Yo, minna! Mira kembali lagi dengan fic yang baru! (^w^)

Fic ini Mira buat segera setelah UAS sekolah selesai!

Uhm,,, sebelumnya Mira mau minta maaf tentang kelanjutan fic Mira yang Fience of MONSTER yang sudah lama –banget- tidak update. Hal ini dikarenakan Writer Block yang melanda Mira. (u,u)

Ah, tentu saja ada alasannya! Mira sudah 3 kali mengulang menulis FOM! Naskah dari fic itu sudah 2 kali terhapus disaat Mira akan mengupdatenya. Silahkan lempar Mira dengan tomat jika readers merasa kesal. *gemetaran*

Kembali ke fic ini! Mira mendapatkan ide Ghost Prince at Library setelah menonton sebuah film dan membaca sebuah novel. Mira mau kembali aktif di FFn untuk meramaikan pair Ichihitsu yang mulai sepi tapi entah kenapa selalu tidak ada ide, karena itulah Mira sangat bersyukur saat dapat inspirasi untuk fic ini!

Yosh! Sesi curhatan selesai! Selamat Menikmati fic ini, minna-san!

Jangan lupa menampilkan review kalian, apakah fic ini layak dilanjutkan atau diberhentikan saja. Happy Reading~ (n_n)


\(^0^\)"Selamat Membaca, minna-san~!"(/^0^)/

***# Ghost Prince at Library #***

#*** Mirai Mine***#

.

Disclamer : BLEACH milik Tite Kubo-sensei. I use it just for fun.

Rated : T

Pairing : IchiHitsu

Words : 6466

Genre : Friendship and Romance.

Warning! : typo(s), Alternated Universe, Out Of Character (OOC), alur kecepatan, yaoi, Don't Like? Don't READ! I have warned you so don't blame me and this pairing!


***# Ghost Prince at Library #***


"Hantu perpustakaan ?"

Mengangkat satu alisnya, Hitsugaya menatap heran seorang siswi berambut hitam dengan mata violet di depannya. Kuchiki Rukia. Ia merupakan teman sekelas Hitsugaya. Hitsugaya sendiri baru saja akan memakan bekalnya dan beranjak keluar sebelum Rukia bercerita tentang rumor hantu yang beredar di kalangan siswa akhir-akhir ini.

"Iya, kau sering datang ke perpustakaan'kan Hitsugaya-san?" tanya gadis itu.

Mengangguk. Hitsugaya memilih duduk kembali di bangkunya dan menunda keinginannya makan siang di tempat lain. Rukia adalah wartawan dari klub koran di Karakura Gakuen, sekolah menengah atas dimana ia sedang tercatat sebagai pelajar di sana. Setiap minggu, Rukia akan mewawancarai murid-murid dan menulis topik terhangat minggu ini di koran miliknya.

Seperti sekarang, kelihatannya gosip 'Hantu Perpustakaan' sedang menjalar di sekolah ini. Dan Hitsugaya yakin kalau Rukia sedang mencari informasi dan saksi mata dari rumor hantu itu.

Meskipun masih kelas 1 SMA seperti dirinya, Rukia termasuk wartawan handal yang tidak akan menulis berita tanpa bukti, narasumber, atau saksi yang jelas. Hitsugaya yakin kalau kini Rukia menginginkannya sebagai saksi dan ia tahu kalau Rukia akan terus mengikutinya kemanapun ia pergi jika gadis itu belum mendapat apa yang diinginkannya. Gadis itu akan berubah keras kepala dalam memperoleh informasi untuk berita.

"Selama berada di sana, apa kau tidak merasakan sesuatu yang aneh?" tanya Rukia antusias.

"Hmm…tidak ada," jawab Hitsugaya malas.

"Kau yakin?" ujar Rukia, memastikan ucapan Hitsugaya.

"Sangat yakin," ulang Hitsugaya.

"Lalu apa kau pernah melihat orang bertubuh transparan, buku yang melayang sendiri atau suara-suara aneh seperti geraman ketika berada di sana?" tanya Rukia selanjutnya. Hitsugaya menggeleng, membuat Rukia mengerutkan dahinya dan mencoret beberapa tulisan di selembar kertas.

"Apa kau tidak merasa takut berada di sana, Hitsugaya-san?" tanya gadis itu lagi.

Hitsugaya mengambil nafas panjang, ia bermaksud menjawab pertanyaan Rukia sebelum sebuah suara memotong ucapannya.

"Kalau Hitsugaya yang seperti ini datang, mungkin yang akan takut malah hantunya, Rukia."

Suara lain yang memotong ucapannya dari belakang serta tangan besar yang mengacak-acak rambut putihnya, sukses membuat Hitsugaya memberikan death glare terbaiknya pada cowok berambut merah di sampingnya. Sayang usahanya tidak berhasil, cowok itu malah terkekeh geli saat melihat ekspresinya.

"Apa yang kau lakukan di sini, Abara-."

"Mengantarkan seseorang menemui adiknya~"

Terulang lagi. Seseorang dengan santainya memeluknya dari belakang dan memutuskan ucapannya.

"Berhenti memelukku, Hinamori," ucap Hitsugaya pelan tapi penuh kesabaran dengan emosinya yang sudah naik.

Di belakang Hitsugaya berdiri seorang siswi lain dengan rambut hitam bercepol dan pita warna merah di seragamnya yang menunjukkan ia berada di kelas 2. Tanpa melihat wajahnya Hitsugaya sudah tahu siapa orang ini, Hinamori Momo. Kakaknya yang selalu berusaha ia hindari saat berada di sekolah.

"Dinginnya. Padahal aku datang untuk menjengukmu, Shiro-chan," gumam Hinamori dengan bibir yang dikerucutkan seolah sedang merajuk.

CTAK!

Simpangan merah besar muncul di kening Hitsugaya, menandakan tali kesabarannya yang sudah putus. Juga menimbulkan…

"JANGAN PANGGIL AKU 'Shiro-chan' !" teriak Hitsugaya keras. Sangat keras hingga mampu membuat perhatian seluruh penjuru kelas terpusat padanya. Sedangkan yang diteriaki hanya tersenyum geli sembari melepas pelukannnya. Puas karena berhasil membuat kesal sang adik.

"Baiklah, kau ini galak sekali," ucap Hinamori, wajahnya terlihat menahan tawa akibat ulah adiknya ini.

"URUSAI!" pekik Hitsugaya emosi.

"Ngomong-ngomong kalian berdua tadi sedang bicara apa, sih? Kelihatannya serius sekali," tanya Hinamori mengalihkan topik pembicaraan dan mencueki Hitsugaya.

"Hantu Perpustakaan, banyak yang membicarakannya saat ini," jawab Rukia.

"Maksudnya hantu yang sering muncul saat jam pelajaran itu ya," celetuk Renji.

"Di kelasku juga membicarakan tentang itu, lho. Kabarnya hantu itu juga muncul seusai sekolah, saat semua siswa sudah pulang," tambah Hinamori.

"Bukan, hantu itu memang kadang-kadang terlihat saat jam pelajaran tapi ia kabarnya ia lebih sering muncul saat jam sekolah berdentang 6 kali. Tepat 60 menit setelah beli terakhir berbunyi, kurasa dengan waktu 1 jam sudah cukup membuat sekolah kosong," jelas Rukia panjang lebar dengan catatan kecil di tangannya, membuat Renji dan Hinamori kagum dengan informasi yang di dapatkan teman mungilnya itu.

