Disclaimer: All characters belong to Tite Kubo. But this story purely mine. I don't take any material profit from this work. It's just because I love it.
Warning: headcanon, drabble, miss typo(s), and other stuffs. entri nulisrandom bulan kemarin.
Note: birthday fic for ichigo. sebab saya benci ichigo—tapi nggak akan pernah bisa benci ichiruki.
.
home is where you are
.
Ichigo hampir lupa rasanya pulang.
Ia diajarkan dewasa sebelum waktunya, semenjak Masaki pergi dan tak kembali. Ia kehilangan rumah di masa-masa belia. Maka, ketika orang-orang berkata pulang, yang ia pikir hanya tak ada lagi rumah untuknya singgah. Sebab Masaki adalah rumahnya. Masaki adalah satu-satunya tujuan Ichigo untuk pulang.
Tapi kemudian Rukia datang—tanpa prediksi, tanpa senyum-senyum madu. Ia datang dengan tipikal ujar-ujar penuh sinisme, amarah tersulut, dan dua-tiga pukulan di tubuh. Rukia datang seperti bulan putih di atas langit kelam; memberinya kekuatan, menaut relasi tanpa pertanda, membangun kasualitas semudah detak-detak jam mendominasi senyap.
Ia datang, begitu saja, menjadi terbiasa.
Maka ametis Rukia menjadi salah satu hal yang kemudian terus Ichigo ingat; warna pertama yang ia tangkap di hari-hari ketika matahari belum sempat mengintip dari balik gorden. Suaranya yang dalam menjadi hal pertama yang Ichigo dengar, "Banguuuun, Ichigo!" disusul dengan seretan kencang pintu lemari, tendangan dan pukulan yang terlampau ringan. Rambutnya yang hitam, untuk kemudian terbiasa bersejajar dengan kemilau jingganya. Hitam dan jingga. Mereka seperti sebuah bumerang yang berkonversi.
Ichigo hampir lupa rasanya pulang. Tapi, kemudian, hal-hal kasual bersama Rukia membuatnya membentuk kesatuan familier.
Netra ametis, helai-helai hitam, tendangan dan pukulan, seruan penuh tipikal, perawakan mungil, segalanya. Segalanya tentang rukia kemudian membuat ichigo sadar.
Bahwa ia menemukan kembali rumahnya.
Bahwa segala hal tentang Rukia, membawa Ichigo kembali pada satu kata bermakna penuh yang sempat terlupa itu;
pulang.
.
.
(end.)
