Langit sudah gelap. Bulan pun sudah menggantikan tugas matahari. Butiran-butiran salju turun di kota seoul. Kota yang masih saja ramai walaupun hari sudah benar-benar malam. Seorang namja dengan rambut hitam kelam mengemudikan mobilnya memasuki halaman rumah yang sudah cukup tertimbun salju. Ia turun dari mobil merah mengkilatnya.

Langkahnya pelan, menuju pintu utama rumah mewahnya. Ia mengeluarkan kunci dan memasukkan kunci itu ke lubangnya. Dibukanya pintu berwarna putih klasik itu. Mengabaikan sosok mungil yang meringkuk tak jauh darinya.

Namja berambut hitam itu masuk ke dalam rumah. Sepertinya masih belum sadar akan sosok mungil itu. Baru saja pintu tertutup sesaat, pintu itu terbuka lagi. Menampakkan namja yang sama dengan raut bingungnya.

Begitu menoleh ke samping kanannya, matanya terbelalak lebar. "Omona!" serunya kaget.

Kaki jenjangnya melangkah cepat mendekati sosok mungil yang meringkuk sembari bersandar di tembok. Tubuhnya basah, padahal seingatnya hari ini tidak hujan sama sekali melainkan salju. Juga ada luka sayatan di lengan dan leher sook itu. Apa mungkin dia korban penyiksaan? Penculikan? Atau bahkan pemerkosaan?

Haissh! Mimpi apa ia hingga harus menemukan orang asing di depan rumahnya!

"Hey! Kau!" ucapnya seraya mengguncang pelan tubuh namja mungil itu. Perlahan, kepala yang tertunduk itu terangkat. Menampilkan wajah lemas dan mata sayu. Tak lupa di dahinya terdapat luka kecil tapi lengkap dengan aliran darah. Ia semakin bingung apalagi dengan apa yang diucapkan namja mungil itu, "Akhirnya kau pulang..."

BRUK

Tubuh namja mungil itu limbung dan kemudian menabrak dada sang namja berambut hitam. Membuat namja itu semakin panik.

"AA! Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja? Aiissshh! Merepotkan!"

Akhirnya, dengan berat hati, ia menggendong namja mingil itu dan membawanya memasuki rumah. Mungkin ia akan merawat namja itu sampai sadar.

.

.

.

.-Magical Bloody Rose-.

.

by : Denies_Kim

.

Disclaimer : Semua angota (?) yang ada di fanfic ini, bukan milik Denies *sebenernya sih pengin memiliki* aku cuma pinjem nama demi kelangsungan cerita. Tapi fanfic ini murni milikku khekhe.

.

Rate : T

.

Genre : Romance, Fantasy, Drama.

.

Warning : BL/Yaoi/Shounen-ai/cowo x cowo, gaje, alur lambat, typo(s), serta bahasa yang tidak sesuai EYD, dll.

.

Summary : Kim Yesung bertemu seorang namja manis yang mengklaim dirinya sebagai takdir atau bisa dikatakan pasangan hidup. Namja itu meminta hidup bersama dengan berbagai keanehan yang Yesung sendiri kurang memahaminya. Dimulai dari pertemuan hingga akhir yang entah bagaimana, semuanya ada dalam kisah ini.

.

Chapter Satu : Cute boy, pity boy.

.

.

~Selamat membaca~

.

.

Manik karamelnya perlahan terbuka. Menatap ke sekeliling yang sangat asing baginya. Memang asing. Karena ini baru pertama kalinya ia di sana. Edaran karamelnya terhenti begitu melihat seorang namja di samping kirinya. Namja itu menatapnya intens sambil bertopang dagu. Surai hitam kelamnya berkilauan tertimpa sinar matahari yang masuk lewat jendela.

"Sudah bangun?" namja malang tadi, yang bernama lengkap Kim Ryeowook mengangguk pelan.

Ia meraba lehernya yang terdapat luka sayatan. Tapi ternyata luka itu telah ditutupi plester. Ia menengok ke arah lengannya. Di sana juga terdapat plester polos berwarna krem.

"Kau siapa sebenarnya?" tanya sang namja berambut hitam.

"Ini kamarmu?" bukannya menjawab pertanyaan namja itu, Ryeowook malah bertanya hal yang lain membuat namja tadi tersentak.

"Kau siapa?" tanya namja itu lagi.

"Kau Kim Yesung kan?" sang namja berambut hitam mengerutkan kening pertanda kalau ia benar-benar bingung.

"Ne, itu aku. Dari mana kau tahu namaku? Siapa kau sebenarnya? Kenapa kau ada di depan rumahku?"

Ryeowook tersenyum kecil. "Namaku Kim Ryeowook." Ryeowook bangun dari tidurnya menjadi duduk. "Aku adalah takdirmu."

