Pada awal mula sang sennin legendaris menapakkan kakinya diatas dunia, keadaan bumi begitu memprihatinkan. Selimut abadi bumi adalah lautan pasir putih yang dingin. Setiap kali Rokudo Sennin melangkahkan kakinya demi menyebarkan ajaran 'shinobi'-nya, ia selalu merintih akan dinginnya landasan kakinya. Pasir berwarna mutiara itu menusuk kakinya dengan kasar, mengirimkan radang dingin ke seluruh penjuru bagian tubuh sang sennin. Hanya satu pikiran yang terlintas dibenaknya; bukan tentang pengajaran dan bukan juga mengenai 'sudah saatnya membuat bulan', melainkan: aku membutuhkan sahabat.
Pada masanya, kaum manusia masih berupa makhluk barbar kanibal yang tak bisa dipercaya atau berharga untuk disebut 'teman'. Semakin dalam ia memikirkannya, kesadarannya menghilang dengan semakin cepat. Rokudo Sennin merasakan dirinya semakin membeku sebelum akhirnya perasaan itu digantikan dengan perasaan hangat pada wajahnya. Ketika ia membuka mata, sepasang ekor anjing menyambutnya. Keduanya tersenyum, menawarkan kehangatan, daging bakar, dan semangkuk air jernih.
Setelah sekian lama ia hidup dan menempa kemampuan shinobi-nya, baru pada saat ini ia merasakan kehangatan yang tak bisa dipungkiri lagi kenikmatannya. Ia merasa bersyukur masih bisa hidup.
Semenjak saat itu juga, Sho sang alpha, beserta istrinya Ni, adalah sepasang serigala/anjing sahabat seperjalanan Rokudo Sennin yang begitu loyal. Mereka menjadi simbol kesetiaan yang takkan pernah tergantikan. Rikudo Sennin memberi mereka berdua nama keluarga. Berterima kasih karena telah membawa dan menyelamatkannya ke lembah berbukit hijau-hijauan yang belum pernah dijumpainya, ia menamai mereka : Inuzuka.
Canis Loyalis
Kiba's Journey, Naruto a fic
Fic by Crow
Naruto © Masashi Kishimoto
Canis Loyalis. Ya, itulah Kiba. Bisa diumpamakan bagaikan species anjing yang baru; memiliki seluruh sisi positif seekor anjing, dengan nilai-nilai kesetiaannya, dia juga merupakan seorang shinobi-nin yang sangat peduli sesama. Nama lengkapnya Kiba Inuzuka; usia 23. Seorang jounin dari klan pelacak terhandal milik Konoha, Inuzuka. Walau bersaing ketat dengan klan tipe pelacak lain seperti Hyuuga elit dan Aburame yang misterius, Inuzuka dikenal sebagai klan penyayang hewan dan merupakan anggota masyarakat yang sangat bersahabat. Persis seperti sifat-sifat dasar dari Kiba yang perhatian, mereka sebenarnya tidak begitu nyaman diperlakukan demikian. Mereka lebih suka dilihat sebagai salah satu klan Konoha paling setia tanpa embel-embel apapun. Karena untuk membaur dengan baik, tidak dibutuhkan apapun kecuali kejujuran dan rasa perhatian.
Benar sekali. Jika berbicara mengenai Kiba, ada beberapa sifat menonjol miliknya yang begitu luar biasa ketimbang orang lain; itu adalah sifat panasan, mulut besar, rasa sayangnya pada aniing, dan...kesetiaan serta kepeduliannya.
Disana dia berebahan diatas ladang berumput training ground 29 milik Konoha. Sejak dulu, lebih dari sepuluh tahun yang lalu, ini memang merupakan lokasi pribadi Tim Kurenai untuk meluangkan waktu luang dan berlatih. Jika mereka sedang tidak melakukan apapun, mereka akan berkumpul disini.
