Disclaimer : Eyeshield 21 © Riichiro Inagaki & Yuusuke Murata

Fanfiksi ini ditulis untuk kesenangan pribadi semata, bukan untuk mengambil keuntungan secara komersil.

Game inspiration : Running Man © SBS

WARNING! : OOC, typos, charadeath, alter-ego, dan segala keabalan yang lainnya.

.

Dedicated for "Eyeshield 21 Fanfiction Indonesia Awards": Holiday

.

An Eyeshield 21 fanfiction by karin-mikkadhira-,

Someone Behind The Door

['cause we don't know there's another existence behind the door, right?]

.

1st Door : The Holiday Plan

.

.

.

Kriiiingg!

Jam beker abu-abu di atas meja kecil itu berdering, keras sekali, berusaha membangunkan pemiliknya yang masih bergumul di balik selimut abu-abunya yang terlihat hangat. Jarum pendek jam beker itu menunjuk ke angka tujuh, dan jarum panjangnya menunjuk angka dua belas. Jarang-jarang sang pemilik jam beker itu mengatur alarm pagi-pagi sekali di hari libur. Udara pagi hari di musim panas sungguh tidak seperti nama musimnya. Meskipun sang surya sudah mulai muncul, hawa dingin tetap terasa menusuk tulang. Butuh semangat yang cukup tinggi untuk menanggalkan selimut di awal pagi seperti ini.

"Nggh…." Pemilik jam beker itu mulai menggeliat di balik selimut abu-abunya. Tak lama kemudian ia mengulurkan tangannya untuk meraih jam bekernya yang masih berdering nyaring. Dimatikannya jam beker abu-abu yang berisik itu.

Sinar mentari yang menembus gorden tipis di kamar itu membawa sedikit hawa hangat, membuat pemuda pemilik jam beker itu mulai mengumpulkan nyawanya yang masih berseliweran di alam mimpi. Pemuda berambut cokelat itu mengangkat tubuh bagian atasnya, lalu mengangkat tangannya tinggi-tinggi dalam posisi duduk. Ia mengacak-acak rambutnya sebentar, lalu menepuk pelan pipinya untuk membuat kelopak matanya membuka lebih lebar. Diambilnya jam beker kecil itu, matanya membulat saat melihat jarum panjang yang baru saja berdetik, menunjuk angka dua. Tak terasa sepuluh menit sudah berlalu, padahal pemuda itu merasa hanya melakukan peregangan sebentar setelah ia membuka mata tadi.

Tanpa berlama-lama pemuda berambut cokelat itu langsung meloncat dari tempat tidur ukuran single-nya, terburu-buru membuka pintu kamar dan berlari full speed menuju kamar mandi yang terletak di lantai bawah. Saking terburu-burunya, pemuda berambut cokelat itu sampai mengagetkan kucing keluarganya, Pit, yang sedang tidur di salah satu anak tangga.

"Meeow!" Pit mengeong, terkejut.

"Waah, kalau aku terlambat bisa berabe. Aku tidak mau mencari masalah dengan Kak Hiruma di hari libur yang tentram begini. Hii," gumam pemuda berambut cokelat itu seraya masuk ke kamar mandi.

Tak sampai sepuluh menit, pemuda berambut cokelat itu sudah keluar dari kamar mandi. Ia tampak lebih segar dan 'bernyawa'. Iris hazel-nya berkilau cerah, bagai mengatakan bahwa pemiliknya sudah siap untuk menyongsong hari yang cerah.

"Kau mau kemana sih, Sena? Tumben sekali sudah bangun pagi-pagi begini." Suara seorang wanita terdengar dari arah dapur, menghentikan langkah kaki kecil pemuda hazel yang mau kembali ke kamarnya tersebut.

"Ke sekolah, Bu," jawab pemuda hazel bernama Sena tersebut. "Kak Mamori bilang hari ini kami harus datang ke klub untuk membicarakan sesuatu dengan Kak Hiruma," lanjutnya.

Merasa janggal, Mihae Kobayakawa bertanya, "Lho? Bukankah Mamori sudah tidak aktif di klub karena sudah kelas tiga?"

"Memang, aku juga tidak tahu ada masalah apa," jawab Sena kebingungan. Ia menunggu beberapa saat, namun tak ada jawaban lagi dari ibunya. Iapun melanjutkan langkah menuju kamarnya.