Yesung mengerutkan kening -lagi.

"Ah, ani. Yang benar, kau adalah takdirku."

Yesung sekarang membuka mulutnya lebar-lebar. Apa ia salah dengar tadi? Takdir? Bahkan mereka baru bertemu karena ia tak sengaja menemukan namja mungil itu menggigil di teras rumahnya. Meski ia akui kalau ia 'melenceng', tapi ia tak bisa menerima begitu saja. Mana mungkin ia langsung mencintai namja mungil itu.

Yesung menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. "Apa kau terbentur sesuatu hingga amnesia? Jika ya, tolong ingat alamat atau keluargamu. Agar aku bisa mengantarmu pulang."

Ryeowook menggelengkan kepalanya. Membuat surai madu miliknya menari-nari. "Ani. Aku serius, kau adalah takdirku. Kita harus hidup bersama."

Yesung menghela napas. Bahkan ia sempat berpikir kalau namja mungil itu gila. "Jangan bicara yang aneh-aneh. Apa kau merasa pusing?"

Ryeowook memiringkan kepalanya. Ia tahu kalau namja di depannya itu tak percaya padanya "Kau tidak percaya omonganku?"

Yesung menatap Ryeowook datar. "Tentu saja tidak! Kau pikir aku adalah orang yang bisa kau bodohi? Kau pasti menginginkan sesuatu dariku kan?" ucapnya sinis.

Ryeowook mengerjapkan matanya.

"Memang. Aku hanya ingin kita hidup bersama, itu saja. Karena kau takdirku."

"Aish! Jangan membawa-bawa takdir. Aku tahu kau ini hanya ingin memanfaatkanku kan?"

"Ani. Itu tidak benar."

"Cih, wajah polos dan kondisi tubuhmu itu tak bisa mengelabuiku!"

Ryeowook memanyunkan bibirnya. "Aku serius. Apa kau ingin bukti?"

Yesung mendengus. Wajahnya pun memamerkan seringai yang membuat Ryeowook agak merinding. "Kau hanyalah pendusta. Aku tidak yakin kau bisa membuktikan omonganmu."

Yesung beranjak berdiri. "Takdir mana bisa dibuktikan." mencibir lirih, lalu melangkahkan kakinya, jika saja tangan Ryeowook tidak menahan lengannya.

"Apa?" Yesung menatap Ryeowook melalui ekor matanya.

"Aku bisa membuktikanya. Kajja!"

Yesung mengerutkan keningnya. Namja bernama Ryeowook itu terlalu memaksakan diri untuk berjalan menuju jendela kamar. Lengannya masih terus diseret, yeah sebenarnya ia hanya berjalan biasa. Namja di depannya itu tidak akan bisa menyeretnya, tenaganya terlalu kecil apalagi dengan kondisi tubuhnya yang amat lemah.

"Itu!" sentak Ryeowook setelah berada di depan jendela. Yang langsung menghadap pada halaman belakan milik namja yang ia akui sebagai takdirnya. Ditambah lagi karena posisinya sekarang berada di lantai dua, jadi apapun yang ada di halaman itu bisa dilihat.

"Apa?" Yesung mengedarkan matanya. Menatap keseluruhan halaman belakang rumahnya yang tertimbun salju. "Kau sebenarnya sedang menunjuk apa?!" tanya Yesung kesal. Sepertinya penyakit mudah marahnya akan kambuh karena namja itu.

"Itu. Kau tidak melihatnya? Bunga mawar merah itu." ucap Ryeowook sambil menempelkan telapak tangannya pada kaca jendela.

"Di mana?!"

Yesung menajamkan penglihatannya. Di halaman itu memang seluruhnya tertutupi salju, jadi jangan menyalahkannya kalau ia marah pada namja manis di sampingnya.

"Cih, rabun! Kajja antar aku ke halaman itu. Dan akan aku tunjukan padamu bunga yang kutunjuk.

Yesung melotot tajam tapi kemudian melangkah mendahului Ryeowook yang sudah pasti mengikutinya. Ia berjanji akan memukul namja karamel itu karena sudah berbohong dan mengatainya rabun -jika memang tidak ada apa-apa di halaman belakang.

Yesung membuka pintu belakang rumahnya. Sedikit melirik ke arah Ryeowook yang masih saja menampilkan ekspresi yakin seolah-olah bunga itu benar adanya.

Pintu itu terbuka lebar dan langsung saja hawa dingin masuk menyelimuti tubuh. Yesung memeluk tubuhnya sendiri karena tak kuat. Sementara Ryeowook? Yesung sampai melebarkan mata tak percaya. Namja manis itu justru berlari kecil ke tengah halaman. Melawan dingin dengan kaos hitam polos yang Yesung pakaikan tadi.

