Emerald-nya kembali menatap punggung pemuda itu pergi, meninggalkannya dengan senyum palsu yang membuat semuanya seolah baik-baik saja. Mereka selalu bertemu di sini, di lantai paling atas gedung kampus, tempat mereka pertama kali bertemu sebagai seorang Junior dan senior. Bertemu, menggumamkan kata-kata rindu dan cinta kemudian berpisah saat seseorang mengirimkan pesan ke ponsel pemuda itu.


Naruto © Masashi Khisimoto

A Chioce

.

Warning : AU, OOC, TYPO, etc.


Sakura kembali menyandarkan dirinya pada kawat pembatas, menatap gumpalan awan yang bergerak sesuai embusan angin, merasakan kebingungan yang melandanya beberapa bulan ini. Pemuda tadi, Sasori. Pemuda yang berhasil mencuri sebagian hatinya, pemuda yang selalu membuatnya tersenyum hanya dengan kata-kata yang terucap atau merona oleh kejutan-kejutan kecil dari pemuda itu. Sakura sangat mencintai Pemuda itu. Sangat. Sampai menutup matanya, mengaminkan sebuah kiasan yang menyatakan cinta itu buta , kini ia di butakan oleh cinta.

Sudah lebih dari enam bulan ikatan cinta mereka di resmikan, menjadi sepasang kekasih. Dua insan yang saling mencintai, itu yang ada di fikirannya dulu. Apapun ikatan mereka, tak ada yang tau selain mereka dan Tuhan. Bolehkah sakura menyebutnya 'Cinta terlarang', Mencintai seorang pemuda yang memiliki status dengan gadis lain?

Seluruh kampus mengetahuinya, Sasori adalah milik Tayuya-seniornya. Gadis dari keluarga musisi terkenal di Tokyo, gadis cantik yang selalu tersenyum ramah kepada siapa saja, bahkan pada dirinya. Sakura sempat merasa menjadi wanita brengsek yang mengganggu hubungan gadis sebaik Tayuya, namun secepat itu pula perasaan itu ia tepis, bukan salahnya. Salahkan waktu yang mempertemukan dirinya dan Sasori di saat yang tidak tepat. tentu saja ini bukan salahnya.

.

.

.

Ia mengikat rambut bubble gum nya asal, sedikit risih saat beberapa helai rambutnya jatuh ke wajah saat ia tengah bekerja. Setiap Sore, Sakura memilih bekerja part-time di kedai Ichiraku milik paman Teuchi. Kedai makan yang menyajikan ramen dengan porsi besar itu tidak begitu besar, namun cukup ramai saat akhir pekan seperti ini. Berdua dengan Ayame-anak paman Teuchi, mereka bertugas mengambil pesanan dan mengantar pesanan.

Cukup menyenangkan mengisi waktu luang dari pukul 5 sore sampai 10 malam dengan mencari uang tambahan. Lagi pula cukup bosan berada di apartemen saat malam, tanpa tau harus melakukan apa.

Keduanya mendudukkan diri sejenak, menarik nafas lega setelah para pengunjung yang datang dan pergi tanpa henti sampai sekarang hanya tinggal beberapa pelanggan saja yang terlihat memenuhi meja. Ayame tengah sibuk memainkan ponselnya, sesekali ia tersenyum mendapat pesan dari sang kekasih. Sakura mencoba memeriksa ponselnya, berharap ada pesan dari Sasori.

Tidak ada pesan,

Dengan perasaan kecewa ia kembali menyimpan ponselnya, Sebenarnya ia ingin sekali mengirim pesan atau menghubungi Sasori, sekedar menanyakan apa yang di lakukan pemuda itu sekarang. Tapi ia urungkan, mengingat kesepakatan mereka bahwa pemuda itu yang akan menghubunginya terlebih dahulu. Ia menghela nafas pelan, meratapi nasib menjadi orang ketiga. Tidak enak kadang-kadang.

Ayame menyadari perubahan rekannya itu, wajah putih milik Sakura terlihat menekuk, padahal beberapa saat yang lalu gadis itu terlihat semringah.

