Prologue
"Woy! Gaswat woy!"
Seorang pemuda berpostur gempal dan berkulit gelap lari-lari nggak jelas seperti sedang di kejar massa kemudian dengan kekuatan penuh langsung mendobrak pintu masuk.
"Oy! Tenang dikit kenapa sih? Ganggu orang aja," pemuda lainnya yang berambut raven berkacamata menyahut kesal karena acara makan donat lobak merahnya terganggu.
"Kenapa sih, Gopal. Teriak-teriak kayak ngeliat setan gitu," pemuda bertopi biru yang dipakai miring bertanya.
"Hah…hah…itu…hah…" pemuda gempal yang dipanggil Gopal itu masih berdiri terengah-engah di ambang pintu kamar Fang dengan keringat yang bercucuran dari wajah bulatnya.
"Uh…mending duduk dulu deh. Tarik napas yang dalam terus jangan dibuang," saran pemuda bertopi merah yang tertutup hoddie merah.
"Lha…kalo gitu mati dong dia?" Fang si pemuda berkacamata menyahut.
"Lagian kalian ngapain di kamar orang sih? Nggak ada kerjaan ya?!" lanjutnya yang akhirnya menyadari kejanggalan di rumahnya karena kedatangan tiga makhluk tak diundang.
"Selow aja dong, Fang. Kita lagi nggak ada kerjaan nih. Sebagai teman nggak masalah kan jika kami bertamu," si topi miring, Boboiboy Taufan berkata sok dramatis.
"Terserah aja deh. Tapi jangan harap aku akan membagi donatku dengan kalian," Fang mendengus kemudian segera memeluk kantung kresek berisi donat lobak merah yang jumlahnya mungkin lebih dari 20 biji(?) itu dengan posesif.
"Siapa juga yang mau makan tu donat gaje itu," sahut Boboiboy Blaze sambil menopang dagu bosan.
"Woy! Kenapa kalian malah nganggurin aku sih!" Gopal berteriak frustasi karena ketiga teman sablengnya itu malah kembali focus pada urusan mereka masing-masing.
"Kalo mau ngomong, ngomong aja napa sih? Emang apa sih yang gawat? Ayahmu memotong uang jajanmu huh?" tanya Taufan dengan ekspresi nggak minat.
"Bukan. Kalo itu mah aku kan bisa minta traktir dari Fang. Ada yang lebih gawat lagi," Gopal segera duduk berhadapan dengan Taufan dan Blaze dan mulai menatap mereka dengan tatapan ala detektif yang lagi nyelidikin kasus, mengabaikan protesan Fang karena Gopal dengan seenak udelnya mencomot donatnya.
"Ini…katanya si Author buat fict baru tentang Gempa," Gopal akhirnya menyuarakan berita gawatnya, yang sebenarnya nggak ada gawat-gawatnya sama sekali, tapi laporan tersebut sukses membuat Taufan dan Blaze melongo, dan Fang tersedak donat lobak merahnya.
"Apa?! Fict baru?!" kaget Blaze.
"Kenapa bisa? Fict-fict nya yang sebelumnya aja belum lanjut, ah! Dasar sableng tuh Author!" sambung Taufan sambil menghentak-hentakkan kakinya.
"Fict tentang Gempa lagi? Kapan dia bakalan buat tentang aku huh?" Fang malah kesal masalah pribadi.
"Terus? Fict nya kayak gimana?" tanya Taufan.
"Itu dia. Aku nggak punya kuota nih buat akses . Makanya aku kesini buat nebeng wi-fi," jelas Gopal innocent.
"Dasar nggak modal," dengus Fang yang kembali cuek dan kembali memakan donatnya.
"Terserah. Jadi…gimana?" tanya Gopal. Taufan dan Blaze saling pandang, kemudian kembali menatap Gopal.
"Ah…sebelum itu, aku mau minta kepastian dulu," Taufan segera mengeluarkan ponselnya, menekan-nekan beberapa tombol, dan meletakkan layar ponsel ke telinganya.