Agak terburu-buru, pemuda hazel itu membuka lemarinya dan mengambil sepotong celana jeans, T-shirt, serta jaket secara asal—yang terletak di puncak tumpukan. Ia memakainya dengan cepat, kemudian mengambil dompetnya yang tidak terlalu tebal, juga tidak terlalu tipis. Ia dengan cepat memasukkan dompet beige itu ke saku celananya, lalu memasukkan ponselnya ke saku celana yang lainnya. Ia bercermin sebentar, merapikan rambutnya yang masih agak basah dengan sisir. Diliriknya jarum pendek jam beker kecilnya yang hampir menunjuk angka delapan, lalu ia langsung melesat, tak ingin terlambat.

Sena memakai sepatu kanvasnya dengan terburu-buru, lalu berpamitan pada ibunya sebelum kembali melesat membuka pagar rumah sederhananya. Dengan langkah yang pendek-pendek namun cepat—hampir berlari—pemuda berambut cokelat itu memulai perjalanan pertamanya di liburan musim panas. Melangkah cepat menuju stasiun, Sena mulai bertanya-tanya mengapa Mamori dan Hiruma meminta seluruh anggota Deimon Devil Bats kelas dua untuk berkumpul di clubhouse hari ini. Jangan bilang Kak Hiruma mengatur camp musim panas kali ini. Hiii bisa gawat … padahal aku sudah sengaja meliburkan latihan di minggu pertama libur musim panas, agar kami bisa berlibur sebentar sebelum latihan intensif. Gawaat, Sena membatin.

.

—Someone Behind the Door © karin-mikkadhira—

.

Atap gedung SMU Deimon sudah terlihat, kira-kira sekitar seratus meter di depan. Namun pemuda berkaki bengkok itu masih merutuk sambil memakan pisang bekalnya. Pemuda itu melangkah dengan penuh nafsu, mungkin efek hawa panas yang tidak tanggung-tanggung di musim panas kali ini. Dikuasai oleh nafsu dan rasa kesal, pemuda yang agak mirip monyet itu membuang kulit pisangnya sembarangan, asal lempar, persis seperti kelakuan monyet yang sedang kesal.

"Yang benar saja, mukya! Aku merasakan firasat buruk, bisa-bisa rencana liburanku bersama Sena batal! Berkumpul di hari libur seperti ini, sungguh mencurigakan, mukya!" rutuknya sambil menendang-nendang kerikil.

"Mon—"

Gubrakk!

Pemuda berkaki bengkok itu menghentikan langkahnya, lalu menoleh, merasa ada yang memanggilnya. Namun yang didapatnya adalah seorang pemuda berambut cokelat yang terjerembab mencium aspal. Ia mengedip-ngedipkan matanya, memastikan bahwa pemuda berambut cokelat itu adalah seseorang yang dikenalnya.

"Sena? Kamu kenapa, mukya?" tanyanya seraya menghampiri pemuda berambut cokelat yang ternyata sahabatnya itu, Sena Kobayakawa.

"Aduuh, Monta, lain kali ja-jangan buang kulit pisang sembarangan dong," jawab Sena sembari berusaha bangkit. Matanya masih berkunang-kunang karena ia terpeleset dan terjerembab cukup keras.

"Mukyaa? Ah, maafkan aku Sena, aku sedang kesal tadi, tidak akan kuulangi deh," ujar pemuda berkaki bengkok yang dipanggil Monta tersebut. Ia membungkukkan badan sembilan puluh derajat sambil menangkupkan tangannya, meminta maaf kepada sahabatnya yang beriris hazel itu.

"Baik, baik, aku tidak apa-apa kok," balas pemuda hazel itu sambil menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya yang sama sekali tidak gatal—kebiasaan. "Memangnya kau kesal kenapa, Monta?"

"Yah, tidak apa-apa sih, hanya saja aku sedang menikmati hibernasiku di liburan musim panas ini, eh malah dipanggil Kak Hiruma, mukya!" jawab Monta dengan nada tidak puas.

"A-aku juga khawatir Kak Hiruma merencanakan sesuatu, pa-padahal kita kan sudah ada rencana liburan di akhir minggu ini," ujar Sena dengan nada cemas dan grogi.

