Disclaimer © Masashi Kishimoto
Story © Punya Kika
Pair © Uchiha Sasuke, Hyuuga Hinata
Rated © M
WARNING © OOC akut, typo, alur cepat dan teman-temannya.
Summary © Kehidupan pernikahan setelah perjodohan | "Jangan menganggu privasi masing-masing.." | "Jangan gampang terbawa suasana, kalau jatuh cinta duluan, bukan salahku" | SasuHina | RnR
Don't like don't read
.
.
.
-Our Marriage Life-
Chapter 1: One-sided You
.
.
.
Menjadi mahasiswa itu gak mudah. Dari segi mata kuliah yang kadang kita nggak ngerti kok bisa sih mata kuliah gitu ada di muka bumi ini sampe tugas kuliah yang kadang banyakan ngaco-nya dibanding pelajaran yang bisa dipetik (buah kali ah), apalagi ngadepin dosen killer atau dosen ngambekan. Belum lagi, ngadepin dan nanggepin julid sesama mahasiswa yang kadang ngalahin julid-nya netijen . Ya Allah, pengen hidup tenang dan damai aja kita tuh.
Memasuki tahun-tahun akhir, alias semester akhir, alias mahasiswa ujung tanduk, alias mahasiswa serigala terakhir, hidup serasa makin ribet dan nyusahin aja. Please welcome, our skripsialan, eh, skripsi maksudnya. Sebenernya skripsi itu gak nyusahin-nyusahin amat, yang nyusahin itu pertanyaan orang-orang sekitar. "Udah ACC?", "kapan ujian?", "kapan wisuda?". Please...
Hyuuga Hinata, 25 tahun adalah mantan mahasiswa yang pernah mengalami itu semua sekitar 2-3 tahun lalu. Ah, masa muda yang sungguh menyusahkan, tapi wisuda bukan akhir dari segalanya, gengs. Sesakit-sakitnya ditanya "kapan wisuda" lebih sakit lagi ditanya "sekarang kerja dimana?", "calon mana?", "kapan nikah?". Pertanyaannya emang simpel, hanya 2-3 kata, tapi nyelekit-nya gak sesimpel itu. Sakitnya tuh berasa tembus hingga ke ulu hati.
Setelah menyelesaikan studi di Universitas Konoha, khususnya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan ngos-ngosan, Hinata pernah mengabdikan hidupnya sekitar 2-3 bulan di perusahaan Papanya, membantu kegiatan administrasi, follow up kegiatan perusahaan, membantu perencanaan jadwal perusahaan, Hinata menyerah angkat tangan. Tipe-tipe pemuja kebebasan seperti Hinata tidak bisa meringkuk di bawah kondisi tekanan, tuntutan pekerjaan, mengejar deadline, presentasi, belum lagi aturan pakaian perusahaan yang mengharuskannya menggunakan outfit yang office look, kemeja feminin, rok, dan hi heels yang sebenarnya lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Impian Hinata sebenarnya ingin bekerja di perusahaan-perusahaan internasional yang berbasis eco-friendly, dimana para pekerja dibebaskan menggunakan pakaian apa saja asalkan sopan dan nyaman, dan didukung oleh lingkungan kerja yang nyaman juga, hijau, adem oleh oksigen, bukan oleh AC. Huuhh.
Tidak menemukan hal yang ia inginkan di perusahaan Papanya, ia memutuskan untuk hijrah di pedalaman desa yang jaraknya sekitar 4-5 jam perjalanan menggunakan kereta cepat dari pusat kota Konoha. Sebagai cucu yang baik, Hinata ingin menemani neneknya di kampung yang sudah tua, sekaligus membantu kebun organik yang dikelola neneknya, mulai dari semangka, melon, tomat, sawi, dan sayur-sayuran lainnya.