"Kau ngapain?" tanya Gopal.
"Mau nelepon si Author. Kan tadi aku bilang mau cari kepastian," jawab Taufan acuh sedang Gopal sweatdrop.
"Wah…bagaimana bisa Kak Taufan tau nomornya si Author?" tanya Blaze antusias.
"Hah? Dia sendiri yang heboh ngasih nomornya ke aku. Aku sih nggak masalah, tapi siapa sangka bisa berguna di saat-saat kayak gini," jelas Taufan sambil mengangkat bahu.
"O iya, si Author kan TauFanatic. Gimana aku bisa lupa," komentar Gopal dengan wajah :v.
"Jangan menggabungkan namaku kayak gitu dong," sahut Taufan sweatdrop.
Setelah beberapa menit terdengar nada sambung, akhirnya sebuah suara terdengar dari seberang telepon.
Taufan: Oy, Author. Aku mau ngomong nih.
Author: Kyaaaa! Akhirnya kau telepon aku juga! Taufan!
Taufan: *sweatdrop* aku Cuma mau nanya nih.
Author: Hah? apaan? Tentu saja aku mau jadi pacar kamu, Taufan! Eh, tapi kalo kamu suka sama Hali lebih oke sih…
Taufan: *double sweatdrop* dalam mimpi mu…lagian bukan itu yang mau aku tanyakan.
Author: Terus, apaan dong?
Taufan: Ini tentang fict mu yang terbaru. Beneran kau buat fanfiction tentang Gempa lagi?
Author: Oh itu. Kenapa kau bisa tau? Padahal rencananya akan aku kasih tau setelah chapter dua rilis.
Taufan: Gimana aku bisa tau itu nggak penting. Yang penting nih, kenapa tentang Gempa lagi?
Author: Muehehehehe…soalnya aku nggak tau mau ngapain lagi. Kalo tentang Blaze atau Ice kan aku belum tau banyak tentang mereka. Kalo kau atau Hali malah nanti nyerempet ke 'situ'. :v
Taufan: *sweatdrop* ah…terserah. Sekarang, sinopsisnya kayak gimana?
Author: Eit! Kalo mau tau harus baca dong. Kan nggak seru kalo langsung kasih spoiler ^^.
Taufan: Alaah...ayolah jangan pelit sama aku dong~
Author: Percuma kamu mau menggodaku, Taufan. Aku sudah kebal, fufufufu…
Taufan: Author~
Author: Sudah. Kalo mau tau, silahkan tunggu chap satu nya ya. Jaa ne~! XD
Taufan: Tung- Author!
Tut…tut…tut…
"Ah! Dia memutuskan sambungannya!" Taufan menatap kesal layar ponselnya.
"Sudahlah, Kak. Mending dengar apa kata Author aja deh," ucap Blaze sambil menopang dagunya.
"Katanya chapter satu sudah selesai dirilis," ucap Gopal.
"Makanya…uh! Fang, cepat pasang laptopmu!" perintah Taufan seenak jidat Adu du(?).
"Cih…kalian ini apa-apaan sih? Kenapa harus aku?" protes Fang semakin kesal. Sudah acara ngemilnya diganggu, sekarang malah diperintah seenaknya oleh makhluk biru nggak waras.
"Ayolah. Kau juga pasti mau tau seperti apa ceritanya kan? Siapa tau juga kau muncul di situ," bujuk Taufan dengan puppy eyes no jutsu.
Fang memutar mata bosan dan memutuskan untuk mengalah saja daripada semuanya tambah runyam.
Fang kemudian segera menyalakan laptop merk 'Pinapple' nya dan segera menghubungkannya dengan koneksi wi-fi yang baru-baru ini dipasang oleh Kaizo.
Setelah beres, Fang kemudian mulai mengakses situs , dan masuk ke fandom Boboiboy.
"Uh…ini dia!" Taufan menunjuk salah satu fiction dengan pen name Harukaze Kagura dengan hebohnya. "Uh…tenang dong, nggak usah berlebihan," Fang kemudian meng-klik fict tersebut, dan akhirnya laptopnya itu segera dikerubungi oleh ketiga teman sablengnya, dan mereka berempat pun mulai anteng membaca.