"Ada apa sakura?" tanyanya seraya menepuk pelan pundak sakura.

Gadis 20 tahun itu sedikit tersentak, sebelum menoleh. Sakura menggeleng cepat.

"Tidak, aku tidak memikirkan apapun" Jawaban sakura membuat ayame menaikkan sebelah alisnya bingung, emang tadi ia menanyakan apa?. Gelagat sakura mencurigakan, fikirnya.

"memang apa yang kau fikirkan?" tanya ayame penuh selidik, yang di tanya mulai keringat dingin.

Sebenarnya tak masalah menceritakan statusnya sekarang kepada Ayame, toh gadis itu kuliah di kampus yang berbeda dengan Sakura. Hanya saja, ia takut di cap sebagai gadis perebut kekasih orang. Tidak, tidak, tidak ada yang boleh mengetahuinya, tidak..

"Mengapa kau menggeleng begitu sakura?"

Deg

Sekarang ia seperti kucing yang tertangkap basah mencuri ikan, Sakura yang tengah bergelum dengan fikirannya tanpa sadar menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri. Ia lupa jika Ayame masih menatapnya.

"Itu..aku..."

KRINGG

"Selamat Datang" ucap sakura penuh semangat saat mendengar lonceng pintu berbunyi, menandakan ada pengunjung yang tiba. Sakura langsung bangkit dari duduknya, menyelamatkan diri dari pertanyaan Ayame. Tuhan pasti tak tega melihatnya kebingungan seperti tadi. sedangkan Ayame, hanya mengendikkan bahu melihat sikap aneh Sakura

Dengan senyum lebar sakura langsung berjalan menuju meja pengunjung tadi. Ah, Sakura kenal sepasang pengantin baru itu. Pelanggan setia di kedai Ichiraku. Bahkan sakura datang ke pernikahan mereka Sendiri. ya sendiri, Ayame? gadis itu berdua dengan kekasihnya Yamato.

"Lama tidak datang?" sapa sakura sedikit basa-basi.

"Sakura apa kabar?"

"Aku baik kak, sepertinya kalian baru pulang bulan madu ya?" pertanyaan dari Sakura sepontan membuat wanita bersurai indigo sebahu itu tersipu malu, sedangkan sang suami-Yahiko memasang senyum lima jarinya sembari menggaruk tengkuk belakangnya yang tidak gatal.

"Ya, begitu lah sakura. Apa kau tau ternyata Konan..."

"tidak perlu di ceritakan kak Yahiko" Potong Sakura cepat, sepertinya pria itu sedikit bersemangat.

Setelah berbicang sesaat dan mengambil pesanan, Sakura langsung bergegas memberikannya kepada paman Teuchi, kakinya di buat kembali bergerak saat melihat meja dengan beberapa mangkuk kosong. Dengan cekatan, Ia langsung membersihkan meja, mengangkat mangkuk kotor itu ke belakang. Sakura sempat mendengar Ayame menyapa pelanggan lagi, namun tak sempat melihat siapa yang datang.

Sakura langsung menuju ke arah paman Teuchi setelah selesai meletakkan piring. Memeriksa pesanannya tadi.

" Sudah selesai Paman?"

"Ah, ya" jawab pria separuh baya itu sembari meletakkan dua mangkok ramen lagi pada nampan dengan orderan yang sakura tulis, ia sempat bingung saat mendapati ada empat mangkuk ramen.

"Meja yang tadi memesan lagi Sakura, Apa kau bisa membawanya" Sakura hanya menggangguk, kemudian dengan hati-hati membawa pesanan itu. Ia baru saja berbalik, langkahnya terhenti seketika, jantungnya tiba-tiba berdetak tak karuan saat melihat ke arah meja yang diduduki Konan dan yahiko tadi. Rambut semerah darah dengan kulit putih dan wajah baby-face duduk bersebelahan dengan wanita bersurai merah bata tengah tertawa dan begitu dekat. Seketika itu juga, dadanya terasa sesak.

"Sasori"

.

