Character by Akiyoshi Hongo

Main Daisuke Motomiya, Takuya Kanbara, Yoshino Fujieda dan Hikari Yagami

Genre, Friendship,Drama Romance , Hurt comfort

Rate T

Full Daisuke Motomiya Point

Rambut kayu manisnya terbang tertiup angin, tak kusangka, dia memanjangkan yang ringan dan lincah melewati banyak siswa lainnya, menghampiri sosok yang sedang menunggunya.

"Menatap Hikari lagi. Tak ada niatan untuk menghampirinya?"

"Kanbara."

Menghampirinya. Ingin, sangat ingin. Tapi tak bisa, karena yang sedang bersamanya sekarang adalah kekasihnya. "Aku tak ingin memicu perkelahian di hari kelulusan."

"Hee."Takuya menyeruput minumannya "Dai, ini hari terakhir."

Aku memalingkan wajah padanya, hanya melihat matanya yang sedang menatapku serius. "Utarakan lagi sebelum kamu menjauh darinya."

"Sudah kukatakan a-"

Telunjuknya menempel pada bibirku "Nanti menyesal."

#

Mengikuti apa yang dikatakan Takuya, aku sekarang sedang berada ditengah lapangan sepakbola. Tak ada maksud untuk menarik perhatian, karena tak ada seorang pun sekarang disana, yah karena sedang dilaksanakan upacara.

"Daisuke-kun."

"Hikari, aku-"

"Daisuke-kun. Tidak."

Begitu cepat kamu mengatakannya. "Tak bisakah aku mengatakannya?"

"Tidak Daisuke-kun. Tanpa kamu katakan, aku sudah kelewat sering aku pun tak ingin mengatakan kata yang pastinya sering kamu dengar. Maaf Daisuke-kun, jika tak ada yang lain, aku harus pergi, Takeru sudah menungguku didalam."

Ya. Memang sudah kelewat sering aku mengatakannya. Sudah terlalu banyak dia mendengarnya, juga sudah sangat banyak aku mendengar kata TIDAK dari bibir mungilnya. Dan sekarang, saat kamu mulai pergi menjauh, yang aku tahu hanya satu. Kita tak akan bertemu lagi.

"Tak ingin masuk?"

"Kanbara."

"Sama. Ayo gabung dengan Yoshino."

"Dai, aku sudah pikirkan matang-matang. Aku dan Yoshino akan bekerja, tak akan masuk kuliah. Bagaimana denganmu?"

Aku tak ingin menjawabnya. Rangkulan yang penuh rasa persahabatan datang mengalung pundakku "Yoshino."

"Dai, ini hari kelulusanloh. Ceria sedikitlah."inginku begitu tapi aku tak bisa "Dai. Cewek tak hanya Hikari. Liriklah yang lain."aku menatap Yoshino yang saat ini berjalan mundur didepanku "Ada aku. Yah kalau kamu suka cewek tomboy sih."

Sedikit senyum agar perempuan paling dekat denganku ini tak khawatir "Aku tak akan memilih kakakku kan."

"Maksudmu aku tua. Jahat ya."dengan cepat tangannya langsung memiting leherku "Dai. Ikutlah dengan kami."

Tanganku yang awalnya berusaha melepaskan fitingan Yoshino berhenti. Mataku melihat Takuya yang tersenyum lebar dan dari lirikan, kulihat juga Yoshino yang sedang tersenyum lembut. Dengan sedikit anggukan aku melangkahkan kakiku menuju gerbang sekolah, langkah kaki yang berat dan langkah yang kuharapkan tak akan menghampiri sosok bayang Hikari kembali.

#

Apakah usia dua puluh dua sudah dapat dikatakan usia untuk menikah? Yah sekaranglah aku dalam usia yang sudah semakin dewasa. Lima tahun sudah aku lalui bersama kedua temanku. Lima tahun sudah, aku tak melangkahkan kaki untuk mengejar lagi bayangan sosok malaikat penuh cahaya.

"Lagi dan lagi, banyak sekali angkatan kita yang menikah tahun ini."Yoshino berkata kesal melihat sebuah undangan via FB

"Beneran, siapa kali ini?"tanya Takuya didepan laptopnya

"Kato-san."jawab Yoshino dengan nada sebal "Menikah ya, kapan giliranku ya."matanya langsung menatap langit-langit

"Sabar saja, nanti juga datang pangeran berkuda putih melamarmu."kata penghiburan dari mulutku meluncur

Mendengar kata itu, Yoshino langsung menatapku "Tak adakah dari kalian berdua yang ingin melamarku?"

