Fic request dari teman Agdis. Awalnya ingin membuatnya pendek saja, tapi entah kenapa jadi ngebut sampai berchapter-chapter! Mungkin sudah stress?

Well, happy read! Don't forget to RnR!

Disclaimer : Fairy Tail bukan punya Agdis! Tapi punya Hiro Mashima!

Warning : Typo(s), pairing GrayxJuvia, alur cepat, dsb.


High School

Chapter 1


Pagi yang agak menegangkan bagi gadis bernama Juvia Loxar. Kakinya bergetar, ia tampak sangat gugup.

"Juvia tidak boleh gugup!"Juvia yang akan menjadi murid baru melangkah masuk ke dalam sekolah barunya. Tetapi baru melangkah masuk ke dalam sekolah, banyak pasang mata yang menatapnya dengan tatapan yang membuat gadis berkulit pucat itu merasa direndahkan. Juvia berusaha tidak peduli dan segera menuju ruang kepala sekolah.

"Sumimasen…"Juvia masuk ke dalam ruangan kepala sekolah untuk menanyakan kelasnya. Setelah mengetahui kelasnya, Juvia dengan gugup menuju kelasnya. Ya, hampir semua murid memandangnya. Juvia tahu kalau dia adalah gadis yang jelek dengan rambut kuno.

"Hei."Seorang gadis menyapanya, dengan gugup, Juvia menoleh.

"Kau murid baru, bukan?"tanya gadis berambut putih pendek dan mata biru.

"Namaku Lisanna!"gadis bernama Lisanna itu tersenyum dan merangkul Juvia.

"Siapa namamu?"tanya Lisanna,

"Juvia Loxar."jawab Juvia,

"Mau duduk denganku?"tawar Lisanna,

"Bolehkah?"tanya Juvia gugup,

"Tentu saja!"mereka pun duduk sebangku.

"Tap! Tap! Tap! Sreek!"pintu terbuka.

"Ohaiyou, sensei!"seorang guru masuk.

"Ohaiyou."balas Macao dengan seulas senyuman yang ramah.

"Ada kabar bagus untuk kalian. Seorang murid baru masuk ke kelas kalian. Silahkan maju dan perkenalkan dirimu."seru Macao. Juvia pun maju dengan ragu.

"Nama saya Juvia Loxar. Umur 16 tahun."kata Juvia. Beberapa murid berbisik, Juvia pun merasa tidak nyaman.

"Hei jangan berisik! Nah, Juvia silahkan duduk kembali."Macao yang melihat Juvia merasa tidak nyaman segera mempersilahkan Juvia duduk.


Saat istirahat, Juvia memutuskan untuk menjadi percaya diri sebaik mungkin. Sebelumnya, Lisanna menawarkan agar Juvia ikut bersama Lucy dan Erza, namun Juvia menolak.

"Murid baru, hm?"seorang gadis berambut biru dan bermata coklat tampak menantangnya,

"Iya, Juvia murid baru."balas Juvia ketakutan,

"Ikut aku."gadis berbando kuning bernama Levy McGarden itu menarik Juvia dengan kasar ke sebuah tempat yang sepi.

"Murid baru itu harus mendapat hukuman!"ujar Levy dengan senyuman sadis, gadis itu mengeluarkan cabik dari kantongnya.

"Kenapa Juvia harus dihukum?! Akkh! Hentikan!"Juvia memekik kesakitan merasakan cabikan di tubuhnya.

"Itu peraturan geng kami."kata Levy. Dibelakangnya tampak gadis berambut hijau dan coklat muda dibelakang Levy ikut tersenyum mengejek. Mereka Bisca dan Evergreen.

"Tolong! Hentikan! Juvia kesakitan!"teriak Juvia,

"Kau murid baru juga jelek! Kurasa kau harus ditambah hukuman!"Levy menginjak-injak Juvia tanpa ampun. Air mata pun tak terhindarkan.