Langit malam dengan butiran cahaya kecil terlihat begitu indah. Dibawah atap alam itu seorang gadis melangkahkan kakinya dengan perasaan tak menentu. Dadanya masih terasa sesak sejak tadi, bahkan sampai sekarang ia masih bisa mengingat Sasori bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa di antara mereka.

Sejenak ia tersenyum miris, mengingat alasan Sasori bersikap begitu di depannya. Tentu saja, Tayuya berada di sampingnya, gadis yang memiliki status resmi sebagai kekasih Sasori. Sejujurnya ingin sekali ia menumpahkan semua kesedihannya sekarang, dianggap orang gila pun ia tak perduli, tapi apa guna?.

Ia ingat saat pertama kali Sasori mengungkapkan perasaannya dan secara gamblang menyatakan bahwa pemuda itu telah memiliki kekasih, dengan alasan tidak ingin mendustai dirinya. Bahkan sakura masih ingat bagaimana ia dengan mudahnya, tersenyum tulus di depan pemuda itu mengatakan ia tak apa menjadi yang kedua, dia akan bersabar menunggu waktu yang tepat untuk mereka berdua. Sekarang tiba-tiba saja ia menyesalai ucapan itu, sakura tidak tau akan sesakit ini rasanya.

Tes

Setetes air mata terlepas begitu saja yang dengan cepat ia usap dengan punggung tangannya. Namun semakin ia berusaha, airmatanya tetap saja dengan sesuka hati mengalir melewati pipinya.

"Berhentilah" bisiknya lirih, sambil terus berusaha menghentikan air matanya.

Terasa sia-sia, airmatanya tetap saja jatuh.

Biarlah,Dibawah langit malam, di antara hembusan angin, di tengah-tengah orang yang berlalu lalang, menatapnya dengan heran, Sakura menghentikan langkahnya, ia biarkan airmatanya jatuh begitu saja, cukup di sini, ia tidak akan membawa kesedihannya itu sampai di apartemennya.

.

Sakura benar-benar merasa lelah, menangis ternyata menguras banyak energinya. Kaki jenjangnya melangkah perlahan menaiki setiap anak tangga yang akan mengantar dirinya ke tempat ternyaman, membayangkan dirinya terebah di atas kasur membuatnya tak sabar untuk segera sampai.

Tepat di anak tangga terakhir langkahnya terhenti, jantungnya lagi-lagi berdebar, kelenjar air matanya tiba-tiba bekerja tanpa di komandoi. Namun ia tahan, Sakura mencoba tersenyum ke arah pemuda yang berdiri tepat di depan pintu apartemennya, menatapnya dengan pandangan yang tidak sakura mengerti.

"Sasori ada apa datang?" Sakura mencoba bersikap biasa saja, seolah tidak terjadi apapun sebelumnya, tersenyum menyembunyikan sesak di dadanya. Tapi sepertinya, Sasori tau apa yang Sakura coba lakukan, dengan sangat pelan pemuda itu meraih tangan Sakura menggenggamnya dengan lembut.

"Sakura.. aku.."

"Ayo masuklah, Akan ku buatkan kopi" potong sakura cepat, ia tau apa yang akan di bahas pemuda itu, Sakura hanya tak ingin tiba-tiba airmatanya tumpah dan membangunkan penghuni lain. Di lepasnya genggaman pemuda itu perlahan, membuka pintu.

"Masuklah" ajak sakura. Sasori hanya terdiam, memilih menuruti ajakan sakura.

Grep

Sakura sedikit terkejut ketika Sasori tiba-tiba saja memeluknya dari belakang. Pintu baru saja tertutup, bahkan tangannya masih menggenggam knop pintu. Ia hanya berdiam diri seakan membatu saat pemuda itu menenggelamkan kepalanya pada bahu Sakura.

Jantungnya berdebar, sesungguhnya ia selalu menginginkan saat-saat seperti ini, namun bukan dengan alasan yang begitu menyakitkan hatinya.

"Maafkan aku sakura" bisik Sasori " Aku sungguh tidak tau kalau kau..." ucapan sasori terhenti, Sakura bisa merasakan tubuh pemuda itu bergetar seolah menyesali pertemuan mereka tadi.