Tanpa terasa mereka berdua sudah memasuki SMU Deimon dan sampai di depan clubhouse. Suasana begitu tenang dan sepi, yang terdengar hanya cicitan burung dan suara jangkrik yang menyambut musim panas.

Monta pun secara refleks membuka pintu clubhouse yang rupanya memang tidak terkunci sembari membalas kalimat Sena sebelumnya, "Pokoknya aku tidak terima kalau setan itu—"

Drrt! Drrt! Drrrtt!

"Mukyaa!"

"Hiii!"

Hujaman peluru BB dari balik pintu mengejutkan kedua sahabat itu, mereka bahkan sampai terlompat-lompat karenanya. Sementara yang menembak hanya menyunggingkan seringai setannya yang khas—seperti biasa, tanpa rasa belas kasih menakut-nakuti juniornya yang berkata sembarangan. Duduk di kursi tengah dengan kaki disilangkan di atas meja judi milik clubhouse, ia mengangkat senapan kesayangannya untuk menggertak.

"Kekeke, kalian membicarakan aku, Bocah-bocah Sialan?" Dia yang memegang senapan, Sang Komandan Neraka, Youichi Hiruma, menyambut kedua juniornya dengan kikihan khasnya.

"Hiii ti-tidak…." jawab Sena tergagap. Sementara itu, sebagai pihak yang memang membicarakannya di depan pintu tadi, Monta hanya membungkuk sambil menggelengkan kepalanya berkali-kali.

"Sudah, sudah, ayo duduk dulu, Sena, Monta. Santai saja dulu sabil menunggu yang lain datang." Tiba-tiba suara lembut malaikat terdengar dari balik sang komandan neraka. Sambil membawa nampan berisi dua cangkir es teh dan dua potong carrot cake untuk kedua juniornya, malaikat beriris safir itu menyunggingkan senyum malaikatnya.

Sena dan Monta hanya terbengong-bengong dengan mata berbinar saat melihat malaikat penyelamat mereka, Mamori Anezaki. Setelah merayakan kebahagiaan mereka dengan terbengong-bengong sebentar, mereka pun menempati kursi yang masih kosong dan segera menikmati snack pagi hari yang telah disajikan Mamori.

Pemuda bermata hazel itu mengedarkan pandangannya sambil melahap carrot cake buatan mamori yang tak kalah dengan buatan patissier ternama. Clubhouse itu masih sepi, baru Sena, Monta, Mamori, Hiruma, dan Yukimitsu yang sudah datang—oh, serta Ishimaru, ia duduk di kursi pojok, membuatnya semakin tak terlihat, padahal aura keberadaannya saja sudah tidak terasa. Iris hazel Sena kini menatap jam dinding clubhouse yang jarum pendeknya hampir menunjuk angka sembilan. Pemuda berambut cokelat itu menghela napasnya pelan, bersyukur karena dirinya tidak terlambat. Menurut SMS yang diterimanya, seluruh anggota Deimon Devil Bats yang seangkatan dengannya harus berkumpul di clubhouse pukul sembilan. Sekarang Sena tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada teman-temannya jika pukul sembilan mereka belum sampai juga.

Drap drap drap!

"Eh? Suara apa itu?" tanya Monta penasaran. Ia yakin mendengar suara seperti langkah kaki yang cukup keras.

"Suara apa, Monta?" Yukimitsu bertanya. Ia yakin tidak mendengar apa-apa.

"Ha! Haa! Haaa!"

"Funnurabaa!"

"Ohohoho~"

"Yaaa!"

"Tuh, kali ini kalian pasti mendengarnya kan?" ujar Monta. Ia benar-benar yakin telinganya tak salah dengar ketika ia mulai mendengar suara-suara aneh entah dari mana.

Sementara itu Sena yang masih kebingungan hanya celingukan saja. Sekilas ia melirik Hiruma yg kembali menyunggingkan seringainya. Secara refleks pemuda hazel itu mengalihkan pandangannya ke arah jam dinding yang jarum pendeknya sedikit lagi menunjuk angka sembilan, dan jarum panjangnya hampir menyenggol angka dua belas. Ia menoleh ke arah pintu, merasakan sesuatu akan muncul dari balik pintu, dan—

Braakk!