Hinata menikmati kegiatannya di desa ini, lingkungan pegunungan, hijau, adem, dan bebas polusi. Pasar tidak terlalu jauh, jaringan internet lumayan bagus untuk nge-julid bareng temen-temen, bikin story di igeh, dan yang paling penting untuk ngebucin (baca: stalking bias mas-mas tampan koreyah hingga halusinasinya menembus lapisan ozon). Nenek Chiyo yang rajin masak makanan jadul tapi super enak semakin membuat Hinata hidup nyaman di desa ini, kalau pun mencoba makanan modern, Hinata akan melakukannya bersama nenek Chiyo. Oh iya, jangan lupakan pemandangan sekitar sini yang instagram-able banget. So far, hidup disini enak, nyaman dan baik-baik saja. Teman-temannya di Konoha sudah memperhitungkan nasib Hinata. Seperti, mungkin saja Hinata nanti berjodoh dengan tuan tanah, atau pekerja kebun nenek Chiyo. Ketahuan banget nih tontonannya, pasti FTV di Ind*siar.
Papa dan mamanya setuju saja dengan keputusan Hinata hidup bersama neneknya di kampung. Secara, nenek Hinata menolak hidup di kota, kalau pun kangen, Papa dan Mama Hinata-lah yang akan berkunjung ke kampung. Kini Hinata paham, hasrat dan idelaisme hidupnya turun dari mana.
Hari ini cuaca cerah tapi tidak panas dan menyengat, pokoknya bedalah rasanya dengan melihat gebetan yang menjadikan cewek lain sebagai konten insta story-nya. Hinata dan neneknya sedang makan di teras, mereka baru saja selesai memanen buah tomat, truk pembawa buah baru saja pergi ke kota. Hari ini nenek menghidangkan nasi hangat dengan ikan tuna kuah kuning, kesukaan Hinata, ditambah tumis kangkung dan jus jeruk yang dipetik langsung dari kebun.
"Enak banget, Nek" kata Hinata sambil lahap memakan.
"Kamu itu, katanya tidak bisa makan sendirian tapi tidak mau menikah, malah kesini" balas nenek Chiyo meminum jus jeruk.
"Kan kalo disini ada nenek yang nemenin makan" jawab Hinata santai.
"Masa sih cucu nenek tidak punya pacar" ya Allah, berasa ada petir menyambar-nyambar.
"Ya gimana, aku doang yang suka dia, Nek. Dia mah nggak" Hinata mengenang seseorang yang menjadi objek bucin-nya selama kuliah. Sekolah tinggi-tinggi, kenal cinta langsung auto goblok. Sedih emang.
And I know there's no making this right,
And I know there's no changing your mind,
But we both found each other tonight,
So if love is nothing more than just wasting your time, wasted on me.
Lagu Wasted On Me milik BTS terdengar dari iPhone legend Hinata artinya ada telpon masuk.
"Huh, Mama tuh akhir-akhir ini kenapa sih" Hinata menggerutu melihat nama Mamanya muncul di layar iPhone putih legend-nya. Kenapa legend? Ntar diceritain yak.
"Angkat, siapa tahu ada yang berniat melamarmu" canda Nenek Chiyo. Hmm, perkataan adalah doa.
"Ya Ma...lagi makan nih sama Nenek...Pulang ke rumah? Ngapain? Hinata baru panen tomat nih Mah, besok mau petik sawi nenek" ucap Hinata malas-malasan.
"Pembicaraan penting?" firasat Hinata mulai tidak enak.
"Terus nenek gimana? Hinata gak akan pulang kalo nggak ada yang nemenin nenek" Hinata memberi penawaran, sekaligus alasan untuk menghindari pembicaraan penting tersebut.
"Kak Neji? Loh, dia kan sibuk, istrinya juga lagi di luar kota"
Menurut pembicaraan, Hinata diminta pulang ke rumah sementara tugasnya menjaga nenek dan kebunnya digantikan oleh Neji dan istrinya, Tenten. Sekalian berbulan madu setelah pernikahan mereka yang terhalang pekerjaan masing-masing.
.
.
.