"Sudahlah" Ucap sakura pelan, perlahan ia melepaskan pelukkannya, memutar-berhadapan dengan pemuda yang lebih tinggi darinya. Tangannya perlahan naik, menyentuh pipi pemuda yang begitu di cintainya itu "Ini bukan salahmu, jangan di bahas lagi ya"

Lagi-lagi sebuah senyuman terutas di wajahnya, mencoba mengatakan bahwa ia baik-baik saja, meski hatinya terasa menjerit sekarang. Sakura hanya tidak tega melihat Sasori memasang wajah penuh penyesalan seperti itu. Ini bukan salah Sasori, bukan juga salahnya. Ini bukan salah siapa-siapa.

.

.

Sinar mentari pagi menyapa lembut, masuk dengan leluasa melalui jendela yang sudah terbuka tirainya. Sakura menggeliat tak nyaman ketika cahaya merembes masuk kedalam kelopak matanya. Ia membalikkan tubuhnya, membelakangi jendela, lalu menutupi dirinya dengan selimut yang nyaman mencoba kembali ke dunia mimpi.

Semua orang tau apa itu hari Minggu, Hari bermalas-malasan sedunia. Ya, tidak ada kelas, tidak ada wajah dosen, tidak ada apapun yang membuat otak sakura berfikir keras.

"Sakura.."

Ah, ia bisa mendengar suara pemuda bersurai merah itu sekarang, betapa ia merindukannya.

"Sakura, jangan sampai aku memaksamu bangun"

Kedua alisnya mengerenyit seketika, meski kedua matanya tertutup, entah kenapa suara itu terasa nyata.

"Sakura.."

Biarlah, ia ingin melanjutkan mimpi indahnya ini. Ternyata Tuhan begitu menyayanginya, saat ia merindukan pemuda itu, sakura bisa-

"Eeehhh" ia memekik kaget ketika tiba-tiba saja tubuhnya yang mungil di angkat seseorang, ia masih terbungkus selimut, benar-benar seperti karung beras dirinya. Sakura mencoba memberontak, namun pergerakannya sedikit sulit dengan selimut yang membungkus.

Setelah beberapa langkah, sakura di turunkan. Ia langsung mengenyahkan selimut yang membungkusnya, Ia ngin tau, siapa orang yang berani mengganggunya saat-

-Kedua matanya melebar tak percaya, di depannya.

Astaga, apa ia bermimpi. Di depannya Sasori berdiri sambil berdecak pinggang, mengenakan piama bertema teddy bear miliknya, bajunya sedikit menggantung karna ukuran yang tidak pas. ia mencubit pipinya sendiri memastikan yang didepannya bukan mimpi.

"Aww"

Sakit, bukan mimpi.

"Aww, sakit" cicitnya saat Sasori mencubit pipinya, menggoyang-goyangkan kedua benda lunak itu dengan gemas.

"Ini bukan mimpi nona, Sekarang pergi mandi"

Sakura masih terdiam saat Sasori melepaskan cubitannya dan memberikan handuk. Masih tak percaya.

"Apa mau ku mandikan"

wajahnya memerah mendengar kalimat yang keluar dengan seringai di wajah pemuda itu, dengan cepat ia berbalik, masuk ke kamar mandi dan menutup pintu.

.

.

.

.

Angin bertiup cukup kencang, memainkan helaian merah muda miliknya sekarang. Sesekali tangannya bergerak, menyelipkan helaian nakal yang bermain di permukaan wajahnya. Di atas atap kampus, Sakura masih setia berdiri, bersandar pada kawat pembatas, Emeraldnya menatap gumpalan awan abu-abu yang menandakan hari akan hujan. Sesekali pandangannya beralih pada pintu masuk, berharap pemuda yang satu tahun lebih tua darinya itu menampakan diri, Namun sampai sekarang, lebih dari satu jam tak ada tanda-tanda pemuda itu akan datang.

Sudah lebih dari seminggu sejak terakhir kali mereka bertemu, menghabiskan satu malam dan seharian penuh berdua di apartemen Sakura. Bukan hal yang intim, mereka hanya menonton DVD, bercerita, memasak bersama bahkan sesekali mengambil foto untuk mengabadikan moment. Ya, semenjak hari itu pula Sasori tak ada kabar, seolah hilang begitu saja.

