Forget-Me-Not

Rated Teens; Warn Typos, Plot; Alternate Universe; Psychologist

Find the cast by yourself

Bab I : Remember when

Longshot [ maybe twoshot or threeshot, I dunno ]

Based on BTS – I Need U

Alvabet © 2015 present

.

..

Gwanghwamun, Autumn 2013

In someone personal point of view

Cuaca cukup terik meskipun musim panas telah berlalu; sekitar seminggu yang lalu –mungkin. Beberapa daun telah mulai layu –berubah menjadi sedikit kecoklatan. Beberapa diantaranya juga, telah meranggas. Musim gugur telah menjelang.

Aku melangkah menyusuri trotoar yang sepi akan pejalan kaki, melewati atau bahkan menginjak daun-daun yang telah tergeletak pada permukaan beton itu.

Begitu mengangkat kaki saat akan menuruni anak tangga menuju stasiun bawah tanah, suara itu membuatku menoleh. Sosoknya yang –cukup- pendek nampak kontras dengan baju yang tengah dipakainya. Dia tersenyum; dan yakinlah, matanya terlihat menyipit.

"Aku sudah memanggilmu sejak kamu keluar dari café –yang tadi." Ucapnya. Senyum masih tak hilang dari raut wajah kekanakannya.

Aku tersenyum lebar, memperlihatkan jajaran gigi putihku "Maafkan aku.." sahutku sambil mengambil sisi kanan headset yang menyumpal telingaku.

Sosoknya berkacak pinggang, lalu berjinjit untuk mengacak rambutku "Dasar."

Aku memilih untuk meraih bahu kecilnya dan merangkulnya "Mari pulang bersama, hyung."

Dia mengangguk kecil "Mari menemani aku untuk bertemu dengan temanku di dalam sana nanti. Kau pasti menyukainya, adikku. Dia manis."

.

..

Sosok rapuh disampingku tengah berlari-lari kecil setelah melihat seseorang yang tengah duduk sendirian di bangku kayu. Dia memakai topi berwarna biru tua –bertuliskan nike, tengah duduk membaca majalah remaja mingguan. Satu cup macchiato panas yang masih mengepulkan uap berada disampingnya.

"Hei bocah."

Dia mendongak, dan wajahnya lebih kekanakan. Senyumnya juga nampak seperti anak kecil. Mereka saling berpelukan. Itu membuatku risih.

Karena aku tidak pernah menyukai skinship terlalu mesra seperti itu; apalagi dengan gender yang tidak beda. Pengecualian untuk Yoongi-hyung.

Memutuskan untuk berdehem cukup keras, kedua orang itu langsung memisahkan diri begitu mendengarnya.

"Oh iya, aku lupa untuk mengenalkan kalian berdua."

Dia melepas topinya, mengurai helaian rambut yang kelihatannya sangat halus untuk disentuh. Dia tersenyum lebar –aku yakin lebih lebar dari senyumanku.

Dia akan mengucapkan sebuah kalimat; sungguh suaranya benar-benar seperti candu –dan seperti radio rusak, suaranya terus berdengung ditelingaku.

Dan saat ia mengucapkan namanya, sialannya, bertepatan dengan kereta api yang tengah lewat; percayalah suaranya benar-benar tertelan dan teredam.

Sosok flawless itu menjabat tanganku, lalu senyum tipis menguar dari wajah kekanakan itu. "Senang bertemu denganmu…"

Tanpa membiarkanku mendengar nama malaikat itu; dan untuk kereta barusan, sialan sekali lagi.

.

..

"Yoongi-hyung." Aku memanggil pemuda rapuh berkulit pucat itu; untuk kesekian kali. Tapi pemuda dengan tinggi tanggung itu hanya terus berjalan tergesa-gesa tanpa menoleh barang sedikitpun.

Mengangkat bahu, aku lebih memilih untuk mempercayai kata hatiku, mungkin pemuda itu sedang mengejar kereta. Mungkin.

Dan aku akan menyusuri trotoar sepanjang ini sendirian, untuk mencapai halte terdekat. Menghela nafas panjang, yang kubutuhkan tak lain dan tak lebih hanyalah mandi air hangat. Sungguh pikiranku terlalu penuh dan sesak.

Dan sebuah tepukan pelan pada bahuku, membuatku berbalik serta merta.

Sebuah cengiran telah menantiku telah terpasang pada wajahnya. "Kita bertemu lagi." Suaranya mengalir seperti air. Itu membuatku cukup terbuai.

Aku mengangguk kikuk, hanya tak menyangka saja "Oh hai …"

Dia memiringkan kepalanya kearah kanan sedikit, tampak ragu "Kau .. tidak melupakan aku kan?" telunjuknya menunjuk kearahnya sendiri. Aku sontak memilih mundur barang sejengkal lalu menggeleng "Tidak, percayalah."