Aku dan Takuya saling berpandangan dan melambaikan tangan tanda tidak dengan cengiran oleh Takuya.

"Ahhh, bisa-bisa aku jadi perawan tua. Kenapa tak ada cowok yang mau denganku sih."kata penuh frustasi dari Yoshino

"Perbaiki sikapmu."ucapku menasihati

"Belajar merias diri."nasihat Takuya

"Dan yang lebih penting, jangan main asal serang cowok yang menggodamu."ucapku dan Takuya berbarengan

Jengkel sepertinya Yoshino "Aku cewek baik-baik, bukan yang begitu saja mau diajak pergi bila digoda."

"Yoshino, cowok menggodamu itu karena kamu menarik."

"Benar kata Takuya, kamu itu sebenarnya cantik."

Kami berdua nyengir dan membuat Yoshino sedikit memerah "Dan lagi, gak semua cowok menggoda itu cowok jahat. Pikiranmu saja yang parno."Takuya mengibaskan tangannya

"Gi-gimana gak parno, pengalaman terakhirku digoda itu saat gokon dulu, dan, dan aku nyaris kehilangan keperawanan oleh cowok-cowok brengsek itu."

"Ah yang itu ya. Untung banget kita ada disana ya."Takuya berkata dengan sedikit simpati, sepertinya agak bersalah dengan kata yang diucapkannya

"Eh, bukannya karena memang kamu nguntitin Yoshino ya."ucapku sengaja nyeplos

Takuya diam, tak lama rona merah muda muncul sedikit "Benarkah?"tanya Yoshino memandang Takuya lekat

"Beneran kok."ucapku menambah-nambahi

"Bo-bohong itu. Ke-kebetulan saja aku lewat gang remang-remang itu."mencoba berkelit dengan kata-kata terbata begitu, gak bakalan ngefek Takuya "La-lagian bukannya kamu juga begitu Dai."

"Hah, tidak benar itu. Aku hanya sedang kebenaran disana beli rokok di mesin dekat gang itu saja."elakku

"Gak ada mesin rokok disana Dai."serang Takuya

Aku dan Takuya terlibat saling serang kata, agak memalukan bila memang sebenarnya aku dan Takuya sama-sama menguntit Yoshino. Meski kami tak merencanakannya, secara kebetulan saja saat aku ke wc restoran tempat gokon diadakan aku bertemu dengan Takuya yang ternyata juga sedang disana. Dan setelah kami keluar wc, kami lihat tak ada Yoshino disana dan saat aku tanya perempuan teman Yoshino yang masih tertinggal disana, katanya Yoshino diajak pergi oleh beberapa orang cowok yang ikut gokon. Dari situ kepanikan terjadi dan kami mencari Yoshino secara membabi buta.

Rangkulan hangat itu lagi "Aku tak tahu kalau dua orang cowok yang tinggal satu atap denganku ini begitu perhatian."

"Yo-Yoshino."berbarengan kembali dengan Takuya, kulihat wajah Takuya telah memerah parah, aku juga sih, tapi tidak sampai separah itu

"Tahukah kalian berdua, aku sangat menyayangi kalian berdua."ucap Yoshino dibarengi dengan sebuah kecupan dipipi aku dan Takuya

Kulihat wajah Takuya makin makin padam. Aku hanya menahan senyum "Emm Yoshino."

"Hmm."dengan tetap merangkul kami

"Dadamu makin besar ya."ucapku asal nyeplos lagi

"Benarkah. Serius Dai."reaksi yang tidak kuharapkan, kenapa dia jadi girang begitu. Dan jangan langsung kamu raba-raba dadamu Yoshino, aku sudah kasihan melihat Takuya yang semakin gelap

"Yoshino. Gak ada cewek baik-baik senang dengan komentar pelecehan seksual seperti itu."kataku ingin menghentikan aksi grepe-grepe oleh diri sendiri

"Masa sih. Itu kan pujian darimu Dai."

"Kamu menanggapinya begitu ya. Dan lagi Yoshino, tak ada cewek baik-baik yang tinggal seatap dengan dua cowok lajang."

Bagus, aksi grepenya sudah terhenti. Senyum maut muncul dari wajahnya "Yang penting kan gak kumpul kebo."

