali ke Jepang kita sudah selesai," jelas Temari. Sakura lalu menoleh ke arahnya. "Maksudnya?"

"Tidak jadi." Temari memutuskan kata-katanya. Mereka saling berpandangan. Lalu tertawa luas. Ino mengambil telepon genggamnya. "Ah! Aku ada urusan kerja!" katanya. Sakura melongo. "Lagi pula juga bukan kamu saja yang harus cepat-cepat pulang. Kita memulai aktifitas besok kan?"

"Iyalah. Kalau sampai pulang kemalaman nanti aku tepar lagi," ujar Tenten sambil berkacak pinggang.

"Keindahan awal musim semi yang indah! Sudah banyak bunga sakura bermekaran. Seperti namaku," kata Sakura tiba-tiba sambil berputar-putar. "Errr, jangan kepedean Sakura. Banyak yang namanya sama kayak kamu," kata Temari lalu terdiam. Semua ikut terdiam. Memandang ke arah pohon sakura yang paling besar. Ditengah taman sakura yang makin mengecil termakan waktu. Banyak anak-anak sekolah dengan masih mengenakan seifuku-nya berlari-larian mengelilingi pohon tersebut. Ada yang duduk-duduk di bangku taman.

Empat sekawan tersebut memandangi pohon tersebut dengan tatapan aneh. Seorang gadis bermata lavender, berambut panjang, dan memakai seifuku sedang memandang ke arah mereka.

.

.

.

.

"Pohon sakura yang indah ya," kata seorang gadis bermata lavender, "andaikan aku adalah pohon sakura itu."

"Kau memang seperti pohon sakura itu. Cantik dan selalu menjadi pusat perhatian."

Gadis itu memandang ke arah pohon sakura itu. Tatapan lugunya yang khas menghiasi wajahnya. "Aku suka pohon itu. Indah dan kekar," lanjutnya kembali. "Bisakah kita bertemu lagi saat kita semua sudah memasuki masa kerja di pohon ini?"

.

.

.

.

Telepon genggam Ino berdering.

"Ah! Kakekku ada di rumah! Ayo kita harus pulang!" Ino menaruh telepon genggamnya kembali ke dalam tasnya.

"Aku juga sudah terlalu lelah! Ayo kita pulang sekarang." Sakura sudah sadar juga dari lamunannya. Mereka semua pun pulang.

.

.

.

.

Sakura's POV

Hari esok pun tiba. Haaah! Hari ini aku ada ujian! Dari hari ke hari aku harus belajar saat berlibur kemaren. Dan aku berharap usahaku tidak akan sia-sia. Aku pun bersiap-siap dan pergi menuju stasiun.

Aku sampai di perguruan tinggi kira-kira dua puluh menit kemudian. Cukup lama ya? Setiap hari maupun berangkat atau pulang, waktu perjalanannya selalu dua puluh menit. Oh ya! Hari ini ujian. Jam pertama pula! Ah makin besar penderitaanku. Aku mengambil telepon genggam yang berada di sakuku. Aku langsung mengirim pesan kepada Tenten, meski tidak ada satupun yang dibalas. Aku melakukan itu terus menerus sampai bel berbunyi. Ujian menghadangku.

Ujian pun dimulai. Haah! Otakku blank! Tetapi untungnya aku masih bisa menjawabnya dengan baik-baik. Bukan itu saja yang membuatku blank. Aku merasakan ada seseorang yang duduk di sampingku. Entah mengapa aku sangat mengenal baunya.

.

.

"Hinata! Maukah kau membantuku?" Aku memandang ke arah gadis itu. Ia tersenyum manis.

"Dengan senang hati. Aku akan membantumu belajar."

Aku terpana melihat gadis itu. Dia memang sangat baik. Kusodori semua yang ku tidak mengerti. "Kalau memang Sakura-chan tidak kuat biar aku yang mengerjakannya yah."

.

.

"Waktu tinggal lima belas menit," kata Kakashi-sensei datar.