Mengambil nafas panjang, Hitsugaya memilih tidak terlalu mengacuhkan ucapan 3 orang di depannya dan mengalihkan perhatiannya keluar jendela. Dimana langit biru tanpa awan terhampar luas dan lapangan sekolah di penuhi murid yang menghabiskan waktu istirahat mereka.

Hitsugaya selalu merasa perasaannya terasa tenang saat memandang langit, karena itu ia sering menghabiskan waktu makan siangnya sendirian di atas sekolah dan selalu memilih tempat yang duduk dengan jendela di kelas.

"Kyaaaaa~"

Memfokuskan pandangannya ke satu titik, Hitsugaya melihat ke arah lapangan samping gedung sekolah. Lapangan itu terletak di sebelah gedung aula dan pada jam istirahat biasanya digunakan untuk kegiatan klub olahraga.

Saat ini, gerombolan gadis-gadis tampak menyemangati seorang remaja yang tengah berlari di jalur lapangan. Seorang pemuda dengan rambut orange. Meski berada di tempat yang lumayan jauh, tentu Hitsugaya mengenali pemuda itu. Terlebih dengan rambut orange menyala yang tidak dimiliki orang lain itu.

"Wahh, Kurosaki-kun sedang berlatih ya," gumam Hinamori yang entah sejak kapan berdiri di samping Hitsugaya dan ikut mengamati lapangan. "Seperti biasanya, selalu dikerumuni penggemar," lanjutnya.

Memang benar apa yang dikatakan Hinamori. Tidak ada yang tidak tahu dengan pemuda itu. Semua murid, bahkan semua guru mengenalnya.

Kurosaki Ichigo. Beberapa bulan yang lalu ia masuk ke sekolah ini karena alasan keluarga, Hitsugaya dengar ayahnya di tugaskan menjadi kepala Rumah Sakit di kota Karakura sehingga Ichigo dan keluarganya memutuskan tinggal di kota ini.

Namun dari awal masuk di hari pertama sekolah, Ichigo sudah menarik banyak perhatian. Di hari pertama, Ichigo sudah berurusan dengan para senpai yang terkenal galak di Karakura Gakuen hingga ia di serang 15 orang sekaligus! Tapi dengan sangat mengagetkan Ichigo mengalahkan mereka semua sendirian dengan beberapa luka yang tidak terlalu serius di tubuh dan wajahnya.

Di hari kedua, Karakura Gakuen diserbu berandalan dari sekolah lain untuk mencari Ichigo. Dengan tenang sang siswa pindahan memperlihatkan diri dan menaikkan darah sang kepala geng dengan sebutan 'anak ayam' hingga di tengah sekolah terjadi perkelahian yang lagi-lagi dimenangkan Ichigo.

Tapi ketika anak-anak mulai menjauhinya dan para sensei memandang rendah padanya karena dianggap siswa bermasalah, Ichigo kembali membuat semua orang tercengang saat pertengahan semester yang diadakan sebulan kemudian setelah kepindahannya.

Sang kepala orenji berhasil memperoleh nilai peringkat pertama seangkatan! Tidak sampai di situ, Ichigo bahkan mendapat tawaran undangan masuk Universitas Tokyo ketika kepindahannya yang tidak sampai 3 bulan di Karakura Gakuen.

Kenyataan ini membuat para guru yang sebelumnya berniat mengeluarkannya menelan ludah paksa dan membuat seluruh siswa-siswi di sana beralih mendekatinya karena prestasi sang pemuda.

Selain itu kalau diperhatikan lebih teliti Ichigo juga memiliki wajah cukup tampan dan tubuh atletis yang mampu membuat semua siswi tepar di tempat saat melihatnya.

Hitsugaya memandang datar ke Ichigo yang berhasil memperoleh peringkat pertama dalam pelajaran atlentik lari sprit 2 km kali ini, sang pemuda kini menyendiri di pinggir lapangan sambil meminum air botol mineral.

Tak jauh dari tempatnya berdiri terlihat para siswi yang menonton melihatnya dengan wajah memerah, sebab kini kaus tipis yang di gunakan Ichigo sebagai baju olahraganya sementara –karena ia sendiri belum mendapat seragam olahraga sekolah- kini di basahi keringat dan membuat setiap lekuk tubuhnya tergambar sangat jelas.

Hitsugaya mendecih pelan, ia tidak suka saat tahu gadis-gadis itu mengelilingi Ichigo. Bukan karena ia cemburu atau apa tapi setahunya dulu gadis-gadis itu menjauhi Ichigo. Namun kini setelah tahu bakat tersembunyi sang pemuda mereka malah mendekatinya dan menyatakan diri sebagai fans Ichigo.

Apakah perasaan mereka semudah itu berubah?

Hitsugaya tidak menyukai gadis-gadis seperti itu. Meskipun kini Hitsugaya masih harus memikirkan ulang kata-katanya karena teman sekelas dan salah satu Nee-san nya hampir termasuk golongan gadis yang di sebutkannya tadi.

"Hei, apa kalian sudah dengar berita baru tentang Ichigo?"

Suara Rukia berikutnya membuat Hinamori dan Hitsugaya yang sebelumnya terjebak dalam pikiran masing-masing kini menoleh bersamaan dan menatapnya dengan pandangan seperti mengatakan 'apa?' hingga membuat Rukia yang mengerti arti pandangan tadi melanjutkan ucapannya sambil membuka buku kecil dengan gambar kelinci putih di sampulnya yang selalu di bawanya.

"Kabarnya Ichigo sering menghabiskan waktu istirahatnya di perpustakaan, banyak anak yang melihatnya duduk di sana. Buku yang sering di bacanya juga selalu sama, buku cerita klasik jepang," jelas Rukia rinci membuat 3 orang di dekatnya kembali terperangah dengan kemampuan wartawan Karakura Gakuen ini.

"Kurosaki-kun suka dengan cerita klasik? Romantisnya…lain kali aku akan lebih sering mengunjungi perpustakaan seperti Shiro-chan," komentar Hinamori.

"Kalau begitu, kenapa tidak kau tanyakan padanya tentang hantu itu? Dia juga sering ada di sanakan?" tanya Renji.

"Dari awal, aku sudah berniat bertanya padanya. Tapi aku selalu merasakan firasat buruk setiap mendekatinya. Kau tahu, Renji? Penggemarnya tidak membolehkanku mewawancarainya meski hanya 1 menit," jawab Rukia sambil menarik nafas panjang. Ia tidak tahu harus meminta keterangan dari siapa lagi.

'Aku tahu bagaimana rasanya,' batin Renji dan Hinamori bersamaan saat mengingat tindakan berlebihan penggemar-penggemar itu pada mereka yang sekelas dengan Ichigo saat mendekati pemuda itu dalam radius 2 meter.

"Jadi siswa seperti dia suka dengan cerita klasik? Kekanak-kanakan sekali," gumam Hitsugaya ketus, memecah keheningan yang sempat tercipta.