"Ini! Aku tidak bohong! Kemarilah!"

Yesung, dalam keadaan masih tak percayanya, berlari ke arah Ryeowook yang sedang berjongkok di depan setangkai bunga mawar itu. Yesung sendiri tidak tahu, sejak kapan ada bunga mawar di halaman belakangnya. Dan kenapa juga, bunga mawar itu mampu tahan di lahan bersaju seperti ini, sementara tanaman lainnya mati.

"Aku benar kan? Omonganku benar." ucap Ryeowook riang.

Yesung mendekat ke arah Ryeowook, lalu ikut berjongkok di samping namja itu. "Ne, kau benar-" ucap Yesung.

Ryeowook bersorak senang, berpikir kalau Yesung sudah menerimanya.

"-Kau memang benar soal bunga, tapi tidak dengan takdir. Tidak ada hubungannya, babo!"

Ryeowook menekuk wajahnya dengan bibir bawahnya yang maju, menambah kesan imut dirinya.

"Tentu saja ada, ini mawar ajaib. Mawar ini yang akan menentukan takdir kita kedepannya." ucap Ryeowook sambil mengelus kelopak merah bunga berduri itu.

Yesung memicingkan matanya, ia mendengus kesal. "Menentukan bagaimana? Ajaib apa maksudmu?"

Ryeowook menghela napas berat. "Sebenarnya aku bukan bangsa negeri ini." ucap Ryeowook tanpa menatap Yesung.

"Lalu? Kau bangsa mana? Jepang? China?" balas Yesung tanpa berpikir. Ryeowook mengernyit bingung karena kata-kata asing yang di ucapkan Yesung.

"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti." Ryeowook memiringkan kepalanya.

"Aish! Kau berasal dari bangsa mana? Sebutkan nama negara asalmu!" ucap Yesung seraya menahan letupan emosinya. Ia gemas. Sangat.

"Negara? Apa itu?" Yesung menggeram tertahan. Apa-apaan bocah itu, berani bermain-main dengannya.

"Kau membuatku pusing." Ryeowook mendudukkan diri dan melipat tangan di depan dada. "Aku tidak tahu apa yang kau maksud. Yang aku tahu, aku berasal dari Negeri Arthenia."

"Huh?" Yesung mengernyit. "Negeri apa itu?" lanjutnya.

"Itu negeri tempatku tinggal. Aku lahir dan besar di sana. Appa dan ummaku sendiri yang memerintah kerajaannya."

"Sistem pemerintahan kerajaan, eoh?" Yesung menatap Ryeowook datar. Yang ia tahu, tidak ada kerajaan denga nama Arthenia.

Yesung berdehem kecil. "Kim Ryeowook. Apa kau tahu?"

"Apa?" Ryeowok mengerjapkan mata jernihnya.

"Kau benar-benar pembual!" ucap Yesung sambil menjewer telinga kiri Ryeowook, membuat namja manis yang aneh asal-usulnya itu meringis kesakitan.

"Aw! Aku serius! Aku tidak bohong!" Ryeowook meronta-ronta.

"Lalu di mana negeri itu? Katakan! Supaya aku bisa mengantarmu pulang." Yesung mengencangkan jewerannya.

"Lepas! Lepaskan! Aku akan mengatakan yang sebenarnya."

Yesung menyeringai. Lalu melepaskan tangannya dari telinga Ryeowook. Caranya benar-benar ampuh untuk membuat Ryeowook mengatakan yang sebenarnya.

Ryeowook mengerucutkan bibirnya. Tangannya pun bergerak mengusap telinga yang kini memerah. "Aku bukan dari dunia manusia."

Yesung tertawa meremehkan. "Lantas kau dari mana? Dunia sihir?"

Ryeowook menggaruk tengkuknya. Bingung mau membenarkan atau tidak. Sementara Yesung terbengong melihat tingkah namja itu. Ia menggigil, hawa dingin makin menusuk tubuhnya.

"Hey! Jangan katakan kalau itu benar?" Yesung menatap Ryeowook datar.

"Umh, bukan negeri sihir, tapi kami memang melakukan hal-hal dengan sihir." jawab Ryeowook lirih.

"Cih, di mana negeri itu? Biar kau kuantarkan ke sana."

"Tidak bisa!" Ryeowook menggeleng cepat. "Hanya umma dan appaku saja yang bisa melewati portal dunia manusia dan dunia Athena."

"Kau tidak bisa?" tanya Yesung dengan tampang datarnya. "Kenapa bisa seperti itu?"

"Karena sebenarnya ummaku berasal dari dunia ini, dunia manusia. Appaku yang menikahinya dan kemudian menjadikannya ratu kerajaan."

Yesung menatap Ryeowook datar.

"Aku serius! Aku dikirim ke sini oleh ummaku sebagai hukuman karena melakukan kesalahan fatal."