"Juvia tidak bersalah! Hiks!"tangis Juvia kesakitan dan berusaha membela dirinya. Namun Levy dan teman-temannya yang ikut menyiksanya tidak menghiraukannya. Sebenarnya Juvia sering di bully karena model rambutnya yang aneh dan tampak menyedihkan, juga karena terlalu pendiam.

"Hentikan!"suara maskulin menghentikan kegiatan mereka.

"Gray Fullbuster… Ada apa?"tanya Levy dengan nada berbicara yang berani,

"Dia tidak bersalah. Kenapa kalian selalu mem-bully orang-orang tidak bersalah?!"tegas pemuda berambut hitam kebiruan dan mata onyx itu.

"Bukan urusanmu, Gray…"balas Levy santai.

"Ini memang bukan urusanku, Levy McGarden, tapi lihatlah dia! Dia menderita!"Gray manatap Juvia yang masih menangis,

"Aku tidak peduli!"Levy mencabik Juvia lagi, namun Gray langsung mengambil tindakan. Dengan kuat menahan dan menggenggam tangan Levy yang hendak mencabik gadis bermata biru tua itu.

"Lepaskan! Kau menyakitiku!"lirih Levy, namun masih ada cahaya keberanian di matanya,

"Ini tidak menyakitkan! Sebaiknya kau berhenti melakukan ini atau akan kulaporkan ke Kepala Sekolah Makarov!"ancam Gray dengan tatapan tajam dan dingin.

"Kuso!"Levy dan teman-temannya segera pergi.

"Daijobu?"tanya Gray kepada Juvia.

"Aku tidak mengerti… Untuk apa kau menolong gadis kuno sepertiku?"tanya Juvia dengan mata berkaca-kaca,

"Menolong itu tanpa memilih-milih. Siapa namamu?"tanya pemuda berwajah tampan itu,

"Juvia Loxar."jawab Juvia kemudian berdiri,

"Sebaiknya kau jauhi mereka. Namaku Gray Fullbuster."ujar Gray.

"Gray Fullbuster…"gumam Juvia.

'Ada apa dengan Juvia?! Kenapa wajah Juvia menjadi panas?!'batin juvia bingung.

"Ada apa?"tanya Gray prihatin melihat rona di pipi Juvia.

"Kau murid baru bukan? Aku akan mengajakmu berkeliling sekolah. Anak nakal bukan hanya mereka saja, tetapi banyak."Gray tersenyum, membuat Juvia serasa melayang di udara.

"Baiklah. Terima kasih."Juvia menerima ajakan Gray. Mereka berkeliling sekolah. Gray memperkenalkan beberapa tempat agar Juvia tidak tersesat.

"Teet! Teet!"bunyi bel berbunyi.

"Kurasa kita harus menghentikan tur-nya. Sampai jumpa di depan gerbang sekolah, oke?"Gray pun pergi. Setelah Gray pergi, Juvia benar-benar melupakan kejadian tadi.


Di depan gerbang sekolah, pemuda berambut dark blue dan mata onyx menunggu. Ia menunggu kedatangan gadis yang ia tolong tadi. Ia rasa sesekali boleh mengajak seorang gadis berjalan-jalan sebentar. Apalagi gadis seperti Juvia amat dikucilkan. Mungkinkah Gray menaruh hati kepada Juvia? Tak lama datanglah Juvia bersama Lisanna, Lucy, Erza, Jellal, dan Natsu.

"Jane…"kata Juvia, tampaknya ia sudah mendapatkan teman yang mau berteman dengannya. Juvia menghampiri Gray.

"Ada apa Gray? Kenapa kau meminta Juvia bertemu denganmu di gerbang sekolah?"tanya Juvia penasaran,

"Mengajakmu berjalan-jalan mungkin asik. Apa kau boleh berjalan-jalan?"tanya Gray,

"Tentu boleh. Juvia bebas disini. Karena orang tua Juvia tidak tinggal di Magnolia."

"Kalau begitu ayo."ajak Gray.

