Disclaimer : Masashi Kishimoto
Rate : M
Genre : Romance, Hurt/Comfort, Crime
Pair : Pain/Pein x Hinata. H
~Lust for Revenge~
WARNING : AU, Typo bertebaran dimana-mana, EYD yang amburaul, Penempatan tanda baca yang tidak sesuai, OOC, Alur cepat, Crack pair, Gaje dan masih banyak kekurangannya.
PLEASE IF YOU DON'T LIKE DON'T READ
.
.
.
X0X0X0X0X0X0X0X
Hinata Hyuga seorang putri dari keluarga bangsawan yang cukup terpandangn dan tershoro di Konoha. Sejak kecil Hinata sudah di didik keras oleh sang ayah yang merupakan kepala keluarga Hyuga karena Hinata adalah calon kepala keluarga Hyuga selanjutnya dan sang ayah, Hiashi Hyuga sangat menaruh harapan besar di pundak Hinata. Akan tetapi harapan serta keinginan Hiashi harus sirna tak kala menyadari kalau Hinata tak memiliki potensi dan kemampuan untuk menjadi kepala keluarga Hyuga.
BUAGH...
DUAGH...
BRUK...
"AAAAA!" teriak seorang gadis saat tubuhnya terhempas jatuh dilantai kayu.
"Berdiri!" ucap seorang pria paruh baya lantang.
Gadis bersurai indigo itu-pun berdiri walaupun harus bersusah payah dan mencoba menyerang kembali pria paruh baya itu akan tetapi hasilnya sama saja, perut serta dadanya terkena pukulannya dan tubuhnya lagi-lagi terhempas jatuh kelantai bahkan darah segar mengalir diujung bibirnya.
"Bangun dan lawan aku lagi." Pria paruh baya itu berdiri kokoh dihadapan gadis itu.
"Ugh..."
Seorang gadis kecil berusia 12 tahun terlihat jatuh meringkuk dilantai kayu ruang dojo dengan wajah yang sedikit lebam dan pakaiannya-pun sedikit sobek. Dihadapan gadis itu seorang pria paruh baya dengan bola mata bulan menatapnya dingin serta tajam, pandangan mata pria itu terlihat penuh kecewa menatap gadis kecil dibawahnya yang merupakan putri kandungnya.
"T-tou-sama..." lirihnya seraya bangkit dari posisinya namun tak bisa karena dirinya sudah terlalu lelah juga kehabisan tenaga.
"Aku terlalu berharap banyak padamu, Hinata," ucap sang ayah dengan penuh kekecewaan.
Gadis yang dipanggil Hinata itu diam lalu menundukkan wajahnya dalam enggan atau lebih tepatnya takut menatap wajah sang ayah yang melihatnya dengan raut wajah seperti itu, apakah usahanya selama ini tak bisa mengubah dan membuat sang ayah mau melihat serta mengakuinya. Semua masa kecilnya sudah dihabiskan berlatih keras menjadi kepala keluarga Hyuga tapi apa dayanya, sang ayah tetap tak bisa mempercayainya sama sekali.
"Mulai besok dan seterusnya kau tak usah berlatih lagi, posisimu akan digantikan oleh Hanabi karena adikmu lebih berpotensi dibandingkan dirimu." Ucap Hiasi dingin.
Air mata Hinata jatuh menetes deras setelah kepergian sang ayah, Hinata menekuk lutunya lalu menenggelamkan kepalanya dalam dan menangis keras ditengah ruang latihan.
"Hiks...Hiks...i-ibu..." isaknya lirih.
Seluruh tubuhnya terasa sakit karena luka pukulan dari ayahnya saat latihan tapi yang lebih menyakitkan lagi adalah sikap serta perkataan ayahnya yang membuatnya sedih, terluka bahkan merasa terbuang dikeluarga ini.
Hinata tahu kalau dirinya adalah gadis lemah, penakut yang tak bisa apa-apa tapi sebisa mungkin Hinata selalu berusaha menjadi orang yang bisa diakui oleh ayahnya khususnya didalam keluarganya mengingat dikeluarga ini dibedakan menjadi dua bagian yaitu Souke dan Bunke.
Souke atau bisa disebut sebagai tingkat elit sedangkan Bunke adalah tingkat rendah atau budak karena para Bunke bertugas melindungi, melayani seluruh anggota keluarga Souke dan ini sudah terjadi sejak generasi ke generasi.