"Shiro-chan! Kau sendiri dulu juga sering membaca 'Legenda Tanabata' bukan ? Bahkan kau bilang ingin menjadi Orihime. Jangan mengejek Kurosaki-kun!" bela Hinamori, sedikit menjitak kepala putih Hitsugaya.

"Itu saat aku masih kecil dulu! Jangan seenaknya membongkar 'rahasia' orang!" amuk Hitsugaya dengan wajah memerah karena malu.

"Lho? Shiro-chan memang masih kecil'kan."

Seperti menuang minyak dalam api Hitsugaya yang sudah kehilangan tali kesabarannya tanpa basa-basi berdiri dan melempar kotak bekal yang di pengangnya tadi ke tengah-tengah Hinamori dan Rukia hingga mengenai tembok di belakangnya hingga retak.

Hal itu membuat semua warna menghilang dari wajah 2 gadis itu. Tidak hanya mereka tapi semua orang di kelas saat ini kehilangan semua warna di tubuh mereka saat merasakan aura gelap yang menguar dari tubuh Hitsugaya.

"Pergi dari hadapanku, kalian semua."

Suara penuh penekanan dan tatapan tajam setajam pedang milik Hitsugaya. Berhasil membuat 2 orang itu berlari ke luar kelas, bersamaan dengan Rukia dan semua anak di kelas itu yang langsung duduk dengan tertib di meja mereka.

Kalian tahu? Wajah Hitsugaya saat itu benar-benar menyeramkan hingga mampu membuat bayi yang menangis terdiam.


***# Ghost Prince at Library #***


TENG…TENG…TENG…TENG…TENG

Jam sekolah yang berdentang 5 kali di sore itu terdengar bagaikan nyanyian merdu malaikat bagi siswa Karakura Gakuen. Dengan datangnya bel itu, menjadi pertanda berakhirnya aktifitas sekolah.

Karena itu, segera setelah bel itu berdentang. Puluhan murid satu persatu keluar dari kelas mereka dan menuju gerbang. Tidak terkecuali Hitsugaya, cowok mungil ini telah selesai membereskan bukunya ke dalam tas dan bermaksud pulang.

Langkah Hitsugaya terhenti saat melihat Rukia dan Hinamori sedang menunggunya di gerbang. Dikatakan menunggu karena biasanya Rukia akan pergi ke ruang klubnya seusai sekolah.

Sedangkan Hinamori akan langsung ke gerbang bersama teman-temannya untuk sekedar jalan-jalan di stasiun atau ke tempat lain yang banyak dikunjungi anak SMA. Dan Hitsugaya sendiri, ia akan pulang sendiri ke rumahnya sendirian. Ia sangat jarang pulang dengan teman.

"Sedang apa kalian di sini?" tanya Hitsugaya curiga saat 2 orang gadis itu menghalangi jalannya setelah ia mengacuhkan mereka.

"Kami ingin pulang bersama denganmu Shiro-chan," jawab Hinamori tersenyum tipis, ia sedikit kesal juga karena tidak tahan dengan sikap dingin Hitsugaya.

"Kau keberatan?" tanya Rukia selanjutnya.

Terdiam sambil menatap kedua orang gadis di depannya, Hitsugaya menutup matanya dan berjalan melewati 2 orang gadis itu dan bergumam.

"Terserah kalian," jawabnya datar.

Tersenyum setelah mendengar jawaban Hitsugaya, kedua orang itu bergegas menyusul Hitsugaya yang berjalan duluan di depan mereka. Saat mendapat tempat di samping kanan Hitsugaya, dalam waktu singkat 2 gadis itu terlibat pembicaraan. Kadang diselingi sedikit tawa atau perdebatan.

Hitsugaya sendiri tidak mengacuhkan isi pembicaraan mereka, ia hanya mendengar sekilas kata 'rencana' di pendengarannya. Yang dipikirkan Hitsugaya, hanya cepat pulang dan berbaring di kasurnya yang empuk.

"Nee, bagaimana menurutmu Shiro-chan?" tanya Hinamori.

"Apanya?" balas Hitsugaya ketus.

"Tentang rencana tadi, kau pasti mendengar ucapan kami," ujar Rukia.

"Rencana? Maaf, tapi aku tidak mendengar ucapan kalian tadi," ucap Hitsugaya jujur.

"Eh, benarkah? Padahal kami sudah sengaja bicara keras-keras agar kau juga mendengarnya," balas Hinamori kecewa.

Hitsugaya menghentikan langkahnya dan beralih menatap Hinamori dengan tatapan seolah mengatakan sudah-kuduga-kalian-ada-maksud-tersembunyi.

"Kelihatannya kita harus memakai rencana kedua," gumam Rukia sambil meletakkan jari di dagunya dan membalik-balik catanan kecilnya, persis seperti pose seorang detektif yang sedang memecahkan sebuah kasus dengan Hitsugaya sebagai saksinya.

"Memangnya kalian ingin melakukan apa?" ujar Hitsugaya tidak tahan dengan sikap 2 gadis di sampingnya. Sementara itu Rukia menatap Hitsugaya dan menutup catatannya.

"Kami ingin minta tolong, Hitsugaya-san," ujar Rukia.

"Minta tolong?" bingung Hitsugaya. "Kalian ingin aku melakukan apa?" lanjutnya.

"Ini tentang hantu perpustakaan," jawab Hinamori.

"Kami ingin melakukan penyelidikan langsung ke TKP," sambung Rukia.

"Lalu…apa hubungannya denganku?" tanya pemuda berambut putih itu.

"Hmm….jadi begini. Shiro-chan kenal baik dengan penjaga sekolah kita Jidanbou-san bukan? Karena itu…kami ingin memintamu membujuk Jidanbou-san untuk membiarkan kami masuk ke sekolah besok mal-"

"Tidak," tegas Hitsugaya memotong ucapan Hinamori sembari melanjutkan langkahnya, meninggalkan Rukia dan Hinamori yang terdiam di tempat dan menatapnya dengan mulut terbuka membentuk huruf 'O'

"Kalau kalian menyuruhku bersikap seperti pencuri yang hendak menyusup ke sekolah malam hari aku menolak," gumamnya. Hitsugaya sudah tahu kalau ada udang di balik batu dengan 2 gadis ini, seharusnya tadi ia menolak ajakan mereka dan pulang sendiri ke rumah.

"Tapi kami perlu bantuanmu, Shiro-chan! Lagi pula kau tidak perlu masuk ke sekolah kok, aku tahu kalau kau takut gelap makanya-''

"Aku mengerti kalau Kuchiki membuatnya untuk kepentingan klub, tapi aku tidak tahu kalau kau sudah masuk klub koran, Nee-san," ujar Hitsugaya menatap Hinamori curiga. Dan kelihatannya kecurigaannya benar, sebab Hinamori langsung salah tingkah saat ia bertanya.

"So-soalnya ini juga untuk Kurosaki-kun. Dia sering ada di sana, ma-makanya aku khawatir dan ingin menyelidikinya langsung," jawab Hinamori gelagapan dengan muka sedikit bersemu.

Hitsugaya yang melihatnya jadi sweet drop. Kelihatannya Nee-san nya ini sudah mendaftar sebagai anggota klub penggemar Kurosaki tanpa sepengetahuannya.

