.
.
-It Has to be You-
.
.
Cahaya senja menembus kaca jendela kamarku, melewati sela-sela kecil di atasnya. Hanya cahaya itu yang menerangi kamar, agak redup dan mulai gelap. Suasana saat itu benar-benar membuatku terpaku. Dengan mata kepalaku sendiri, aku melihat Yesung di dalam kamarku. Ia berdiri tepat di depan meja, sambil meletakan setangkai mawar putih di atasnya. Aku kembali mengamati dari celah kecil di muka pintu, Yesung menoleh ke arah jendela, dan mulai bersenandung. Sesekali ia menyentuh lembut tirai jendela. Aku masih terus mengamatinya, bertanya-tanya dalam hatiku apakah ini benar-benar terjadi. Sampai akhirnya Yesung berhenti bersenandung, dan berbalik pergi. Aku langsung bergegas mencari tempat untuk sembunyi, dan pergi ke balik tembok di samping kamarku. Aku meringkuk di bawah, jangan sampai ia tahu aku di sini. Setelah menutup pintu, ia pun pergi menuruni tangga. Rasanya jantungku berdegup kencang sekali. Setelah hampir seminggu aku mendapat bunga mawar itu di depan pintu kamarku, aku tahu sekarang siapa yang menaruhnya. Tanpa aku sadari, aku tersenyum sendiri. Ketegangan tadi berubah jadi kebahagiaan. Ya ampuunn, rasanya ingin berteriak. Aku tidak tahu kalau Yesung bisa melakukan hal seromantis ini.
Aku masih tidak bisa berhenti tersenyum, bahkan saat makan malam. Oh yah, aku beruntung bisa sampai mendapat tempat di rumah ini. Rumah ini memang sengaja disewakan oleh pemiliknya untuk mahasiswa seperti kami. Rumah yang cukup besar dengan 2 lantai, ada 4 kamar tidur, ruang makan, dapur, halaman belakang bahkan kolam berenang yang ukurannya tidak begitu besar. Rumah ini memang menyediakan sarapan, dan makan malam. Lengkap, dari laundry pakaian, sampai layanan wi-fi. Biaya sewanya memang diatas rata-rata, tapi sepadan dengan fasilitasnya. Kamarku sendiri ada di lantai 2 dengan 2 kamar lainnya. Dua-duanya terisi, salah satunya adalah teman kuliahku, Minho, sedangkan yang satu lagi masih 1 kampus denganku, namanya Jihyeon. Sedangkan Yesung sendiri tidur di kamar di lantai 1.
Jantungku mulai berdegup kencang lagi saat Yesung datang dan duduk tepat di seberang tempatku.
"Annyeong.." sapanya sambil tersenyum. Saking terpesonanya aku hanya menatapnya terus sambil tersenyum sendiri. Bagaimana caranya aku bisa makan kalau keadaannya seperti ini?
Tiba-tiba Jihyeon dan Minho datang bergabung di meja makan. Jihyeon duduk di samping Yesung, dan Minho duduk di sampingku. Kenapa Jihyeon harus duduk disana sih? Mereka juga mengobrol dengan sangat akrab, dan lebih parahyna lagi mereka terlihat cocok! Yesung memang sangat tampan, entah dalam keadaan apa pun, dan Jihyeon? Yahh, orang-orang mengakui bahwa ia cantik, tubuhnya terlihat mungil dan langsing. Lalu? Dimataku ia tetap biasa saja.
"Hyerin-ah, ayo makann..!" sahut Minho padaku. Aku menoleh, dan Minho sudah menaruh ayam teriyaki di atas nasiku. "Oh, gomawo.." kataku sambil tersenyum, dan membalas mengambilkan ayam teriyaki lalu meletakkannya di atas piring Minho, "Kau juga.." Minho langsung menyantapnya lahap.
"Kalian serasi sekali.. Benar kan, Yesung oppa ?" sahut Jihyeon manja.
Yesung hanya tertawa kecil dan berkata, "Yah, mereka terlihat serasi, walaupun Hyerin tampak terlalu cantik untuk Minho.."
Aku terlalu cantik? Yesung bilang aku cantik, dan rasanya jantungku berdegup lebih kencang lagi.
"Apa maksudmu, hah? Aku bahkan lebih keren daripada kau.." balas Minho agak tidak senang.