A/N: …
Ano…sebenarnya saya nggak bermaksud buat fict baru…tapi kayaknya tangan ini sama sekali tidak mendengarkan otaknya makanya jadi kayak gini *hah?* uhm…maaf, saya ngelantur.
Well, masih banyak fict yang nanggung tapi untuk beberapa alasan saya terserang WB tapi ajaibnya bisa punya ide baru kayak gini.
Tentunya, ini bukan murni ide saya. Fict ini terinspirasi dari anime yang baru-baru ini tayang dan masih berstatus on-going berjudul Handa-kun. Huh…baru nonton episode satu saja saya langsung dapat pencerahan dan membuat fict ini jadi yah…gitu deh *plak!*.
Oke,oke…daripada saya malah lebih ngelantur lagi ngocehnya mending langsung pindah ke disclaimer aja dah.
Disclaimer: Jika Boboiboy punya saya, pasti si Kaizo sudah saya bikin threesome dengan Boboiboy dan Fang *di cakar harimau bayang*
Rate: T (Nyari aman)
Genre: Humor, Friendship, bit Parody
Warning: AU, Teen!chara, Gaje, based from summer Anime titlet Handa-kun, parody ga jelas, OOC, elemental-siblings, kadang-kadang bisa ambigay(?), Innocent!Gempa, Hum!Fem!Ochobot, Hum!Alien, Hum!Robot, nista!chara, umm…masih ada lagi ga ya? *di lempar shuriken*
All right, you all have been warning, if you still want to read it,
Enjoy then :D
Cerita ini dimulai di pagi hari Pulau Rintis, dimana semilir angin pagi hari menyejukkan udara, burung-burung kecil berkicau ceria, dan banyak orang berlalu lalang guna pergi bekerja atau ke sekolah.
Singkatnya, hari ini adalah salah satu dari hari dimana warga-warga Pulau Rintis mengerjakan aktivitas mereka.
SMA Pulau Rintis, 8.00.A.M
"Hah…lagi-lagi Kak Halilintar dan yang lainnya berangkat tanpa aku. Padahal aku sudah repot-repot masakin sarapan buat mereka…" seorang pemuda berseragam SMA Pulau Rintis yang di tutupi jaket hitam bermotif gunung berwarna kuning ditambah topi berwarna senada yang dikenakan terbalik mendesah setelah memasuki gerbang.
Begitu pemuda tersebut berjalan menyusuri halaman sekolah, sontak perhatian seluruh siswa langsung tertuju padanya. Para siswi menatapnya dengan tatapan berbinar-binar, dan siswa menatapnya dengan pandangan penuh kekaguman.
"Itu Gempa, kan?"
"Kyaaa! Seperti biasa dia keren!"
"Humm! Ketua OSIS memang hebat!"
Sayang sekali, Gempa sama sekali tidak mendengar bisikan-bisikan positif tersebut dan memilih untuk menundukkan kepalanya.
Benar, nama pemuda tersebut adalah Boboiboy Gempa, biasa di panggil Gempa.
Meski namanya tergolong anti-mainstream, tapi hal itu tidak menutupi kepopulerannya karena penampilannya yang keren, sifatnya, kejeniusannya, plus pemuda tersebut menyandang status sebagai Ketua OSIS yang sangat disegani siapa saja-bahkan guru-guru sekali pun.
Tapi…yang jadi masalah adalah, sepertinya Gempa sama sekali tidak menyadari kepopulerannya itu dan malah mengartikannya ke hal yang lain.
Gempa POV
Aduh…baru saja 5 menit aku menginjakkan kaki di sekolah, lagi-lagi aku ditatap seperti itu. Aku bahkan bisa mendengar bisikan samar-samar disekitarku.
Aku merasa buruk…apa aku melakukan sesuatu yang salah?
Apa…aku sedang jadi bahan gunjingan orang?