"Kalau kubilang tidak berarti sampai akhir tetap TIDAK," kata Hitsugaya dengan penekanan pada kata terakhirnya lalu benar-benar beranjak meninggalkan 2 gadis itu. Dari pada menghabiskan waktu seperti ini, ia lebih senang pulang dan istirahat di kamarnya. Lagi pula besok sekolah libur jadi ia bisa tenang membaca buku yang seminggu lalu di pinjamnya di perpustakaan.

"…."

Seminggu? Ia sudah meminjam buku itu….7 hari yang lalu?

Segera setelah mengingat buku itu, Hitsugaya membuka tasnya dan melihat buku novel yang di pinjamnya sedang duduk manis di sana. Di ambilnya novel itu dan membaca kartu perpustakaannya di dalam buku, kedua mata emerland miliknya membulat sempurna saat melihat batas peminjaman novel itu. 5 hari.

Sudah 2 hari ia melewati batas waktu? Katakan ini bercanda….

"Hitsugaya-san kau kenapa?"

Tangan Rukia menepuk pelan bahu cowok mungil itu saat melihat Hitsugaya yang tiba-tiba berhenti berjalan dan mematung memandangi sebuah kartu dengan muka pucat. Padahal sebelumnya cowok ini berjalan terburu-buru ke rumahnya. Kenapa tiba-tiba membatu begini?

"Kartu perpustakaan? Ah, jangan-jangan Shiro-chan belum mengembalikan novel yang kau pinjam minggu lalu," ujar Hinamori membaca kartu yang di pegang Hitsugaya. Sang pemuda tetap diam, tidak merespon.

"Memangnya kenapa kalau bukunya tidak di kembalikan?" tanya Rukia penasaran.

"Kuchiki-san tidak tahu ? Perpustakaan sekolah cukup ketat, kabarnya kalau sudah 3 hari tidak mengembalikan buku yang dipinjam dari batas waktu. Nama siswa yang meminjam akan di catat di black list. Kalau sudah begitu bahkan kalau punya nilai tinggi, kenaikan kelas bisa terancam," jelas Hinamori.

"Hegh? Jangan bilang kalau Hitsugaya-kun belum…"

Rukia menghentikan ucapannya saat melihat Hitsugaya yang sudah menghilang dari tempatnya berdiri sampai beberapa detik lalu. "hah?" hanya ungkapan yang dilayangkannya saat melihat Hitsugaya yang berjalan terburu-buru ke arah sekolah.

'Apa ia bermaksud kembali ke sekolah ?' tanya Rukia dalam hati dan berlari menyusul Hitsugaya yang sudah jauh berjalan, Hinamori mengikutinya di belakang.

"Hitsugaya! Kau mau kembali ke sekolah?" tanya Rukia dengan intonasi sedikit tinggi karena yang bersangkutan sudah masuk ke halaman utama gedung sekolah. Rukia sendiri masih berdiri di halaman sekolah.

"Ya, aku tidak mau bermasalah dengan guru saat ujian nanti," jawab Hitsugaya singkat.

"Kau yakin?" tanya Rukia lagi. Ditatapnya Hitsugaya ragu saat melihat jam sekolah yang sedang bergerak menunjukkan waktu saat ini 17.30. Hanya tinggal 30 menit lagi sampai jam berdentang 6 kali.

"Perpustakaan tutup pukul 6, aku yakin guru masih ada di sana," gumam Hitsugaya yang kini akan memasuki gedung sekolah dan menoleh sebentar ke Rukia yang masih berdiri di tempat. "Memangnya kenapa?" tanyanya kemudian.

"Shiro-chan! Kau tidak takut nanti?" tanya Hinamori yang kini berdiri di sebelah Rukia.

Menatap kakaknya kesal dengan simpangan empat di kening, Hitsugaya berjalan ke dalam gedung sekolah, setelah berteriak kesal.

"Aku tidak percaya cerita itu!"


***# Ghost Prince at Library #***


Warna keemasan mendominasi cat putih bangunan yang dipakai sebagai sekolah itu. Beberapa bagian bangunan sudah tidak terkena sinar mentari lagi, bayangan gelap bangunan terhampar di belakang jalan sekolah. Membuat kesan gedung yang di siang hari terkesan ramai kini berubah layaknya bangunan kosong berhantu di film.

TAP…TAP…TAP

Bunyi langkah kecil terdengar menggema dari lorong sekolah, bunyi langkah yang beriringan dengan bunyi detik jarum jam. Sosok pemuda berambut putih terlihat terburu-buru berjalan di satu lorong menuju salah satu ruangan. Tidak di pedulikannya cahaya yang mulai meredup, atau bunyi gagak yang keluar dari sarangnya di atap sekolah. Ia hanya ingin mengembalikan buku yang dipinjamnya lalu secepatnya pulang ke rumahnya.

TAP…

Langkahnya terhenti di depan pintu besar di ujung lorong, dilihatnya tulisan yang tergantung di papan pintu. LIBRARY. Menghembuskan nafa lega, pemuda itu masuk ke dalam perpustakaan. Kelihatannya ia belum terlambat karena pintu itu masih terbuka.

Begitu sampai di dalam, dilihatnya meja penjaga perpustakaan yang kosong. Orang lain biasanya akan langsung keluar karena mengira penjaga perpustakaan itu sudah pulang, tapi berbeda dengan pemuda ini. Matanya menangkap secangkir kopi di atas meja, sedikit ragu di sentuhnya permukaan cangkir.

Merasakan hangat, pemuda itu masuk ke di antara rak buku, menelusuri satu persatu rak yang ada. Cangkir kopi tadi masih hangat, jadi seharusnya guru penjaga itu masih ada di sekitar sini.

Ya, pemuda itu adalah Hitsugaya. Ia kini sibuk melihat setiap lemari tempat tersusun buku-buku, setelah memastikan tidak ada orang di sana, Hitsugaya mengalihkan pencariannya ke susunan meja ujung perpustakaan. Tempat dimana siswa membaca buku yang di ambilnya, atau mengerjakan tugas sambil membaca buku perpustakaan.

'Sial, kemana perginya guru penjaga itu!' rutuk Hitsugaya dalam hati saat melihat tidak ada orang di meja ujung perpustakaan.

Menghela nafas panjang, Hitsugaya berniat pergi dari sana sebelum ekor matanya menatap tumpukan buku di salah satu meja di sana. Rasa penasaran menggelayutinya. Padahal meja lain sudah bersih tanpa satupun buku di atas meja, hanya meja di paling ujung itu saja yang masih belum di bereskan.

'Apa ada seseorang di sana?' gumamnya dalam hati.

Melangkah pelan tanpa suara, Hitsugaya mendekat ke meja itu. Saat tinggal 5 langkah lagi agar dapat melihat sesuatu di meja ia menghentikan langkahnya. Bukan karena takut atau apa, tapi ia mendengar sesuatu. Bukan suara orang berbicara, bukan suara binatang yang bertengkar, tapi lebih lembut. Suara ini terdengar seperti…..dengkuran.

Bingung mengapa ada orang tertidur di sini, Hitsugaya melihat apa yang ada di balik tumpukan buku itu. Dan saat itu juga ia tertegun.

Di sana, seorang pemuda berambut orange sedang tertidur lelap. Alisnya yang bewarna orange terlihat sedikit berkerut, bulu matanya tertutup rapat, mulutnya sedikit terbuka , dari sana dengkuran halus terdengar. Wajahnya terlihat tenang di antara kedua tangannya yang terlipat di depan wajah.