Kiba masih ingat-memori itu masih nampak begitu jelas untuk diputar ulang olehnya. Hinata biasanya mencangkung disebelah sana dekat danau biru berwarna langit, melihat serta memperhatikan pertumbuhan dafodil dan mawar yang memang sengaja ditanam Kurenai-san dan dirinya. Dafodil dan mawar masing-masing merupakan bunga favorit Hinata dan Kurenai. Berbeda dengan mereka berdua, Shino lebih senang memperhatikan aktifitas lebah pekerja disekitar sini. Hampir setiap hari juga ia mencatat perkembangan para lebah serta kesehatan sang ratu lebah. Alhasil Shino sudah bisa memetik hasil kerja kerasnya. Ia memiliki produksi madu sendiri dengan label nama Madu Shino. Tentu saja Kiba sempat menertawakan nama merek payah sahabatnya itu, tapi dengan cepat madu Shino mendapatkan ijin depkes Konoha dan 'ISO dua jempol' langsung dari nona Tsunade. Kiba berhenti menertawakannya...
Kiba sudah cukup senang dengan hidupnya. Menjadi jounin merangkap 'tokujo'-ninja senior spesialis-bidang perburuan shinobi pelarian. Ia mendapatkan rekomendasi untuk menjadi ANBU sebelum menolaknya dalam sepersekian detik. Dia tidak cukup baik dalam menggunakan 'topeng'. Apa yang orang lihat dari dirinya, itulah dirinya. Sekali lagi, sebagai penekanan, Kiba sudah cukup senang dengan hidupnya. Namun terkadang ia merasa tertinggal dari sahabat terdekatnya, Shino dan Hinata.
Menjadi penerus sukses Aburame, Shino kini merupakan kepala klan pengendali serangga terbaik Konoha. Shino dan para orang atas tidak pernah mengatakannya, tapi selain Neji, Shikamaru, dan Sasuke, Shino juga merupakan prodigy jenius ratusan tahun sekali dari keluarga Aburame. Ada kemampuan tersembunyi spesifik yang selalu ia sembunyikan. Jujur saja, Kiba tak terlalu memikirkannya. Shino 'pun begitu. Asal mereka masih bisa bersahabat, itu sudah lebih dari cukup. Shino menghormati Kiba-sangat, untuk pengertiannya.
Shino juga sudah menikah, tentu saja. Demi mengikat keturunannya menjadi pengguna serangga yang murni, pernikahan Shino diatur dengan kerabat jauhnya dari desa Kusa. Hm, gadis yang cantik dan ramah, kalau Kiba boleh berkomentar. Tidak bermaksud menyinggung klan Aburame, sepertinya klan serangga dari luar lebih suka berpenampilan 'biasa'. Terbukti dari rupa Anzu Tokagero-Aburame, istri Shino, yang begitu bersahabat dan murah senyum. Dan lagi, ia merupakan pengendali kupu-kupu-serbuk racun, kuchiyose, dan lain-lain.
Segalanya berubah begitu sempurna semenjak perang dunia shinobi keempat enam-tujuh tahun yang lalu. Beberapa tahun setelahnya, akhirnya, Hinata bisa 'berjalan' berdampingan bersama dengan Naruto... Jika Kiba tidak salah ingat, ini hampir memasuki perayaan satu tahun jadian mereka. Kiba tertawa sendiri, sambil mengkhayal kearah langit. Dasar Hinata, ia begitu nampak bahagia belakangan ini; Kiba tidak bisa tidak terbawa kebahagiaannya. Memang memakan waktu cukup lama bagi Naruto untuk akhirnya 'ngudeng' dengan niat Hinata. Si pirang brengsek benar-benar sekeras beton kulit kepalanya. Sepanjang tahun ia menjadi model dari perdamaian dan masa depan cerah dunia shinobi, membuatnya sering berkunjung ke negara-negara shinobi tetangga. Gelar Hokage sungguh-sungguh sudah berada didepan matanya. Syukurlah untuk mereka berdua dalam berbagai arti.
"Sedang apa kau...tertawa sendiri seperti itu?" Suara Shino membuyarkan bayangan Kiba. "Dengan usiamu sekarang...jika ada siswi akademi melihatmu, kau pasti akan dikira om-om mesum."