"Kemana, Gray?"tanya Juvia,

"Kemana saja!"Gray menarik tangan Juvia dan pergi menuju tempat lain. Natsu, Lucy, Erza, dan Jellal terkekeh.


Sore itu, Juvia bersenang-senang dengan Gray. Mulai dari ke perpustakaan umum, mall, café, dan lainnya. Setelah itu mereka duduk di bangku taman.

"Aku perlu saran."kata Gray dengan raut sedih,

"Apa, Gray?"tanay Juvia,

"Begini… Aku menyukai seorang gadis…"jelas Gray, saat itu juga Juvia merasa sangat sedih.

"Apa yang harus kulakukan? Ayolah. Kau temanku 'kan sekarang?"ujar Gray. Juvia pun hanya tersenyum palsu dan berkata.

"Mungkin kau harus dekat dengannya. Mengajaknya kencan atau lainnya."balas Juvia seadanya.

"Arigatou!"pemuda Fullbuster itu merasa senang, tetapi tidak dengan Juvia. Ia sangat kecewa.

Mereka pun pulang rumah masing-masing.

"Seharusnya Juvia tidak menyukai Gray…"lirih Juvia sambil menatap cermin yang memantulkan dirinya.

"Juvia terlalu berharap… Juvia tahu… Juvia dalah gadis yang jelek dan kuno. Sama saja seperti di sekolah lain."Juvia meneteskan air matanya yang bening. Turunlah hujan yang mengguyur bumi dengan sangat deras. Sama seperti Juvia, saat ini sedang menangis.

"Juvia terlalu naif."lirih gadis berkulit pucat itu.

"Juvia adalah murid baru. Mungkin perkataan gadis bernama Levy itu benar. Juvia pantas ditindas…"Juvia Loxar tampak sudah menyerah.


Flashback : On

Saat itu, hujan deras mengguyur daerah Phantom Lord Junior High School. Juvia Loxar berada di dekat jendela perpustakaan. Memandang pemandangan hujan yang begitu deras. Tampak murid-murid berbisik sambil melirik Juvia yang menatap keluar jendela.

"Hei, anak itu selalu memandang langit ketika hujan di sini."ujar seorang murid dengan bisikan.

"Aku benci hujan! Dan itu berarti bahwa aku sangat membenci gadis pucat itu."bisik murid yang satunya itu.

"Hihi! Aku setuju! Bagaimana ia bisa masuk ke sekolah ini? Pasti menyogok! Mana mungkin ada murid seperti ini di Phantom Lord Junior High School?"bisiknya lagi,

"Lagipula gayanya tidak keren! Ketinggalan jaman! Cih, menjelekkan nama sekolah! Harusnya Phantom Lord itu sekolah yang elit dengan murid-murid yang elit juga!"mendengar bisikan itu, Juvia merasa marah dan sedih. Tapi apa daya? Banyak yang tidak suka dengannya karena ia selalu merenung sambil melihat hujan dan penampilannya yang kuno. Hal seperti itu dianggap aneh oleh teman-temannya, karena kebanyakan tidak menyukai hujan. Tetapi tidak dengan Juvia. Gadis bermata biru midnight dan berambut biru aqua menggulung itu menyukai hujan. Toh, tak ada salahnya menikmati hawa dingin dengan tetesan air yang turun dari langit. Tetesan itu bagaikan air mata yang menuruni pipi pucatnya. Juvia cepat menghapusnya dan berusaha agar tidak menangis mendengar hinaan itu. Juvia tidak tuli, dan Juvia dapat mendengar bisikan tu. Bisikan yang membuat harga dirinya rendah.

Flashback : Off


Beberapa hari sudah berlalu. Juvia tetap saja ditindas dan direndahkan. Lisanna ataupu teman-temannya tidak pernah mengetahui hal itu. Juvia takut jika merepotkan mereka.