Entah kenapa Hitsugaya merasa wajahnya memanas, dengan cepat ia mengalihkan perhatiannya ke benda lain di sekitar pemuda berambut orange itu. Di dekat sang pemuda terlihat sebuah kacamata dengan bingkai putih dan tangan kanan pemuda itu berada di atas sebuah buku.

Hitsugaya memperhatikan buku itu, buku itu mempunyai cover bewarna coklat kayu dengan gambar seorang gadis kecil di halaman depan. Nama penulis buku tertulis dengan huruf besar. H.C Anderson.

"Nggh…,"

Sedikit terlonjak saat mendengar desahan kecil, Hitsugaya melirik pemuda berambut orange yang tertidur tadi sedang mengerjapkan matanya dan menatap Hitsugaya. Speechless. Hitsugaya yang tidak tahu mau melakukan apa hanya diam menatap pemuda itu. Setelah mengambil kacamata putihnya dan memfokuskan pandangannya, pemuda itu melihat Hitsugaya tajam, seolah ia itu hal yang jarang di temui.

"Apa yang sedang kau lihat, Kurosaki?" tanya Hitsugaya yang merasa tidak nyaman di perhatikan pemuda itu.

Yup, seorang siswa pindahan terkenal di sekolahnya, Kurosaki Ichigo, kini sedang berdiri di hadapannya dan menatapnya.

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Ichigo sambil membereskan tumpukan buku di depannya.

Hitsugaya memperhatikan pemuda ini sekilas, kemudian menjawab pertanyaannya singkat "Tidak, kita belum pernah bertemu."

"Lalu kau tahu namaku dari mana?" tanyanya lagi.

"Apa kau saat ini berpura-pura polos? Tidak ada yang tidak tahu namamu di sekolah ini," jawab Hitsugaya sedikit emosi.

"He-eh, tidak ada yang tidak tahu? Terima kasih sudah memujiku," ujar Ichigo sambil tersenyum tipis.

"Aku tidak memujimu!" ketus Hitsugaya.

"Hmm…lalu sedang apa kau di sini? Seharusnya siswa lain sudah pulang sekarang," ucap Ichigo mengalihkan topik sembari melihat jam yang melingkar di tangannya.

"Tidak ada urusannya denganmu," balas Hitsugaya dingin.

Mengangkat alis, Ichigo menatap Hitsugaya yang kini balas menatapnya. Mereka masih saling menatap tanpa mengalihkan ataupun mengedipkan mata mereka barang sedetikpun selama beberapa menit, sebelum Ichigo kemudian mengangkat buku-buku yang di bereskannya tadi.

"Kau murid kelas 1 kan?" tanya Ichigo ketika melihat dasi biru bergaris hitam dibalik rompi seragam Hitsugaya.

Hitsugaya mengangguk, "Memangnya kenapa?" tanyanya.

"Tidak ada, aku hanya ingin bertanya. Oh ya, kalau kau tidak ada urusan di sini cepatlah keluar," jawab Ichigo singkat, padat, dan jelas namun sayangnya yang sama sekali tidak menjawab pertanyaan Hitsugaya.

Hitsugaya memandang siswa pindahan itu heran, menyuruhnya segera pergi dari sini? Memangnya dia siapa? Seenaknya mengusir orang seolah perpustakaan ini miliknya sendiri.

Ketika melihat Ichigo yang membalikan tubuhnya dan melangkah pergi meninggalkan Hitsugaya tanpa bicara apapun, membuat kerutan Hitsugaya semakin dalam.

'Dasar aneh! Kenapa siswa seperti itu bisa menang melawan 15 orang berandalan terkenal Karakura dan mendapat peringkat pertama, sih ? Apa dunia sudah terbalik?' batin Hitsugaya.

Mengangkat bahu dan kembali berjalan menelusuri rak buku sejarah di sekitarnya, Hitsugaya melihat-lihat apakah ada buku yang menarik untuk dipinjamnya besok. Ia memang menyukai buku sejarah atau misteri seperti novel Sherlock Holmes. Selera yang jarang untuk anak seumuran SMA sepertinya.

Hitsugaya baru menghentikan langkahnya ketika kakinya terasa menyandung sesuatu, menundukkan kepalanya Hitsugaya mengambil buku yang hampir saja diinjaknya.

Buku itu pernah dilihatnya, warna sampulnya coklat kayu dengan gambar gadis kecil dan sebuah nama terukir di bawah cover buku. H.C Anderson.

Oh, Hitsugaya ingat sekarang! Itu buku yang sama dengan buku yang ia lihat bersama Ichigo tadi. Ternyata benar yang dikatakan Rukia, Ichigo memang menyukai cerita klasik seperti dongeng.

"Apa Kurosaki tadi menjatuhkannya ? Buku yang di bawanya tadi cukup banyak," gumam Hitsugaya. "Lebih baik kukembalikan ke tempatnya saja," lanjutnya kemudian sambil membawa buku tadi bersamanya.

PATS!

Membelalakkan kedua matanya, Hitsugaya berhenti berjalan. Suasana yang gelap gulita membuat kedua matanya tidak dapat melihat apapun selain hitam. Mungkin tanpa Hitsugaya sadar, ia sudah lumayan lama berkeliling di sekolah hingga tidak sadar kalau matahari telah turun. Cahaya yang dilihatnya sejak tadi, berasal dari beberapa lampu perpustakaan yang menyala.

Kenapa dia tidak sedikitpun merasa curiga melihat ruang perpustakaan begitu terang padahal sekarang sudah sore?

Mungkin bagi orang lain, tidak ada masalah jika mati lampu seperti sekarang. Tapi bagi Hitsugaya, mati lampu adalah sebuah masalah. Kehilangan cahaya adalah satu-satunya hal yang paling tidak ingin dia alami.

Benar, Hitsugaya takut akan kegelapan.

Semua orang punya ketakutan masing-masing, bahkan Hitsugaya yang bersikap dingin, cuek dan datar bisa berkeringat dingin saat cahaya di sekitarnya lenyap.

Tanpa sadar, cowok itu mengambil langkah mundur. Kakinya yang tidak sengaja menyenggol kursi di belakangnya menimbulkan bunyi berderit yang cukup keras menggema di perpustakaan yang kini gelap gulita dan sepi itu.

TENG…

Suara bel sekolah mengangetkan Hitsugaya, buku yang di pegangnya tadi terjatuh. Dengan tubuh gemetar dilihatnya sekeliling, mencari tempat untuk berlari. Tapi dimanapun mata emerland miliknya menoleh yang dilihatnya hanya kegelapan. Ia ingin cepat keluar dari tempat ini.

TENG…TENG..

Bunyi itu terdengar lagi. Hitsugaya kembali berjalan mundur, entah kenapa ucapan Rukia, Renji, dan Hinamori tadi siang terlintas di pikirannya.

"Di kelasku juga membicarakan tentang itu, lho. Kabarnya hantu itu juga muncul seusai sekolah, saat semua siswa sudah pulang."

DEG! Jantungnya kini berdetak kencang.