Hiashi duduk merenung didalam kamarnya memikirkan nasib keluarga ini jika dipimpin oleh Hinata kelak nantinya menggantikan dirinya yang sudah tiada, bagaimana-pun keluarga ini tidak boleh hancur berantakan, andaikan saja Neji yang merupakan anak dari adiknya Hizashi Hyuga menjadi anak pertamanya bukan Hinata, mungkin dirinya tidak perlu memikirkan nasib keluarga ini dimasa depan saat dirinya sudah tiada.
Satu-satunya yang menjadi tumpuan harapannya adalah Hanabi, anak keduanya yang menurutnya memiliki potensi dan kemapuan tinggi dari Hinata, dirinya akan membicarakan ini pada para ketua karena ini menyangkut masa depan keluarga Hyuga.
Keinginan Hiashi untuk menggantikan posisi Hinata dengan Hanabi disetujui oleh semua orang dan hal ini baru pertama kalinya dalam sejarah keluarga Hyuga terjadi. Setelah posisi Hinata diberikan pada Hanabi, gadis bersurai indigo merasa terusir dan kehadirannya tak dianggap ada, kini Hinata benar-benar terbuang oleh ayah serta keluarganya. Apakah menjadi gadis lemah adalah sebuah aib, kesalahan serta kutukan, andai saja Hinata bisa memilih ia tidak ingin terlahir dikeluarga ini yang tak bisa menyangi serta menghargainya.
"Hiks...Hiks..." Hinata duduk menangis didalam kamarnya.
Gadis cantik bersurai indigo ini tak bisa berbuat banyak dan hanya bisa pasrah juga menerima keadaan ini, karena ini sudah takdirnya menjadi orang yang terbuang dikeluarga ini. Diam-diam Hiasi berdiri diam didepan kamar Hinata dan hatinya sedikit sedih mendengar isak tangis putinya itu.
"Maafkan, ayah Hinata. Kuharap kau mengerti dan memahami posisiku." Batin Hiashi lirih.
Semenjak posisinya digantikan oleh Hanabi semua orang bersikap dingin pada Hinata bahkan para pelayan sudah enggan melayaninya, Hinata merasa tinggal ditempat asing bukan lagi sebuah rumah terlebih sang ayah selalu berada didekat Hanabi melatihnya menjadi penerus kepala keluarga selanjutnya dan Hinata hanya bisa diam-diam melihat adik dan ayahnya berlatih diruang latihan.
Hati Hinata terasa pilu dan sakit tak kala sang ayah selalu menebar senyuman lebar ketika berlatih bersama Hanabi sebuah ekpresi yang tak pernah diperlihatkan padanya selama ini. Wajar jika didalam hati Hinata ada setitik rasa cemburu dan iri pada sang adik, orang yang selalu bisa dibanggakan oleh sang ayah tidak seperti dirinya yang hanya bisa mempermalukannya saja. Hinata tumbuh menjadi gadis tertutup dan pemalu itu semua disebabkan oleh sikap serta perlakuan keluarganya pada gadis bermata bulan ini.
.
.
.
Malam ini tengah diadakan pesta upacara kelulusan Hanabi dari sekolah menengah pertama dan selanjutnya Hanabi akan bersekolah di sekolah khusus putri ternama. Semua orang terlihat silih berganti memberikan ucapan selamat pada Hanabi telebih gadis cantik itu mendapatkan nilai tertinggi seangkatannya dan ini sebuah kebanggan untuk Hiashi, sang ayah.
Disaat semua orang tengah tertawa bahagia senang, Hinata hanya duduk menyendiri didalam kamarnya tak ikut berpesta karena malu juga tak tahan mendengar hinaan serta sindiran tajam dari para kerabatnya yang tak begitu menyukai kehadirannya.
"Ayah, aku ingin pergi ketoilet sebentar dulu." Pamit Hanabi.
"Ya." Sahut Hiashi singkat.
Hanabi-pun pergi meninggalkan pesta namun langkah kakinya bukan menuju kamar mandi melainkan pintu gerbang utama, gadis cantik itu meminta para penjaga untuk membuka kunci pintu gerbang dengan beralasan kalau ini adalah perintah ayahnya.
Dan seulas senyuman kecil menghiasi wajah cantik Hanabi.
"Cepatlah datang, kak Neji." Batin Hanabi.