"Berikan uangmu!"dengan wajah licik, Levy meminta barang milik Juvia. Dengan perasaan hampa, Juvia memberikan uangnya walaupun setelah itu ia mendapat siksaan. Gray Fullbuster tidak pernah bertemu dengannya lagi.

"Sakit! Juvia sudah memberikan apa yang Levy minta! Jadi, jangan siksa Juvia! Aaakh!"teriak Juvia dengan linangan air mata. Di tubuhnya banyak luka cabikan dan pukulan yang membekas. Hatinya pun ikut menjadi sangat lemah. Bahkan Juvia sering dijahili anak laki-laki. Juga dikucilkan. Lisanna dan yang lainnya tidak begitu tahu akan hal itu.

"Aaa! Juvia mohon! Juvia tidak bersalah!"Juvia berteriak sejadi-jadinya merasakan pukulan demi pukulan di sekujur tubuhnya. Teriakan Juvia dan tawa Levy menggema di kamar mandi wanita itu.

"Brakk!"pintu terbuka secara paksa.

"Levy McGarden!"Lucy dan Lisanna terkejut melihat Juvia.

"Duagh!"pukulan tanpa ampun terakhir dari Levy. Dan pukulan itu mengenai kepala Juvia. Pandangan Juvia terasa kabur, matanya tak bercahaya lagi, darah mengucur pelan.

"Kau!"Lucy merasa marah.

"Apa?"kata Levy santai sambil menjambak rambut biru Juvia.

"Kau sudah keterlaluan…"Erza datang.

"Juvia tidak bersalah. Dan kau menyiksanya…"gadis berambut scarlet panjang melangkah pelan, mendekati Levy yang agak ketakutan.

"Braak!"Erza hampir meninju Levy. Tinjuan itu mengenai dinding tepat di sebelah telinga kiri Levy McGarden. Membuat sedikit retakan.

"Dengar. Aku tidak segan-segan memberitahu kepada Makarov."Erza tersenyum dan lebih tepatnya menyeringai sadis. Erza memang gadis yang kuat dan merupakan anggota OSIS.

"Lucy dan Lisanna. Bawa Juvia ke UKS."perintah Erza yang kemudian menuju kantor kepala sekolah.

"Sebaiknya kau merubah dirimu, Levy. Kami akan memaafkanmu."tegas Lisanna kemudian membawa Juvia yang kepalanya sedikit berdarah ke UKS bersama Lucy. Levy terpaku di tempat. Menanti hukumannya.

Di UKS. Gadis berambut biru menggulung itu terbangun. Disampingnya tampak Gray yang menggengam tangannya, wajahnya menyiratkan kekhawatiran.

"Gray…"ucap Juvia lemah,

"Juvia! Kau sudah bangun!"Gray reflek memeluk Juvia. Juvia langsung memanas tak karuan.

"Syukurlah…"pemuda yang tampan itu melepas pelukannya.

"Dimana Juvia? Kenapa Gray ada di sini?"tanya Juvia penasaran,

"Kau berada di UKS karena kepalamu berdarah. Aku khawatir mendengarnya, jadi aku menjengukmu…"Gray mengelus lembut kepala Juvia,

"Bagaimana dengan gadis yang kau suka, Gray?"Juvia merasa agak bingung, Gray tak menjawab dan tersenyum rahasia.

"Biar aku antar pulang. Para guru sudah pulang. Hanya aku dan kau."kata-kata Gray membuat segala pikiran muncul di benak Juvia.

"Kau bisa berdiri bukan? Aku akan menggendongmu jika tidak bisa."tawar Gray.

"Juvia bisa berdiri…"Juvia mengelus kepalanya yang memang terasa agak pusing.

"Baiklah…"Gray menggandeng Juvia. Oh yeah, saat ini Juvia ada di surga.


Sampai di rumah Juvia.

"Gray, masuklah dulu."ujar Juvia dengan senyuman yang mampu membuat Gray blushing dan salah tingkah sampai Gray tersandung dan jatuh.

"Gray!"Juvia ikut jatuh karena Gray menimpanya.