Yesung menatap Ryeowook datar.

"Bahkan umma menjatuhkanku dari ketinggian kemudian aku menghantam kolam yang permukaannya telah menjadi es. Itulah kenapa kondisi tubuhku sangat menyedihkan saat itu."

Yesung menatap Ryeowook datar.

Ryeowook berdecak kesal, kemudian bangkit berdiri. Kedua kakinya menghentak kesal. Terlihat benar-benar iritasi oleh tatapan Yesung.

"Berhenti menatapku seperti itu!" ucap Ryeowook dengan tubuh yang menggigil kedinginan. Meskipun ia bukan manusia tapi setengah manusia, daya tahan tubuhnya sama saja. Bisa kepanasan dan kedinginan.

Yesung menatap Ryeowook datar.

"Ya!" satu lagi hentakan kakinya, kemudian tubuhnya limbung dan jatuh kepelukan Yesung -yang sudah siap menangkap tubuhnya.

Yesung berdecak, "Aku saja yang menggunakan jaket kedinginan, apalagi kau yang hanya menggunakan kaos." Yesung mengangkat tubuh Ryeowook, kemudian melangkah menuju pintu belakang rumahnya.

"Haruskah aku menelpon Lee uisanim lagi?" ucapnya di sela langkah kaki lebarnya. "Kau benar-benar merepotkan, Ryeowookie."

Dan akhirnya tubuhnya menghilang tertutupi pintu berwana krem itu. Menghalau dinginnya udara yang mencoba mengusik dirinya dan namja manis di gendongannya.

.

:-Kim_Yesung-:

.

Ryeowook duduk di salah satu dari empat kursi dan sebuah meja persegi panjang di depannya. Mata karamelnya memperhatikan seluruh isi ruangan yang bisa dibilang mewah. Perabotannya lengkap dan beberapa aksesoris serta figura foto yang menempel di dinding berwarna putih. Yesung meletakkan sebuah mangkuk di depan Ryeowook dan meletakkannya lagi di samping Ryeowok, ia akan duduk di sana.

"Wah! Apa ini?" Ryeowook berteriak heboh saat melihat apa yang ada di dalam mangkuk.

"Itu ramyun, apa tidak ada di duniamu?" Ryeowook menggeleng antusias sedangkan Yesung mengambil sumpit lalu mulai memakan makan siangnya.

Yesung sedang mencoba menerima kehadiran namja setengah manusia di sampingnya itu. Ryeowook telah menceritakan asal-usulnya sampai harus demam dua kali. Meskipun mulutnya pedas, Yesung masih punya belas kasihan. Memangnya kalau Yesung mengusir Ryeowook, namja itu akan tinggal di mana lagi?

Tapi, hey! Kalau Yesung memiliki rumah mewah dengan perabotan lengkap, kenapa menjadikan ramyun untuk makan siangnya? Sungguh aneh.

Tak Ctak Tak

Yesung melirik Ryeowook yang tidak bisa menggunakan sumpitnya. Menghela napas berat kemudian mengambil garpu di tengah meja. Menyerahkan pada Ryeowook yang langsung berbinar senang.

"Kalau ini aku bisa menggunakannya."

Yesung tersenyum kecil, lalu melanjutkan makannya yang tertunda.

"Setelah ini, kau mandilah dan ikut denganku." ucap Yesung di sela suapannya.

"Kemana?" tanya Ryeowook lalu memasukkan ramyun ke dalam mulutnya.

"Kerja."

"Hng?" Ryeowook menatap Yesung heran. "Apa pekerjaanmu?"

Yesung tersenyum remeh, "Artis." ucapnya menyombongkan diri.

Ryeowook memiringkan kepalanya meski dengan mulut yang masih mengunyah makanan. Setelah menelan makanannya, Ryeowook berkata keheranan, "Artis? Apa saja yang kau lakukan?"

Yesung menebak, Ryeowook pasti tidak mengerti apa artinya artis. Sia-sia dia menyombongkan diri tadi. "Aku menyanyi, kadang bermain alat musik, dan menjadi pemain film."

Ryeowook ber-oh ria. "Di duniaku juga ada, tapi tidak dengan pemain film, melainkan opera."

Yesung mengangukkan kepalanya berkali-kali, tanda kalau ia tidak ingin mendengar ucapan Ryeowok lagi.

"Cha~ Cepat selesaikan makanmu lalu kita bersiap." Yesung mengambil tisu untuk membersihkan mulutnya. Kemudian menuangkan jus jeruk ke dalam gelasnya dan gelas Ryeowook.

Yesung meminum cairan manis itu sambil berpikir. Sudah satu hari ia tidak melakukan aktivitas kerjanya. Apakah tidak apa? Manajernya pasti akan memarahinya habis-habisan. Ia juga tidak pernah mengoperasikan ponselnya selama itu.