"Bukan, hantu itu memang kadang-kadang terlihat saat jam pelajaran tapi kabarnya ia lebih sering muncul saat jam sekolah berdentang 6 kali. Tepat 60 menit setelah bel terakhir berbunyi."

DEG! DEG! DEG!

Meski Hitsugaya mengatakan ia tidak percaya cerita itu, tapi jika sedang mati lampu dan dalam kondisi sendirian seperti ini. Semua orang juga akan ketakutan dengan jantung yang berdebar kencangkan?

TENG…TENG…TENG…

Bel sekolah berbunyi 6 kali, saat itu sosok hantu laki-laki akan muncul di rak buku ke 6 bagian Legenda Kuno.

Kabar itu yang Hitsugaya dengar dari Rukia tadi siang. Banyak anak yang mengatakan melihat hantu itu ada di sana, membaca sebuah buku sambil berdiri.

DRAP…DRAP…DRAP

Entah kenapa saat ini Hitsugaya berlari, bagaimanapun kerasnya pikiran dan logikanya mengatakan hal itu hanya rumor tidak jelas. Tapi badannya dan ketakutannya saat ini mengalahkan semua itu. Terlebih saat Hitsugaya mengingat meja tempatnya tadi bersebrangan dengan rak buku ke 6.

Bahkan Hitsugaya sendiri tidak percaya bahwa orang yang sedang berlari dan berkeringat dingin di seluruh tubuh hanya karena percaya pada mitos hantu yang tak jelas keberadaannya ini adalah dirinya sendiri.

Sungguh, Hitsugaya Toushirou bukanlah orang yang seperti itu!

Setelah sekian lama berlari, nafas Hitsugaya mulai berubah tidak beraturan. Hitsugaya tidak tahu ia menuju ke mana. Yang dia tahu saat ini hanya keluar dari gelap yang menakutkan ini. Berlari sejauh dan secepat mungkin.

Biasanya saat ini ia membutuhkan kakaknya atau seseorang di sampingnya untuk menenangkannya. Tapi siapa orang lain yang ada di perpustakaan di jam segini?

Menghentikan langkahnya, Hitsugaya menatap gerbang perpustakaan di depannya. Rasa lega muncul di hatinya, namun perasaan itu langsung hilang di detik berikutnya.

Hitsugaya tercengang saat tahu pintu itu telah tertutup dari luar. Saat tangannya menarik ganggang, sesuatu menahannya. Membuat Hitsugaya menelan ludah paksa. Ia terkunci…

Di perpustakaan yang sudah gelap, di sekolah yang sudah sepi.

Apa yang bisa lebih buruk dari ini?

TEP! "KYAAAAA~!"

Tangan dingin yang besar menyentuh pundak Hitsugaya. Membuat cowok mungil itu tanpa sadar berteriak. Kali ini bukan karena kesal atau marah, tapi karena takut. Bahkan mungkin Hitsugaya tidak sadar kalau barusan ia berteriak seperti wanita. Hey, tidak setiap hari kita bisa mendengar ini dari seorang Hitsugaya Toushirou.

"U-uwaa, apa masalahmu? Jangan berteriak sekeras itu, bodoh."

Suara bariton yang terdengar berikutnya membuat Hitsugaya menengadakan kepalanya. Meski samar tapi kedua matanya bisa melihat seseorang yang saat ini sedang berdiri di depannya. Pemuda berambut orange terang dengan kacamata putih kini sedang menatapnya heran. Kurosaki Ichigo.

"Ku-kurosaki? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Hitsugaya spontan, tidak peduli dengan pertanyaan Ichigo.

Sang pemuda malah hanya diam dan menatap Hitsugaya teliti. Penampilan cowok mungil ini terlihat lebih berantakan dari beberapa saat lalu ketika mereka bertemu. Rambut putihnya yang melawan gravitasi kini turun, mata emerlandnya membulat sempurna karena kaget akan keberadaannya, seragamnya berantakan dan Ichigo bisa melihat kalau Hitsugaya gemetar.

'Apa yang menyebabkan penampilan pemuda yang sebelumnya tergolong rapi ini tiba-tiba menjadi sangat berantakan?' pertanyaan itu muncul di pikiran Ichigo.

Menatap kembali pemuda itu sebentar, Ichigo menjawab, "Bukan masalah besar, aku kembali ke sini karena salah satu buku yang kubaca tadi menghilang. Karena menurutku buku itu terjatuh, kupikir harus aku kembali-"

Ucapan Ichigo terhenti saat ia merasakan tangan seseorang melingkari tubuhnya. Tersentak kaget dengan perlahan Ichigo melihat ke bawah dimana kini Hitsugaya sedang memeluknya dengan tubuh gemetar hebat.

Ichigo tertegun. Tubuh Hitsugaya sangat gemetaran! Seolah-olah sang cowok berambut putih ini baru saja berada di dalam air es selama lebih dari 5 jam.

Bingung tidak tahu melakukan apa, sesaat Ichigo hanya diam. Biasanya ia akan langsung menjauh jika seseorang memeluknya begitu saja tapi entah kenapa kali ini ia membiarkan cowok mungil ini memeluknya dan malah mengusap pelan rambut putihnya.

Selama beberapa saat tubuh mungil itu masih bergetar hebat, namun berhenti tak lama kemudian. Ichigo tersenyum geli saat melihat wajah Hitsugaya yang terlihat begitu nyaman saat ia mengelus rambut putihnya. Cowok ini terlihat jauh lebih manis kalau seperti ini, sangat berbeda dengan tadi saat ia memasang wajah dingin tanpa ekspresi ketika Ichigo berbicara dengannya.

Tangan Hitsugaya yang sebelumnya memeluk erat tubuhnya kini melonggar, tubuh Hitsugaya yang sebelumnya gemetarpun kini sudah kembali normal. Kelihatannya Ichigo tidak akan bisa menghentikan tangannya yang bergerak di atas rambut selembut dan seputih salju ini.

"Sudah lebih tenang?"

Mengubah suaranya agar terdengar lebih lembut, Ichigo menghentikan aktifitasnya. Ia yakin ia akan menginap di ruang perpustakaan ini jika ia berdiam di sini lebih lama bersama cowok ini.

Merasakan Hitsugaya mengangguk, Ichigo mendorong pelan tubuh Hitsugaya dari tubuhnya dan memperhatikan wajah cowok mungil itu seksama. Melihat keadaan cowok itu normal dari wajah Hitsugaya yang kini memerah dan membuang muka, Ichigo menghembuskan nafas lega.

"Kau ini kenapa, sih? Takut dengan gelap, ya?" tanyanya.

Hitsugaya hanya diam, masih membuang muka.

"Kalau kau takut gelap kenapa tidak nyalakan stop kontak saja. Kau tidak tahu? Sekolah ini punya generator sendiri," ujar Ichigo.

Hitsugaya masih diam, tidak menjawab. Mengerutkan alis, Ichigo mulai merasa kesal di acuhkan oleh cowok mungil ini. Selama ini tidak ada yang tidak mengacuhkan ucapannya. Ingat? Dia cowok baru tenar di sekolah ini.

"Aku tahu jalan keluar lain perpustakaan ini. Kau mau ikut?" tawar Ichigo yang lagi-lagi hanya dijawab 'diam' oleh Hitsugaya.