"Cup!"kejadian yang sangat tidak terduga. Mata mereka berdua membulat. Dengan sigap, Gray langsung berdiri dan menolong Juvia yang tercengang.

"Maaf, Juvia."Gray menggaruk kepalanya.

"Tidak apa-apa, Gray…"Juvia menutup sebagian wajahnya.

"Aku pulang ya…"Gray menunduk malu dan segera pergi. Saat Gray pergi, Juvia masuk ke dalam kamarnya.

'Ciuman pertama Juvia dengan Gray!'batin gadis biru itu sambil merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk,

'Tapi… Itu tidak sengaja… Gray 'kan sudah menyukai perempuan lain'batin Juvia sedih, matanya yang biru dan kelam menatap langit-langit kamar nuansa birunya.

'Juvia tidak mungkin bisa membuat Gray menyukai Juvia. Juvia terlalu jelek…'Juvia duduk di meja riasnya. Menatap pantulan dirinya. Rambut biru aqua yang menggulung, mata biru midnight yang kelam, dan kulit putih pucatnya. Juvia selalu mengatakan bahwa dirinya jelek.

"Fairy where you going?…"lagu Snow Fairy berbunyi. Juvia segera mengambil ponselnya. Membuka pesan.

"Juvia, aku Lisanna. Bisa beritahu aku dimana rumahmu? Aku sangat khawatir dengan keadaanmu."Juvia membaca pesan dari Lisanna Strauss.

"Di perumahan Aqua, Blok 2, nomor 17."balas Juvia, 2 menit kemudian ponselnya berbunyi lagi,

"Jangan kemana-mana ya… Aku akan ke sana."

"Tok! Tok! Tok!"bunyi pintu yang diketuk membuat Juvia merasa bahwa temannya sudah datang. Juvia membuka pintu dan menemukan Lisanna.

"Silahkan masuk."ajak Juvia, Lisanna mengangguk dan masuk ke dalam.

"Juvia, apa kau masih sakit?"tanya Lisanna,

"Tidak. Juvia sudah baik-baik saja."kata Juvia dengan seulas senyuman di wajahnya,

"Syukurlah! Levy memang sudah keterlaluan. Akibatnya, Levy diskors selama 1 minggu."jelas Lisanna.

"Dia diskors?"gumam Juvia,

"Jujur saja. Aku tidak suka dengan Levy McGarden. Aku juga pernah disiksa olehnya. Sama saja sepertimu… Aku hanya diam. Sampai saat itu Natsu menolongku. Natsu tak segan-segan memukul Levy."Lisanna menceritakannya,

"Juvia!"panggil Lisanna,

"Iya?"tanya Juvia,

"Kau harus bisa melawan perbuatan Levy!"tegas Lisanna. Juvia tersenyum.

"Juvia butuh saran. Maukah kau memberikan Juvia saran?"tanya Juvia,

"Tentu saja!"balas Lisanna,

"Juvia menyukai seseorang. Tetapi pemuda itu sudah menyukai gadis lain… Apa yang harus Juvia lakukan?"tanya Juvia. Mata biru midnightnya berkaca-kaca.

"Siapa yang kau suka?"tanya gadis bermata shapphire itu penasaran,

"Gray Fullbuster…"jawab Juvia.

"Oh… Dia…"Lisanna tersenyum dalam hati,

"Kau harus merubah gayamu!"gadis bernama Lisanna Strauss itu pun tersenyum dengan tekad.

"Kau harus sangat cantik! Aku tahu kau sangat cantik!"ujar Lisanna dengan mata berbinar.

"Benarkah?"tanya gadis bernama Juvia Loxar itu,

"Tentu! Hari Minggu! Datang saja ke rumahku! Ini alamatnya…"Lisanna memberikan secarik kertas berisi alamat rumah Lisanna.


