"Hoi! Kalian dengarkan penjelasanku dulu!" Aomine kesal, ia berteriak tetapi tak didengar.
"Malas-ssu, Aominecchi pembohong-ssu." Kise berkomentar, dirinya merasa kesal.
"Nyam~ Mine-chin pendusta nyam~"
"Siapa yang pendusta hah?"
"Betul sekali. Menurut ramalan hari ini—"
-CEKRES-
-Apa yang terjadi?-
Rating : T
Disclaimer : Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi
A/N : Mungkin sedikit/banyak ooc, typo selalu ada, gak jelas sudah pasti XD tetapi semoga layak dibaca hohoho (?)
[At Gym]
"Woi, kalian dengerin aku dulu dong!" Aomine masih terus berteriak sana-sini.
"Ogah ah buang-buang waktu saja."
"Semua itu gak berguna Mine-chin. Kau sudah meruntuhkan kepercayaan kami. Kau membuat kami yang dahulu percaya menjadi tak percaya dikala kau menghianati kami." Murasakibara berkomentar cukup panjang dan ini langka.
"Oke kalau begitu aku akan pergi dari tempat ini. Aku, kamu, gue, elo, kami, kita END!" Kemudian Aomine Daiki menghilang ditengah celaan kawan-kawan satu timnya.
Lain halnya dengan Aomine lain pula dengan seseorang yang telah membuat sosok Aomine Daiki dikucilkan oleh teman-temannya.
"Yakin nih gak apa?"
"Iya gak apa-apa kok kan tadi kita sudah sepakat."
"Udah kan gak ada masalah?"
"KALIAN SIH GAK MASALAH. NAH AKU..?"
"Penuh masalah!"
Pagi yang cerah kembali datang menyambut beberapa pemuda tampan yang tengah berjalan menyusuri koridor sekolah mereka. Seperti biasa, suasana menjadi cukup tegang, berisik, panas dan sebagainya disaat mereka dengan gagahnya berjalan melewati koridor-koridor tersebut. Kenapa demikian? Tentu saja karena mereka adalah 'incaran' para gadis di sekolah mereka yang tersohor, Teiko Gakuen.
"Kyaaa~ Kise-kun!"
"Hai-ssu." Kise menyapa dengan gaya ala pangeran.
"Hai, Midorima-kun."
"Aku gak tertarik sama kalian, mending sama neko-nyan sang pelindungku." Midorima menatap bling-bling lucky item ditangannya.
"Murasakibara-kun sini deh kita punya maibou nih hihihi."
"Nyam~ aku mau dong." Dengan polosnya Murasakibara mengambil semua maibou itu dan para gadis yang menyukainya hanya ber-kyaaa ria bersama khayalan mereka yang terkesan absurd.
"Huaaaaa.. Kuroko-kun sejak kapan kau disana?"
"Aku sejak tadi disini loh."
"Kyaaaa~ itu adalah jurus seribu bayang ala Kuroko-kun."
"Terus, terus Akashi-sama hari ini keren banget ya!"
"Oh iya Akashi-sama kami punya gunting untukmu loh."
"Terimakasih budak betina setiaku khukhukkhu. Gunting ini akan aku gunakan untuk menggunting budak-budak jantan yang tidak berguna ini." Akashi dengan senyuman malaikat mautnya menatap budak-budak jantan disekitarnya tetapi budak-budaknya tentu saja tak ingin menatap sang malaikat maut itu.
"Kyaaa~ pangeranku hati-hati di jalan ya~" Teriak gadis-gadis itu dengan alaynya.
Tetapi tunggu sebentar sepertinya mereka tidak menyebutkan nama seseorang, ya satu orang yang tertinggal. Apakah karena dirinya sangat redup? Oh tidak sepertinya tak mungkin karena saat ini matahari bersinar sangat cerah. Lalu apa karena dirinya terlalu pendek? Please itu tidak mungkin karena orang itu tingginya hampir setengah dari tiang listrik di rumahnya (oke ini bohong).
"Kok aku gak diteriakin ya?" Sosok itu nampak bingung. Padahal dirinya selalu saja diteriaki oleh para fans-nya walaupun redup tentu saja dimata para fans-nya dirinya adalah cahaya bagi mereka. Cahaya yang terkesan terlalu bling-bling. Tetapi sekarang? Tak ada yang menyebut namanya.
"Karena kau pendusta Aomine."
"Iya-ssu, pembohong sangat."
"Sudahlah Daiki kau kan sudah memiliki gadis itu."
"Iya-ssu, urus saja pacarmu itu-ssu."
"Tch, dia bukan paca—"
"Tuh kan datang-ssu."
"Sudah ya Aomine-kun kami pergi dulu." Kemudian kelima pemuda pelangi itu pergi meninggalkan si-redup disana.
Hening, saat itu yang ada hanya suara Aomine yang tengah misuh-misuh ria sambil memandang sesosok gadis dihadapannya.
"Hei 'pacar' ayo ikut aku." Perintah gadis itu yang tak lain adalah dirimu.