Lima belas menit? Tidak! Aku belum menjawab semuanya! Aku pun memegang kepalaku yang sudah tidak bisa diajak kompromi ini. Tetapi bau itu. Aku penasaran. Aku pun menengok kesebelahku secara diam-diam.

Tidak ada orang.

.

.

.

.

Tenten's POV

Dengan agak membanting, ku taruh makananku di salah satu meja di kantin . Rupanya tugas-tugas dari dosen killer itu membuatku tepar. Ini pun karena aku kena hukuman. Ingin rasanya ku memeluk guling kesayanganku sekarang. Aku mengantuk. Setelah berdoa aku memulai aktivitas makanku.

Aku menyilahkan seorang laki-laki duduk di sebelahku. Aku agak kesal dengan cara makannya. Menjijikan. Aku mengambil telepon genggam dari sakuku. Kulihat beberapa pesan dari Sakura yang terus menerus mengeluh karena ujiannya. Aku bisa menebaknya kalau dia sedang bad mood. Karena bosan membaca semuanya, aku menutup layar ponselku. Tanpa sengaja aku melihat seorang gadis yang sangat kukenal. Memakai baju seifuku khas sekolahku yang lama. Sedang apa dia disini?

.

.

"Hei Hinata," sapaku halus kepada gadis pemalu tersebut. Aku sangat lapar sebenarnya aku menyapa Hinata bukan karena aku memintanya untuk menjajankanku. Tapi karena untuk mengerjakan soal Fisika pemberian Kurenai-sensei ini! Ia menghadap ke arahku.

"Kau lapar? Ini makan saja. Aku bisa membelinya lagi kok." Seketika wajahku merona. Bagaimana dia bisa membaca pikiranku?

"Ah! Biar aku membantumu dalam mengerjakan soal fisika ini. Makanannya dimakan dong."

.

.

Kukedipkan mataku. Ku alihkan pandanganku ke arah laki-laki yang duduk disampingku. Tidak ada gunanya berbicara dengannya. Aku berbalik kearah gadis seifuku itu.

Hilang.

.

.

.

.

Temari's POV

Sore hari ini aku berjalan ke arah taman bermain bersama putriku. Setelah menikah, aku bekerja sebagai ibu rumah tangga. Rasanya senang bermain dengan putriku. Ku biarkan ia bermain ayunan di sini. Sedangkan aku duduk di salah satu bangku di taman itu. Angin sejuk musim semi masuk ke dalam lubang hidungku. Segar. Ku lihat pohon sakura kecil di dekat taman ini. Kelopaknya yang lepas berterbangan hingga sampai kesini, menempel pada rambutku. Sengaja kubiarkan. Aku menyukainya.

Ku alihkan pandanganku ke arah putriku. Kulihat ia sedang bermain dengan seseorang. Seseorang memakai baju seifuku khas sekolahku dulu. Dan rasanya, aku mengenalnya.

.

.

"Dia siapamu Temari-san?" tanya gadis itu. Aku hanya bisa tersenyum lemah. Dia merupakan salah satu adik kelas yang sangat dekat denganku sekarang. "Gaara itu adikku," jawabku kepadanya. Dia tertawa kecil.

"Kalian tidak mirip." Aku tertunduk malu. "Oh ya mengapa kau tidak bermain dengan teman sekelasmu?" tanya gadis itu kembali.

"Aku hanya tak suka sikap mereka. Mereka juga menjauhiku. Apalagi Daimaru yang selalu menggangguku. Makanya aku lebih suka berteman dengan kalian."

Gadis itu mengangguk. "Tetapi tidak salahnya kalau kamu mencoba. Iya kan Temari-san?"

"Apakah kau serius Hinata?"

Gadis itu lalu tersenyum manis.

.

.

"MAMA!"

Lamunanku buyar seketika ketika putriku memanggilku.

"Wanita tadi dimana? Mama melihatnya tidak tadi? Aku sedang bermain dengannya tiba-tiba ia menghilang begitu saja."

Aku terdiam. Tidak mungkin!

"Mama.."

"Iya sayang ayo kita pulang," kataku. Akhirnya aku berhasil mengajaknya pulang.