Dan Ichigo yang merasa tidak di pedulikan hanya mengangkat bahu dan membalikkan tubuhnya, bermaksud pergi dari sana. Namun baru ia beberapa langkah berjalan, tangan seseorang memegang tangannya. Menoleh ke belakang, Ichigo melihat Hitsugaya yang memegang lengan seragamnya dan mendekatkan tubuhnya sambil berbisik pelan dengan wajah memerah yang samar terlihat akibat minimnya penerangan yang ada.

"Aku ikut denganmu, Kurosaki."


***# Ghost Prince at Library #***


"Jadi, apa yang kau lakukan disana tadi?"

Suasana di tempat itu terkesan ramai, beberapa meja terisi pengunjung dengan makanan di hadapannya. Beberapa pelayan pria dan wanita sibuk mengantarkan pesanan. Di salah satu meja dekat pojok ruangan, dua orang pemuda berambut orange dan putih duduk berhadapan. Mereka masih menggunakan seragam sekolah mereka, padahal di luar matahari sudah tenggelam.

Saat ini dua siswa Karakura Gakuen itu, Kurosaki Ichigo dan Hitsugaya Toushirou sedang mampir di salah satu café setelah berhasil keluar dari perpustakaan. Ichigo yang merasa lapar mengajak cowok berambut putih yang baru ditemuinya ini makan bersama, mengingat waktu yang sudah malam dan mereka berdua belum makan siang sejak istirahat di sekolah tadi.

"Mengembalikan buku. Hari ini hari terakhir peminjaman, aku tidak sempat mengembalikan buku itu kemarin," ujar Hitsugaya menjawab pertanyaan cowok berambut orange di depannya.

"Hah? Apa kau tidak tahu kalau perpustakaan tutup 30 menit setelah bel terakhir sekolah? Padahal kau sendiri takut gelap," tanya Ichigo sambil menyeruput kopi panas di depannya.

"Bukan urusanmu, bakka mikan. Lagi pula kau sendiri kenapa masih ada di perpustakaan jam segitu?" balas Hitsugaya emosi dan menambah julukan baru siswa pindahan di hadapannya.

Membuat Hitsugaya menerima tatapan kesal yang bersangkutan "Aku punya kunci cadangan perpustakaan itu dan lagi aku tahu jalan keluar selain pintu utama, tidak ada masalah bagiku jika ingin berada di sana selama yang kumau, Shiro-chan," ucap Ichigo membuat julukan untuk cowok berambut putih ini.

"Jangan memanggilku 'shirou-chan'. Aku juga punya nama. Hitsugaya Toushirou!" emosi Hitsugaya sambil memukul keras meja di depannya hingga membuat beberapa perhatian pengunjung café terarah padanya.

"Baik, baik. Tidak perlu mengucapkan namamu sekeras itu tidak masalah kan?" gumam Ichigo.

Merasa hanya akan memperpanjang masalah dengan beradu mulut bersama cowok di hadapannya, Ichigo berusaha mengalihkan perhatiannya ke arah lain. Di ambilnya ponsel hitam pekat dengan corak api kemerahannya dan menekan beberapa tombol di sana, membuat suasana meja yang sebelumnya heboh kini berubah hening.

Hitsugaya yang sudah agak tenang juga membuka ponselnya. Matanya melebar saat tahu ada 7 panggilan tak terjawab dan juga 2 pesan. Pertama ia melihat daftar panggilan tak terjawab yang ternyata semuanya berasal dari kakaknya, lalu ia melihat 2 pesan. Salah satunya milik kakaknya dan yang lain dari Rukia.

Hitsugaya melihat isi pesan kakaknya yang khawatir dengannya yang tidak kunjung pulang, sedangkan pesan milik Rukia membuat emosinya kembali menguar.

Wartawan sekolah itu bukannya khawatir atau apa sebagai teman tapi malah memberinya perintah seolah ia asisten pribadinya.

'Hitsugaya-kun apa kau melihat yang aneh di perpustakaan tadi? Kau masih di dalam gedung saat jam berdentang 6 kali bukan?. Bisa kau ambil foto perpustakaan untukku? Jangan lupa tanya ke guru penjaga perpustakaan tentang rumor itu. Aku belum mewawancarainya tadi siang. Ah, besok aku juga ingin meminjam tugas sejarahmu. Tolong kau bawa dan antarkan ke ruang klub. Jangan lupa beri aku kabar.'

'Menyebalkan,' batin Hitsugaya.

"Setelah ini kita pulang. Apa kau naik kereta, Toushirou?" tanya Ichigo, membuat Hitsugaya yang semula fokus pada ponselnya kini menatap Ichigo yang berdiri dari duduknya dan membayar pesanan mereka pada pelayan.

"Panggil aku Hitsugaya, Kurosaki," kritik Hitsugaya.

Mengerutkan alisnya lebih dalam Ichigo menatap Hitsugaya heran "Dasar, kau ini kenapa? Dari tadi jangan, jangan, dan jangan terus. Apa kau tidak punya jawaban lain?" ujar Ichigo.

Hitsugaya hanya diam dan merapikan barangnya ke dalam tas. Tidak mengacuhkan pertanyaan sang Kurosaki padanya. "Aku pulang jalan kaki, memangnya kenapa? Kau ingin mengantarku pulang?" tawar Toushirou dengan nada mengejek.

"Ya," jawab Ichigo singkat.

"…."

"Kenapa?" tanya balik Ichigo melihat keterdiaman Hitsugaya.

"Tadi…kau bilang apa?" tanya Hitsugaya lagi, tidak yakin dengan ucapan yang di dengarnya dari cowok menyebalkan di depannya barusan.

"Aku akan mengantarmu pulang," ujar Ichigo singkat.

"Hah? Kenapa tiba-tiba?"

"Hinamori-san menyuruhku mengantarmu pulang. Baru saja dia mengirimiku pesan," gumam Ichigo sambil menangkat ponselnya, menunjukkan sebuah pesan di sana. "Lagi pula sekarang sudah malam, bahaya kalau anak kecil pulang sendirian," lanjut Ichigo sambil berjalan mendahului Hitsugaya yang masih terdiam di tempat.

"A-APA! AKU BUKAN ANAK KECIL!" pekik Hitsugaya emosi sembari menyusul Ichigo dengan langkah yang dihentak-hetakan.

"Kau ini masih kelas 1 bukan? Bahaya kalau cowok mungil sepertimu berjalan sendirian begini," ujar Ichigo dengan wajah polos.

"JANGAN MENGANGGAPKU ANAK KECIL!" protes Hitsugaya mengulangi ucapannya tadi dengan intonasi lebih keras.

"Memangnya kenapa? Ukuran tubuhmu memang 'kecil' kan, terlebih sikapmu yang terlampau 'jutek' dan 'keras kepala' itu bisa membuat orang jahat yang awalnya berniat menculikmu mengubah rencanya dengan menjualmu di toko 'boneka'," jelas Ichigo.

CTAK!

Sudut siku-siku merah besar menghampiri dahi Hitsugaya, ditatapnya sang cowok dengan death glare terbaiknya. "Katakan apa yang kau bilang tadi," ujarnya datar tapi dengan aura membunuh yang pekat dan dengan bodohnya baru di sadari Ichigo.