Semudah itu kamu mengomentari suatu pandangan masyarakat. Aku semakin sulit untuk melepas kamu agar mandiri Yoshino.

"Oh ya Dai. Dengerin Yoshino ngomongin pernikahan, selentingan aku dapat info, sebentar lagi Hikari akan bertunangan dengan Takeru."Takuya memandang dengan pandangan simpatik, mengejek kah?

"Pasangan yang awet yah. Irinya."Yoshino kembali menggerutu

"Ada maksudkah Takuya?"tanyaku memicingkan mata

Takuya memandangku dengan senyuman kecil "Tak ada. Kukira kamu mungkin ingin tahu."

"Aku tak ada urusan lagi dengannya. Dan aku tak ingin tahu lagi tentang bayang masa lalu."ya, aku tak pernah ingin tahu lagi dengan masa lalu yang kuanggap sangat menyedihkan. Masa lalu yang menjebakku agar tak bisa mencintai perempuan lain. Dan jebakan itu masih berlaku hingga sekarang.

#

Seiring dengan kudengar kembali perkataan Yoshino dalam pikiranku, perkataan yang dikatakannya kemarin malam "Dai. Sepertinya kamu bakalan ketemu Hikari deh. Besok." Saat itu aku hanya mengacuhkannya, karena kupikir mustahil. Karena dalam lima tahun ini, aku tak pernah sedikitpun menggerakkan kakiku untuk menghampiri bayang-bayang itu lagi, terpikirkan mungkin ya, tapi aku tak ingin mencari info tentang Hikari lagi.

"Yang benar saja Yoshino. Kamu peramal dari mana."gumamku pelan saat kutahu seorang perempuan yang sedang kupegang pergelangan tangannya ini adalah Hikari, perempuan yang entah melamun atau bagaimana hendak menyeberang jalan saat lampu pejalan kaki masih merah

Saat kutahu sosok yang baru saja kuselamatkan ini adalah adik dari senpaiku dan sekaligus bayang-bayang masa lalu, dengan segera aku hendak pergi. Tapi ternyata tak bisa, keadaan berbalik, bila sebelumnya tanganku yang memegang pergelangannya, sekarang dibalik, Hikari yang memegang pergelangan tanganku, dan menahan lajuku.

Sudah lebih dari sepuluh menit aku berjalan, dengan tangan Hikari tetap memegang pergelangan tanganku, aku ingin melepaskannya, mudah saja karena tangan ini begitu kecil dan lemah saat memegangnya. Tapi aku tak ingin bila suasana sekitarku ramai, dan saat tempat yang tidak terlalu banyak orang lalui, dengan segera aku menarik tanganku paksa dan berniat untuk meninggalkannya.

"Daisuke-kun, kan."

Suaranya terdengar untuk pertama kalinya dalam lima tahun ini. Aku tak ingin mengeluarkan suara, jadi aku hanya mengangguk pelan. "Benar ya. Terima kasih Daisuke-kun."wajah yang aku tahu dalam kesedihan, senyuman sekecil itu tak pernah kulihat seumur aku mengenalnya, yang aku tahu, dia selalu tersenyum hangat, pada siapapun.

Kuberanikan untuk bersuara "Alamat rumahmu masih sama seperti dulu?"tanyaku

"Ya."suaranya parau, seperti habis menangis

Dan tindakanku selanjutnya adalah, kupanggil taksi, menaikkan Hikari kedalamnya dan meminta supir untuk mengantarnya. Dan tentu saja, aku tak ikut untuk mengantarnya. Karena itu kuanggap sesuatu yang sia-sia.

"Selamat datang Dai."sambut Takuya begitu aku memasuki ruang tengah apartement "Bagaimana?"

Tak ingin bertele-tele, aku memberikan koper padanya. Dan dia memandang puas isinya saat itu juga. Mataku melirik kesana kemari, mencari satu lagi penghuni dan saat kumenemukannya, aku menghampirinya dan tanganku memeluknya dari belakang "Yoshino."

"Dai? Kaget aku, kukira Takuya."tangan Yoshino sedang memegang pisau dan sedang memotong-motong sayuran "Eh Takuya gak bakalan berani melakukan ini."katanya lagi

"Kamu dukun dari mana?"

"Haah? Maksudmu."

Aku tak menjawabnya. Yang aku lakukan hanya terus memeluk Yoshino dari belakang. Dan yang kulihat, Yoshino mematikan kompor dan membiarkanku untuk meresapi wangi tubuhnya. Wangi yang selalu membuatku tenang sejak dulu.