Tik! Jarum panjang milik jam dinding clubhouse berdetik, tepat menunjuk angka dua belas. Bersamaan dengan itu, pintu clubhouse didobrak oleh sekelompok orang yang sekarang bertumpuk-tumpukan di depan pintu masuk. Haha Brothers berada di posisi paling bawah, tak mampu bersuara karena tertimpa oleh Kurita yang beratnya lebih dari seratus kilogram, sementara Taki ada di atas Kurita, tetap berpose dengan gaya prince gentle-nya, dan di atasnya ada sang adik, Suzuna, mendudukinya dengan wajah bahagia.

"Yaaa! Aku tidak terlambat kan?" tanya Suzuna tanpa memperhatikan kondisi orang-orang di bawahnya.

"Ha…."

"Haa…."

"Haaa…" Haha Brothers seperti menghela napas berat sekali. Ditimpa Kurita, Taki, dan Suzuna, ketiga berandal Deimon ini sudah no strength, nyawa mereka bagai keluar perlahan dari mulut mereka, melayang meninggalkan tubuhnya.

"Kekeke, karena semuanya sudah berkumpul, lebih baik kalian cepat duduk di kursi kalian, Anak-anak Sialan! Atau kalian mau lari keliling lapangan dengan Cerberus?" tanya commander. Tentu saja setiap kata yang keluar dari bibirnya, bersama dengan seringai setannya mampu mengintimidasi mereka yang baru datang. Dengan sigap mereka yang tadi bertumpukan di depan pintu langsung berdiri dan menempati kursi masing-masing, walaupun nyawa mereka belum kembali terkumpul sepenuhnya—kecuali Suzuna, tentunya.

Mamori dengan cepat menyiapkan morning snack untuk mereka yang baru datang. Tak perlu berlama-lama, carrot cake dan es teh sudah tersedia di hadapan masing-masing orang. Tak lupa Mamori menyiapkan iced macchiato untuk commander yang memang sangat menyukai kopi. Bahkan di musim panas ini pemuda bertelinga elf itu tetap meminum kopi, walaupun iced coffee. Setelah Mamori selesai dengan pelayanannya kepada para anggota Deimon Devil Bats, ia duduk di kursinya, di pojok kanan samping Hiruma. Gadis safir itu menunggu para anggota selesai dengan snack mereka, lalu mulai berdehem, membuat semua mata fokus tertuju pada gadis safir itu.

"Em … pertama-tama kami—khususnya aku ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada semua yang mau datang hari ini, sepagi ini pula, maaf soal itu, karena aku hanya … err … diperintahkan Hiruma seperti itu," ujar Mamori sambil melirik pemuda blonde di sampingnya dengan tatapan aku-sebenarnya-tidak-sudi-tapi-kalau-kamu-yang-menyuruh-yaa-bagaimana.

"Eh … ee … ma-maaf memotong," ujar Sena, "ta-tapi kenapa yang hadir tidak semuanya? Di mana Komusubi dan Kak Musashi?" Sena bertanya denga terbata-bata.

"Ah, kalau Komusubi, dia sudah berjanji akan membantu pekerjaan ayahnya sebelum latihan intensif musim panas dimulai, jadi dia tidak bisa datang hari ini." Kurita yang menjawab. Meski Kurita sudah kelas tiga, ia tetap dekat dengan juniornya yang pantang menyerah itu.

"Dan Musashi-kun juga banyak pekerjaan, jadi dia tidak bisa datang hari ini, dan mengikuti acara kita kali ini. Tapi besok dia akan datang untuk membantu persiapan," ujar Mamori lembut.

"Ohoho, memangnya ada acara apa sih? Kalau kontes sudah pasti aku yang me—uff!" Taki angkat bicara, namun adiknya yang manis memotong kalimat tidak pentingnya begitu saja.

"Yaa! Mamo-nee jelaskan saja semuanya sekarang!" ujar Suzuna. Agaknya gadis berambut biru tua ini mencium bau petualangan yang mengaktifkan pusat rasa penasarannya.

"Arigatou, Suzuna. Sebenarnya sebelum menjelaskan alasan mengapa kami meminta kalian berkumpul di sini hari ini, aku ingin menanyakan sesuatu dulu," ujar Mamori, tetap dengan senyum malaikatnya, namun dengan intonasi yang menyiratkan keseganan. "Untuk yang kelas dua, kalian ada rencana berlibur minggu ini?" tanya gadis beriris safir itu pada akhirnya.