Hinata bersiap untuk berangkat meninggalkan neneknya yang minum teh hangat bersama Neji yang masih mengenakan baju tidur di teras rumah. Tenten masih di dapur sibuk membuat pisang goreng.
"Udah deh, pulang. Kamu gak kangen Mama?" ucap Neji berharap Hinata makin memantapkan langkahnya untuk pulang ke rumah.
"Aku tuh curiga ya Kak, kakak kan tahu aku tuh-"
"Dia baik dan pintar. Percaya deh"
Tuh kan. Pasti ngejodoh-jodohin lagi. Hadeh.
Gak ada pilihan lain. Yaudahlah, Hinata memutuskan untuk pulang, tidak ada yang dirindukan dari suasana perkotaan selain bertemu dengan teman-teman semasa kuliah. Ah, ada gosip apa lagi ya. Lama tidak bertemu dengan Sakura, Ino, dan yang lainnya setidaknya membuat Hinata sedikit bersemangat untuk ke kota Konoha.
Hinata menaiki salah satu kereta dan memilih tempat duduk yang tidak terlalu ramai. Bagaimana pun, keheningan biasanya menjadi penenang bagi kesendirian. Eh.
"Hei," sapa Hinata ramah kepada seorang remaja laki-laki, si remaja tersenyum manis. Hinata perkirakan usianya masih sekitar kelas 2 SMA. Hinata memang begitu, mudah tersenyum dan selalu merasa ingin berteman dengan siapa saja. Entahlah, mungkin karena latar belakang pendidikannya yang dahulu membuatnya sering mengunjungi banyak tempat dan menuntutnya untuk bisa berbaur dan bergaul dengan baik dengan siapapun.
"Habis liburan sekolah ya?" tanya si remaja lelaki sokab. Sok akrab. Iya, penampilannya yang santai, perawakannya yang mungil serta wajahnya yang baby face kerap kali membuatnya dianggap anak SMA.
"Nggak dek, abis jengukin nenek. Oh iya, 2 tahun lalu saya wisuda di Universitas Konoha loh" kata Hinata ramah. Si remaja lelaki terkesiap, seketika langsung bisa menebak usia Hinata yang sebenarnya.
"Serius? Nggak keliatan" Hinata tertawa kecil menanggapi.
"Kak, aku pengen kuliah teknik pertambangan di UK (Universitas Konoha), itu masuknya susah gak ya?" Dan kemudian mereka membicarakan mekanisme penerimaan mahasiswa baru, kehidupan perkuliahan, dan secara tidak langsung membuat Hinata mengenang masa-masa indahnya mengenal cinta, meskipun hanya sepihak.
.
.
.
Suasana ruang keluarga Hyuuga mendadak suram, dipenuhi aura tidak menyenangkan. Mata Hinata menatap tajam kepada orang tuanya. Papanya berusaha mengalihkan pandangan, sedangkan Mamanya berbicara dengan kikuk dengan senyum yang berusaha dipaksakan. Semua manusia terdekat Hinata tahu bahwa manusia yang satu ini sangat menentang adanya pernikahan, ia merasa hidupnya akan hancur berantakan setelah menikah, ia takut tidak bisa mendapatkan kenyamanan dan kebebasannya lagi.
"Maahhh-"Hinata protes.
"Namanya Uchiha Sasuke. Dia orangnya baik, pintar dan bertanggungjawab, kalian hanya beda usia 3 tahun, dia tinggi dan sangat tampan. Mama nggak mungkin menyerahkanmu kepada orang sembarangan, coba lihat dulu orangnya seperti apa" ucap Hikari kikuk menyerakan amplop yang berisi beberapa lembar foto lelaki bernama Uchiha Sasuke itu.
Hinata melirik amplop itu sekilas. Lalu mengalihkan pandangannya.
"Kami tidak bisa melihat putri kesayangan kami hidup seorang diri entah sampai kapan. Lagi pula Hinata tidak sedang bersama siapapun kan?" Hiashi angkat bicara.
