Disclaimer: Death Note, story by Tsugumi Ohba, Art by Takeshi Obata. Ngengat ijo satu ini cuma bisa ngeliat dengan tatapan mupeng...

Lawliet's 10

Summary: L adalah seorang perampok profesional yang baru keluar dari penjara. Namun, tidak berarti ia jera, saat ini ia justru memiliki rencana baru, andai saja Light mau memaafkannya dan bergabung dalam rencananya... AU, Plot cerita Ocean's Eleven


Preparation for The Tricks:
"What do you think you would do, if released?"

Hari Senin, di penjara tempat L berada, biasanya tidak terlalu ramai. Berdasarkan peraturan, tahanan tidak akan dibangunkan sampai jam tujuh untuk sarapan. Namun hari Senin kali ini tampaknya sedikit diluar kebiasaan karena saat itu L tiba-tiba terbangun mendengar suara ramai orang berbicara di sel-sel lainnya.

Mungkin saat ini orang-orang tertentu akan saling berpandangan dengan heran. L dan tidur memang dua kata yang jarang sekali berada dalam satu kalimat yang sama. Siapa yang tidak tahu kebiasaan insomnia L akibat terlalu banyak makan makanan manis?

Akan tetapi setelah terkurung di penjara ini selama empat tahun lamanya, L menemukan suatu kenyataan di tahun pertamanya bahwa terdiam sepanjang malam tanpa melakukan apa-apa dan hanya berpikir ternyata sangat membosankan. Hal itulah yang kemudian menuntunnya ke suatu kebiasaan baru untuk tidur setidaknya empat jam dalam satu malam.

L mengerjapkan matanya, mencoba mengusir kantuk yang tampaknya tidak ingin lepas dari dirinya, saat ia mendengar langkah dua orang petugas datang ke selnya.

Pemeriksaan mendadak?

"Sel nomor 113, Saudara Lawliet?" Seorang petugas wanita yang berdiri di depan selnya bertanya. Petugas lainnya merogoh kantong untuk mencari kunci sel.

L yang tidak tahu harus berkata apa hanya menjawab, "Ya?"

"Silakan ikut kami," ujar petugas wanita itu. Jeruji besi di hadapannya terbuka lebar.


Kedua petugas itu menuntun L ke sebuah ruangan. Ruangan itu cukup luas, kira-kira sama dengan satu lapangan tenis. Di tengah ruangan berdiri kursi dari kayu berwarna coklat tanpa senderan tangan. Di hadapan kursi itu terdapat dua buah meja putih yang dirapatkan dengan dua orang duduk di belakangnya.

Salah seorang yang duduk di belakang meja adalah seorang wanita yang terlihat berusia sekitar 25 tahun. Wajahnya terlihat ramah. Rambutnya hitam pendek, kemeja putih dan blazer hitamnya sangat rapi, dan ia juga mengenakan kacamata berbingkai persegi. Perfeksionis. Dia sama sekali tidak terlihat seperti seorang petugas kepolisian. Psikolog forensik mungkin.

Seorang lagi seorang polisi berusia tiga puluhan. Seragamnya sedikit acak-acakan dan sepertinya ia kurang tidur. Ia sepertinya tahu betul mengapa L masuk ke penjara ini karena sejak L memasuki ruangan pria itu melemparkan pandangan tidak senang padanya. Mungkin semalaman ia mengecek dokumen kasus-kasus yang ditimpakan pada L sampai kehilangan sebagian besar waktu tidurnya.

'Dua orang interviewer. Bagus sekali. Mengapa tidak lima saja sekalian?' pikir L sinis melihat pemandangan di hadapannya. Ia melangkah getir ke arah kursi kayu yang terlihat tidak nyaman untuk diduduki itu

L duduk, atau mungkin lebih tepat bila disebut naik, ke kursi kayu yang berwarna coklat itu. Sekali ia duduk di kursi itu, kecemasannya terbukti dengan jelas. Kursi itu sangat jauh dari nyaman. Namun, L harus maklum, kursi interogasi memang harus didesain setidak nyaman mungkin agar pelaku kriminal menyadari posisinya.

Setidaknya begitu, atau penjara ini memang sedang kekurangan dana dan mengambil saja salah satu kursi bekas dari salah satu SD terdekat.

Begitu ia duduk mata kedua orang itu langsung tertuju pada cara duduk L yang agak... eksentrik. Petugas lelaki itu menaikkan sebelah alis, terlihat tidak senang. Wanita yang disebelahnya tidak menunjukkan tanda-tanda apapun kacuali sebuah anggukan kecil. L langsung meyakini asumsi sebelumnya bahwa wanita ini adalah seorang psikolog.

Petugas polisi itu mengeluarkan sebuah tape recorder dan menekan salah satu tombol. Ia menatap wanita di sebelahnya dan berbisik, "Silakan dimulai."

Wanita itu tersenyum dan memberi salam, "Selamat pagi."

"Pagi," L menjawab dengan nada monoton.

"Tolong sebutkan nama anda untuk rekaman."

Bagian yang paling dibenci L, mengingat namanya lumayan tidak wajar. "L Lawliet."

"Tuan Lawliet, tujuan dari percakapan ini-" Percakapan, L menandai kata itu, bukan interview atau interogasi, karena kalau mendengar kata-kata itu seseorang biasanya akan takut atau sedikit grogi. "-adalah untuk menentukan apakah, bila anda dibebaskan nanti, anda akan akan melanggar hukum lagi."

'Pembebasan karena berkelakuan baik? Harus dimanfaatkan.'

Wanita itu meneruskan sambil melihat kertas berisi data mengenai L, "Ini memang kali pertama anda dipenjara, tapi Anda dianggap bertanggung jawab atas beberapa kasus serupa walau tentunya anda tidak ditahan atas kasus-kasus tersebut."

Kali ini ia menatap mata L sebelim meneruskan, "Apa yang bisa saudara katakan tentang hal ini?"

Pertanyaan yang langsung ke tujuan. "Seperti yang anda katakan," L menjawab, "saya belum pernah ditahan sebelumnya." L menyembunyikan nada bangganya dan memutar balikkannya menjadi nada bersalah.

Namun ternyata petugas polisi menyadari adanya nada bengga itu, karena kemudian ia ikut campur dalam pembicaraan. "Tuan Lawliet," katanya dengan nada mencemooh, "Kami di sini ingin mencari tahu apakah anda memiliki alasan untuk melakukan tindak kriminal kali ini, atau mingkin alasan mengapa anda tertangkap kali ini."

"Tunangan saya meninggalkan saya. Saya kecewa dan kemudian menemukan suatu pola penghancuran diri." Bohong sebenarnya, mengingat Misora meninggalkannya tepat setahun yang lalu, tapi sepertinya ini alasan yang bagus.

Wanita di hadapannya mengangguk prihatin. L melirik lagi bekas cincin di jari manis tangan wanita itu. Entah apakah dia bercerai atau putus hubungan saat bertunangan L tidak yakin, tetapi yang jelas ia sudah mendapatkan simpati salah satu di antara mereka berdua.

"Jika anda dibebaskan, apakah anda akan jatuh lagi ke pola tersebut?" tanya wanita itu hati-hati.

"Saya telah dikhianati sekali. Saya harus mencoba memulai segalanya dari awal. Lagipula saya ragu orang itu akan melakukan hal yang sama lagi hanya untuk memperumit situasi."

Pertanyaan final, "Tuan Lawliet, Apa yang akan anda lakukan jika anda bebas?"

L menahan dirinya untuk mengucapkan hal pertama yang akan ia lakukan saat ia bebas.

'I want to find Light.'