Para undangan yang tengah berada ditengah pesta tidak menyadari kalau ada bahaya yang sedang datang mengintai mereka semua.
*#*
Seorang pemuda bersurai cokelat panjang terlihat berjalan menghampiri dua orang penjaga pintu kediaman Hyuga dengan menghunuskan pedang panjangnya belum juga para penjaga menyerang atau bertanya pada pemuda itu, keduanya sudah tertebas pedang.
SRAK...
CRATTT...
Darah segar mengalir deras dari luka sabetan dileher serta tubuh bagian depan penjaga gerbang pintu.
"A-a-aa..."
BRUK...
Tubuh mereka jatuh bersimbah darah dan tak lama keduanya tewas.
Tes...
Darah segar masih mengucur diujung pedang panjang ditangannya namun pemuda bersuai cokelat panjang bermata bulan itu enggan untuk membersihkannya.
BRAK...
Pemuda tampan itu menendang keras pintu gerbang hingga salah satu pintunya hampir terlepas.
GREP...
Hanabi berlari menerjang Neji dan memeluknya erat, "Kenapa lama sekali." Ucapnya dengan bibir agak sedikit maju kedepan.
Neji tersenyum kecil lalu mengelus puncak kepala Hanabi dengan sebelah tangan yang tak ternoda darah.
"Teman-teman! Kita habisi semua orang dikeluarga ini," ucapnya penuh kebencian.
Dengan menyeret pedang panjang ditangannya yang masih berlumuran darah, pemuda itu masuk degan diikuti oleh puluhan orang dibelakangnya dan tak lama terdengar suara jeritan kesakitan serta ketakutan menggema diseluruh kediaman keluarga Hyuga. Malam itu terjadi pembantaian dikeluarganya yang dilakukan oleh Neji dan Hanabi, keduanya bersengkokol untuk menghancurkan dan membunuh Hiashi.
"Ke-ke-kenapa ka-kalian la-lakukan ini, Ha-Hanabi, Ne-Neji?" tanya Hiashi dengan memegangi pundak kanan yang terluka.
"Maafkan aku ayah tapi aku sudah bosan menjadi boneka ayah." Ucap Hanabi dingin.
Gadis cantik ini bergelayut manja dilengan kanan Neji dan tak peduli atau kasihan melihat keadan sang ayah yang berlumuran darah. Otak Hanabi sudah teracuni oleh Neji terlebih kini hati gadis cantik bersurai cokelat panjang telah buta karena cintanya pada sang sepupu.
"A-aku tak me-menyangka ka-lian tega me-la-kukan i-ini..." ucap Hiasi terbata-bata.
"Tentu saja karena aku ingin balas dendam padamu juga keluarga ini," Neji mengacungkan pedangnya tepat kearah Hiashi pandangan matanya menatap tajam dan penuh kebencian pada sang paman.
"Aku akan membunuhmu dan seluruh anggota Souke. Karena kalian-lah ayahku menderita dan harus mati," teriak Neji penuh amarah.
"Ta-ta-tapi Hizashi ma-mati ka.."
"Diam! Jangan banyak alasan paman, apapun yang kau katakan aku tetap akan membunuhmu. Ucapkan salam perpisahan pada putri kebanggaanmu ini," Neji tersenyum merendah pada sang paman sedangkan Hanabi berdiri diam disamping Neji yang merupakan kekasih hatinya, diam-diam mereka berdua menjalin hubungan terlarang dan Hanabi mau ikut terlibat dalam pembantaian keluarganya karena cinta, gadis bersurai cokelat panjang ini mencintai Neji yang merupakan sepupunya.
Saat Neji hendak meyabetkan pedangnya ketubuh Hiashi, seorang gadis cantik bersurai indigo panjang berteriak lantang seraya berlarian menghampirinya. Penampilan gadis cantik itu terihat sangat kusut dan berantakan dengan air mata berlinang membasahi kedua pipinya.
"HENTIKAN! JANGAN LAKUKAN ITU!" teriaknya lantang.
Neji tersenyum sinis melihat siapa yang datang kehadapannya, Hinata sang sepupu orang yang menjadi penyebab kematian ayahnya sepuluh tahun yang lalu.
"Hi-Hinata..." Hiashi menatap kaget putri pertamanya itu.
"Ayah, kau tak apa?" Hinata menatap cemas luka sang ayah terlebih darah segar terus mengalir dari luka ditangan kanannya.