"B-berisik kau, Shino!" Kiba bangkit dari tidurannya, mengejutkan seekor anak anjing yang tengah terlelap diatas dada Kiba. Ia mengeluarkan lengkingan kecil. Akamaru menghampiri dan menjilati sisi pipi putrinya. "Ups, maafkan 'paman', Tsubaki. Apa tadi, Shino?! Mau ngajak berantem, ya! Daripada itu, apa-apaan buku yang kau baca itu?!"
"Hm? Ini? Tidak, aku dan Anzu tengah memikirkan untuk..." Kiba tak bisa melihatnya-tak pernah bisa bahkan sedari dulu melihat raut malu Shino secara langsung. Cuma dari gerak-geriknya ia tahu bahwa Shino 'agak' tidak nyaman dengan topik ini. Shino akhirnya menghela napas menyerah. "Baiklah, Kiba. Kau menang. Ini buku tentang merawat anak. Aku dan Anzu sedang 'berusaha' dan bersiap-siap."
Tiba-tiba wajah Kiba berubah. Raut emosinya melembut, dan kedua matanya terasa berair. Kiba adalah seorang sahabat setia. Ia mengucek sebelah matanya sesaat, dia pikir mungkin air matanya telah menetes sedikit. "Sial, Shino...kau sudah siap untuk 'fase' kehidupan berikutnya, ya." Akamaru memberikan gonggongan semangatnya pada Shino. Putri kecilnya yang diturunkan warna cerah ayahnya ikut menggonggong kecil. Kiba tertawa mendengarnya. Ia memiliki kebiasaan untuk selalu mengartikan perkataan Akamaru kepada siapapun yang tak bisa 'berbicara' dengan seekor anjing. "Katanya, 'selamat Shino! Memiliki anak adalah merupakan berkah.' Memang sih Akamaru kelihatan gembira terus dua tahun ini."
Shino tersenyum. Senyuman lebar bersahabat yang hanya pernah diberikannya pada Kiba dan Hinata dan Kurenai-san. " Terima kasih, Akamaru. Lalu...Kiba,"
Mood Kiba merendah sedikit. Ia mengangkat sebelah alis matanya, sebelum akhirnya menutup dan melayangankan kedua lengannya kebalik kepala. "Aku tahu apa yang akan kau katakan. Klan, mencari 'rekan' hidupku sendiri, menikah, blah blah blah,"
Shino menutup bukunya, memberikan perhatian penuh yang dapat seorang Shino berikan. "Kau sudah membantuku begitu banyak. Kini giliranku membantumu. Katakan apa saja yang bisa kubantu. Kau tahu kau bisa mengandalkanku."
Kiba melirik wajah Shino dalam diam; ia tersenyum. "Trims, Shino. Aku tahu aku bisa mengandalkanmu; kau tidak perlu mengucapkannya." Itu tentu saja karena hubungan berkualitas mereka selalu 'ada' disana. Sesering apapun mereka cekcok, dari berebut posisi kapten Tim Kurenai sampai masalah pemandian onsen; mereka tak bisa berdusta bahwa mereka adalah sahabat terbaik. "Jadi...sudah mau pulang?" Shino mengangguk, kembali memasang tudung kepalanya. "Baiklah, salamku untuk Anzu, ya. Sekali-sekali bawa dia kesini."
"Tentu saja," Jawaban Shino terdengar seperti masih memiliki kelanjutan. Kiba memutuskan untuk menunggu, namun Shino tak kunjung buka suara.
"...Apa?"
"Sayang Hinata tidak bisa menemui kita minggu ini." Walau pertemuan reguler mereka diadakan seminggu sekali, ketika kau sudah dewasa kau akan menyadari bahwa jarak renggang yang sesungguhnya antar sahabat mulai terbentuk. Masa sulit tiba, dan masa-masa menyenangkan selamat tinggal saja. Ketika kau meluangkan waktu dan berpikir sejenak mengenai hal itu, kenyataan itu akan membuatmu sedih.
Kiba mengangkat kedua bahunya, memberikan senyuman terbaiknya. Mata Shino selalu tajam dari balik shades miliknya. Selalu. Kiba tengah bersedih. Ia cukup tahu itu. "Jangan terlalu dipikirkan. Kau punya buah hati yang akan segera kau asuh. Cepat atau lambat, kasarnya, kita bertiga memang akan semakin terpisah."