"Hahaha.. Aku hanya bercanda.." jawab Yesung sambil tertawa. Minho pun langsung menyantap lagi makanannya. Bagiku Minho memang cukup keren, tampan juga. Tubuhnya tinggi, sangat proporsional. Ia terkenal di kampus karna pintar bermain musik dan olahraga. Minho juga sangat baik padaku. Minho sudah mengenal Yesung dari sekolah dulu, dan kami pertama bertemu di rumah ini. Jihyeon 1 jurusan dengan Yesung di Fakultas Kedokteran, sedangkan aku dan Minho di Fakultas Seni Musik.
Aku mencoba memainkan gitar sambil melihat chord yang ada di hadapanku, tapi nada yang keluar malah salah terus.
"Salah, seharusnya di kunci G.." sahut Minho yang mungkin sudah bosan mendengar kesalahanku untuk kesekian kali.
"Eh, mian.. Hehe.." jawabku cengengesan.
Kami 1 kelompok diujian jumat ini, tapi aku masih tidak bisa memainkan gitar dengan baik.
"Kita kembali ke plan pertama, aku bermain gitar, dan kau bernyanyi.. Aku juga bisa jadi backing vocalmu, jadi bernyanyilah dengan baik.." kata Minho sambil meminta gitarnya kembali.
"Tapi aku masih penasaran, boleh yah sekali lagi.. Kau ajari aku, jadi aku tidak akan salah lagi.." jawabku memelas.
Minho hanya tersenyum dan duduk di sisiku, "Baiklah, ayo mulai..!"
Aku mencoba berkonsentrasi, tapi belum apa-apa aku sudah salah lagi. Minho kemudian melingkarkan tangan kirinya, dan membimbing tangan kiriku untuk bermain gitar. "Kau punya masalah dengan kuncinya, jadi aku akan menggantikannya untukmu.."
Kali ini aku berhasil. Nada yang keluar benar semua. Minho memang hebat dalam memainkan alat musik, walau pasti sulit mengajariku sampai bisa.
"Yeeey.. Untung saja aku sekelompok denganmu.." sahut ku girang sambil menoleh ke arah Minho. Minho tersenyum lebar, wajahnya agak memerah. Sadar aku sudah terlalu dekat dengan wajah Minho, aku langsung melepas gitar, dan memberikannya pada Minho.
"Uhmm, gomawo.." kataku malu. Minho hanya tertawa kecil, "Baiklah, ayo kita latihan lagi, kali ini kau bernyanyi yah.."
"Nde.." jawabku semangat.
Kami akan membawakan lagu Still You milik Eunhae, secara akustik pastinya. Aku beruntung sekelompok dengan Minho, aku bisa menyesuaikan nada dan melakukan improvisasi dengan baik. Aku yakin test kali ini pasti aku dapat A!
Kami dapat A+ untuk test kelompok tadi! Aku lompat-lompat kegirangan sambil memegang kertas nilai. Ini A+ pertamaku setelah 3 tahun kuliah. bahkan bilang kalau suaraku nyaris seperti Lee Hyori, padahal aku yakin suaraku lebih seperti Hyorin Sistar. Dan Minho? Yah, semua orang memujinya, selain semua anak perempuan di kelas yang berlomba-lomba duduk di barisan depan, ada juga beberapa anak laki-laki yang mungkin mengagumi Minho, walau tak sedikit juga yang mencibir karna iri. Minho hanya tertawa-tawa melihatku lompat kegirangan. Sambil berjalan di sampingku, Minho memainkan gitarnya. Masih nada lagu Still You, tapi kali ini ia yang bernyanyi. Suara Minho itu merdu sekali, seperti suara Donghae SuJu. Itu juga alasan mengapa aku memilih lagu Still You. Tanpa sadar, aku jadi memandanginya terus menerus, dan membayangkan pasti akan sama atau bahkan lebih bagus lagi kalau Yesung yang menyanyikannya untukku.
"Wae? Aku terlihat sangat tampan dan keren kan?" kata Minho membuyarkan lamunanku. Kerlingan matanya membuatku tertawa, "Aneh, kau ini serba bisa, menyanyi, main gitar, olahraga, dan lainnya. Aku sangsi ada hal yang tidak bisa kau lakukan." kataku sambil memandangi gitar Minho.
"Apanya yang aneh? Aku kan memang serba bisa.."
"Anehnya, kau itu tidak punya kekasih!" semburku langsung.
"Ohh, aku tidak suka perempuan-perempuan seperti itu. Mereka liar, yang mereka suka hanya karena aku pintar bermain musik. Itu sangat menggangguku."