"Kalau berlibur sih, aku inginnya berlibur ke Ameri—uff!" Lagi-lagi Taki menjadi orang pertama yang membuka mulut, dan lagi-lagi adiknya memotong kalimat nonsense-nya.

"Yaa, aku dan kakakku sih tidak ada rencana untuk berlibur," jawab Suzuna sambil terus membungkam mulut kakaknya.

"Menggambar doujinshi untuk majalah Shounen Bump," jawab Togano.

"Aku … mungkin jalan-jalan ke Shibuya, Akihabara, Ginza, atau ke tempat lain," jawab Juumonji.

"Ke game center," jawab Kuroki.

"Se-sebenarnya … aku dan Monta … be-berencana untuk berlibur bersama…." jawab Sena terbata.

"Benar, mukya! Aku dan Sena berencana untuk bertualang selama dua hari satu malam di Osaka, mukya!" Monta menambahkan.

"Begitu, ya. Ehm, sebenarnya alasan kami meminta kalian untuk datang dan berkumpul di sini, adalah karena kami, siswa kelas tiga, merencanakan sebuah acara liburan untuk kita, anggota Devil Bats generasi satu, kelas dua dan kelas tiga." Yukimitsu menjelaskan dengan lantang. Sejak kelas tiga Yukimitsu memang menjadi lebih percaya diri.

"Liburan?" Semuanya serentak bertanya-tanya. Mereka sama sekali tidak pernah memikirkan tentang liburan Devil Bats atau semacamnya.

"Iya, Anezaki akan menjelaskan teknisnya, silakan." Yukimitsu pun mempersilakan Mamori untuk menjelaskan hal-hal teknis dari liburan yang dimaksud. Gadis pecinta creampuff itu mengeluarkan catatan kecil dari saku roknya, berjaga-jaga agar tidak ada satu hal kecil pun yang tidak dijelaskannya.

"Baik, jadi begini, Hiruma memiliki—entah dari mana ia mendapatkannya—sebuah pulau pribadi dengan sebuah villa yang cukup besar di pulau itu. Pulaunya kecil, dan hanya ada satu bangunan yang berdiri di pulau itu—villa itu. Hiruma meneleponku, awalnya ia merencanakan summer camp untuk anggota Devil Bats generasi dua di sana. Namun aku dan Yukimitsu-kun menawar, sehingga akhirnya kami merencanakan liburan Devil Bats ini." Mamori menjelaskan dengan detail.

"Benar, awalnya kami ingin membatalkannya karena Musashi dan Komusubi tidak bisa ikut, namun kami sudah mempersiapkan segala-galanya. Akhirnya kami memutuskan dengan berat hati untuk tetap melanjutkan acara ini." Yukimitsu menambahkan dengan intonasi yang agak berat. Rasanya memang tidak enak karena tidak semua anggota bisa ikut. Tapi pihak panitia sudah meminta izin pada Musashi dan Komusubi, dan mereka berdua berkata tidak apa-apa meskipun tidak ikut.

"Rencananya kita akan berangkat dari Pelabuhan K dengan kapal pribadi Hiruma, dan menginap tiga hari dua malam di villa. Soal makanan, aku yang urus, dan aku bisa minta bantuan Suzuna juga jika Suzuna setuju dan ikut. Rancangan agendanya ada amefuto pantai, berenang, BBQ party, juga game seru berhadiah di villa, semuanya sudah kami persiapkan. Dan untuk biaya, tenang saja, karena semua ditanggung oleh Hiruma!" Mamori menjelaskan detail kegiatan yang akan dilakukan pada liburan spesial Devil Bats ini.

"Gratis?" Lagi-lagi semuanya serentak bertanya-tanya. Siapa coba yang tidak mau berlibur dengan kapal pribadi, ke villa pribadi, di pulau pribadi pula, dan gratis?

"Ini serius?" Togano bertanya, masih tidak percaya.

"Liburan pribadi?" Juumonji membulatkan matanya mendengar segala hal yang berbau pribadi.

"Gratiss?" Kuroki memonyongkan bibirnya, benar-benar terkejut dengan kalimat Mamori yang menyatakan bahwa seluruh biaya ditanggung oleh Hiruma.