Drrrtt

Drrrtt

Tangannya refleks merogoh kantong jaketnya saat getaran singkat seolah memanggilnya, hatinya bersemu, berharap bahwa Sasori lah yang mengirim pesan.

Wajahnya yang awalnya sumringah berubah datar seketika. memang ada pesan masuk..

From : Ino Pig

Jidat, kami berkumpul di kantin umum. Datanglah sekarang, tidak ada alasan.

Bukan Sasori.

.

Sudah lama sekali rasanya ia dan teman-teman SMA-nya itu tidak berkumpul bersama, kesibukan masing-masing dan fakultas yang berbeda seolah menjadi batas ruang di antara mereka. Ino mengambil kesenian bersama sang Kekasih Sai satu fakultas bersama Sasori, Shikamaru dan Neji masuk Fakultas Ekonomi Bisnis, Tenten-kekasih Neji masuk Fakultas Hukum sedangkan Sakura masuk fakultas Kedokteran.

"Bagaimana dengan festival musim semi? apa kalian sudah mendengarnya?" Ino akhirnya membuka cerita baru, pasalnya sedari tadi mereka hanya mendengar pembahasan tentang bursa Saham, Pajak, Manajemen perusahaan, ya semua yang menyangkut bisnis oleh duo jenius Neji-Shika.

Tenten yang sedari tadi menopang dagu terlihat semringah "Tentu saja, Aku sudah tidak sabar"

"Tentu, apa kalian tau bahwa festival akan dilakukan selama dua hari?" Sakura menambahi. Sejenak melupakan kegundahan hati.

Festival musim semi menjadi festival favorit para gadis di konoha setiap tahunnya, mereka akan mengenakan Yukata paling indah yang mereka punya, berjalan menikmati keindahan bunga sakura yang bermekaran dan pesta kembang api saat malam. Membayangkannya saja membuat ketiga gadis itu bersemangat.

"Benarkah? kalau begitu aku akan membeli Yukata lagi"

"Untuk apa? menghamburkan uang saja" Shikamaru akhirnya membuka suara, Neji mengangguk, Sai tersenyum entah apa maksudnya.

"Kalian ini tau apa soal penampilan" dengus Ino " Sai juga tidak keberatan"

Yang di singgung hanya tersenyum, menanggapi kekasihnya itu, kemudian sedikit mengacak surai pirang putri Yamanaka itu. Sakura yang melihatnya terdiam, seketika mengingat perlakuan manis Sasori beberapa minggu yang lalu. Tuhkan dia ingat lagi.

"Manisnya..." ucap Tenten, kemudian sedikit melirik kearah kekasih Hyuuga-nya " Neji tidak pernah melakukan itu padaku"

Mendengar namanya di singgung pemuda itu hanya menghela nafas, terlalu malas meladeni. Namun ternyata gadis bermata Huzle itu tidak menyerah.

"Jangankan berbuat seperti itu, memuji ku saja jarang"

Tangan Neji langsung mengacak (-acak) rambut Tenten, membawa telapak tangannya yang besar ke wajah gadis itu, menariknya kebelakang, tak lupa satu jari menarik pucuk hidung gadis itu ke atas.

"Bukan begitu Neji" gerutu tenten sebal, memukul dada pemuda itu sedikit pelan.

"Dasar berisik" ucap Neji dengan senyum tipis pada wajah tampannya. ya, jadilah acara romantis dua pasangan itu. Shikamaru tak ambil pusing, memilih menyantap pesanannya yang baru tiba. Sakura tersenyum tipis melihat kemesraah sahabat-sahabatnya itu, namun miris di dalam hati.

"Jadi, apa kau akan mengajak Temari ke festival Shika?" tanya Sakura, mencoba mengalihkan suasana.

"Tidak, dia yang mengajakku kemarin"

"Kau ini, dasar tidak Romantis" Celetuk Ino.