Apa aku akan segera ditindas begitu aku masuk kelas?
Aku memutuskan untuk melirik ke arah sekumpulan gadis-gadis yang sedang berbisik-bisik, dan begitu tatapanku tertuju ke arah mereka, sontak para gadis tersebut langsung memalingkan wajahnya.
Sial, apa segitunya mereka membenciku, sampai menatapku saja mereka tidak sudi?
Huft…aku hanya menghela napas lelah dan meneruskan langkahku menuju kelas. Biarlah jika mereka membenciku. Toh aku tidak merasa melakukan kesalahan, selain itu aku juga tidak punya niatan untuk berteman dengan mereka.
Yang terpenting kan aku punya saudara-saudara kembarku, meski tingkah laku mereka terkadang agak gila.
Normal POV
Gempa tetap berjalan menyusuri halaman sekolah tanpa mempedulikan tatapan kagum para siswa-siswi yang di sangkanya merupakan salah satu cara mereka menggunjing dirinya.
"Yah…kayaknya Gempa nggak punya niat berteman dengan kita ya," seorang siswa mendesah begitu melihat ada aura-aura suram menguar dari tubuh Gempa, ditambah dinding kaca imajiner yang tampak menutupi seluruh tubuh Gempa dari sentuhan dunia luar.
"Mau gimana lagi. Kita pasti nggak sebanding dengan Gempa yang luar biasa itu," sahut yang lainnya dengan pasrah. Namun meski begitu, mereka tetap memandangi sang Ketua OSIS dengan kagum dan antusias.
"Cih…aku harap aku bisa melewati hari ini dengan tenang…" gumam Gempa yang mulai merasa risih karena terus-menerus menjadi pusat perhatian bahkan saat sudah masuk koridor sekolah.
.
.
.
Gempa POV
Setelah sampai di kelas, aku segera menuju tempat dudukku yang terletak di barisan kedua dari belakang dekat jendela. Aku sengaja memilih tempat duduk ini karena biasanya tokoh protagonist di setiap cerita atau Anime pasti tempat duduknya dekat jendela.
Eh, ralat, maksudnya itu karena disini aku bisa melihat pemandangan luar serta segarnya angin yang masuk melalui jendela.
"Ah…ini dia buku ku yang ketinggalan," aku segera mengeluarkan buku paket bahasa Melayu tersebut dari dalam laciku, namun begitu aku menarik keluar buku tersebut, secarik kertas terjatuh dari laciku.
Penasaran, aku segera memungutnya dan menyadari bahwa benda itu ternyata adalah sepucuk surat.
Amplopnya berwarna pink, dan ada hiasan berbentuk hati.
Duh, jangan-jangan ini surat ancaman.
Darimana mereka tau bahwa aku paling tidak suka dengan bentuk hati?
Apa jangan-jangan mereka memata-mataiku?
Aku ingat, ini bukan kali pertama aku mendapat surat seperti ini. Malah, waktu kelas satu saja pernah ada setumpuk surat sejenis ini.
Sepertinya aku memang dibenci semenjak masuk ke sekolah ini…
Aku memandangi surat di atas meja tersebut dengan hati-hati.
Aku tidak membukanya, karena aku tidak mau tersakiti oleh kata-kata menyakitkan yang mereka lontarkan padaku.
Siapa kira-kira yang mengirim ini?
Apa orang itu ada di kelas sini?
Atau dia adalah salah satu pesaingku saat pemilihan ketua OSIS?
Mungkin saja dia masih dendam padaku?
Ah…apa yang harus aku lakukan?
Pokoknya aku harus lakukan sesuatu.
Jika ini bukan surat ancaman, minimal ini bisa jadi surat tantangan.
Ah, tapi aku tidak pandai bertarung seperti Kak Halilintar, aku juga tidak pandai menusuk orang dari belakang seperti Kak Taufan. Apa yang harus aku lakukan?
.
.
.