"Yoshino. Maukah kamu buatkan telur mata sapi."

#

Kejadian lagi, dan sekarang aku makin yakin kalau Yoshino itu dukun. Apa yang dia katakan kembali terjadi "Dai. Setelah kejadian itu, kamu pasti bakalan beberapa kali bertemu Hikari.". Sesuai ucapannya itu, saat ini aku dihadapkan lagi dengan kumulai dalam lima tahun ini sudah mengalihkan fokus hidupku, kenapa aku harus bertemu lagi dengannya.

"Jadi Daisuke-kun kuliah?"

"Tidak."

"Hee, kalau begitu apa langsung kerja. Kudengar kamu bersama Kanbara-kun."

"Ya. Seperti yang kamu dengar."aku tak tahu kamu dengar darimana, tapi tak banyak orang yang mengetahui aku dan Takuya bekerja bersama, kemungkinan hanya Koushiro-senpai

"Kerja ya. Aku sekarang sedang mengejar S2-ku. Hanya dengan S1 sekarang sulit untuk mencari kerja. Kerjaan Daisuke-kun apa?"

"Naisho."

Terdengar ceria, padahal tidak. Apa yang sedang terjadi denganmu. Meski aku tak ingin tahu, tapi bila terus bersamamu, aku jadi ingin mengetahuinya.

"Daisuke-kun, kamu marah?"

"Tidak."

"Aku tahu. Kamu marah sejak kelulusan. Berkali-kali aku mencoba menghubungimu, tapi tak pernah bisa. Kamu ganti kontak?"matanya memancarkan keseriusan

"Aku tak marah."jeda sejenak sebelum aku melanjutkan untuk mencari ekspresi dirinya, mungkin ekspresi merasa bersalah "Aku hanya kecewa."

Selanjutnya hanya keheningan, suasana restoran yang ramai tak menyurutkan keheningan kami berdua. Terdengar ramai, tapi sepi. Aku ingin segera pergi dari sini, secepatnya. Dan saat kuberdiri tangannya menahan langkahku kembali "Aku ingin minta kontakmu, mungkin aku ingin bertemu dengan Daisuke-kun lagi."

Mataku mencari-cari sebuah alasan dari ekspresi wajahnya lagi "Tidak. Pertemuan kita hanya kebetulan saja. Dua kali kebetulan yang tak menyenangkan."

"Begitu. Kamu benar-benar marah."senyum miris dari Hikari

"Aku tak marah."

"Bagiku kamu terlihat marah."

Menghela napas "Tiga kali."

"Ya?"

"Tiga kali kita bisa bertemu secara kebetulan. Aku berikan kontakku."

Selanjutnya aku hanya pergi meninggalkannya di dalam restoran. Aku tak menyukai ini, rasa suka yang sudah kukubur merangkak kembali melihat sosok malaikat penuh cahaya, dia sudah tidak seperti SMA. Semakin dewasa, rambutnya juga dipotong pendek lagi, semakin menawan. Dan semakin menyiksa.

#

"Tiga kali ya."

Entah nasib buruk atau sekarang cupid mulai mendekatiku. Dia yang tidak pernah ingin kutemui sekarang secara kebetulan bertemu kembali. "Ya. Tiga kali yang sangat menyiksa. Yoshino kamu memang dukun."

"Aku cuman nebak kok."Yoshino cengar-cengir "Jadi, Hikari, lama tak jumpa."

"Yoshino, Fujieda kan?"

"Benar."

"Lama tak jumpa. Meski mungkin kita jarang mengobrol dulu karena tidak pernah sekelas, tapi aku tahu kamu yang lumayan terkenal karena duo kombi dengan Kanbara-kun."

Mereka berdua berjabat tangan. Keduanya terdengar mengobrol dengan ceria. Aku hanya melihatnya saja dengan tanpa minat. Niat berbelanja ke swalayan malah bertemu Hikari. Kebetulan lagi yang sama dengan apa yang dikatakan Yoshino tadi malam.

"Fujieda-san, pacar Daisuke-kun?"kudengar Hikari menanyakan hal semacam itu

"Tidak-tidak. Kami hanya tinggal satu ruangan saja."Yoshino mengibaskan tangannya, kalau dipikir jawabanmu lebih parah

"Kalian tinggal bersama? Tunangan?"