"Cih! Dasar sialan! Kalau aku yang bayar saja kalian mau," rutuk Hiruma. Padahal ia memang tidak keberatan, toh dengan buku catatan hitam miliknya, semuanya akan beres.

"Kurasa semua yang hadir di sini sudah menyetujui rencana ini, mukya!" ujar Monta yakin.

"Bagus kalau begitu!" ujar Mamori senang. "Kami jamin liburan musim panas Devil Bats ini pasti akan menyenangkan! Aku, Yukimitsu-kun, dan Hiruma sudah mengatur game yang seru, Kurita-kun dan Musashi-kun juga sangat membantu untuk urusan logistik dan setting permainan!" Gadis beriris safir itu terdengar sangat gembira.

"A-aku juga membantu," ujar seseorang yang suaranya baru terdengar sekarang. Mungkin ia salah memilih tempat duduk, karena duduk di pojok, di samping Kurita, membuatnya benar-benar invisible.

"Benar! Ishimaru-kun juga membantu banyak!" ujar Yukimitsu seraya mengacungkan jempol ke arah Ishimaru yang tersembunyi di samping Kurita. Walaupun dia ikut, bisa-bisa kami tidak menyadari kehadirannya di sana, batin yang lain.

"La-lalu, kapan kita akan berangkat?" tanya Sena. Ia mulai tertarik dengan liburan musim panas bersama Devil Bats ini.

Sang Commander of Hell menyeringai lebar, "Kekeke, besok," ujarnya.

Sesaat ruangan clubhouse yang terasa semakin luas dari tahun ke tahun tersebut tenggelam dalam sunyi. Ketika sang komandan menyelesaikan kalimatnya, sontak para prajuritnya terdiam bagai menerima perintah yang berat. Sungguh, hanya cicitan burung dan suara jangkrik yang terdengar, juga sesekali terdengar dengungan serangga musim panas yang berseliweran.

"BESOK?"

.

—Someone Behind the Door © karin-mikkadhira—

.

Crrssh.

Pemuda itu membasuh wajahnya yang berkeringat dan sedikit berminyak. Air yang mengalir dari keran wastafel di rumahnya memang yang paling segar. Rasanya ingin terus mencuci muka atau berdiri di bawah shower seharian. Pemuda itu mengambil handuknya, lalu mengelap wajahnya yang berminyak itu—ia sedang tidak ingin mencuci muka dengan sabun cuci mukanya sekarang. Setelah wajahnya cukup kering, pemuda itu mendongakkan wajahnya, menoleh sedikit ke kiri dan ke kanan, lalu menatap pantulan wajahnya sendiri dalam cermin. Aneh—pemuda itu bukan tipe orang yang sering memandang dirinya sendiri melalui cermin. Biasanya ia hanya bercermin sebentar untuk memastikan wajahnya tidak kusut sebelum pergi—itupun hanya sekian detik.

"Liburan di pulau pribadi, huh?"

Pemuda itu membatin, sambil memandangi pantulan wajahnya di cermin dengan sorot mata yang ... berbeda.

"Mungkin akan menjadi permainan yang menyenangkan, eh?"

Pemuda itu meraih gunting di tempat peralatan berbentuk tabung yang ada di pojok wastafel. Ia mengusap-usap gunting itu—tidak wajar, sangat tidak wajar. Lalu ia kembali menatap pantulan dirinya di cermin dengan gunting—yang entah kenapa terasa lebih berbahaya di tangannya.

"Kira-kira ... siapa yang akan pulang dengan selamat?"

Pemuda itu tersenyum—aneh, lalu mengembalikan gunting itu pada tempatnya. Kemudian ia melangkah menuju kamarnya, dan menghilang di balik pintu kamar berwarna cokelat itu.

.

Be prepared! The mystery hasn't begin yet...

.

| TSUZUKU, |

.

A/N: new multichapter series from me :") untuk yg maksa saya bikin multichapter, ini, maaf kalau jelek :") project multichapter terakhir untuk event, dan terakhir sebelum hiatus panjang :") mungkin pembaca sekalian bakal nggasuka karena saya membuat alter-ego yg sangat ooc dari seseorang di sini :") but I just want to present you a simple mystery—

terima kasih untuk segala apresiasi!

.

| Review? |