"Pacar? Demi Mai-chan yang seksi aku sama sekali tak menganggapmu pacarku." Kemudian Aomine memutuskan untuk pergi meninggalkan dirimu yang tengah menatapnya tajam.
Tetapi kau dengan cepat meraih tangan pemuda berkulit gelap itu.
"Kenapa? Aku kan sudah bilang kau pacarku." Kau masih memaksa Aomine untuk ikut denganmu.
"Hah...?"
"Ao-nyan kenapa kau begitu kejam padaku?" Yak, kali ini raut wajahmu terlihat begitu sedih karena 'pacar' mu itu sama sekali tak merespon sosokmu.
"Hah? (lagi-lagi 'hah') apa itu Ao-nyan?"
"Tentu saja itu panggilan sayang untukmu." Kau masih terus memegangi tangan pemuda itu karena kau tak ingin dirinya kabur begitu saja.
"Mai-chan selamatkanlah aku dari gadis gila ini. Demi kau yang seksi aku rela foto bareng lucky item milik Midorima jika kau benar-benar membebaskanku dari gadis gi—"
Duaaakkkk—
"Siapa yang gila hah?" Kau marah dan kau murka oleh karena itu kau menendang perut pemuda dihadapanmu.
"Hei kau berani-beraninya berbuat seperti itu padaku!" Aomine kesal dan ia menatapmu dengan penuh amarah.
Bruakkkk—
Kali ini dengan suksesnya kau melemparkan sebuah kamus bahasa inggris yang kau bawa tepat diwajah Aomine. Sementara itu sang korban hanya berdecak kesal dan merintih kesakitan.
"Baiklah jika kau tak mau ikut denganku," Ucapmu tajam.
"Nah harusnya kau mengatakan itu seja—"
Plakkk—
Dan kali ini kau mendaratkan sebuah penggaris dikepala seorang Aomine Daiki. Tentu saja dia tinggi dan kau begitu sulit untuk menggapainya tetapi jangan lupakan tinggi badanmu sendiri yang hampir menyerupai model. Oleh karena itu kau hanya perlu berjinjit sedikit untuk memukul pemuda tersebut.
"Aku hanya ingin mengatakan jika mulai hari ini kita akan selalu pulang sekolah bersama." Kau berkata seolah memerintah.
"Apa?"
"Selain itu aku pasti akan selalu datang melihat latihanmu."
"Apaaaa?"
"Dan yang terakhir kau harus ingat aku ini pa-car-mu."
"Whattttttttttt?"
Hari-hari berlalu dengan sangat buruk bagi Aomine Daiki. Mengapa sangat buruk? Pertama karena dirinya selalu saja dicela, dicaci-maki bahkan dicuekin oleh anggota Kiseki no Sedai lainnya. Yang kedua karena dirinya tak pernah mendapat surat cinta lagi dari gadis-gadis yang memujanya. Lalu yang terakhir tentu saja karena Aomine harus berurusan dengan dirimu yang dianggapnya gila. Sangat gila karena kau tiba-tiba saja mengatakan bahwa Aomine Daiki adalah pacarmu.
"Ao-nyan~" Dirimu tersenyum cerah saat mendapati sosok pemuda berkulit gelap itu tengah bersandar di depan gerbang sekolah kalian.
"Ya." Aomine menjawab singkat dengan tatapan malas.
"Maaf membuatmu menunggu lama."
"Ya. Dan cepat kita pulang sekarang."
Selang beberapa detik kemudian kalian berdua tengah berjalan menyusuri senja kemerahan yang kali ini nampak begitu indah. Ditengah perjalanan tersebut kalian hanya diam membisu, tak ada yang berbicara saat itu dan yang terdengar hanyalah hembusan angin yang sesekali menyapa kalian berdua. Tetapi setelah beberapa menit kalian berjalan beriringan akhirnya salah satu diantara kalian mencoba membuka topik pembicaraan.
"Hei, apa yang sebenarnya terjadi?" Terdengar suara berat dari sosok pemuda berkulit gelap disampingmu.
"Maksudnya?"
"Tch, maksudku apa yang terjadi sehingga kau dengan sepihak memutuskan untuk menjadi pacarku."
"Hmm apa ya? Aku lupa." Kau menjawab singkat tetapi sejujurnya kau sendiri tak yakin dengan jawaban itu.
"Sudahlah aku sama sekali tak percaya dengan jawabanmu itu." Masih dengan tatapan malasnya Aomine Daiki menatapmu seolah meminta jawaban yang sesungguhnya.
"Apa kau benar-benar ingin mengetahuinya?" Tanyamu pada sosok itu dan dirinya hanya menangguk pasti.
Tetapi kau tak langsung memberikan jawaban itu. Kau terdiam, kemudian sesekali menatap langit senja yang mulai menghilang bahkan saat ini kau sedikit mempercepat langkahmu seolah ingin menjauh dari pemuda yang sejak tadi bersamamu.