Ada serangkaian introspeksi dan perefleksian secara tidak langsung dari akhir kata-kata Kiba. "Kau sudah menentukan 'pasangan', sobat?" Ketika Shino menggunakan kata 'sobat' pada Kiba, itu adalah saat-saat dimana Kiba membutuhkan bahu untuk menopangnya berdiri.
"Aah...aku tidak bisa 'mencari' secepat itu, Shino. Ibu dan Hana juga tak menyudutkanku. Tapi sejauh kulihat, Hana bisa segera menggantikan ibu menjadi alpha klan." Kiba tersenyum, taringnya kelihatan. "...Tidak usah mengkhawatirkanku, sialan. Tidak seperti dirimu saja!"
Namun Shino mengkhawatirkannya, sedari dulu, walau ia tidak mengatakan atau menunjukkannya. Sama seperti Hinata, terkadang Kiba butuh masukan yang bisa mengoreksinya. Bagaimanapun juga dia terlalu meledak-ledak dan itu bisa berbahaya sebagai seorang shinobi. "...Kau sudah menghubungi Hinata?"
"Hm. Sekali-sekali. Dia lagi sibuk-sibuknya dengan latihan intens sebagai pewaris Hyuuga. Penyerahan kekuasaan klan Hyuuga tahun ini 'kan? Jadi, yea...dia sibuk."
"...Sibuk dengan Naruto juga."
"Yep!" Jawab si beta Inuzuka, cepat dan tanpa jeda. "Sudah sore Shino. Sebaiknya kau pulang sekarang."
"Aku mengerti. Mari, Kiba."
Kiba mengangkat kedua alis dan tersenyum menampilkan sepasang taring dominannya. Ketika ia melihat Shino sudah tak bisa dilihatnya lagi, Kiba kembali merebahkan dirinya diatas rumput gemerisik akan angin sore hari. Langit merah berdarah sudah semakin menggelap di ufuk sebelah timur. Suara desiran danau berbisik lembut, suara tarian bunga berbisik merdu di telinga Kiba. Hidung sensitifnya membaui aroma serangkaian bunga, aroma madu, bau lebah pekerja yang tiada henti mondar-mandir, aroma masa lalu, aroma Hinata dari dafodil, dan aroma kesedihan. Hm, aroma Hinata?
Akamaru kembali memberikannya lengkingan pelan pada partner-nya. "Hmph! Bener banget. Berbicara dengan Shino membuatku serasa ditelanjangi. Dasar si brengsek itu." Akamaru membalas. "...Aku tidak mengatakan kalau dia salah, sobat." Kiba mengelus kepala Akamaru, sahabat paling setianya sedari dulu. "Aku cuma ingin bilang...pilihan kriteria pasangan yang kuinginkan mungkin akan sedikit susah ditemui 'sekali lagi'."
'Dasar kau pemilih.' Komen Akamaru dengan pelan.
"B-brisik! Aku tidak butuh Shino dan Hana kedua, tahu!" Kiba, merasa tersudut oleh partner setianya, membalas sekuat yang ia bisa. "...Ya sudahlah, lagipula aku tidak bisa melakukan apapun. Memang sudah seperti ini adanya. Hei, sudah semakin sore. Antar Tsubaki pulang."
Tsubaki mengeluarkan gonggongan mungil-semungil tubuh putih siberian husky turunan ibunya. Walau bedanya, ibunya adalah petarung yang handal dan bertubuh tak kalah besar dari Akamaru. Kiba masih belum yakin, apakah akan melatih Tsubaki untuk menjadi seekor anjing ninja atau tidak. Ini membuat Kiba bingung. Dilain pihak ia ingin memelihari Tsubaki sebagai anjing biasa, namun bagian lain hatinya berkata bahwa 'bunga' secantik apapun dapat bertarung dengan keanggunan dan ketangkasan tiada banding. Kiba belajar dan memerhatikan langsung itu dari seseorang... "Sepertinya dia masih belum mau lepas dari pamannya. Aku akan menyusul sebentar lagi, Akamaru."