Normal POV
"Mmmhh…"
Seorang gadis berambut hitam sepunggung dengan sebuah google kuning menghiasi rambutnya tampak gelisah dan terus-menerus melirik ke arah tempat duduk berjarak dua meja dari mejanya, yang merupakan tempat duduk Gempa.
"Psst, Ochobot, kau kenapa?" gadis pirang sebahu, Amy bertanya pada gadis yang duduk disebelahnya itu.
Ochobot menggerang dan melirik ke arah Amy.
"Amy…" Ochobot menatap Amy dengan tatapan berkaca-kaca.
"A-apa? Ada masalah apa?" tanya Amy merasa semakin penasaran dengan teman sekelasnya ini.
"Aku…aku baru saja menaruh surat cinta di dalam laci meja Gempa," ucapan Ochobot membuat Amy cengo.
"Beneran?! Terus…apa katanya?" tanya Amy heboh.
"Itu…" Ochobot menunjuk ke arah Gempa, yang masih duduk dengan kedua tangan di depan dada, dan terus memelototi surat di atas mejanya seperti seorang peserta Ujian Nasional.
"Dia belum membuka suratnya dan hanya memandanginya sejak tadi. Apa jangan-jangan dia tidak menyukainya?" gumam Ochobot cemas.
"Maa, jangan pesimis dulu. Mungkin Gempa sedang menggunakan otak cerdasnya itu untuk menebak siapa pengirimnya," komentar Amy.
"Gimana jika kau beri code saja supaya dia menyadarinya?" lanjut gadis bersurai pirang tersebut.
Ochobot tampak menimbang-nimbang saran Amy, tapi kemudian mengangguk dan kemudian memberanikan diri mendekati sang Ketua OSIS SMA Pulau Rintis tersebut.
.
.
.
Gempa POV
Aku sudah memandangi surat ini selama lebih dari 20 menit, dan aku sama sekali tidak tau mau melakukan apa.
Aku sih ingin membuangnya, tapi bisa saja orang itu menyadarinya dan memilih cara mengeroyokku bersama komplotannya di halaman belakang sekolah.
Aku menelan ludah, apa yang harus aku lakukan? Ini benar-benar menyusahkan…
"Anu…"
Aku mengangkat kepalaku, dan mendapati seorang gadis ber-google kuning yang tampak menatapku…dengan ragu.
Kenapa wajahnya memerah begitu dan tampak enggan menatapku sih?
"S-surat itu…" dia menunjuk surat yang ada di atas mejaku.
Aku ingat sekarang, gadis ini adalah Ochobot, wakil ketua kelas disini. Umm…kira-kira dia mau ngapain ya?
"Surat?" aku mengulang kata-katanya.
"S-su-surat itu…a-anu…aku…" aku memiringkan kepalaku bingung, sepertinya dia tidak niat berbicara denganku deh.
"Itu…itu milikku…" gumamnya dengan suara yang sangat pelan, tapi cukup untuk sampai pada pendengaranku.
Aku cengo, Ochobot dengan cepat langsung berbalik dan kembali ke tempat duduknya.
Sekarang aku mengerti, jadi yang mengirim surat ini adalah Ochobot…
Dan sekarang aku mengerti maksudnya…
Dia pasti mau menghinaku!
Iya, dia mungkin tidak setuju karena aku sudah jadi Ketua OSIS, terus jadi Ketua kelas lagi. Dia pasti tidak terima dengan hal itu dan mengirim surat ini agar aku turun jabatan.
Tapi…kenapa harus pakai surat segala?
Kalo mau ya ngomong langsung. O iya, dia pasti sangat membenciku sehingga tidak mau berbicara denganku.
Sekarang aku harus bagaimana?
Aku tidak pernah menyangka yang mengirim surat ini adalah seorang gadis.
Aku harus memberikan respon seperti apa?
Ah, pakai cara aman saja ya?
Aku serahkan saja jabatan sebagai ketua kelas kepadanya. Toh aku sendiri juga sebenarnya tidak punya niat jadi ketua kelas.