Hinata merentangkan kedua tangannya berusaha melindung sang ayah dari Neji dan adiknya yang tak pernah diduganya akan berkhianat dan tega melukai bahkan berniat membunuh ayahnya. Tak tahukan Hanabi kalau ayahnya sangat begitu menyanginya dan menjadikannya sebagai anak kebanggaan sang ayah.
Tes...
Air mata menetes deras dari iris bulannya yang senada milik Hanabi juga Neji. Pandangan mata Hinata terlihat mengiba serta memohon kepada mereka berdua agar mau berbelas kasih dengan menghentikan aksi mereka dan membiarkan ayahnya tetap hidup.
SRAK...
Neji menjambak kasar rambut Hinata dan memaksa gadis cantik itu untuk menatap wajahnya, "Apapun yang kau katakan dan perbuat aku tetap akan membunuh ayahmu," ucap Neji dingin.
Hinata menggelengkan kepalanya, "Ti-tidak...ja-ja-jangan la-kukan itu. Ha-Hanabi aku mo-mohon se-selamatkan ayah," ucap Hinata parau seraya menatap nanar sang adik berharap kalau adik perempuannya itu mau menolong ayahnya, orang tua kandungnya namun apa yang Hinata dapatkan Hanabi malah menyembunyikan tubuh kecilnya dibalik punggung lebar dan tegap milik Neji, sang adik memilih untuk bersama Neji dan membiarkan sang ayah mati ditangan sepupunya itu.
"Ucapkan selamat tinggal pada ayahmu, Hinata." Neji menyeringai kejam seraya mengangkat tinggi pedangnya.
Iris lavender Hinata melebar melihat sang ayah lehernya ditebas oleh Neji.
"TIDAAAKKK!" jerit Hinata pilu.
Hinata berusaha menggapai jasad sang ayah yang sudah tewas namun rambutnya ditarik oleh Neji kemudian tubuhnya dihempaskan kebelakang hingga menabrak dinding kayu. Punggung Hinata terasa sakit dan perih namun yang lebih menyakitkan lagi adalah melihat kematian sang ayah didepan matanya sendiri tanpa bisa berbuat apa-apa untuk menolong ayahnya.
"Hiks..." isak Hinata.
"Bu-bunuh sa-saja a-aku Ne-Neji sa..."
"Tidak. Aku tidak akan membunuhmu," sela Neji.
Pemuda tampan bersurai cokelat panjang ini mendekatkan wajahnya dan menatap Hinata penuh kebencian, "Akan kubuat kau menderita melebihi kematian,"
Tubuh Hinata menegang dan kaku, dirinya hanya bisa menangis seraya meminta dibebaskan atau dibunuh oleh mereka saja.
Neji menyuruh beberapa orang untuk mengikat kedua tangan, kaki serta menyumpal mulut Hinata agar tidak kabur juga berisik, tubuhnya lalu dimasukkan kedalam bagasi mobil.
"Kiba, bawa Hinata ketempat itu, biarkan tubuhnya membusuk disana." Ucap Neji pada seorang pemuda bersurai cokelat dengan garis merah dikedua pipinya yang merupakan salah satu anak buahnya.
"Baiklah." Sahutnya.
Kiba membawa Hinata kesuatu tempat sesuai perintah dari Neji, sebenarnya pemuda ini tidak tega melakukannya tapi akan fatal akibatnya jika dirinya menolak atau tidak menjalankan tugas ini dengan baik mengingat kini Neji adalah pemimpin dari keluarga Hyuga.
"Hmphhh..." ronta Hinata saat tubuhnya digendong dan dibawa masuk kesuatu tempat yang tak tahu apa namanya namun kalau dilihat tempat ini tidak baik karena banyak sekali para pria hidung belang disini dengan wanita-wanita berpakaian sexy dan tak sopan karena memperlihatkan bentuk tubuh serta dadanya kepada para pria.
Kiba mendatangi seorang pria paruh baya bersurai putih panjang bernama, Jiraiya pemilik dari rumah bordil terbesar di kota bawah tanah sebuah tempat berbahaya karena ditempat ini kejahatan bebas merajalela mengingat tak ada satu-pun polisi atau penegak hukum dikota ini.
"Apa yang bisa kubantu untukmu anak muda?" tanya Jiraiya seraya menaruh gelas winenya.
