.
.
The Last 2 Persen
.
.
HunKai
.
KKaiOlaf
.
.
Warn!
GS Genderswitch! , typo, Cerita ini remake novel milik Kim Rang dengan judul yang sama, Ini juga pernah di remake oleh author Yunjae
Don't Like Don't Read
.
.
Happy Reading ^^
.
.
.
Prolog
.
.
.
Ponsel Jongin berdering. Sang pemilik yang sedang menyikat gigi buru-buru keluar dari kamar mandi untuk mengangkatnya.
"Halo?"
"Bisa bicara dengan Kim Jongin?"
Ternyata, yang menelpon adalah seorang wanita dan dari nada suaranya, dia terdengar serius.
"Iya, saya sendiri."
"Annyeonghaseyo .. Saya dari agen perjalanan. Selamat, anda memenangkan undian yang kami selenggarakan beberapa waktu lalu"
Jongin terdiam dan menganga tak percaya, "Saya menang?"
"Iya sekali lagi selamat. Anda memenangkan hadiah berupa voucher menginap satu malam di Hotel Arizona dan hadiah bisa langsung diambil di kantor kami"
"Pasti! Saya pasti kesana. Terima kasih"
Karena terlalu senang, Jongin terdengar seakan setengah berteriak.
Voucher menginap! Jongin langsung teringat pada Kris dan berharap bisa pergi bersama pemuda itu.
"Hadiah bisa diambil paling lambat tanggal dua puluh dan jangan lupa membawa kartu identitas anda"
"Baik, sekali lagi terima kasih banyak."
Jongin mengakhiri pembicaraan dengan raut wajah yang senang. Hadiah yang dimenangkannya kali ini tidak hanya sekedar bagus. Ini luar biasa.
Tunggu! Voucher menginap di hotel? Sepertinya hadiah untuk pemenang pertama adalah jalan-jalan ke luar negeri.
Jongin langsung menyalakan laptop dan membuka situs agen perjalanan untuk memastikan.
Ternyata dia tidak berhasil memenangkan hadiah utama yaitu Jalan-jalan keluar negeri.
"Voucher menginap di Hotel Arizona.. Untuk juara kedua."
Sayang sekali, sampai saat ini Jongin belum pernah mendapat hadiah berwisata ke luar negeri. Dia sudah mencoba beberapa kali tapi belum juga berhasil.
Jongin selalu berpikir, "Kali ini pasti berhasil", tapi nyatanya kali ini dia juga masih belum beruntung. Omong omong, Hotel Arizona? Lokasi hotel itu dimana ya? Dan apa yang membuat hotel itu istimewa?
Jongin segera membuka kolom situs pencarian.
Wah, ternyata tarif hotel itu tiga ratus ribu won per-malam. Wow
Pasti hotel bintang lima.
Memang sih tidak ada apa-apanya di banding hadiah pertama, tapi voucher menginap di hotel tentu saja tidak sebanding dengan hadiah ketiga yaitu alat rias dan keempat, voucher isi ulang.
Jongin pun kembali ke kamar mandi untuk melanjutkan menyikat gigi, membasuh wajah, dan mencuci rambutnya.
Ia kemudian keluar dan mulai berdandan, bergegas untuk mengambil voucher yang dimenangkannya itu.
Meski harus berganti sarana transportasi beberapa kali, tapi Jongin tetap bersemangat karena terlampau senang.
.
Setelah mendapatkan voucher di genggamannya, Jongin segera memasukan selembar kertas penting itu dengan baik ke dalam tas.
Seketika ia bingung.
Sebelum mengikuti undian sebenarnya ia berjanji akan mengajak Krystal —teman baiknya untuk ikut.
Meski ini bukan hadiah utama, tapi Jongin harus menghubungi Krystal.
Sebenarnya sih, yang ada di kepalanya kini adalah Kris.
Akhirnya ia menelpon Krystal, sambil berharap sahabatnya itu tidak bisa pergi bersamanya.