"Hei, tidak semua perempuan di sini seperti itu tahu!" jawabku tidak setuju. "Kau hanya tidak melihatnya dengan benar saja. Perempuan di kampus ini kan banyak sekali, memangnya kau sudah mengenal semua?"
"Aku tidak perlu mengenal semua. Aku sudah menemukan 1 yang lumayan.." jawab Minho sambil memainkan gitarnya lagi. Mendengar jawaban Minho, aku pun langsung tertarik untuk mengorek lebih dalam, siapa perempuan yang katanya lumayan itu?
"Mwo? Siapa?" tembakku langsung.
"Rahasia.." Minho hanya nyengir. "Yang pasti ia cukup cantik, dan baik.." lanjutnya lagi.
"Lebih cantik dari pada aku?"
"Hahahaa.. Kau? Cantik?" Minho tertawa keras sekali.
"Heii! Kau jangan mengejekku yah.. Aku itu cantik tahu, yah lumayanlah.. Yesung saja bilang aku terlalu cantik untukmu.."
Wajah Minho berubah, "Kau percaya kata-kata Yesung?"
"Ne.." jawabku cepat.
"Kalau Yesung bohong pun pasti kau juga akan tetap percaya kan.. Dasar bodoh..!"
"Heii, kau ini kenapa sih? Memangnya kenapa kalau aku percaya kata-kata Yesung? Aku bisa membedakan mana yang benar, dan mana yang bohong, dan menurutku ia tidak berbohong.." aku merenggut. Minho malah membuang muka, dan mengejekku.
"Hanya karna ia bilang kau cantik saja, kau sampai membelanya seperti itu. Kau memang bodoh, karna tidak bisa membedakan siapa yang benar-benar menyukaimu dan bukan karna ia memuji atau memujamu!" Minho bangkit, dan kemudian melangkah pergi.
Apa-apaan ini? Kenapa Minho berkata seperti itu? Kenapa aku masih dibilang bodoh? Aku ingin mengejarnya, tapi saat itu tiba-tiba seseorang memanggilku.
"Hyerin-ah.."
"Ne?" jawabku sambil menoleh.
Itu Yesung! Ia keren sekali hari ini, dengan kacamata dan kemeja lengan panjang berwarna biru muda. Celana jeans biru dongkernya juga menambah penampilan sempurna Yesung.
"Sudah selesai ujiannya?" tanyanya sambil mendekatiku.
"N-ne.. Baru saja.. Kau tidak masuk kelas?" kataku pelan.
"Tidak, aku sedang bosan. Apa kau ada kelas lagi? Kalau tidak bagaimana kalau kita pergi makan cake?"
Aku menyantap chocolate cake di hadapanku seperti seorang putri. Rasanya canggung sekali duduk tepat di depan Yesung seperti ini. Yesung juga makan kue yang sama, tapi miliknya sudah habis dari tadi.
"Bagaimana ujianmu?" tanyanya tiba-tiba.
"Hah? Oh, bagus.. Semua lancar.." jawabku canggung.
"Pasti nilaimu A?"
"Bagaimana kau bisa tahu?"
"Hm, aku hanya menebak saja. Aku tahu suaramu sangat bagus, tidak heran kalau ujian itu bukan apa-apa untukmu.."
"Aniyo.. Aku tidak sebagus itu.. Maksudku, suaraku biasa saja.." kataku malu. "Lagipula, aku beruntung, karna Minho 1 kelompok denganku.."
Yesung hanya tersenyum simpul. Ia menoleh ke jendela di samping tempat duduk kami. Ia menerawang jauh ke langit. Raut wajahnya berubah. Yesung tampak sedih. Aku jadi bingung apa yang harus aku lakukan.
"Kau, dan Minho sungguh beruntung bisa melakukan apa yang kau senangi. Meskipun itu sulit, kau tetap melakukannya karna hal itu membuatmu bahagia.. Aku..sebenarnya sangat iri.." Yesung berbicara dengan nada yang tak beraturan, tatapannya sendu sekali.
"Kau tidak perlu iri padaku atau Minho, liat saja dirimu.. Kau calon dokter berbakat yang sangat keren yang pernah aku lihat.." kataku menggebu-gebu mencoba untuk memotivasi Yesung.
Yesung tersenyum tipis. "Kau tidak tahu yang sebenarnya.." kata Yesung lirih. "Aku ingin juga melakukan apa yang aku suka. Aku tidak mau diatur atau dipaksa untuk hal yang bahkan tidak kusukai.. Menjadi seorang dokter tidak pernah ada dalam benakku.. Aku.." Yesung berhenti sejenak, dan kemudian menatapku. "Aku menyukai musik.." katanya mantap.