Yesung bangkit, melangkah menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua. Ia mencari ponselnya. Di meja nakas tidak ada, di bawah bantal tidak ada, di bawah ranjang juga tidak ada. Dan kemudian ia ingat apa yang terakhir dipakainya saat menemukan Ryeowook. Merogoh saku mantel musim dinginnya, dan gotcha! Ke-te-mu.

Baru saja benda persegi panjang penuh layar itu dibuka, ada tiga puluh enam panggilan tak terjawab dan lima puluh tujuh pesan dari manajernya, Krystal, dan sisanya dari nomor tak diketahui.

Yesung berdecak, yeoja bernama Krystal itu entah mengapa terus saja mengejarnya. Mungkin wajah tampan dan kharisma yang ia miliki mampu membuat yeoja itu bertekuk lutut. Tapi Yesung tidak suka, seharusnya ia katakan saja pada yeoja itu kalau ia adalah penyuka sesama jenis.

Cih, tapi itu tak mungkin dilakukannya. Hell no, reputasinya sebagai idola banyak orang akan hancur.

Yesung mendial seseorang, mendekatkan ponselnya ke telingan dan menunggu sambutan orang di sebrang sana. Tapi saat nada 'tut-tut' telah berhenti, ia tak kunjung mendapat respon dari orang yang di telponnya. Saat Yesung melihat layar ponselnya, panggilannya masih berjalan. Aneh. Yesung pun menempelkan lagi ponsel ke telinganya.

"Hyung-"

"APA?! KENAPA MENELPONKU?! SUDAH BANGKIT DARI KEMATIANMU, EOH?!"

Yesung memejamkan matanya saat suara yang kelewat keras itu menyapa gendang telinganya, ia juga menjauhkan ponselnya.

"Hyung, tenanglah-"

"TENANG KATAMU! AKU TIDAK BISA TENANG SELAMA KAU MASIH HIDUP!"

Yesung mengernyit tak suka. Ia diam tidak menjawab perkataan sang manajer. Diam sesaat mungkin bisa mengatasi emosinya yang telah meluap. Ia bisa mendengar napas manajernya itu begitu keras sampai akhirnya, yang ia dengar-

"Hiks... Kau jahat!"

-isakan manajernya. Yesung jadi merasa bersalah.

"Mianhae, ada begitu banyak masalah yang kualami di rumah." ucap Yesung sambil melangkah keluar kamar, menuju dapur di mana Ryeowook sudah selesai dengan ramyunnya dan sedang meminum jus jeruk.

"Hiks, Kau melimpahkan semuanya padaku.. hiks."

"Mianhae, tunggu sebentar."

Yesung menjauhkan ponselnya kemudian menatap Ryeowook, "Cepat mandi, waktu kita terbatas."

Ryeowook mengangguk dan melangkah mengikuti Yesung sampai tubuhnya tertelan pintu kamar mandi -Yesung yang tidak ikut masuk.

Yesung kembali mendekatkan ponselnya. Sigh~ pasti pulsanya akan habis.

"Nugu?"

Yesung menghela napas gusar. "Dia yang membuatku tidak bisa keluar rumah selama satu hari. Apalagi yang dia katakan tentang hubungannya dengan diriku. Mianhae, hyung."

"Hubungan apa? Dia meminta pertanggung jawabanmu?"

"Jangan mengada-ada, hyung. Dia hanya orang asing. Aku tidak mengenalnya sewaktu pertama kali bertemu. Akan kujelaskan nanti."

"Kau berangkat? Sigh~ Kau beruntung memiliki manajer sepertiku. Untung saja aku pandai bicara, jadi bisa membuat mereka menunda jadwalmu. Datanglah ke city garden untuk pemotretanmu."

"Arraseo."

Dan kemudian sambungan terputus. Ponselnya sampai panas karena ucapan keras manajernya, haha bergurau.

Baru saja Yesung menaruh ponselnya itu ke saku celananya, tapi ponselnya itu berteriak lagi bersama getaran yang membuat Yesung iritasi. Tanpa melihat ID si pemanggil, Yesung mengangkat panggilan itu.

"Yeoboseyo." ucapnya.

"KYAA! Sungie oppa! Kenapa kau menghilang? Aku mencarimu. Kemarin aku sudah berada di lokasi pemotretan tapi kau tidak datang. Waeyo oppa? Apa kau sakit?"

Yesung mencibir. Lagi-lagi yeoja itu, yeoja itu, yeoja itu terus.

"Ani. Aku baik-baik saja."

"Aku akan ke rumahmu sekarang, oppa. Aku akan memastikan kondisimu."

Yesung menggertakkan giginya. Menarik napas panjang sebelum ia berkata lagi. "Tidak perlu. Aku sedang di jalan."