Pagi hari tiba, di ufuk timur tampak matahari terbit dengan malu-malu. Sinar menerobos masuk ke sebuah kamar. Angin pagi berhembus pelan dan agak dingin dari jendela. Mata sebiru malam hari yang terlihat kelam itu terbuka, rambut birunya yang menggulung berwarna aqua agak berantakan, kulitnya pucat, walaupun begitu gadis bernama Juvia Loxar itu tetap cantik.

"Hoam!"Juvia terbangun dari dunia mimpinya, ia bangkit. Mengambil handuk birunya dan melangkah menuju kamar mandi. Buliran air yang segar membasahi sekujur tubuh Juvia.

"Juvia berharap agar Juvia tidak terlalu mengalami nasib buruk. Kepala Juvia masih sakit…"seketika terlintas adegan yang membuatnya salting. Ciuman pertamanya yang tak disengaja. Setelah selesai mandi, Juvia mengenakan seragamnya. Kemeja putih, dasi abu-abu kebiruan, rok pendek senada dengan dasi, sweater berwarna krem, dan kaos kaki hitam dibawah lutut.

"Ini masih jam 06.10 AM… Juvia akan membuat bento!"seru Juvia,

'Untuk Gray!'batin Juvia dalam hati.

Saat di sekolah, dengan malu-malu Juvia memberikan sekotak bento kepada Gray.

"Bento?"gumam Gray,

"Ini untuk Gray!"ujar Juvia dengan perasaan berbunga-bunga.

"Arigatou…"balas Gray. Dengan senang hati dia menerima sekotak bento yang dibuatkan Juvia untuknya. Juvia segera menuju kelas. Sedangkan Gray menuju taman yang memang tidak banyak murid yang ada di sana.

"Whoa!"Gray kagum melihat bento itu. Terlihat rapi dan menggugah selera.

"Glek! Itadakimasu!"Gray dengan lahap memakan bekal makan siang itu,

'Enak!'gumam pemuda bermata onyx.

'Juvia penasaran… Apakah Gray menyukainya?'batin Juvia senang.

"Juvia Loxar…"seorang pemuda berambut putih dan matanya hitam. Rambutnya melawan gravitasi bumi. Pemuda itu memanggil nama Juvia. Pemuda itu tersenyum dan mungkin lebih mirip seringai.

"Kau siapa?"tanya Juvia, gadis itu agak ketakutan.

"Lyon Vastia…"katanya dengan senyuman,

"Aku teman masa kecil Gray Fullbuster…"Lyon mendekati Juvia.

"Tenang, aku tak akan menyakitimu! Aku hanya ingin menjadi temanmu."jelas Lyon saat melihat Juvia yang merasa disudutkan.

"Aku lihat akhir-akhir ini kau sangat dekat dengannya… Yah, aku juga malas kalau yang dia dekati hanyalah gadis itu."gumam Lyon,

"Gadis? Siapa?"tanya Juvia sedikit cemburu bercampur kecewa,

"Seorang gadis yang dulu merupakan sahabat Gray. Huh, gadis itu benar-benar nakal sekarang. Padahal dia tidaklah begitu kalau dulu…"jelas Lyon. Juvia benar-benar merasa aneh sekarang ini.

"Ah, jika aku menceritakannya lebih jauh. Mungkin aku akan dihajar oleh Gray. Jadi… sampai jumpa…"Lyon pergi. Juvia hanya bingung dengan pemuda itu.

Hari minggu…

"Juvia! Ayo ikut aku!"kata Lisanna.

"Baiklah…"balas Juvia.

"Ayo pergi ke salon!"buru-buru gadis berambut pendek itu menarik Juvia masuk ke dalam sebuah Salon.

"Juvia duduk saja disana! Nanti kau akan diurus!"Lisanna merasa sangat antusias. Juvia pun duduk, menunggu untuk diubah rambutnya.

'Semoga Juvia dapat menarik perhatian Gray!'bayangan Juvia duduk berdua bersama Gray pun terbayang di otak gadis yang rambutnya akan diubah itu. Lisanna tersenyum kepada Juvia. Beberapa jam kemudian…

"Whoa!"seru Lisanna melihat perubahan Juvia dalam sekejap.