"Ini aku."
"Ya"
"Kau sibuk?"
"Tidak, ada apa?"
Krystal terdengar baru bangun tidur. Sepertinya ia habis menulis hingga dini hari.
"Aku menelpon karena ingin menepati janjiku."
"Janji? Yang mana?"
"Undian agen perjalanan itu..."
"Kau menang lagi?!"
"Tentu saja." jawab Jongin dengan bangga.
"Keberuntungan selalu berpihak padamu ya? Kali ini apa yang kau menangkan?"
"Voucher menginap di hotel Arizona!"
"Omo ! Kau serius?"
"Tentu saja serius, kau akan menemaniku kan?"
"Kapan?"
"Pokoknya sebelum tanggal dua puluh lima, karena setelah itu akan high-season ."
"Ah, sayang sekali" Krystal terdengar menyesal.
"Kenapa?"
"Aku harus ke Jeju tanggal dua puluh tiga."
Entah mengapa, Jongin lega mendengar jawaban itu.
"Ke pulau Jeju? Untuk apa?" Jongin bertanya dengan nada menyesal, namun dalam hati ia senang sekali.
"Hmmm.. Itu.. Musim dingin ini aku terlibat pembuatan mini seri. Produksinya di pulau Jeju. Mereka menyewakan kondominium untuk kami gunakan selama proses penulisan skenario"
Krystal menjawab dengan sangat hati-hati karena merasa tidak enak kepada Jongin. Mendengar alasan Krystal , raut wajah Jongin seketika berubah.
"Mini seri?"
"Iya.."
"Mini seri?!" Jongin setengah berteriak, "Wow! Selamat. Selamat untukmu."
Pasti Krystal senang sekali. Sepanjang tahun ini, Krystal sudah beberapa kali menulis naskah. Tentunya dia senang karena akhirnya ada yang akan dijadikan mini seri.
Jongin iri. Iri sekali. Memang Krystal tidak menjadi populer dalam sekejap. Tapi kalau mini serinya berhasil mendapat rating tinggi, nama Krystal bisa melambung dalam waktu singkat.
"Selamat ya.. Selamat.. haha" Jongin tak bisa menyembunyikan rasa irinya.
"Maafkan aku"
"Hei! Untuk apa minta maaf? Sudahlah. Aku tidak apa-apa."
Bagaimanapun ini adalah berita bagus. Krystal, yang tidak pernah menyerah menulis naskah, akhirnya berhasil. Tapi di sisi lain, Jongin tidak bisa menahan kecewanya.
Mereka memulainya bersama-sama, apalagi banyak orang yang mengatakan bahwa karya Jongin jauh lebih baik dari tulisan Krystal. Perasaan Jongin campur aduk antara Cemburu, iri, tertekan, kecewa.
Memang benar awalnya ia berharap Krystal tidak bisa pergi, tapi saat harapannya itu menjadi kenyataan, apalagi setelah mendengar alasan Krystal... rasanya pahit.
"Ninii~ Maafkan aku"
Krystal tak hentinya meminta maaf.
"Memangnya kau melakukan apa? Sudahlah. Aku benar benar tidak apa."
"Sekarang kau juga sedang menyiapkan naskah, kan? Kau pasti akan berhasil!"
Jongin tersenyum tipis, "Tentu, sudahlah. Lebih baik kau suruh aku pergi dengan orang lain. Jangan membahas ini lagi."
"Baiklah.."
"Semoga semua berjalan lancar.."
Jongin mengakhiri pembicaraannya lalu memasukkan ponsel itu ke dalam tas. Raut wajahnya masih saja bersedih.
"Hh.. Aku iri. Mini seri ya?"
Jongin benar-benar iri. Ia bahkan kehilangan energinya.
Sesampainya di kamar ia segera menenggelamkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Ketika Krystal mengatakan bahwa ia akan segera menggarap mini serinya, Jongin langsung menyelamatinya karena ia merasa tak perlu iri.