"Pah, ada Hanabi, lagian selama ini Hinata ngapa-ngapain dan kemana-mana juga sendiri kan, dan Hinata baik-baik aja" sungguh ngenes tapi gimana yak.
"Mama cuma pengen lihat kamu menikah dan punya anak" addohhh. Senjatanya ibuk-ibuk mah gini.
"Dulu waktu SMA, mama cuma pengen lihat Hinata kuliah di UK, giliran kuliah, mama cuma pengen liat Hinata wisuda, abis wisuda, eh mama CUMA mau liat Hinata nikah" hidup memang sekejam itu.
"Mama sudah menjadwalkan pertemuan, 3 hari dari sekarang"
"Mah, serius 3 hari? Hinata masih buluk dari kampung dan nge-babu di kebun nenek Mah..." Hinata tidak punya pilihan lain. Meskipun membangkan tapi Hinata tetap tidak ingin membuat keluarganya malu. Hinata memang berencana menghadiri pertemuan tersebut tapi kan Hinata baru pulang dari kampung, penampakannya terlalu buluk untuk dipandang manusia. Apalagi seorang lelaki yang katanya tampan, pintar, baik dan bertanggungjawab itu. Setidaknya, kita nggak boleh malu-maluin diri sendiri. Sepertinya Hinata harus melakukan 4P seperti saat jaman kuliah dulu. Iya, 4P, Program Pemutihan Pasca laPangan.
Hinata memasuki kamarnya, melihat tampilan dirinya yang benar-benar mirip juragan tomat. Rambut lusuh, kaos lusuh, jeans tidak kalah lusuhnya. Pandangannya beralih ke kalender, tahun ini umurnya sudah 25 tahun. Apakah umur 25 tahun sudah waktunya menikah? Tapi kan pernikahan bukan persoalan usia tapi. Ah, Hinata membaringkan dirinya, mengambil iPhonenya lalu membuat janji dengan teman-temannya untuk bertemu setelah sekian lama.
Sore ini tampak cerah, cuaca pun mendukung untuk Hinata meninggalkan zona nyaman di kasurnya. Ia tampak antusias, mengenakan kaos hitam dan celana di bawah lutut serta converse putih kesayanannya. Tidak lupa menarik totebag kanvas putihnya yang bertuliskan #NoMorePlastic. Tampilannya memang se-casual, itu yang membuatnya selalu tampak seperti siswa sekolah menengah.
Seperti biasa, Hinata melakukan mobilitasnya menggunakan kendaraan umum. Ia sangat senang melemparkan senyumnya kepada siapa saja, membantu orang-orang yang sedang butuh. Sederhana saja, misalnya memegangkan tas ibu-ibu hamil, membukakan pintu kepada lansia atau berbicara asal dengan anak kecil. Perjalanan memakan waktu sekitar 20 menit. Jauh dari keramaian kota sekitar 4 bulan lamanya membuat Hinata cukup merasa terganggu dengan suara-suara kebisingan jalanan.
Tempat pertemuan kali ini diadakan di cafe yang tidak jauh dari lokasi kampus, tempatnya sederhana, tidak terlalu ramai. Hanya diisi dengan mahasiswa yang saling tawar menawar dengan tugasnya agar tidak membuat mereka kehilangan akal sehat di usia muda.
Sesampainya di cafe, Hinata mengambil tempat duduk paling sudut. cafe ini didominasi oleh kayu, meja yang terbuat dari kayu dilengkapi dengan kursi panjang yang terbuat dari kayu juga, terlihat sangat kuat, sekuat hatiku saat tahu kau naksir sama anak jurusan tentangga. Hal terbaik dari keadaan seperti ini adalah memungkinkan Hinata untuk menaikkan dan memanjangkan kakinya di kursi sambil bersandar di tembok. Ngaso dulu, gengs. Di luar panas.
Setelah memesan jus jeruk dan somai goreng (lah?), Hinata mengeluarkan Macbook pink yang tidak kalah legend juga dari iPhonenya, lalu mengenakan kacamata anti-radiasi. Simpel saja, tujuannya untuk mendengarkan lagu dan membuka media sosial untuk melihat kekreatifan netijen.