"Apa ada yang salah dengan Juvia?"tanya gadis yang kini rambutnya lurus tetapi sedikit mengikal dan bergelombang.

"Kau cantik! Ayo sekarang kita akan membuatmu lebih cantik lagi!"Lisanna buru-buru menarik tangan Juvia.

"Kemana Juvia dan Lisanna akan pergi?!"

"Ke rumahku! Mirajane-nee pasti bisa mendandanimu!"

Tibalah mereka dirumah Lisanna.

"Tadaima!"seru Lisanna saat masuk ke dalam,

"Um, sumimasen…"gadis bermata dark blue itu masuk. Melepas sepatu sandalnya.

"Okaeri nasai!"Mirajane datang,

"Juvia ya? Silahkan masuk"gadis yang berumur 2 tahun lebih tua dari Lisanna itu mempersilahkan Juvia masuk dengan sopan.

'Mirajane-nee cantik sekali…'batin Juvia.

"Ayo, Juvia… Kita ke kamarku…"ajak gadis bermata biru shapphire itu sambil menarik tangan pucat Juvia yang agak dingin.

"Kalau begitu aku akan menyiapkan minuman dan cemilan."Mirajane menuju dapur.

"Nah, duduk!"perintah Lisanna, Juvia dengan polosnya duduk di kursi meja rias.

"Juvia tidak akan didandani seperti badut kan?"selidik Juvia, Lisanna tertawa.

"Haha! Tentu saja tidak!"ujar Lisanna.

Beberapa lama kemudian, Mirajane datang. Membawa minuman dan beberapa cemilan.

"Ini minuman dan ce…"gadis berambut panjang putih itu shock dan tertawa terbahak-bahak.

"Juvia! Dandananmu berantakan! Lisanna apa yang kamu lakukan kepada Juvia? Jelas-jelas ini pelanggaran pasal 1 ayat 16 tahun 3001!"seru Mirajane, Juvia dan Lisanna melongo.

"Bercanda. Juvia sana cuci wajahmu…"kata Mirajane.

"Ha'i!"dengan gugup, Juvia menuju kamar mandi yang ada di kamar Lisanna.

"Waaa! Wajah Juvia berubah!"teriak Juvia dalam kamar mandi. Mirajane mendeathglare Lisanna. Selesai membersihkan wajahnya, Juvia keluar dari kamar mandi.

"Hmm… Jadi kau mau didandani agar menarik perhatian pemuda yang kau suka?"ucapan Mirajane membuat Juvai blushing ria.

"Tidak! Tidak! Juvia hanya ingin agar Juvia tidak seperti orang kuno lagi!"tolak Juvia dengan cepat. Mirajane dan Lisanna terkekeh.

"Oh begitu… Kau hanya perlu bedak dan semuanya baik-baik saja. Bahkan tanpa apapun sudah cantik. Sebenarnya kau cantik, bahkan lebih cantik kalau kau adalah gadis yang baik dari dalam."Mirajane mengambil bedak dan memberikannya kepada Juvia.

"Jangan pakai terlalu tebal atau kau akan menjadi badut seperti tadi…"nasehat Mirajane.

"Baik! Juvia akan memakai benda ini!"tekadnya. Namun kemudian dengan ragu Juvia bertanya.

"Bagaimana cara memakainya?"tanya Juvia innocent, Lisanna dan Mirajane sweatdrop berat. Lisanna kemudian tertawa kecil sambil menggaruk kepalanya yang memang gatal. Mirajane pun memberitahunya dan Juvia mencobanya.


Genrenya humor? Pasti readers bingung kenapa ada genre humor... Humornya akan ada di chapter 2 atau 3! Walau sepertinya tidak akan terasa sama sekali...

Reviews para readers atau senpai adalah harapan Agdis untuk terus menulis!

Saran dan kritik diterima! Tapi jangan flame ya!