Tapi, kalo aku pakai cara seperti itu aku malah akan dikira pengecut lagi. Harga diriku di sekolah ini bisa makin hancur.
Aku tidak mau di anggap kalah dari perempuan…jadi aku harus bagaimana…?
.
.
.
Normal POV
"Amy, percuma saja, dia masih saja menatap surat itu tanpa menyentuhnya," bisik Ochobot karena Gempa hanya terus memandangi surat tersebut dan kini sudah ada aura-aura suram keluar dari tubuhnya.
"Aku pikir Gempa tidak suka dengan cara begitu. Bagaimana kalo kau ngomong saja langsung," saran Amy.
"Tapi, bagaimana kalo aku ditolak?" tanya Ochobot cemas.
"Jangan khawatir. Kau cantik kok. Aku yakin Gempa pasti akan menyukaimu," Amy menyemangati sambil menepuk-nepuk bahu gadis bersurai hitam tersebut.
"Mmm…tapi aku sama sekali tidak tau seperti apa tipe gadis yang disukai Gempa…" gumam Ochobot masih dengan raut wajah cemas.
Amy menatap Ochobot sebentar, kemudian berpikir, "Baiklah, kalo begitu serahkan saja padaku," ucap Amy penuh keyakinan.
"A-apa yang mau kau lakukan?" tanya Ochobot. Amy hanya tersenyum sebagai balasan, dan kemudian beranjak dari kursinya.
.
.
.
Gempa POV
"Hey, Gempa,"
Aku yang masih belum menemukan solusi yang tepat dengan masalah ini pun langsung dikagetkan dengan panggilan tiba-tiba dari hadapanku.
"Ochobot memintamu untuk menemui dia di halaman belakang sekolah sepulang sekolah nanti. Kau harus datang ya," Amy, gadis yang duduk di sebelah Ochobot berucap disertai seulas senyum manis.
"A-a…apa?" aku lambat merespon, karena Amy sudah lebih dulu beranjak kembali ke tempat duduknya.
Astaga…Ochobot memintaku pergi menemuinya sepulang sekolah, jangan-jangan aku bakalan di kerjai habis-habisan lagi.
Ah! Kenapa hal ini selalu terjadi padaku sih…?!
Ini adalah pertama kalinya ada yang menyatakan akan menghabisiku secara terang-terangan, dan terlebih lagi yang melakukannya adalah seorang gadis yang merupakan wakil ketua kelas dari kelasku sendiri.
Jika seperti ini, mungkin aku tidak usah datang saja. Tapi…kalo aku tidak datang bisa jadi mereka akan melakukan hal yang lebih mengerikan padaku selanjutnya.
Ngadu ke Kak Halilintar, yang ada nanti aku bakalan di cap pengecut yang hanya mengandalkan kakak saja. Apa yang harus aku lakukan…?
Aku segera menelungkupkan kepalaku di antara lipatan lenganku, pasrah.
Bisa saja aku tidak akan pulang dengan selamat hari ini…mungkin aku harus segera mempersiapkan surat wasiat dulu ya?
Tidak.
Aku ini laki-laki, jadi aku tidak boleh menyerah.
Dia hanya seorang gadis, jadi aku harus melakukan sesuatu. Baiklah, aku akan menyanggupi permintaannya, apapun yang terjadi, sebagai seorang Ketua OSIS akan aku hadapi.
Aku sudah bertekad tidak akan mundur, dan sebagai laki-laki aku juga tidak bisa menarik kata-kataku. Jadi aku harus mulai memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi nanti.
.
.
.
Normal POV
"Nah, aku sudah memintanya, jadi juga harus datang ya, Ochobot," ucap Amy dengan aura blink-blink di sekitarnya.
"Amy! Kenapa kau malah melakukan itu!" seru Ochobot panik.
"Tenang saja. Semuanya akan baik-baik saja. Kau pasti bisa, aku akan mendukungmu," ucap Amy sambil mengacungkan jempolnya.
"Itu tidak membantu sama sekali, Amy…" gumam Ochobot sweatdrop.
.
.