Oh iya ngomong-ngomong soal media sosial, lucu kali yah cari tahu media sosialnya si-
"Siapa namanya?" tanya Hinata pada dirinya sendiri.
"Saus, Sake" lah, kok malah sambel dan menuman keras -_-
Sementara sibuk mengingat nama calon suaminya (eaa calon suami ihhiiyy), Hinata mengalihkan pandangannya ke sisi kanan. Ia melihat sosok lelaki baru saja melewatinya. Dari belakang, model rambutnya tampak aneh, tapi item, sering pake minyak kemiri nih pas kecil. Beda dengan rambutnya yang warna ungu, untung bukan ungu nge-jreng, kan ungu janda tuh namanya. Terus perawakan cowok ini tinggi, wih rajin minum susu nih pas kecil dan kayaknya rajin main basket deh. Halah, tipe-tipe crush sejuta wanita jaman SMA nih, cowok playboy sok ganteng yang merasa semua wanita akan jatuh cinta padanya. Uh.
Si cowok itu pake kaos putih, rada longgar, karena musim panas kali ya. Saking longgarnya, collarbones-nya sampe terkespos tuh. Astagrifullah. Dia pake blue wash jeans, kabar baiknya, bukan skinny jeans. Uh, cerah masa depan perempuan bangsa ini kalo semua cowok penampakannya begini. Sungguh mengurangi populasi lelaki alay. Eh eh, jangan lupa ransel di punggungnya hanya terselempang di satu bahu, plus jam tangan hitam yang melingkar dengan kece di tangan kirinya. Secara anatomi penampilan dan gaya berpakaian, si cowok ini dapet 150/100, tipe Hinata banget deh. Seandainya yaa.
Tau-tau si cowok tadi mengambil tempat duduk beda satu meja dengan Hinata dan yang bikin salting adalah si cowok menghadap ke Hinata. Terbiasa menghadapi situasi salting membuat Hinata tahu harus bereaksi apa. Hmmm, untung ada Macbook, kan bisa pura-pura liat Macbook (karena pura-pura liat hape sudah terlalu menstrim).
Apa yang bikin makin penasaran? uh tampangnya. Kira-kira tampangnya gimana ya? Sebagai pengagum lelaki tampan, dikagumin doang loh ya, nggak berharap untuk dimiliki, karena pada dasarnya Hinata paham bahwa sadar diri itu penting. Lanjut, Hinata mengedarkan pandangan untuk sekedar spekulasi agar bisa melihat ke-
Dan ternyata si cowok tadi melihat ke arah Hinata, tepat ke mata Hinata. Hinata menatap balik dong, untuk memperjelas ni cowok ngeliat siapa atau apa tapi kayaknya emang Hinata deh. Salah satu cara menghadapi keadaan seperti ini adalah dengan langsung tersenyum semanis dan setulus mungkin. Dijamin yang ngeliatin bakalan senyum balik malu malu atau-
Tetap menatap dengan intens.
Ganteng-ganteng psikopat ya Allah.
Hinata mulai merasa tidak nyaman, ini si Sakura, Ino, dkk mana sih lama banget.
"WUIIISSHHHH, TARZAN MASUK KOTA NIHH..." hmm suara cempreng ini.
"EEEIISSHH, JURAGAN TOMAT MENYAPA KONOHA ..." dan suara ini juga
"KIRAIN UDAH NIKAH AJA SAMA TUAN TANAH DISANA..." apalagi ini.
"Pada berisik bikin malu..." suara ini juga tidak berubah.
Nggak salah lagi. Orang-orang yang berbakat membuatnya malu di hadapan publik adalah orang yang ia tunggu-tunggu sedari tadi.
"YA TUHAN, BULUK SEKALI KAU NAK..." Ino menatap nanar Hinata sambil meletakkan tas kerjanya tapi langsung dibalas pelukan oleh Hinata.