Mata Yesung tampak berkaca-kaca, ia begitu yakin dengan apa yang dikatakannya tadi. Aku tahu Yesung memang bisa bernyanyi, pernah juga kulihat ia bermain musik, tapi aku tidak tahu bahwa ia menyukai musik sama seperti aku dan Minho.
"Lalu, kenapa kau tidak mengambil fakultas Seni Musik? Pasti akan sangat menyenangkan kalau kau, aku dan Minho bermusik bersama.." tanyaku penasaran.
"Kalau saja Ayahku mau membiarkanku bermusik, pasti seharusnya yang berduet denganmu tadi itu aku, bukan Minho.." jawab Yesung mencoba terlihat baik-baik saja. Ia tersenyum, dan aku pun hanya menatapnya. Yesung tampak baik-baik saja dari luar, ia tak pernah mengeluh tentang perkuliahannya di Fakultas Kedokteran, bahkan setauku nilai Yesung itu di atas rata-rata. Ia cukup terkenal, bukan hanya karena ia tampan, tapi memang karena kepintarannya yang mengesankan banyak dosen. Tetapi, Yesung ternyata bahkan tidak menyukai hal-hal medis itu. Hal yang disukainya justru tidak mendapat kesempatan untuk ia lakukan.
"Aku tidak tahu apa yang seharusnya aku lakukan untukmu, tapi yang aku tahu, memang tidak menyenangkan jika kita melakukan hal yang dipaksakan. Menurutku, pasti akan lebih baik jika kita lebih jujur pada diri sendiri. Kalau kau suka, lakukan. Kalau kau tidak suka, katakan. Hidup kita hanya sekali, jika kita memaksakan diri untuk hal yang tidak menyenangkan, sampai kapan pun kita tidak akan merasa bahagia.."
Yesung tersenyum lebar saat kalimat itu keluar dr mulutku. Wajahnya tampak lebih santai.
"Kau memang benar. Kata-katamu tadi membuka pikiranku. Aku jadi merasa lebih baik sekarang.."
"Ah, annii.." kataku mengelak. "Aku hanya mengatakan pendapatku saja.. Aku hanya berharap, aku bisa membantumu walau sedikit.." kataku malu.
"Hahaa.. Kau ini memang sangat baik. Kau persis seperti mawar putih. Bersih, polos.." Yesung menatapku dengan matanya yang bercahaya.
Tunggu! Mawar putih? Aku jadi ingat peristiwa beberapa hari lalu yang terjadi di kamarku ketika aku memergoki Yesung sedang menaruh setangkai mawar putih di atas meja kamarku. Apa aku harus menanyakannya sekarang? Apa benar Yesung yang memberiku mawar putih selama seminggu yang lalu?
"Yesungg.." panggilku, dan bersamaan dengan itu handphone Yesung berdering.
"Oh, mian.." Yesung langsung mengangkat telepon itu setelah melihat layarnya. Yesung menjawab telpon itu seperti menggumam. "Ne, aku akan segera ke sana." katanya masam sebelum menutup telpon.
"Hyerin-ah, mianhae.. Aku harus ke kampus sekarang. Aku ada kelas praktek dan sekelompok dengan Jihyeon untuk ujian." katanya sambil membereskan tasnya. Yah, terjawab sudah siapa si penelepon yang mengganggu perbincangan yang bahkan belum dimulai itu.
"Oh, yah.. Pergilah.. Pasti Jihyeon sudah uring-uringan menunggumu.."
"Ya, dia ribut sekali tadi. Baiklah, gomawo Hyerin-ah.. Aku sungguh beruntung karna bertemu denganmu hari ini. Terima kasih sekali lagi atas nasihatmu tadi.." kata Yesung sambil tersenyum lebar. "Kau habiskan saja kuemu, aku yang traktir."
"Hei, tidak usah.."
"Gwaenchana.. Aku pergi yah.." sanggah Yesung sambil menepuk bahuku, dan beranjak pergi.
Aku memegang kedua pipiku. Rasanya bahagia sekali setelah berbincang cukup lama dengan Yesung. Meskipun aku tidak sempat menanyakan soal mawar putih itu, tetapi semua terbayarkan dengan moment tadi. Aku jadi lebih tahu apa yang Yesung pikirkan, masalah yang dihadapinya, dan perasaannya terhadap musik. Mungkin kapan-kapan, aku bisa mengajaknya bernyanyi bersama Minho juga. Pasti akan sangat menyenangkan.