.
SMA Pulau Rintis, 4.00.P.M
Gempa POV
Akhirnya waktunya telah tiba. Setelah membereskan semua barang-barangku, aku segera bergegas keluar kelas dan berjalan menuju halaman belakang sekolah.
Sebenarnya aku juga ragu, tapi aku sudah terlanjur bertekad jadi aku sudah tidak bisa mundur.
Kemungkinan besar, jika terjadi hal-hal buruk padaku, saudara-saudaraku tidak akan tinggal diam tentang hal itu.
Tapi tentu saja, aku tidak boleh hanya mengandalkan mereka saja dan aku harus memutar otak cepat untuk bisa lolos dari serangan mereka.
Tap!
Akhirnya aku tiba di halaman belakang, dan aku sedikit terkejut karena banyak siswa-siswi yang berkerumun di sekitar sana, dan di tengah-tengah tampak Ochobot dan Amy yang berdiri di belakangnya.
Aku menelan ludah, sepertinya mereka berniat untuk mempermalukan ku di depan banyak siswa disini.
Aku harus cepat melakukan sesuatu atau kehidupan sekolahku akan hancur.
Benar, apapun itu, aku harus tetap siap menghadapinya, karena aku bagaimana pun juga, aku adalah Ketua OSIS SMA Pulau Rintis, dan aku tidak semudah itu dikalahkan!
.
.
.
T B C
Yosh! Chapter 1 yang merupakan epilogue selesai, entah kenapa gaje banget adegan di atas ya? hahaha...saya hanya menyesuaikan adegannya dengan yang di aslinya jadi kayak gitu deh, meski nggak senista animenya sih. Yosh, chapter 1 sudah, kini tinggal lanjutannya yang nggak tau bakalan rilis kapan *bow!* well, kalo ada yang me-review dan isinya positif maka akan saya lanjut, tapi kalo nggak yah…discontinued aja deh *plak!*
Baiklah, sampai disini bacotan saya, sampai jumpa lagi di lain waktu! Ingat, kalo kalian mau fict ini lanjut, silahkan berikan review-tapi tolong jangan di flame ya~ *sujud-sujud*
Sore jaa, bye bye~~~!
"…"
Fang hanya diam setelah selesai membaca fict gaje tersebut.
"Apaan…kenapa udah selesai? Gimana nih?" ucap Blaze cemas.
"Katanya si Author nggak bakalan lanjut kalo nggak ada respon nih. Apa yang sebaiknya kita lakukan?" Gopal ikutan cemas.
"Jangan khawatir, aku akan membujuk si Author. Dia pasti nggak bakalan bisa nolak," sahut Taufan sambil menyeringai.
"Bener tuh. Kita aja belum muncul masa nggak mau dilanjutin lagi. AKu akan mendemo si Author itu," seru Blaze berapi-api.
"Terserah deh, sekarang karena sudah selesai, mending kalian pulang," Fang angkat bicara.
"Yah…kau mengusir kami, Fang?" ucap Gopal sok sedih.
"Habis…ini udah larut terus mau sampai kapan kalian nangkring di rumahku?!" seru Fang naik darah.
"Sampai chapter dua rilis," jawab ketiga teman sablengnya bersamaan dengan wajah innocent.
"Ck! Kalo kalian nggak pergi, nggak akan lagi free wi-fi buat kalian," ancam Fang dengan tatapan setajam kapten gunting berambut merah dari fandom seberang.
"Iya deh, tapi kami bakalan kesini tiap hari ya, buat nge-cek update fict nya," ucap Taufan menyerah.
"Terserah. Sudah sana," Fang mengibas-ngibaskan tangannya layaknya mengusir seekor anjing.
Dan hari itu pun berakhir setelah angkat kakinya Taufan, Blaze, dan Gopal dari kediaman keluarga Kaizo tersebut, meninggalkan Fang yang masih mesem-mesem dengan donat lobak merahnya tercinta.
.
.
.
Yosh, sampai nanti minna! Please give me some review 'kay~? ^^