Tapi, tetap saja Jongin merasa semua usahanya, sebesar apapun itu.. sia-sia.
Jongin bisa saja menghubungi sutradara yang ia kenal untuk meminta bantuan, tapi dia tidak mungkin melakukan hal itu. Tidak etis.
Jongin sudah pernah meminta sang sutradara untuk membaca naskahnya, tapi tak ada respon. Jadi, kalau sekali lagi ia melakukan itu, ia pasti dianggap tak tahu diri.
"Ah.. Hilang sudah semua energiku.."
Jongun teringat tentang ayahnya yang berkata bahwa kesempatan tidak akan datang pada orang yang selalu terburu-buru, dan dia merasa dirinya seakan gagal.
Padahal selama ini Jongin melangkah cukup pelan, tapi kesempatan itu tak kunjung datang.
Tanpa terasa, satu jam Jongin hanya bergulingan di atas kasur tanpa melakukan apa-apa. Tapi kemudian ia pun mulai bisa berpikit positif.
Ia bersyukur karena saat akhirnya Krystal dipercayakan untuk menggarap sebuah mini seri, ia pun tidak sedang bersantai. Ia cukup beruntung karena saat ini ia bekerja membuat jalan cerita untuk buku cerita bergambar dan upahnya tidaklah kecil.
Belum lagi ia mampu hidup mandiri di Seoul, tidak pernah terlambat membayar pajak, dan setiap bulan selalu menabung dua juta won meski setiap bulannya dipotong lima puluh ribu won untuk angsuran unit yang saat ini ia tempati.
Ah, Jongin selalu begitu. Saat ia merasa gagal dan berusaha mencari potensinya, ia selalu menemukan banyak harapan. Ia pun kembali tersenyum.
Dia pun bangkit dan meraih ponselnya. Kembali mengingat nama Kris.
'Tidak ada gunanya merasa iri. Lebih baik aku memikirkan cara untuk memanfaatkan kesempatan baik dari Tuhan ini: menghabiskan malam bersama Kris'
Ia segera menghubungi nomor Kris dan menunggu.
'Hm.. Kenapa tidak diangkat?'
Tidak seperti biasanya, nada sambung yang di dengar Jongin aneh. Padahal yang berusaha dihubunginya adalah Kris.
'Kenapa ya?'
Jongin terus saja menghubungi tapi tak berhasil. Sepertinya ada yang salah dengan jaringan teleponnya.
Sudah empat kali Jongin berusaha tapi akhirnya ia harus mempertimbangkan untuk mengirim pesan saja. Tapi kemudian sambungan pun diangkat.
"Oh, halo? Kris?"
"Ya, ini aku"
"Hampir saja aku menutup teleponnya. Sulit sekali menghubungimu. Kau dimana?"
"Aku sedang di Perancis"
Perancis?! Pantas saja. Tapi di luar dugaan, jaringan dan kualitas suaranya cukup bagus. 'Asyik juga ya. Ternyata ponsel Korea pun bisa digunakan di Perancis.'
"Perancis? Dalam rangka apa?"
"Dinas kantor, maaf aku tidak memberitahumu"
'Iya juga, kenapa dia tidak memberitahuku?' Jongin ingin sekali berkata 'Kita kan pacaran' tapi ia masih sungkan pada pemuda itu meski hubungan mereka tergolong sudah lama.
"Ah, aku ingin memberitahumu kalau aku baru saja memenangkan voucher menginap di Hotel Arizona."
Jongin sengaja memberi penekanan pada kata Hotel Arizona.
"Oh ya? Hotel itu kan mahal sekali. Dari mana kau mendapatkannya"]
Jongin bersyukur karena Kris juga menganggap Arizona bukan hotel sembarangan.
"Hehe.. Aku menang undian!"
"Lagi? Astaga.. Kau benar-benar ratu undian ya?"