"Ya, Sama seperti Neji" kata Tenten, yang langsung mendapat jeweran dari pemilik nama " Sakit Neji" cicit Tenten

"Bagaimana kalau kita para gadis-gadis berbelanja Yukata besok?" Usul Ino, yang langsung di sambut Kedua gadis berbeda surai itu.

"SETUJU"

.

.

.

.

.

.

Semua pasang mata terarah padanya, seorang pemuda yang melangkah meninggalkan kawasan bandara dengan tas backpeaker di belakang punggungnya, kedua tangannya masuk ke dalam kantong celana, dengan earphone berwarna merah maroon menyumpal di kedua telinganya. Pemuda dengan sepasang onyx, rambut hitam dengan model mencuat kebelakang dengan kain berwarna abu-abu sebagai pengikat kepala, meninggalkan beberapa helaian di antara tinggi dan proposional bak model mejalah, kulit putih dan rahang yang tegas. mengenakan kaos putih yang di lapisi jaket berwarna abu, celana hitam panjang berbahan jeans serta sepatu dengan tanda 'ceklis' di setiap sisi. Keseluruhan, ia menggambarkan bentuk dewa Yunani dalam busana modren. Tampan, keren dan tampan.

Bisik-bisik kekaguman atas dirinya ia abaikan begitu saja, melangkah menuju area Taxi yang akan mengantarnya ke tempatnya. menemukan Taxi terdekat, ia langsung masuk kemudian mrnunjukkan alamat yang tertera di ponselnya tanpa mengatakan apapun.

Sang sopir langsung paham, dan menghidupkan mesin. Sekilas ia melirik sang penumpang yang mungkin memiliki separuh umurnya itu. Sebelum melaju sang sopir tersenyum ramah ke arah penumpang yang terlihat seperti turis asing.

"Welcome to Konoha Sir"

Pemuda itu tak menjawab, hanya memamerkan senyuman tipis yang mampu menarik wanita ke dalam pelukannya. Pemuda itu mengeluarkan ponselnya mencari sebuah nama kemudian menekan tombol Call

.

.

Seluruh toko di gedung mall 5 lantai itu telah mereka telusuri seluruhnya, mencari baju wajib yang akan di pakai pada festival beberapa hari lagi. Dua kantong bahkan lebih untuk Ino sudah mereka bawa dalam genggaman masing-masing. Sakura mengajak Ayame untuk pergi bersama yang langsung akrab dengan Ino dan Tenten.

Sebelum kembali ke apartemen Sakura -berniat mengadakan pesta piyama- mereka berempat menyempatkan diri singgah di cafe dekat Mall, duduk saling berhadapan, membahas hal yang biasa di sukai para gadis sambil menikmati capucino. Namun melenceng ketika Tenten menyeltukkan kasus yang sedang marak-maraknya di media, toh memang dasarnya Ayame juga anak hukum keduanya langsung nyambung. Sakura menjadi pendengar setia, sedangkan ino tengah sibuk dengan ponsel pintarnya, mencari bahan yang enak di gosipin.

Sakura tersentak saat ponselnya bergetar di atas meja, yang secara otomatis membuat tiga pasang mata mengarah ke situ. Sekilas ia melihat nama yang tertera, hatinya mencolos dan gugup bersamaan, langsung saja ia merampas ponselnya.

"a-aku angkat telphone dulu" Pamit sakura, kemudian mencari jarak aman untuk mengangkat telphone dari sang kekasih hati.

'Moshi-moshi sakura'

oh, Suara itu. Suara yang ia rindukan beberapa hari ini.

"Iya, Senang mendengar suaramu Sasori"

'Aku juga sakura, Maaf karna minggu ini tidak memberikanmu kabar apapun. Aku harus ikut dalam perjalanan keluarga dan Ponselku tertinggal'

"iya, aku mengerti. Jadi bagaimana kabarmu"

'Aku baik. Baiklah aku tutup dulu ya'

Sebeneranya ada rasa ketidak relaan di hatinya, ia ingin mengobrol lama-lama dengan pemuda itu. akhirnya sebuah kata terucap..

"Baiklah, sa-" -tut.