"Hari ini aku datang membawakan barang bagus untukmu dan aku tidak ingin kau membelinya murah karena dia adalah gadis keturunan Hyuga," ucap Kiba dan sang pemilik rumah bordil seraya memperlihatkan Hinata pada pria paruh baya itu.
"Wah, wah, wah...aku tidak menyangka kalau kau membawa barang yang sangat bagus serta langka seperti dia," lirik Jiraiya pada Hinata.
"Jadi berapa kau akan membayarnya?"
Jiraiya mengelus-englus dagunya seraya melihat seluruh tubuh Hinata dengan tatapan kagum, "10 juta, bagaimana?" tawar Jiraiya berharap kalau penawarannya akan diterima oleh pemuda penyuka anjing itu.
"Itu terlalu murah, Tuanku meminta 50 juta," Kiba memperlihatkan lima jari tangannya.
Jiraiya tampak berfikir sejenak dan menimbang-nimbang harga yang ditawarkan padanya, "Bagaimana kalau 15 juta," ucap Jiraiya mencoba menawar kembali tapi Kiba tetap pada permintaannya.
"Jika memang kau tak bisa menyanggupinya aku akan memabawanya ketempat lain, mungkin saja di..."
"Baiklah, aku akan membayarnya 50 juta. Tapi apa gadis ini masih perawan?" tanya Jiraiya untuk memastikan kalau dirinya tidak salah membeli orang mengingat uang 50 juta sangat besar sekali dan baru pertama kalinya ia membeli seorang gadis dengan harga setinggi ini.
"Tentu saja dan aku jamin belum ada satu-pun pria yang menyentuhnya bahkan menciumnya." Ujar Kiba dengan memperlihatkan seringai kejamnya dan pria paruh baya bersurai putih panjang itu tersenyum senang mendengarnya.
Setelah Kiba menerima uang dari Jiraiya, pemuda bersurai cokelat ini pergi dengan dua koper ditangannya yang berisi uang. Sementara itu Hinata langsung dibawa oleh anak buah Jiraiya untuk dibersihkan tubuhnya dan nanti malam akan dilelang untuk dijualnya kembali pada pria hidung belang dan konglomerat yang sering datang ketempat ini.
Pandangan mata Hinata terlihat kosong, gadis cantik ini terlihat seperti mayat hidup hanya diam tak berbicara saat para pelayan mengolesi tubunya dengan minyak agar kulitnya terlihat berkilau, juga parfum yang bahkan cium dari jarak 100 meter karena saking menyengatnya dan yang terakhir Hinata dipakaikan dress transaparan berwarna kuning gading yang memperlihatkan seluruh anggota tubuhnya kecuali daerah pribadinya yang masih tertutupi celana dalam bermotif hitam yang sangat kontras sekali dengan kulit putihnya. Tapi sebelum menaiki panggung Hinata dipakaikan jubah hitam menutupi tubuh indahnya.
"Bawa ia keatas panggung." Ucap Jiraiya.
"Baik Tuan."
Dengan memeluk tubuhnya sendiri Hinata berjalan menaiki sebuah panggung yang cukup besar dan didepannya berdiri puluhan pasang mata pria hidung belang memandanginya dengan berbagai ekspresi tapi yang lebih mendominasi adalah tatapan penuh nafus, seakan-akan Hinata akan diterkam dan dimakan oleh mereka.
Hinata menatap lantai hitam yang tengah dipijaknya dengan tatapan kosong, tubuhnya gemetaran hebat menahan segala gejolak emosi dihatinya. Dirinya berpikir mengapa Tuhan sangat tak adil dan kejam padanya, setelah ia harus kehilangan seluruh keluarganya, dikhianati oleh Neji dan sang adik lalu kini dirinya harus berdiri ditempat ini menunggu dan menanti orang yang akan membelinya dengan harga tertinggi lalu menidurinya dan manjadikannya budak sex mereka.
Tes...
Air mata Hinata jatuh menetes tak kala menyadari apa yang akan terjadi selanjutnya padanya, Hinata lebih memilih mati dibandingkan menjadi alat pemuas nafsu mereka saja.
Sruk...
Jubah hitam yang dikenakan Hinata ditarik lepas dari tubuhnya dan memperlihatkan semua lekukkan tubuh indahnya dengan gratis didepan puluhan pasang mata pria hidung belang yang menatapnya penuh nafsu tak hanya itu saja Hinata disuruh untuk berputar sebanyak tiga kali walaupun enggan dan malu Hinata terpaksa melakukannya karena dirinya tidak bisa menolak atau lebih tepatnya takut.