"Tapi..." Jongin mendadak merasa gugup, bagaimana cara menyampaikan hal itu dengan benar? Menyampaikan bahwa ia ingin bermalam bersama Kris.
Tak banyak wanita yang mengajak laki-laki duluan ke hotel.
Apalagi hubungan Jongin dan Kris termasuk tipe yang sangat lambat. Dimana jika ada pasangan yang sudah bisa berciuman di hari pertama, mereka justru hanya berciuman satu kali sebulan.
Kris memang pernah memberi sinyal bahwa ia ingin tidur bersama Jongin tapi waktu itu Jongin lambat menyadari. Dan efeknya, kini ia merasa semakin sulit mengungkapkan keinginannya pada Kris.
"Rasanya kalau aku pergi sendiri akan terlihat aneh."
Jongin mengucapkannya dengan bersusah payah.
"Oh? Memangnya tidak ada yang bisa menemanimu?"
Jongin kembali lega mendengar pertanyaan Kris, ia merasa usahanya sudah separuh berhasil.
"Ta-tadinya aku mengajak Krystal, tapi dia ada urusan jadi aku bilang kalau aku... Akan pergi sendirian."
"itu akan sangat membosankan"
"Benar, Itulah kenapa aku menghubungimu. Siapa tahu kau bisa menemaniku."
"Aku?"
Tentu saja Kris terkejut. Tidak ada pria yang tidak terkejut saat wanita mengajaknya untuk menginap bersama di hotel. Ajakan seperti ini tentu saja memiliki makna yang serius.
Jongin gelisah saat Kris tak lagi mengatakan apa-apa.
"Sepertinya permintaanku membuatmu repot ya?" Ia sangat takut Kris akan mengatainya 'Tidak tahu malu!' atau semacam itu.
"Tidak. Oke.. Aku akan menemanimu"
Ah! Jongin sangat lega begitu mendengar jawaban Kris. Ia berdebar-debar saat ini.
"Tapi.. Kau memang benar-benar ingin pergi denganku kan?"
"Tentu saja." jawab Jongin tulus. "Uhm.. Kapan kau pulang?"
"Aku berangkat besok"
"Besok? Jam berapa kira-kira kau sampai disini?"
"Mungkin sekitar jam lima sore"
"Kalau begitu aku akan menjemputmu di bandara."
"Tidak perlu, aku akan langsung ke tempatmu setelah sampai"
"Jangan. Aku jemput saja ya?"
"Sudahlah, tidak usah. Kau kan tahu bandara sangat ramai. Biar aku saja yang ke tempatmu, aku tidak mau merepotkan"
'Kris perhatian sekali...'
"Baiklah. Kalau begitu, tolong hubungi aku kalau kau sudah sampai ya?"
"Pasti. Sampai bertemu besok"
"Aku akan siapkan makan malam untukmu besok."
Jongin bersikap seperti seorang istri yang sedang menanti suaminya pulang dinas dari luar kota.
'Aduh, bagaimana ini... Omo, omo, omo...' Jongin merasakan wajahnya memanas ia tak sabar untuk melalui malam yang panas bersama Kris. Membayangkannya saja sudah membuatnya gugup. Rasanya seperti sedang bermimpi.
Wu Yifan atau sering dipanggil Kris. Dia tampan, kaya dan berkarisma. Punya selera humor yang tinggi dan kalau tidak salah, pertama kali mereka bertemu adalah delapan bulan yang lalu.
Tidak ada kata "Ayo, kita pacaran", tapi Jongin cukup yakin kalau Kris menganggap hubungan mereka resmi pacaran.
Mereka menyimpan nomor kontak di ponsel dengan begitu manis, Kris menyimpan nomor Jongin sebagai 'Ninii-ku' dan begitu pun Jongin yang menggunakan 'Yifan-ku'
Ciuman pertama mereka terjadi di bioskop saat Kris tiba-tiba menarik wajah Jongin dan menciumnya. Dan Jongin ingat, suatu malam, saat Kris mengantarnya pulang sampai di depan pintu apartemennya, mereka hampir saja berciuman lagi.