Pip

Sambungan terputus. Andai saja telepon bisa memindahkan barang, Yesung pasti sudah melemparkan batu ke ponselnya, agar batunya itu bisa mengenai wajah Krystal.

Yesung sedikit terkejut ketika pintu kamar mandi terbuka. Dari celah pintu, muncullah kepala Ryeowook. "Yesung hyung~"

Yesug sebenarnya bingung kenapa Ryeowook memanggilnya hyung, tapi ia mencoba menomor duakan kebingungannya itu. "Ne? Ada apa?"

"Pakaian..." Ryeowook mengulurkan telapak tangannya yang masih basah dan banyak butiran-butiran air yang menetes.

"Pakai handuk, lalu pakai bathrobe-nya. Setelah itu kemari."

Ryeowook mengernyit bingung sambil mengulum bibir bawahnya.

Yesung tahu pasti ekspresi apa itu. Maka, Yesung melangkah mendekati kamar mandi. Akan tetapi, Ryeowook malah menggeleng cepat dan kemudian pintu tertutup rapat.

Yesung mengepalkan tangannya, lalu melangkah kembali dan duduk di tepi ranjang. Saat menengok ke arah jam dinding, ia tahu kalau waktunya kurang setengah jam lagi.

Pintu kamar mandi terbuka lagi. Kini Ryeowook muncul dengan balutan bathrobe yang tak terikat talinya. Yesung memicingkan mata saat melihat leher dan bahu Ryeowook yang masih basah. Apalagi surai karamelnya yang benar-benar seperti tersiram air, tapi memang benar tersiram.

"Kau tidak pakai handuknya?" tanya Yesung sembari membuka lemari miliknya.

"Ini bukan handuk?"

Yesung menggeleng. "Bukan. Itu bathrobe."

"Ah, aku tidak tahu apa bedanya handuk dan bar um barob.."

"Bukan barob tapi bathrobe, sayang." Yesung menyerahkan celana jeans hitam dan kaos hangat berlengan panjang dengan motif garis horizontal hitam, putih, dan merah muda. Eh?

Wajah Ryeowook memerah. Biarlah ia tidak tahu apa itu bathrobe, tapi ia tahu yang satu itu. Ia tahu apa maksud panggilan Yesung padanya.

Yesung hanya mengernyit bingung melihat wajah di depannya. Tapi sedetik kemudian, ia tahu apa penyebab muka merah Ryeowook.

Yesung memalingkan muka. Berbalik menghadap lemari. "Cepat pakai! Aku tidak akan lihat." setelah mengatakan itu, Yesung menabok bibirnya yang sempat salah bicara tadi. Terlalu sering bermain drama percintaan membuat bibirnya terlalu ringan untuk berkata demikian.

Ryeowook melaksanakan perintah Yesung. Dengan cekatan, ia langsung melepas bathrobe-nya. Mengganti kain lembut berwarna putih itu dengan pakaian yang Yesung berikan.

Yesung sendiri tampak menelan salivanya. Keringat dingin pun muncul di keningnya. Entah kenapa melihat bahu Ryeowook membuatnya sedikit berfantasi tentang uke. Uke yang polos selesai mandi.

"Hyung. Sudah." Yesung menggelengkan kepalanya. Mengusir semua tubuh polos yang mengejek di pikirannya.

Namja berambut hitam lurus itu membuka lemari lagi, mengeluarkan sebuah handuk kecil dari sana. Sedikit berdehem kecil, kemudian berbalik dan mendekati Ryeowook. Tangannya bergerak, mengusapkan handuk kecil tadi di kepala Ryeowook. Ia hanya ingin mengeringkan rambutnya, itu saja.

Ryeowook merona lagi. Berada cukup dekat dengan Yesung membuat semua darahnya memusat di pipi. Wajah serius Yesung benar-benar tampan dan penuh pesona. Feromonnya benar-benar bisa membuat Ryeowook jadi suka.

Ryeowook tersenyum kecil lalu mendekatkan wajahnya dan menempelkan bibirnya pada pipi Yesung. Hanya mengecupnya singkat tak sampai menjilat apa lagi menggigit. Eh?

"A-apa yang kau lakukan?" ucap Yesung gelagapan.

Ryeowook tersenyum manis. "Sepertinya aku mulai menyukaimu." ucapnya ringan tanpa beban.

Yesung mengalihkan tatapannya ke arah lain. Ia tidak mau wajahnya merona seperti yeoja atau uke. Ia akan mempertahankan statusnya yang seme atau top atau apalah sebutannya. Ia meletakkan handuknya ke atas meja bersama dengan bathrobe putih yang tadi dipakai Ryeowook.