"Disana sampoan sekali sebulan ya?" Sakura pun tidak tahan untuk tidak berkomentar. Se-buluk itu kah?
"Eh eh, disana ada Kang Kebon yang ganteng gak? ajakin kesana dong" Shion langsung mengambil tempat duduk.
Ketemu temen-temen yang nggak berubah sedikitpun rasanya tuh...
"Lo sehat-sehat aja kan?" nah ini, pertanyaan paling wajar dan waras.
"Iya sayangku...aku sehat" ucap Hinata menepuk-nepuk bahu Gaara.
Sayangku?
Mendengar kata 'sayangku' si cowok di ujung sana sepertinya meninggikan antenanya untuk mencari frekuensi yang lebih jelas, terpercaya dan meyakinkan.
Pertemuan itu dimulai dengan perbincangan kabar kegiatan masing-masing. Sudah pasti Ino membicarakan pekerjaannya sebagai sekretaris di perusahaan milik teman mereka, Nara Shikamaru, yang besok malam akan melangsungkan acara pernikahannya. Sakura yang stress dengan tugasnya sebagai perawat di rumah sakit, Shion yang menjadi beauty consultant di salah satu merek kecantikan ternama, Gaara yang sibuk jadi IT analyst di perusahaan perbankan, dan pastinya Hinata dengan sayur-sayuran di kebun neneknya.
"Aku nggak nyangka ya, si Shikamaru itu akhirnya pengen nikah. Iya nggak sih?" Ino nyeletuk.
"Ya namanya juga cinta, ada hasrat dan nafsu yang ingin dipenuhi dan dipuaskan"
"ASTAGFIRULLAH, GAARAAAA!" denger gituan langsung nyebut berjamaah jadinya.
"Yaiya, emang bener" Gaara membenarkan sambil memakan somai goreng pesanan Hinata.
"Ah, masa. Aku nggak cinta tapi pengen dinikahkan gimana dong" sahut Hinata santai.
Hening.
Masih hening.
Semakin hening.
Tiba-tiba kesurupan. Eh nggak deng.
"Hah?" Sakura cengo.
"Gimana gimana?" Ino tiba-tiba goblok.
"EH, SAME SAPE DAH NIKAHNYA?" Shion, ya Allah, selalu aja.
"SERIUS?" Gaara pun lupa cara kalem.
"Iya, dan akhirnya aku dijodohin masa" kata Hinata lesu.
"LAAHHH?"
"dan kamu nurut aja gitu?" Sakura paham betul bagaimana Hinata dalam mempertahankan prinsipnya.
"Ya gimana ya, aku ikut pertemuannya dulu, besok lusa" Hinata makin suram mengaduk jus jeruknya.
"Eh tapi siapa tau aja ini jalan Tuhan. Tuhan capek ngeliat kamu nge-bucin sepihak" Ino ber-positive thinking.
Bucin? Apa Bucin?
"Bener sih, Tuhan aja capek, masa kamu nggak" celetuk Shion membenarkan.
"Tapi liat dulu orangnya, baik nggak, bertanggungjawab nggak, kalo udah tercium aroma-aroma ke-brengsek-an. Mending balik jadi juragan tomat di kebun nenek" Gaara tuh, sekalinya banyak omong hmm.
Mendengar celetukan Gaara tentang aroma kebrengsekan, cowok di seberang sana seperti sedang menyeringai meremehkan, seolah merasa harga dirinya baru saja diragukan dan dilecehkan. Puas menganalisa dan mengamati, si cowok berlalu ke kasir membayar pesanannya lalu meninggalkan cafe.
"Gitu ya? Kayaknya aku harus pertimbangin deh, soalnya akhir-akhir ini aku dikelilingi cowok nggak bener gitu. Kayak cowok yang tadi" kata Hinata sambil mengikuti pergerakan cowok tadi dengan mata ungunya.