Akamaru mengangguk mengerti. 'Oke, tapi jangan lupa, jam tujuh Hinagiku sudah harus memberinya ASI.'
Kiba membuang tatapan, tersenyum penuh akan niatan meledek. "Oke, oke. Kolotan 'nih ayahnya,"
Akamaru pulang setelah puas menyundul kepala Kiba dengan kuat. Akamaru juga tumbuh menjadi sosok anjing hebat. Tidak hanya setia sampai mati pada Kiba, ia begitu menyayangi istri dan putrinya. "Ketika melihatmu sekecil ini, Tsubaki, aku teringat dengan ayahmu dulu,"
Tsubaki melengking pelan, penasaran. 'Apa ayah imut sepeltiku? Atau dia memang sudah kuat sedali dulu?'
"Yaah...jujur saja, dulu dia sebenarnya seekor anjing yang cengeng. Tapi," Ingatan masa lalu menabrak kesadaran Kiba dengan brutal. Ia teringat dengan semua yang sudah ia lalui bersama Akamaru mungil, serta berbagi tawa, pengalaman, dan kesedihan dengan Hinata dan Shino. Kenapa ia menjadi sensitif sekali hari ini? Mungkin, bisa saja, karena teman-temannya melangkah maju sementara dirinya stagnat disini. Tapi bisa juga karena ia merasa kangen dengan hari-hari 'biasa' seperti itu. "Tapi kesetian tanpa pamrihnya selalu bisa membuatku bangkit berkali-kali, berkali-kali, dan berkali-kali. Ayahmu adalah sumber kekuatanku. Aku harap kamu juga bisa menemukan partner setia nantinya."
'Paman Kiba tidak ingin melawatku lagi nantinya?' Sepasang mata merah gelapnya membuat Kiba tersentuh.
"Jangan bicara bodoh begitu, gadis kecil." Kiba mengecupkan ujung hidungnya dengan hidung mungil imut milik Tsubaki. "Ada kalanya kita harus melepaskan seseorang yang kita sayang...agar ia menjadi lebih kuat, dan kita 'pun akan menjadi semakin tegar nantinya. Kau akan mengerti jika sudah cukup besar sedikit lagi."
Kiba kembali tertidur untuk sekejap dengan Tsubaki diatas dadanya.
Beberapa jam kedepan, ia akhirnya terjaga dengan air mata sebening berlian menyambut tatapannya. Sepasang mata berwarna nila yang bisa mencerminkan raut wajah liar Kiba, berapa kalipun dicobanya, bertemu pandang dengannya. Hinata menangis tersedu-sedu dengan tak tertahankan, menggigit bibir bawahnya. Setelah hampir sebulan penuh tak dijumpainya, kini dia berlutut memegang jaket kulit mantan rekan setimnya dengan sangat erat. "Kiba-kun...tolong,"
Sepasang mata Tsubaki terbuka lebar, pertama kalinya melihat seseorang sesedih ini. Perasaan mungilnya tersentuh sekaligus terpukul.
Kiba meraih bahu dan punggung Hinata secara refleks, mendekapkuatkan dada serta kedua lenganya agar bisa membuat Hinata aman dan merasa terjaga. Ia berbisik pelan sambil mendengar isak tangis gadis beraroma dafodil itu. "...Cup cup. Semuanya akan baik-baik saja, Hinata."
|Bersambung|
Berikutnya di Canis Loyalis:
"Tunggu sebentar, bukankah seharusnya kau sedang bersama Naruto saat ini?"
"I-ia...N-Naruto-kun memutuskanku...se-sesepuh juga akan segera menyusun rencana p-perjodohanku dengan bangsawan lima negara aliansi besar lainnya...t-tolong, Kiba-kun,"
AN: Woops, sepertinya Kiba punya pe-er untuk dikerjain. Kenapa Naruto memutuskan Hinata? Lalu apa rencana Kiba untuk membantu Hinata? Review! Click! Voila!
Saya berniat untuk menulis dengan santai. Jumlah kata per-chapter juga tak terlalu banyak. Saya ingin mengutamakan kualitas ketimbang kuantitas untuk yang satu ini. Mohon bantuannya ya!
Crow signed out,
Adieu!