Yesung membuka lemarinya -lagi. Kali ini mengambil mantel musim dingin berwarna krem. "Pakai ini juga. Udara di luar pasti dingin."

Ryeowook mengangguk antusias lalu mengenakan mantel dengan sedikit bulu halus di bagian kerahnya. Ia terkekeh kecil saat menunjukkan pada Yesung tangannya yang tertutupi lengan mantel. Yesung pun tersenyum. Ia tidak bisa menghentikan rasa bahagia yang membuat bibirnya tiba-tiba tertarik di kedua sudut.

"Kajja, kita berangkat sekarang." ucap Yesung sambil memakai mantel yang mirip dengan Ryeowook tapi berbeda warna. Kemudian mengambil kunci mobil dengan sebelah tangan, sedangkan tangan satunya lagi menggamit jemari Ryeowook. Manis, kan?

.

.

.

"Whoaaaa~" Ryeowook berdecak kagum dengan apa yang dilihatnya. Taman luas yang telah didekorasi membuatnya makin cantik. Terdapat bangku taman berwarna putih berhiaskan mawar merah muda dan merah, ada balon warna-warni yang diikat dengan benang tipis, ada juga sebuah altar bersama beberapa mawar, serta beberapa bangku saksi pernikahan seperti pernikahan outdoor pada umumnya. Meski rumputnya tertutupi salju, tidak membuat kesan buruk sedikitpun.

"Yesung!" Keduanya menoleh. Menatap seorang namja cantik berambut hitam yang menghampiri mereka.

"Apa aku terlambat?" kata Yesung seraya menata rambutnya.

Namja cantik tadi berdecih. "Biar kulihat. Ah, terlambat satu detik." ucapnya setelah melihat arloji di pergelangan tangannya.

Yesung mencibir mendengarnya. Sementara Ryeowook masih berdiri diam di sebelah Yesung.

Namja cantik tadi memicingkan mata, menatap Ryeowook penuh heran. "Nuguya? Namjachingu mu?"

Yesung menggeleng. "Ani. Namanya Kim Ryeowook." ucapnya.

Namja itu tersenyum pada Ryeowook yang juga balas tersenyum. "Annyeong. Kim Heechul imnida." serunya riang sambil mengulurkan tangan.

Ryeowook diam. Masih memandangi tangan yang terulur padanya dan wajah namja bernama Heechul bergantian. Sampai Yesung menyikut perutnya, membuatnya meringis kecil.

"Jabat tangannya, babo!" bisik Yesung.

Ryeowook mengernyit, tapi kemudian melakukan apa yang diperintahkan Yesung. Yesung tersenyum paksa lalu menarik Ryeowook agar menjauh dari Heechul yang masih bingung.

"Kenapa kau tak berniat membalas jabatan tangannya tadi?" Yesung memegang bahu Ryeowook karena sedari tadi namja manis itu terus saja menatap ke arah tumpukan kue muffin dan cupcake.

"Kami jarang melakukannya. Biasanya kalau sesama orang biasa, kami akan saling berpelukan lalu mencium satu sama lain." ucapan Ryeowook membuat Yesung membuka mulutnya.

"Jadi, kau sering berciuman?!" sentak Yesung kesal. Kenapa kesal? Karena ia tidak mau mempunyai takdir seorang namja yang tidak 'suci' lagi.

"Anio. Karena aku seorang pangeran, kami hanya berjabat tangan biasa."

Yesung menepuk wajahnya. Ia sebenarnya masih belum bisa mempercayai hal-hal aneh yang diucapkan Ryeowook.

"Yesung hyung!"

Yesung menjauhkan tangannya lalu menatap Ryeowook dengan raut bertanya.

"Bolehkah aku meminta itu?" pinta Ryeowook sembari mengarahkan telunjuknya ke arah meja penuh kue.

Yesung mengangguk sebagai jawaban. Dan Ryeowook segera berlari kecil ke arah meja incarannya. Menatap berbinar beberapa kue di atasnya.

Yesung menghela napas. Lalu melangkah menghampiri Heechul yang masih berdiri pada posisinya. "Dia siapa?" tanya Heechul lagi.

"Bukankah sudah kukatakan, namanya Kim-"

"Aniiii! Maksudku, dia siapamu?"

Yesung menggaruk tengkuknya. bingung mau menjawab apa. Kalau menjawab yang sebenarnya, Heechul pasti mengira ia gila.

"Bagaimana menjelaskannya, um.. dia namja yang membuatku tak bisa berangkat kemarin. Dia sakit, di depan rumahku. Jadi aku harus menolongnya." jelas Yesung akhirnya.

Heechul memandang Yesung dengan tatapan aneh. "Kalau begitu kenapa tidak kau tidak antarkan dia ke rumah sakit lalu kau beri dia uang? Dengan begitu kau bisa tetap bekerja."