Dia mengangguk; memilih mempercayai ucapanku sepertinya.

"Sedang apa kau disini?" pertanyaan statis, atau hanya sekedar basa-basi belaka. Aku tidak tahu harus memulai pembicaraan; tanpa sosok Yoongi-hyung.

Pemuda itu hanya mengangkat alis, lalu menunjuk pada kamera SLR yang tengah tergantung dilehernya "Hanya untuk mengisi waktu luang." Akunya.

Merasa aku sudah diujung tanduk dalam membuat percakapan, dia mengalah menarik lenganku dan memasuki cafe kecil diseberang jalan "Mari kita minum sebentar sembari menunggu senja."

Aku menurut, bahkan aku tidak menolak saat lenganku dipegang.

Ada yang sedikit berbeda dari café kecil ini, aroma kayu manis terasa begitu kuat saat pintu dorong itu terdorong, dan begitu kaki menjejak didalamnya.

Laki-laki didepanku ini adalah hal yang paling manis.

Dia mengajakku duduk di barisan tepi, memilih bangku yang cukup strategis karena berdekatan dengan jendela kaca yang terpasang cukup lebar. Dari situ kita dapat mengamati pejalan kaki dan mobil yang melaju pelan.

"Kau belum menyebutkan namamu di hari kita bertemu." Dia berucap, sembari membolak-balik daftar menu tanpa menatapku.

Aku mengangkat bahu "Sepertinya namaku terasa begitu penting untukmu."

Dia mengangkat tangannya, memperlihatkan sedikitnya kulit flawless yang tak tertutupi oleh mantel panjang –sialannya- tadi. Persetan dengan mantel yang sekarang teronggok disampingnya. Terima kasih untuk penghangat ruangan di dalam café ini.

Untuk seukuran pemuda, dia mampu membuatku sedikit berpaling.

Jemarinya mengapai sebagian rambut panjang yang menutupi sebelah mata, menyelipkannya dengan pelan ke belakang daun telinganya.

Dia punya helaian rambut yang terlihat sangat lembut, berwarna hitam tanpa aksen warna-warna lainnya. Dia punya bulu mata yang tegak lurus, tapi terlihat cantik. Hidungnya bangir, dan bibir berwarna merah alami. Aku bersyukur, setidaknya aku tidak punya riwayat asma.

"Eh, kau melamun. Mau pesan apa?"

Dia mengibaskan tangannya kearah wajahku, senyum lebar tak pernah lepas dari wajahnya.

"Terserah kau saja."

.

..

Sore itu, saat senja berwarna merah telah turun menghantar sang mentari turun ke peraduannya, aku bertemu dengannya lagi.

Kali ini dia seperti menungguku. Tapi dia berbisik "Kita bertemu lagi.." dan senyuman itu membuatku lupa berpijak.

Aku menyukai saat indra peraba-ku tiba-tiba bersentuhkan dengan kulitnya yang nampak begitu halus. Aku sempat lupa cara bernafas kala ia menautkan jemarinya pada jemariku.

"Bukankah ini cocok?" dia berkata dengan riang, seakan tidak melihat aku tengah bergulat dalam batin. Aku menolak dengan keras, dia adalah laki-laki sama sepertiku.

"Ya.." aku melengkungkan senyum, berusaha mendekat kearahnya, mengabaikan debaran jantung yang terus berdetak tak terkendali, dan aliran nafas yang tiba-tiba berat.

.

..

Dia memaksaku untuk memasuki kehidupannya. Memaksaku untuk membantunya melengkapi setiap potongan puzzle yang sempat ia abaikan. Sampai pada suatu kesempatan, dia membiarkan aku merasakan bibirnya untuk yang pertama kali; tanpa ada syarat nafsu.

Hanya sekedar menempel, dan itu membuatku pusing. Tapi dia tidak menolak, tidak bergeming sama sekali.

Dia memaksaku jatuh kedalam dunia-nya, sejak awal pertemuan kami.

Dia merubah duniaku yang semula berwarna abu-abu menjadi biru. Setidaknya dia menumpahkan beberapa warna dalam buku sketsa-ku, memaksa berdampingan dengan warna abu-abu yang selalu kujunjung tinggi.

Tautan kami berpisah saat terdengar bantingan pintu. Yoongi-hyung pasti yang melihat, di apartemen ini aku hanya hidup bersama pria pucat itu.

"Maafkan aku.." ucapku ketika tersadar pada perbuatanku. Keheningan melanda kami.

Dia menggeleng "Tidak ada yang harus dipermasalahkan." Dia memilih untuk membereskan peralatannya yang berceceran diatas meja. "Aku akan pulang."

Tanpa kata lagi, dia hanya berlalu.

- to be continued -

a/n : sudah pernah ku publish di akun alvabet, tapi sayang sekali aku lupa email dan passwordnya. pfft /sigh

okay, gimme review.