"Cowok yang mana lagi dah. Kamu tuh lama-lama phobia sama cowok asing tau gak, apa-apa dicurigain" Sakura lelah dengan Hinata yang masih saja seperti dulu, tapi sekalinya mencintai, pasti bucin, sebelah pihak pulak. Kasian.
"Plis nanti bikin anak cowok ya..." eeeeeiiisshh, Sakura. Pikirannya memang selalu melintasi cakrawala.
"Tapi aku tuh curiga sama cowok ini" Hinata mikir-mikir.
"Curiga gimana?" Gaara langsung panik. Sudah cukup temannya salah gaul saat kuliah, gak lagi lagi deh salah hidup pas abis nikah.
"Dia kayak cari aman gitu"
"JELASIN!" Sakura, Shion dan Ino meminta penjelasan lebih.
"Gini ya, kalo dia emang se-berkualitas itu, pasti dia gampang aja cari perempuan buat dinikahin, masa ngga ada pacarnya. Kenapa aku bilang cari aman? Kayaknya ini permintaan orang tuanya gitu, terus biar aman dia nurut aja. Perasaanku bilang, setelah menikah, dia nggak bakalan mau menjalani kehidupan berumah tangga sebagaimana mestinya" Hinata menjelaskan ragu-ragu.
"Semacam kedok gitu ya?" Gaara menangkap maksud Hinata dan langsung diiyakan.
"Apa dia maho kali ya, manusia homo" hmmm. Mari kita lihat apakah Sasuke ini se-maho itu.
.
.
.
Ngobrol, ngegosip, ngelambe, ngejulid atau apapun namanya memang seasik itu sampe bisa bikin lupa waktu. Selain itu, gosip dan kegiatan sejenisnya emang bener-bener bisa mendekatkan. Serius. Makanya, banyak perempuan-perempuan di luar sana menganut paham 'gosip menyatukan', sampe dibikin nama grup obrolan malah. Sungguh kreatif makhluk bernama perempuan ini.
"Gue anter ya?" tawar Gaara.
"Sweet banget sih, kalo aku gak nikah-nikah sampe umur 29, aku nikahin kamu aja ya" kata Hinata tersenyum lebar sambil menaiki Bus.
Pulang malam itu memiliki sisi keasikan tersendiri, udara memang dingin tapi pemandangannya lumayan memuaskan. Bus yang memutari kota yang penuh kenangan ini benar-benar menjadi kesukaan Hinata. Lampu jalan, angin malam, jajanan pinggir jalan. Semuanya. Mengingatkan pada masa-masa indah meski hanya dirasakan sepihak. Hinata berterimakasih pada Tuhan dan apapun yang membuatnya mengenal seseorang di masa lalu. Entah dimana orang itu berada, Hinata berharap ia baik-baik saja.
Hinata memilih tempat dekat jendela, agak di belakang. Karena terlalu asik memperhatikan jendela, Hinata tidak sadar bahwa cowok ganteng psikopat yang di cafe tadi baru saja memasuki bus. Si cowok berlalu duduk tepat di belakang Hinata. Apa jangan-jangan psikopat yaaakkkk. Udara malam ini memang sangat dingin membuat Hinata berkali-kali menggerakkan kakinya dan menggosok lengannya dengan kedua telapak tangannya, hidungnya pun mulai berair. Si cowok di belakangnya memperhatikan dengan malas dan menggeleng-gelengkan kepala, yang menjadi respon atas kebodohan perempuan di depannya. Udah tau malam musim panas tuh dingin, malah gak bawa jaket. Hampir sama kayak, udah tau lo bukan tipe dia, tetep aja ngarep nanti nikahnya sama dia pake adat Bugis. Halu!
Sekitar 15 menit berlalu, mata si cowok tadi agak panik melihat kepala Hinata yang perlahan-lahan lunglai bersandar di jendela. Yaelah, ketiduran. Si cowok kemudian memperhatikan sekeliling dan mendapati seorang anak kecil kira-kira berumur 5 tahun yang sedang makan roti ikan bersama ibunya. Si cowok ini tersenyum ramah, duh manisnya, lalu meminta izin pada ibu si anak untuk mengajak anaknya berbicara. Ibu tersebut mengizinkan, tidak ada tanda-tanda mencurigakan ataupun aroma kebrengsekan dari lelaki di sampingnya ini.