Bayangkan saja, jika kau mendengar 4 kata keramat yang paling kau benci dari seseorang yang sudah membuatmu kesal beberapa menit terakhir dalam satu kata sekaligus. Tentunya, kau pasti sudah seperti Hitsugaya sekarang.

"Kuberitahu padamu, Kurosaki," gumam Hitsugaya lirih namun penuh aura membunuh di setiap ucapannya.

Ichigo yang baru mengetahui itu kontan merinding mendadak, terlebih ketika ia melihat sendiri sang cowok mungil mengangkat kepalanya yang sebelumnya tertunduk hingga memperlihatkan kedua mata emerlandnya yang sudah terbakar api kemarahan.

"Jangan pernah sekali-sekali memanggilku dengan sebutan 'kecil'," ujar Hitsugaya lirih.

Ichigo menelan ludah paksa saat Hitsugaya mengepalkan tinjunya sambil tertawa menyeringai dengan sudut siku-siku kemarahan di keningnya. Oh, kelihatannya dewi fortuna sedang tidak berpihak pada sang kepala orange itu kini.

"GYAAA!"

Dan teriakan seorang pemuda, adalah satu-satunya suara yang mampu membuat semua orang yang berada di café itu menutup telinga dan mata mereka karena tidak sanggup menyaksikan adegan 'penyiksaan' di hadapan mereka.


***# Ghost Prince at Library #***


"Maaf sudah merepotkanmu, Kurosaki-kun," gumam Hinamori menunduk hormat sambil tersenyum manis.

Di depannya, seorang pemuda berambut orenji sedang memegangi kepalanya yang memerah dan wajahnya yang di plaster akibat terluka dari amukan Hitsugaya. Sungguh, Ichigo tidak tahu kalau ia akan di hajar Hitsugaya seganas itu hanya karena mengatai yang bersangkutan dengan sebutan 'mungil' 'jutek' dan 'keras kepala'.

Kelihatannya untuk besok, ia harus memikirkan ucapannya dulu matang-matang sebelum berbicara dengan sang cowok mungil. Jika tidak, maka bukan hanya tubuhnya yang babak belur seperti sekarang, tapi juga tulangnya yang akan hancur karena patah.

"Shiro-chan! Ayo ucapkan terima kasihmu pada Kurosaki-kun!"

Suara Hinamori memecahkan lamunan singkat Ichigo, pandangan pemuda itu menatap pada cowok mungil yang sedang berdiri di dalam rumah dan memandanginya dari teras. Pandangan yang datar namun penuh hawa membunuh yang membuat bulu kuduk Ichigo kembali meremang.

"Kurosaki-kun sudah bersedia mengantarmu pulang, lho!" tegur Hinamori lagi sembari menoleh ke Hitsugaya.

Hitsugaya yang merasa nee-san nya ini tidak akan berhenti mengomel kemudian mengambil nafas panjang dan mengucapkan "Arigatou, Kurosaki," dengan sangat singkat untuk kemudian berbalik dan masuk ke dalam rumah membuat nama yang di panggil sweet drop mendadak.

Saat ini Ichigo sedang mengantar Hitsugaya pulang ke rumahnya, setelah mengalami beberapa masalah di jalan tentunya. Pemuda berambut orange ini memandang kesal sang cowok mungil yang jelas-jelas memasang tingkah nggak niat dengan cara berterima kasihnya tadi.

'Dasar! Padahal aku sudah mau mengantarkannya pulang ke rumah. Apa dia tidak tahu tanda terima kasih ?' gerutu Ichigo dalam hati.

"Shiro-chan dari dulu memang selalu bersikap dingin begitu. Maafkan dia ya, Kurosaki-kun," ujar Hinamori.

Ichigo mengangguk pelan lalu mengambil kunci motornya dari saku sambil memasang helmnya kembali. "Tidak masalah, jalan ke rumahku juga searah dari sini," jawab Ichigo. "Dan lagi kau sendiri sudah banyak membantuku di sekolah, Hinamori-san. Jadi kalau sekedar mengantarkan adikmu itu tidak masalah," lanjutnya.

Hinamori kembali memasang senyum tipis, di antarnya Ichigo sampai di depan rumahnya lalu saat pemuda itu menghidupkan mesin motornya Ichigo menoleh sekali lagi ke arah Hinamori sebelum meninggalkan tempat itu dengan deru motor yang berbunyi nyaring.

Hinamori masih menatap sang pemuda sebelum menghilang di jalan, lalu setengah tersenyum kecil menengadahkan kepala Hinamori melihat lantai atas di mana kamar Hitsugaya berada, menebak apa yang sedang dilakukan otoutou nya dan ternyata tebakannya benar !

Hitsugaya kini sedang menatap ke lantai bawah lewat celah tirai jendelanya saat Hinamori melihat ke atas sambil tertawa kecil. Ketika menyadari kehadiran sang kakak. Dengan cepat di tutupnya tirai jendela dengan wajah yang tersipu. Membuat sang kakak menyeringai kecil melihat tingkahnya.

'Khu khu khu, kelihatannya Shiro-chan sudah dewasa ya~ bagaimana kalau kali ini aku membantunya~' ujarnya pelan lalu melangkah masuk ke dalam rumah sambil bersenandung pelan dengan macam-macam ide untuk sang adik tercinta di benaknya.


***# To Be Continued #***


Chapter pertama selesai! Syukurlah~ (n_n)

Bagaimana komentar readers tentang fic ini? Apakah gaje, abal, cerita pasaran, dll? Silahkan tumpahkan (?) ke dalam review! Review yang ada selalu menambah semangat Mira untuk melanjutkan fic ini!

Chapter 2 akan di update secepat yang Mira bisa, saat ini kerangkanya baru saja dibuat. (' ')a

Untuk tambahan, Mira akn menjelaskan bebeapa bagian dari fic ini:

1) Tentang legenda Tanabata yang dibicarakan Hinamori itu benar-benar ada lho, itu perayaan yang dirayakan setiap tanggal 7 juli di Jepang. Di sana ada legenda tentang seorang penenun pakaian bernama Orihime yang jatuh cinta dengan pengembala sapi di sebrang sungai bimasakti. Mereka menikah, namun Orihime jadi melupakan tugasnya menenun pakaian dewa sehingga dewa marah dan hanya mempertemukan mereka pada malam ke tujuh pada bulan ke tujuh.

2) Perpustakaan Hitsugaya yang begitu ketat peraturan, Mira mendapatkan inspirasinya dari perpustakaan sekolah Mira. Perpustakaan sekolah Mira benar-benar ketat, pinjam buku hanya boleh seminggu dan kalau lewat dikenakan denda. Karena itulah ketika membahas perpustakaan yang terpikirkan oleh Mira adalah kesan seperti tadi.

3) Hitsugaya yang takut gelap, di cerita aslinya Hitsugaya nggak takut gelap tapi disini Mira sengaja buat dia yang takut gelap. Alasannya? Akan Mira ungkapkan di chapter-chapter depan. Fu fu fu fu...

Yupz, mungkin sekian dulu penjelasannya. Terima Kasih sudah membaca fic ini sampai akhir, minna. (^U^)

Sampai jumpa di chapter 2!


I am NOTHING without my readers, my friend, my family, and you…

So, thank you….thank you so much !

MiRai MiNe