Sambungannya terputus bahkan sebelum dia menyelesaikan kalimatnya, ia menarik nafasnya dalam. Itu sudah cukup membuat hatinya tenang sekarang.

.

.

Ia mendecih sebal saat nomor yang di hubunginya sedari tadi tak juga tersambung. Pemuda itu langsung mengalihkan perhatiannya pada pemandangan kota kelahirannya itu melalui jendela taksi. belum lama ia pergi, namun terlihat banyak perubahan di kota tercintanya itu.

Ia merindukan semuanya, suasananya, makananya, budayanya serta gadis-nya.

.

.

"Ada apa?" tanya sakura penasaran saat ketiga temannya tengah asik membahas sesuatu sembari melihat ke layar ponselnya ino.

"Apa kau tau Sasori dan Tayuya, sakura?"

Deg

Jantungnya berdetak tak karuan, baru saja ia bahagia mendengar suara Sasori. Sekarang ada apa? apa mereka putus? Syukurlah. Eh?

" Ya-yang mana?" Sakura kembali melmpar pertanyaan pura-pura. Namun ucapan Ayame selanjutnya membuatnya bagai mati langkah.

"Pasangan yang bersama kak Yahiko dan kak Konan kemarin, Apa kau ingat?"

"Ooh mereka, A-ada apa?"

Tenten langsung merampas ponsel Ino dari pemiliknya, kemudian memampangkannya ke arah sakura.

Sebuah foto dengan pemandangan kota paris yang menjadi background-nya. Seorang pemuda tengah mencium mesra bibir wanita yang sangat ia kenali. Hatinya menjerit, matanya memanas sesaat.

'Perjalanan keluarga' katanya?

"Tapi aneh ya, kenapa bukan mereka yang mengupload foto ini?" tanya tenten sambil menatap kembali ponsel Ino.

"Yang ku tau, mereka tidak suka mengumbar kemesraan di sosmed" Sahut ino.

"Aku juga dengar soal pertunangan saat mengambil pesanan mereka kemarin itu, pasangan yang sangat serasi" timbal Ayame yang membuat Ino dan Tenten membulatkan matanya tak percaya

"Benarkah?"

Ayame mengangguk mantap " aku yakin tak salah dengar, karna- eh, sakura"

Ketiganya menatap bingung sakura yang pergi begitu saja, bakan sampai melupakan tas belanjan miliknya. Cukup lama mereka terdiam dalam kebingungan melihat Sakura yang tiba-tiba aneh itu.

.

.

Satu jam perjalanan akhirnya mengantarkan ia ke tempat tujuan. setelah membayar ongkos taksi, pemuda itu langsung masuk ke gedung apartemen tempatnya akan tinggal beberapa hari kedepan. Ia sengaja tak mengabari si pemilik apartemen, sekedar ingin memberi kejutan kecil. Meski sejujurnya itu bukan sikap dirinya.

Masuk ke dalan lift, menekan nomor lantai. Tak berapa lam pintu lift terbuka. Ia melangkah pasti menuju apartemen yang sudah di pastikan si pemilik berada di rumah. Hingga berhentilah ia pada sebuah pintu dengan nomor 97, menekan bel beberapa kali, banyak kali, sampai terdengar suara langkah kaki yang mendekat.

Pintu perlahan terbuka, menampakkan wajah pemuda yang mengantuk dengan rambut berantakan khas orang baru bangun tidur. Akhir pekan, apa lagi yang di lakukan pemuda Nara itu.

"Siapa?" tanya Shikamaru yang masih mengucek matanya, menajamkan pandangannya untuk mengenali tamunya itu.

"oh, kau Sasuke"

Pemuda bernama Saskue itu tersenyum melihat kelakuan teman SMA-nya yang tak berubah sama sekali

"Lama tidak bertemu"

.

.

TBC


A/N

fanfict SasuSaku pertama aku, sebenarnya ini kisah nyata salah satu temanku yang di beri sedikit bumbu-bumbu penyedap.

Baiklah, Miyu gak pandai buat A/N

Miyu ucapkan terimakasih untuk yang sudah membaca.

Tinggalkan Riview nya yah ({})..