.

.

.

.

Ino's POV

Aku memandang ke arah jendela restoran. Hari sudah malam. Waktu kerjaku sudah hampir habis. Aku juga sangat lelah. Ditambah kedatangan kakekku yang baru akan kembali besok. Aku dapat merasakan angin sepoi- sepoi musim semi yang indah ini. Tiba-tiba aku merasa ada orang di belakangku. Menurut pelayan yang lain dari tadi ia melihat seorang gadis sekolah bermata lavender berjalan berkeliling restoran. Dari ciri-cirinya aku pun sudah tahu.

.

.

"Mengapa kau terus mengikutiku?" tanyaku kepada salah satu sahabatku. Hyuuga Hinata. Gadis itu tertunduk malu. "Ino-chan! Tolong jangan marah. Kumohon," kata gadis itu kembali. Aku membalikan badanku dan berkata, "Aku tidak marah kok."

"Maafkan aku."

"Tidak apa-apa."

"Sebagai tanda permintaan maaf, maukah kau menerima ini?" tanya gadis itu sambil menyodoriku sekantong kelopak bunga sakura.

"Bunga sakura?" tanyaku. Dia mengangguk. Aku pun tersenyum.

.

.

Sampai sekarang aku tidak mengerti pemberian kelopak bunga sakura itu. Yah, kelopak itu sudah layu semua. Tetapi masih ku simpan di dalam lemariku. Lamunanku pun buyar ketika salah satu pelayan restoran mempersilahkanku untuk pulang. Aku pun langsung mengambil tasku dan pergi dari situ. Sebelum keluar dari restoran, aku menengok ke arah restoran tempatku bekerja.

Tidak ada anak yang memakan seifuku berjalan-jalan.

.

.

.

.

Past.

.

.

.

.

Normal POV

Sakura yang sedari tadi menunggu di atap gedung apartemennya memandang kosong ke arah kota. Ia masih penasaran dengan yang duduk disebelahnya saat ujian kemarin. Sakura menghirup nafas dalam-dalam. Ia merentangkan tangannya keatas. Sungguh menyegarkan.

Sebuah kelopak bunga sakura mendarat di salah satu telapak tangan Sakura. Sakura memungutnya. Kelopak bunga sakura? Angin di sini memang lumayan kencang. Tapi, tidak mungkin satu kelopak bunga sakura bisa sampai sini! Apartemen ini jauh dari pohon sakura apapun! Sakura mulai memikirkan sesuatu. Aneh. Kelopak bunga sakura?

.

.

.

.

"Seberapa besar cintamu terhadap bunga sakura sih?" tanya Sakura. Gadis yang ia tanyai tersenyum manis.

"Bunganya jika jatuh sangat indah. Makanya aku sangat menyukai bunga sakura. Beruntung sekali namamu Sakura.," gadis itu mengatakannya dengan gembira.

Sakura melihat menghadap pohon sakura yang besar itu. Indah memang."Ah!" Tangannya menangkap sebuah kelopak bunga sakura yang jatuh.

"Simpanlah, " kata gadis itu kemudian. Sakura melongo. "Bagaimana jika a-ku.."

"Kalau begitu biar aku yang menyimpannya."

"Iya, Hinata."

Tenten, Ino, dan Temari melihat mereka. "Hinata! Sudah dari kapan kau berdiri di situ?" tanya Ino, "Seharusnya kau sudah pulang."

"Aku ingin melihat pohon ini," jawab gadis itu. Sakura mengangguk pelan. Tenten memandang ke arah pohon itu. "Pohon ini memang terlihat kuat dan indah." Pernyataan Tenten tersebut membuat gadis berambut indigo tersebut tertawa kecil. Sakura melihat raut wajah Hinata yang selalu tersipu.

"Pohon sakura yang indah ya," kata seorang gadis bermata lavender, "andaikan aku adalah pohon sakura itu."

"Kau memang seperti pohon sakura itu. Cantik dan selalu menjadi pusat perhatian."