"Ya tinggal bersama. Tapi bukan tunangan atau apapun itu melibatkan perasaan cinta. Kami hanya partner dalam pekerjaan, bersama Takuya juga."

Yoshino pamit duluan untuk memutar belanjaan. Aku yang ingin menemaninya ditolak mentah-mentah. Dan sekarang aku berdua lagi dengan Hikari.

"Fujieda-san ya. Perempuan yang baik, jadi Daisuke-kun siapanya?"

Kenapa kamu menanyakan hal ini "Yoshino sudah mengatakan kan. Partner kerja."

"Tak mungkin kan hanya itu. Pasti ada lebihnya, untuk kamu dan Kanbara-kun."

Siapa ya. Yoshino itu siapa kami. Partner? teman? Itu tak terlalu penting. Yang aku tahu, baik aku dan Takuya, menganggap Yoshino adalah "Dia dewi kami. Perempuan paling berharga kami, orang yang paling kami sayangi."ya, Yoshino adalah dewi kami, malaikat kami, dan mungkin tak lebih dari itu

"Daisuke-kun, seperti yang kamu katakan dan kamu janjikan. Tiga kali kebetulan, berarti kontakmu."tagih Hikari, dan aku tak bisa mengelak lagi, kukeluarkan ponselku dan memperlihatkan padanya

Keheningan kami datang lagi, aku tak ingin memancing obrolan yang semakin membuat kami akan bertahan lama bersama. Tapi sepertinya tidak bisa, aku tahu betul ekspresi wajah Hikari sekarang, ekpresi yang sama seperti Yoshino sedang butuh perhatian. Ekspresi yang sama seperti Yoshino saat butuh teman bicara untuk masalahnya. "Ada yang ingin kamu bicarakan?"tanyaku

"Aku kepikiran dari pertama kebetulan kita."

"Apa?"

"Daisuke-kun tak memanggil namaku sekalipun."matanya memancang serius menatapku

"Pentingkah aku harus memanggil namamu?"

"Rasanya tak sopan Daisuke-kun."

Kenapa harus kamu bawa tata krama, aku tak ingin menyebut namamu karena "Dengan hanya menyebut namamu saja, aku pasti akan kembali menyukaimu."

Ya. Aku akan menyukaimu dengan hanya menyebut namamu. Dan karena aku tak ingin terbayang masa lalu lagi, aku tak ingin masuk ke dalam jebakan yang sama lagi. Disaat sekarang aku mulai mengenyahkan dirimu jauh-jauh.

"Begitu. Daisuke-kun begitu menyukaiku. Beruntungnya aku."

Hikari tersenyum kecil, apa maksudmu? Senyuman miris, mengejek? Bersimpati? "Ya. Kesialanya ada padaku."

"Daisuke-kun tahu, aku akan bertunangan dengan Takeru?"

"Rasanya Takuya mengatakannya tempo lalu. Selamat."

Aku sengaja memberikan senyuman kecil. Hanya karena aku tidak ingin terlihat menyedihkan didepannya, meskipun aku tahu, dengan hanya kata-kataku sebelumnya, dia tahu kalau aku manusia yang menyedihkan.

"Terima kasih, Daisuke-kun."tangannya menggapai tanganku dan menggenggamnya

Tangan yang kamu genggam ini benar-benar membuatku merasa sesak. Hatiku yang tak bisa diam karena mulai lagi degupan seperti dulu. Aku tak ingin lagi, maka saat ada kesempatan seperti ini, aku tak akan menyiakannya. Dengan cepat, tangan kananku yang tak dia genggam menarik jaket belakang Yoshino yang lewat disampingku "Beli makanan mahal lagi kah Yoshino?"ucapku dengan nada sedikit ditinggikan

"A-ah, i-i-ini untuk gizi kita kan. La-lagian sedang di-diskon."Yoshino tergagap sembari mencoba melepaskan diri dariku, tapi itu takkan terjadi. Karena aku membutuhkan kamu Yoshino. Dengan cepat, aku tarik dia dan tanganku merangkulnya, indera penciumanku yang dekat dengan rambutnya langsung menghirup dalam-dalam wangi rambut dan tubuhnya. Ya hanya ini yang aku bisa lakukan, untuk menetralkanya, mentralkan degup menyakitkan karena Hikari.

T.B.C

Two Shot untuk fic yang anehnya terpikirkan begitu saja saat mendownload anime.