Namun tiba-tiba, Taehyung, teman sejak kecilnya itu muncul dari pintu apartemen yang tepat di sebelah pintu Jongin.
"Kau baru pulang?" Seperti biasa, Taehyung hanya menggunakkan kaos putih dan celana training kesayangannya.
"Iya." Jongin menatap tajam pada pria itu seolah berkata "Cepat masuk ke kamarmu!" tapi nyatanya, Taehyung tak peduli.
Sambil memainkan kuku, dengan sikap acuh Taehyung mempertahankan posisinya sampai akhirnya Kris menyerah, tidak jadi masuk ke dalam kamar Jongin dan pulang.
Setelah Kris pergi, Jongin tampak kesal dan masuk ke kamarnya diikuti oleh Taehyung.
"Aku minta kimchi."
"Tidak ada." jawab Jongin tegas.
"Ada di kulkas kan? Aku minta sedikit saja."
"Ambil saja sendiri!"
"Kau pacaran dengannya?" Taehyung bertanya sambil mengeluarkan wadah kimchi dari dalam kulkas.
"Iya."
"Tapi dia tidak terlihat seperti itu."
"Apanya?"
"Menurutku dia bukan pria baik-baik." Taehyung sibuk membuka wadah kimchi dan mencari wadah kosong yang lain.
"Yah! Kau ingin mati ya?!" terkejut mendengar jawaban Taehyung, Jongin pun berteriak.
"Kenapa kau berkata seperti itu?" tanya gadis itu. Ia kesal, masalahnya Taehyung tak tahu apa-apa tentang Kris, jadi seharusnya ia tak bicara sembarangan.
"Firasat."
"Kalau kau sudah selesai dengan kimchi-nya, cepat keluar."
"Kau menyukainya?"
'Pertanyaan Taehyung tidak penting. Tentu saja aku menyukainya. Kalau tidak, buat apa aku mengencaninya?'
"Iya."
"Tadi kalian hampir berciuman, sepertinya."
"Dan gagal karena kau."
"Jangan-jangan tadi kau sempat akan membiarkan dia masuk ke sini?" Taehyung bertanya sambil mencuci tangannya.
"Memangnya tidak boleh?"
"Sudah berapa lama kau mengenalnya?"
"Empat bulan, dan aku berkencan dengannya sudah satu bulan!"
"Sepertinya aku harus menghubungi Rumah Beras."
Jongin mengeluarkan ponsel yang segera disambar gadis itu.
Rumah Beras yang di maksud Taehyung adalah rumah keluarga Jongin di Chungnam. Karena ayah dan ibu Jongin adalah pengusaha beras.
"Sebaiknya kau cari pria lain saja."
"Kenapa sih memangnya?"
"Dia itu tidak tepat untukmu." Taehyung mencoba menegaskan maksudnya lagi. Tapi Jongin tak peduli dan berpikir akan tetap mengencani Kris. Memang Taehyung tahu apa soal Kris? Kenapa dia seenaknya ikut campur dan mengejek Kris?
Berkat Taehyung, Jongin baru bisa berciuman dengan Kris empat hari kemudian.
Sekarang, saat yang ditunggu Jongin untuk berbagi tempat tidur dengan Kris tak akan lama lagi. Baru membayangkannya saja sudah membuat wajahnya memanas.
Malam pertama, ia tahu ini bukan malam pertama seperti pada pasangan pengantin baru. Tapi tetap saja membayangkannya membuat Jongin gugup.
Ia menatap pantulannya sendiri di cermin.
"Aku... Akan melepas keperawananku."
.
.
.
Sudah lewat dari jam lima, tapi Jongin belum menemukan Kris. Ia sengaja datang ke bandara untuk memberi kejutan pada kekasihnya itu.
Pasti Kris berpikir ia sedang menunggu dengan tenang di apartemen. Dan membayangkan ekspresi terkejut Kris membuatnya makin tak sabar.
