THOUSAND COLOURS
Donghae POV
Kulangkahkan kakiku gontai menyusuri jalan di sudut kota yang memang sepi. Bagaimana tidak sepi? Ini sudah hampir pukul sebelas malam. Pekerjaanku sebagai office boy mengharuskanku bekerja dengan sistem shift. Sungguh membuatku menderita lahir batin.
Kudongakan kepalaku menatap indahnya langit malam. Sepi. Sama seperti jalanan ini. Bahkan satu bintang pun tak nampak. Bulan pun sinarnya terlalu lembut untuk menyapaku. Sama aja.
Kuhela napas panjang. Selama dua puluh lima tahun hidupku aku tidak pernah merasakan indahnya dunia yang sebenarnya. Meskipun aku melihat. Menurutku aku buta. Aku buta warna. Sama saja bukan?
Aku makin mempercepat langkahku saat tiba-tiba saja turun hujan. Sial. Aku benci sekali hujan.
Untungnya aku sudah sampai rumah tepat waktu. Tanpa kebasahan sidikitpun. Satu lagi kuakhiri hariku yang sama sekali tidak berwarna.
Pagi menjelang, jika sebagian orang atau semua gembira menyambut pagi karena bisa menatap hal yang menyenangkan di pagi hari, tidak bagiku. Semuanya sama. Yang nampak di mataku hanya warna hitam dan putih.
Orang buta warna total mana yang bisa menikmati dunia?
Kulangkahkan kakiku kembali menuju tempat kerjaku. Sama seperti hari-hari sebelumnya, sebuah langkah gontai bagai tak bernyawa.
Saat ku membuka pintu pantry, aku tertegun pada sebuah
pemandangan yang harus aku akui, indah. Pertama kalinya dalam sejarah hidupku mengatakan sesuatu indah.
Sungguh! Aku tidak tahu gendernya, dia laki-laki atau
perempuan. Namun aku tak peduli mau dia laki-laki atau perempuan. Dia benar-benar indah. Aku bersumpah demi ribuan bahkan jutaan warna yang ada di bumi yang bahkan aku sendiri tak tahu warna itu apa, dia sangatlah indah.
Mataku tak bisa berhenti untuk memandangnya. Walaupun sama seperti yang lain. Seperti aku melihat hal-hal lain yang pernah kulihat. Dia itu berbeda, sepertinya dia sangat bersinar dan sekali lagi kuucapkan dia sangat indah.
Dia menatapku, dan tersenyum. Ya tuhan indah sekali. Aku yakin dia adalah makhluk yang paling indah di bumi.
Berhari-hari berlalu, aku terus bertemu dengan dirinya di tempat kerjaku. Tiap ku bertemu dengannya, pasti selalu ada noda di wajah terangnya dan sekujur tubuhnya. Aku tidak tahu noda apa itu. Menurutku semua warnanya sama. Ingin rasanya ku menghapus noda itu dari wajahnya.
"Kau selalu memperhatikanku ya? Lee Donghae ?." Serunya sambil tersenyum. Bagaimana dia tahu namaku?
"Iya." jawabku singkat dan gugup.
Ku beranikan diri untuk menyentuh salah satu noda di pipinya. "Noda ini mengotori wajah indahmu." Sungguh! Kata-kata itu terlontar begitu saja saat aku menyentuh kulit mulusnya.
Dia tersenyum kepadaku. Ya tuhan, manis sekali.
"Cat warna." Jawabnya sambil tetap tersenyum kepadaku.
"Warna? Aku tidak bisa membedakan warna." Kataku jujur.
"Aku tahu, aku tahu semua tentang dirimu. Aku anak pemilik gedung ini dan aku tahu tentang semua pekerjanya termasuk dirimu. Aku tertarik dan sekaligus kasihan padamu saat kudengar ada salah satu pekerjanya yang buta warna. Itulah mengapa aku kesini." Aku terperangah mendengar penjelasannya.
Lagi-lagi dia tersenyum lembut? "Aku Lee Hyukjae, orang yang ditakdirkan untuk menunjukan, oh bukan menunjukan tapi merasakan indahnya dari warna-warna itu sendiri kepadamu."
Dia menarikku ke suatu tempat. Dan mulai mengajariku untuk merasakan indahnya warna. Warna yang tak pernah kulihat tapi bisa kurasakan dari kehadirannya.
Kehadirannya membuat hariku lebih berwarna. Terima kasih Hyukjae. Karenamu ada disini sekarang aku bisa merasakan betapa indahnya thousand colours.
END