Gadis itu memandang ke arah pohon sakura itu. Tatapan lugunya yang khas menghiasi wajahnya. "Aku suka pohon itu. Indah dan kekar," lanjutnya kembali. "Bisakah kita bertemu lagi saat kita semua sudah memasuki masa kerja di pohon ini?"

.

.

.

.

Hurt

.

.

.

.

"Serius?" tanya Ino. Sakura mengangguk.

"Kau mengajak kami berkumpul sore-sore begini untuk ke taman sakura itu?" tanya Tenten agak tinggi. Temari diam saja.

"Aku ingin kita semua menemui seseorang yang ingin menepati janjinya," tegas Sakura. Yang lainnya melongo. "Dia siapa?" tanya Temari kemudian. Semua mengangguk setuju. "Lagipula aku harus meminta izin kepada atasanku untuk ini Sakura! Ini untuk apa?" tanya Ino dengan nada tinggi. Sakura menundukkan kepalanya. Tubuhnya bergetar.

"KALIAN LUPA APA DENGAN JANJI HINATA!" Air matanya mulai berjatuhan. Ino, Tenten dan Temari hanya terdiam seperti patung. "B-bukannya dia sudah tidak ada?" tanya Ino bergetar. Tenten terdiam. Temari angkat bicara, "Kalau begitu kita kesana." Semua menyetujuinya.

.

.

.

.

Appointment

.

.

.

.

Hinata menatap pohon sakura paling besar di tengah taman sakura itu. Berdiri dengan masih mengenakan seifuku-nya. Ia masih berharap temannya akan datang. "Kurasa itu semua sudah cukup," lirihnya pelan. "Menguntit bukanlah cara yang baik." Hinata menghela nafas dalam-dalam sambil tetap menatap pohon itu. "Masih berdiri. Apakah mereka masih mengingatku?" tanyanya pada diri sendiri.

"Iya. Kami masih mengingatmu," kata suara empat gadis dari belakangnya. Hinata merasakan empat telapak tangan menyentuh punggungnya. "Sakura? Ino? Tenten? Temari?"

"Iya," jawab Sakura. Hinata menoleh kebelakang. "Ku kira kalian telah melupakanku," ujar Hinata murung. Sakura mewakili Ino, Tenten, dan Temari.

"Kami tidak akan pernah melupakanmu. Seperti pohon sakura yang masih berdiri sampai saat ini, persahabatan kita masih berdiri sekuat dengan pohon itu. Bahkan lebih." Sakura menunjukan kelopak bunga sakura yang ia dapatkan. Hinata menangis. "Arigatou…"

"Pohon sakura itu," Sakura melanjutkan. "Kau adalah pohon sakura itu. Impianmu sejak dari dulu. Kaulah pohon sakura itu. " Sakura, Ino, Tenten, dan Temari melepaskan tangannya dari punggung Hinata dan membiarkannya berjalan menuju pohon itu. Lalu menghilang.

"Hinata." Sakura menangis.

"Sakura," ajak Ino kemudian. Ia berusaha menenangkannya. "Ayo kita ke makamnya sekarang. Sakura mengangguk. Semua juga mengangguk. Raut wajah sedih bercampur rindu menghiasi wajah mereka. Mereka berjalan meninggalkan pohon sakura itu menuju makam Hinata.

Tanpa mereka sadari seseorang tersenyum manis dari pohon sakura itu. Lalu menghilang.

.

.

.

.

OWARI

.

.

.

.

eien no sakura no ki ni narou
sou boku wa koko kara ugokanai yo
moshi kimi ga kokoro no michi ni mayotte mo
ai no basho wakaru you ni tatte iru

.

.

.

.

'Sakura no ki ni narou' sung by AKB48


A/N: Kenapa dari AKB48 lagi! (Kazuki pusing sendiri) Padahal aku tadinya mau pakai lagu lain. Tapi abis nonton MV Sakura no ki ni narou langsung muncul ide ini. Ku edit dikit biar agak beda. Oke sekian, flame diterima dengan tangan tertutup en WAJIB LOGIN. Kritik dan saran sangat dibutuhkan. RnR?

-Kazuki-