Ada sekelompok orang yang berkumpul dan mereka berisik sekali, beberapa diantaranya membawa kamera.
Wartawan.
Perhatian mereka teralih pada pasangan yang baru saja lewat, semua kamera terangkat.
'Apa mereka pasangan selebritis?'
Penasaran. Akhirnya Jongin mengeluarkan ponselnya dan sambil menjulurkan lehernya ia berusaha mengambil foto orang-orang yang baru saja lewat itu.
Ia mendapatkan empat foto, namun setelah mengetahui kalau mereka bukanlah selebritis, Jongin hanya menghela nafas dan memasukan kembali ponselnya ke dalam tas.
Tiba-tiba matanya menangkap sosok Kris yang baru saja keluar dari pintu kedatangan.
Wajah Jongin tentu saja berubah dan ia nyaris saja meneriaki Kris sebelum sadar ada seorang wanita di sebelah kekasihnya itu. Seorang wanita dengan baju berwarna merah.
Dada Jongin langsung terasa sesak.
'Siapa dia?'
Seingat Jongin, Kris bilang ia pergi ke Perancis untuk keperluan kantor. Lalu siapa perempuan itu? Teman kantor yang harus pergi dinas dengannya? Jongin bingung.
Apalagi melihat Kris dan perempuan itu terlihat begitu senang. Mereka terlihat begitu akrab, seperti sepasang kekasih. Bukan teman kantor, kakak, ataupun adik perempuan.
'Tunggu! Kalau ternyata wanita itu adalah kekasihnya, berarti Kris sudah mempermainkanku? Dia menduakanku? Tidak..
Tidak mungkin!'
Jongin marah, tapi ia hanya bisa tertunduk karena tak memiliki keberanian untuk menghadapi Kris secara langsung.
'Brengsek!' jadi itulah alasan kenapa Kris tidak ingin Jongin menjemputnya. Ia merasa bodoh sekali karena menganggap Kris begitu perhatian padanya.
Jongin tak percaya kalau kemarin dirinya mengajak lelaki yang pergi ke Perancis bersama orang lain itu untuk bermalam bersamanya di hotel. Selama ini Jongin sama sekali tidak tahu kalau ia dipermainkan Kris.
Jongin pun mengikuti Kris dan perempuan tadi. Hampir saja ia berada di samping Kris tapi kemudian ia berusaha menyembunyikan dirinya.
Sebenarnya Jongin tidak perlu bersembunyi, tapi tetap saja ia ingin bersembunyi.
'Bagaimana mungkin orang brengsek seperti itu ada di dunia ini?'
Ketika Jongin belum habis pikir tentang betapa menjijikannya sikap Kris, ponselnya berdering.
Kris..
Jongin memperlambat langkah hingga ia berada beberapa langkah di belakang Kris. Ia menerima telepon tanpa melepaskan perhatian dari Kris.
Oh, lihat.. Lelaki itu menghubungi seorang wanita tanpa mempedulikan wanita lain yang ada di sampingnya? Luar biasa.
Tapi... Jangan-jangan wanita itu bukan kekasihnya?
'Baiklah, aku ingin mendengar penjelasanmu.'
Sambil terus memandangi Kris, Jongin mengangkat teleponnya.
"Halo? Jongin?"
"Iya, ini aku."
"Aku baru saja sampai. Aku akan langsung ke tempatmu dari sini"
"Aduh, bagaimana ya? Aku sedang keluar."
"Memangnya kau dimana?
"Aku tadi keluar karena harus menemui seseorang."
Jongin tak berbohong kan?
"Lalu kau akan pulang jam berapa?"
"Sepertinya larut."
Ingin rasanya Jongin menghampiri lelaki itu dan menamparnya keras-keras.
"Baiklah. Jadi sekarang bagaimana?"
"Mm.. Aku akan menghubungimu nanti." Jongin terdiam sebentar lalu memutuskan sambungan.