Yesung mengumpat dalam hati. Heechul memang tipe orang seperti itu, tidak akan puas dengan jawaban simple.

"Aaa, dia.. dia- perkataannya aneh.. um dia sedikit.. shh.. sedikit.."

"Gila?" tambah Heechul seenaknya. Ia sudah gemas sedari tadi.

Yesung melotot kaget. "Aniya! Maksudku.. mungkin sedikit.. hilang ingatan... ne, hilang ingatan."

Yesung melihat Heechul menghela napas. Membuatnya kembali menggaruk tengkuknya sendiri.

"Baiklah, cepat berganti pakaian." perintah Heechul yang langsung diangguki Yesung.

"Tolong jaga Ryeowook." dan setelah mengatakan itu, Yesung berlalu pergi untuk mengganti pakaiannya.

Tepat saat Yesung telah menghilang dari pandangannya, Ryeowook datang dengan wajah belepotan krim di sekitar bibir. Heechul tertawa melihatnya. Mengeluarkan sapu tangan kemudian membersihkan wajah Ryeowook.

"Yesung hyung, ke mana?" tanya Ryeowook setelah berterima kasih tentunya.

"Yesung sedang berganti pakaian. Ayo kita duduk di sana." Heechul menarik tangan Ryeowook menuju sebuah bangku taman yang tak dipakai untuk pemotretan. Bangku itu cukup strategis karena bisa melihat langsung ke arah altar.

Seorang yeoja dengan gaun putih dengan rambut pirang yang digerai berdiri di atas altar. Ryeowook akui yeoja itu cantik, tapi Ryeowook sedikit bergidik. Cuaca hari ini sangat dingin, bayak salju juga. Yeoja itu pasti kedinginan karena hanya memakai gaun tanpa lengan, pikirnya.

Dari arah samping, Yesung datang menggunakan tuxedo hitam. Melangkah pelan menghampiri si yeoja. Mata Ryeowook berbinar. Yesung benar-benar tampan. Rambut hitamnya yang tersisir rapi dan warna sesuai dengan tuxedonya. Membuat Ryeowook berdecak kagum untuk kedua kalinya.

Ryeowook sedikit merengut kesal. Karena yeoja itu dengan seenak jidatnya yang tak tertutupi rambut poni, menggelayutkan tangannya di lengan Yesung. Yesung juga terlihat biasa saja.

"Mereka mau apa, Heechul hyung?"

Heechul tersentak, kemudian menatap Ryeowook. "Mereka akan menjadi model busana pengantin."

"Tidak benar-benar menikah?"

Heechul tertawa mendengarnya. "Tentu saja tidak. Ah, lihat! Mereka romantis ne? Kau tahu, mereka berdua digosipkan memiliki hubungan serius, tapi aku tidak tahu itu benar atau tidak."

Ryeowook memiringkan kepalanya. Lalu beralih menatap ke arah altar, di mana seorang Kim Yesung yang notabene takdirnya, merangkul pinggang yeoja tadi yang sedang memegang sebuket bunga mawar merah dengan kedua tangannya.

Ryeowook mempoutkan bibirnya. Okay, kalau hanya memeluk tidak apa. Tapi, kalau sampai Yesung mendekatkan wajahnya ke wajah yeoja itu seperti yang ada di depan sana, adalah bencana. Ryeowook mulai gelisah. Ia menarik-narik lengan jaket Heechul.

"Mereka mau apa, hyung?" katanya.

"Mereka akan berciuman. Akh, manisnya~" jawab Heechul tanpa menatap Ryeowook.

Ryeowook membelalakan matanya. Menggelengkan kepalanya meski tidak ada yang memperhatikan. Ia semakin gelisah, hingga matanya melihat Yesung yang telah mendaratkan bibirnya di dahi yeoja itu.

Sesuatu menyentak dada kirinya. Sakit, dan mendadak sesak. Sulit bernapas. Ryeowook meremas dada kirinya, berharap bisa mengurangi sakitnya. Tapi tak berhasil. Ini bukan rasa sakit karena cemburu, ini benar-benar sakit yang sesungguhnya. Dan terasa aliran hangat meluncur dari hidungnya. Merah, menetes ke telapak tangannya. Semuanya terasa mengabur.

Tubuhnya melemas, terjatuh ke atas tumpukan salju putih. Yang Ryeowook dengar terakhir kalinya adalah teriakkan Heechul lalu semuanya memutih.

.

.

~Bersambung~

Publish new Story^ Yewook lagi. Um, aku sedang berusaha melestarikannya. Ceritanya membingungkan? Tak sesuai kenyataan? Maaf. :v Cih, aku ngerasa gaje cuap-cuap di sini. Ahahaha Makasih sudah berminat baca, RnR plissh.

Penuh cinta,

Denies Kim