"Lebih baik kau tak mengetahuinya karena kau pasti akan menertawaiku atau malah membenciku." Ucapmu dengan nada yang begitu menusuk dirimu sendiri.
"Kenapa harus membencimu? Ah, tidak. Sebenarnya aku memang membencimu saat itu, saat kau dengan tiba-tiba mengatakan hal memalukan itu di depan banyak orang."
"Memalukan?" Kau menghentikan langkahmu dan berbalik menatap pemuda tersebut.
"Ya, saat kau tiba-tiba mengatakan aku ini pacarmu. Kau pasti ingat kejadian dua minggu yang lalu itu." Aomine menjelaskannya begitu singkat dan kau hanya diam saat itu.
"Lalu apa ada masalah dengan itu?" Entah mengapa kau berbicara dengan sangat dingin saat itu.
"Tentu saja."
"Baiklah jelaskan apa masalahmu!"
"Oke, pertama kau membuatku dijauhi oleh rekan-rekan satu timku. Kedua, kau membuatku tak lagi mendapatkan surat cinta dari fans-ku. Lalu ketiga kau membuatku harus menjadi pacarmu seperti ini." Kini Aomine menatapmu tajam seolah meminta pertanggung jawaban atas tindakanmu itu.
"Kalau begitu maaf." Jawabmu singkat dan dingin. Tanpa mengatakan apapun lagi kau memulai langkahmu kembali dan sama seperti tadi kau meninggalkan pemuda itu di belakangmu.
"Tunggu!"
Tetapi tiba-tiba saja pemuda itu meraih tanganmu dan menggengamnya cukup erat.
"Apa?" Tanyamu sedingin es.
"Hei hei kenapa jadi kau yang marah?" Aomine terlihat kesal, bukankah seharusnya dirinya yang bersikap seperti itu?
"Biarkan saja. Kemudian lepaskan tanganmu itu." Perintahmu dan saat itu raut wajah Aomine penuh dengan kekesalan.
"Kenapa? Bukankah kau pacarku heh? Tetapi disentuh saja kau tau mau." Ejeknya sedikit menyakitkan mungkin.
"Diam!"
"Wah wah aku sampai lupa selama dua minggu ini ternyata aku belum sempat menyentuhmu bukan? Sayang sekali padahal kau kan pacarku." Aomine menyeringai licik.
"Lalu apa mau mu? Menyentuhku? Menciumku? Tidur bersamaku?" Kau berbalik menatap pemuda itu tajam.
"Itu tidak masalah karena aku bisa melakukan semua itu secara bertahap. Selain itu aku mengakuinya, mengakui bahwa dirimu itu tak seburuk yang kufikirkan." Masih dengan seringaiannya dan kali ini Aomine semakin mendekatkan dirinya padamu.
Kau hanya diam saat itu. Bukan diam karena takut atau semacamnya tetapi kau diam karena kau malas melayani sosok pemuda dihadapanmu. Tetapi saat itu pula Aomine semakin mendekatkan wajahnya pada wajahmu membuat jarak diantara kalian telah terhapuskan dan tiba-tiba saja—
Plakkk—
Sebuah tamparan melayang diwajah pemuda berkulit gelap itu.
"Ingat ya melakuka hal seperti itu tanpa cinta itu begitu manyakitkan. Walaupun kau hanya menciumku tetapi aku tak suka jika melakukannya tanpa cinta sedikitpun." Kemarahanmu mulai memuncak dan kau semakin tajam menatap sosok Aomie dihadapanmu.
"Wah mengejutkan, jadi kau tak mencintaiku ya nona?" Mengejek, Aomine masih mengejekmu saat itu.
"Buka aku tapi kau!"
"Aku? Hahaha sudahlah aku sudah tau sejak awal kau tak menyukaiku dan kau—"
"—hanya menjalankan dare karena aku kalah bermain dengan teman-temanku." Kau melanjutkan perkataan Aomine yang terpotong itu.
"Benar sekali. Lalu apa kau tak memikirkan perasaanku hah?" Ucap Aomine sedikit menaikan nada bicaranya.
"Tidak! Karena ini hanya sebuah dare." Kau berbohong, kau terlalu malu untuk mengatakan hal yang sejujurnya.
"Kau tau kenapa aku dapat bertahan selama dua minggu ini?"
"Karena kau bodoh hingga akhirnya kau mengikuti permainan ini."
"Kau benar aku memang bodoh," Aomine mulai berjalan ke arahmu tetapi kali ini dirinya melewatimu begitu saja, "Aku bodoh karena telah benar-benar menyukai gadis gila sepertimu."
Hening, kau hanya terdiam di tempatmu sambil mencerna kata-kata terakhir yang dilontarkan oleh pemuda tersebut. Kau terdiam tak berbalik arah, hingga akhirnya kau melanjutkan langkahmu yang tak sejalan dengan pemuda tersebut.
"Bodoh. Kau juga membuatku menyukaimu senpai."
.
.
.
.
.
FIN?