"Hei, kakak bisa minta tolong?" Si cowok ini, sebut saja namanya Uchiha Sasuke berbicara ramah kepada anak perempuan di dekatnya. Si anak kecil mengangguk. Vibe ke-bapak-annya langsung menyeruak.
"Ini ada syal, berikan pada kakak perempuan ini ya, kasihan dia kedinginan. Sekalian dibangunkan di stasiun berikutnya ya. Ini ada coklat sebagai tanda terima kasih" Sasuke terseyum ramah, si anak kecil tersenyum balik sambil menerima coklat yang diberikan.
Bus berhenti. Sasuke bersiap menuruni bus.
"Terima kasih yaa" katanya sambil mengelus rambut anak perempuan tadi dan tersenyum pada Ibu si anak tanda ia berpamitan.
Si anak perempuan dengan pintarnya menyelimutkan syal pemberikan Sasuke kepada Hinata. Syal tersebut lumayan besar, syal rajut bermotif etnik Mongolia, cukup untuk membungkus tubuh Hinata.
"Kaak, bangun" Hinata merasakan lengan kirinya berguncang.
"Eh?" Hinata celingukan dan makin celingukan saat mendapati syal hangat membungkus tubuhnya.
"Tadi ada seorang lelaki yang meminta untuk memasangkan syal ini dan membangunkan di stasiun ini" si Ibu menjawab keheranan Hinata.
"Siapa ya?" tanya Hinata heran.
"Dia lelaki yang baik. Cocok dijadikan suami" yaelah, kenapa sih, dimana-dimana topik obrolannya selalu aja suami suami suami.
"Kakak nggak turun?" eh iya bener. Hinata segera mengedarkan pandangannya ke informasi Bus dan benar saja, ini adalah pemberhentiannya. Pemberhentian bus mulu yang dicari, pemberhentian hati diabaikan. Hmmm.
"Terima kasih, Bu. Terima kasih, adik manis" ucap Hinata menuruni bus sambil terkejut terheran-heran, Hinata sampe rumah jangan makan sayur kol yak.
Seumur-umur, baru kali ini Hinata diperhatikan oleh seseorang yang bukan kenalannya. Bahasanya, di-notice. Soalnya dulu jaman kuliah, kalo ada cowok asing tuh, biasanya cuma Sakura dan Ino aja yang diperhatiin, Hinata berasa cuma jadi pemeran figuran dalam kehidupan sendiri.
"Punya siapa nih, pasti mahal. Mau dibalikin nggak tahu siapa yang punya"
To Be Continued
.
.
.
Jangan kapok-kapok ya baca fic Kika, hiks.
Kepikiran bikin cerita marriage life setelah kehidupanku di kelilingi wacana tentang pernikahan. Temen SD nikah, temen SMP nikah, temen SMA nikah, bahkan adek kelas yang jaraknya bertahun-tahun udah nikah. Hadeh.
Semoga suka ya. Tungguin chap berikutnyaa
fic yang sebelumnya dilanjutin kapan-kapan yak, hiks. Maap kalo jahat. Diusahakan. Soalnya lagi banyak ide (alias kehalusinasian) tentang ini.
RnR yaa
See yoouuuuu.
Note: Gengs, aku bikin akun wattpad ( UchihaKika_, follow ya), aku pengen publish story-storyku ke wattpad, tapi aku ga tau bikin cover story-nya gimana dong. Gengs, kalo kalian bisa design atau apa, PM aku ya, ntar aku kasi kontak WA atau telegram, terus tolongin aku bikini cover storynya yah, hiks. Sekalian kita berteman lebih dekat, eaaa. Maacih,aku tunggu PM-nya