Ia masih terus menatap Kris. Berpikir apa mungkin ia salah duga, jangan-jangan perempuan itu bukan kekasihnya karena Kris sama sekali tak terlihat gugup saat menelpon orang lain di samping perempuan itu.
Jongin baru saja akan menyapa Kris dan meminta maaf atas kesalah pahamannya saat Kris dan perempuan itu berbincang, dan tebak apa? Kalimat mereka membuat Jongin kaget luar biasa.
"Kau menghubungi siapa?" tanya perempuan yang membuat Jongin muak itu.
"Adikku."
'Adik? Adik? Dasar bajingan!'
"Ada apa dengannya?"
"Ah, aku tidak membawa kunci dan dia sedang tidak dirumah. Bagaimana aku bisa pulang?"
Jongin membeku. Statusnya berubah menjadi adik Kris?
"Kalau begitu kerumahku saja dulu." kata perempuan itu sambil mengamit lengan Kris erat.
Jongin geram melihatnya. Marah. Kesal. Bahkan kakinya gemetar.
"Baiklah, ayo.."
Kris meninggalkan bandara bersama perempuan itu.
'Bagaimana mungkin dia memperlakukanku seperti ini?'
Jongin masih tak percaya. Ia tak percaya kalau Kris menduakannya. Selama ini ia tak pernah punya firasat apa apa. Ia merasa bodoh karena telah jatuh cinta pada pria macam itu. Di usianya yang ke-dua puluh delapan ini, untuk pertama kalinya ia merasa dipermainkan.
'Ternyata Taehyung benar.'
Jongin jadi ingat perkataannya pada Taehyung. Ia bilang bahwa Taehyung tak tahu apa-apa tentang Kris, padahal ternyata firasat Taehyung benar.
'Seharusnya aku tidak bersembunyi tadi. Seharusnya aku langsung menampar atau memukulnya.'
Jongin menyesal. Rasa malu ini tidak akan hilang selama tiga generasi dan akan terus menghantuinya.
Jongin yang merasa belum terlambat untuk terang-terangan menanyai Kris, mencoba mengejar pria itu.
Tapi Kris dan perempuan itu sudah tidak terlihat sekarang.
'Mereka sudah pergi.'
Jongin terlihat konyol karena merasa putus asa dan penuh kemarahan.
'Aku pasti sudah gila. Benar-benar gila karena mengajaknya bermalam di hotel bersamaku.'
Jongin berdiri di bawah lampu lalu lintas sambil terus memikirkan apa yang dilihatnya tadi. Tiba-tiba sebuah mobil hitam melintas di depannya.
.
.
.
Oh Sehun, lelaki yang duduk di dalam mobil itu menatap Jongin yang berdiri di trotoar tepat di sisi kirinya.
Mereka hanya dibatasi oleh kaca mobil yang membuat Jongin tak menyadari bahwa lelaki di dalam mobil itu tengah memperhatikannya dengan intens .
Perempuan itu memakai sebuah hoodie berwarna toska dan skinny jins juga tas selempang kecil. Kepalanya ditutupi sebuah topi rajut berwarna krem tapi rambut lurus panjangnya yang sedikit berwarna terang dibiarkan tergerai di depan bahu.
Meski ia terlihat sedikit kacau, tapi bagi Sehun ia terlihat begitu cantik dan lucu.
Ia bahkan tersenyum sesaat saat melihat mata besar milik perempuan asing itu.
"Sajangnim.. Apa anda ingin langsung ke Walden Korea?"
Sehun menoleh, "Ya.. Tolong antar saya kesana"
Sekejap, ia melupakan kehadiran Jongin.
Meski tanpa mereka sadari, ada semacam benang merah yang sudah menakdirkan pertemuan mereka hari ini.
.
.
.
.
To be Continued
.
.
.
Reviews? Reviews? Favorited? Follows?
Love you all
-KkaiOlaf-