Malam ini yang menjadi bintang dirumah bordil milik Jiraiya adalah Hinata mengingat dirinya adalah seorang Nona bangsawan Hyuga yang terkenal dikalangan pria karena kecantikannya, bahkan para pria menyebut Hinata sebagai Yamato Nadeshiko versi moderen.
"Malam ini, kami memiliki penawaran khusus untuk kalian semua," ucap seorang pria gendut pendek disebuah meja kecil dengan mikrofon didepannya.
Semua orang terlihat tertarik dan memperhatikan dengan serius saat pria itu berbicara seraya menati-nantikan gadis yang akan dilelang malam ini.
"Lelang tiket penyewaan selama satu malam penuh. Gadis muda berusia 20 tahun dengan tinggi badan 163cm, kulit mulus putih tanpa noda dan penawaran harga dimulai dari 5 juta!" ucap pria itu penuh semangat.
"7 juta," ucap seorang pria tua pendek bertubuh gempal dengan memakai rompi berwarna merah.
"10 juta," sahut seorang pria bertubuh tinggi yang tak mau kalah dengan pria tua itu.
Hinata memejamkan kedua matanya dan berusaha menulikan kedua kupingnya saat mendengar pria-pria itu mulai menawarnya dengan berbagai harga. Hinata tak sanggup melihat rupa orang yang akan membelinya mengingat tak ada pria tampan dan baik disini karena ini adalah rumah bordil kota bawah tanah, sebuah kawasan berbahaya yang terletak disudut kota Konoha. Kedua tangan Hinata mengepal keras didepan dadanya menutupinya yang tak tertutupi sehelai benang-pun. Bibir bawahnya ia gigit hingga mengeluarkan darah menahan isak tangisnya agar tidak terdengar oleh mereka.
"Sudah 25 juta! Apa ada yang lain," teriak sang pembawa acara lelang malam ini.
Semua orang terdengar diam dan tak lagi menawar dirinya karena uang 25 juta itu sangat banyak untuk menghabiskan satu malam bersama Hinata dan itu berarti dirinya adalah aset mahal dirumah bordil ini.
Hinata membuka kedua matanya perlahan mencoba melihat siapa orang yang sudah membelinya, saat iris lavendernya terbuka ia melihat seorang pria tua dengan rambut yang hampir putih semua mengenakan stelan jas hitam mahal tersenyum nakal padanya. Hinata meneguk ludahnya susah payah, apakah kesuciannya harus diberikannya pada pria tua, jika memang harus melakukannya setidaknya harus dengan pria tampan dan gagah bersurai jingga yang berjalan gagah disudut ruangan yang saat ini tengah ditatapnya.
Tanpa sadar keduanya beradu pandang, tubuh Hinata terasa membeku karena terpana sekaligus terpesona dengan tatapan mata pria itu yang dingin dan tajam. Namun sayangnya kini ia harus menjadi milik pria tua itu, sungguh sangat miris dan menyedihkan sekali hidupnya dalam satu malam kehidupannya berubah 180 derajat bahkan dirinya harus meringkuk ditempat ini sebagai alat pemuas nafsu.
"Lelang penyewaan ditutup dengan har..."
"200 juta," ujar seorang pria tiba-tiba disudut ruangan yang membuat semua orang termasuk Hinata kaget mendengarnya.
Sang pembawa acara terdiam lebih tepatnya syok mendengarnya terlebih ketika pria itu berjalan mendekat tubuhnya langsung gemetaran hebat dan seketika membatu melihat sosok pemuda tampan bersurai jingga dengan bola mata yang cukup aneh dan banyaknya tindik disekitar wajah juga kedua kupingnya.
"200 juta aku membelinya bukan menyewanya selama satu malam penuh." Ucapnya dingin.
"Ta-tapi Tuan..."
"Sampaikan hal ini pada Jiraiya. Aku membeli gadis ini bukan menyewanya." Ucapnya diiringi tatapan tajam darinya.
Pria gendut bertubuh pendek itu-pun langsung pergi menemui Jiraiya dan membicarakan hal ini mengingat yang membeli Hinata bukanlah orang biasa dikota ini.
Kedua mata Hinata menatap takjub pria yang berdiri dibawahnya, begitu gagah, tampan walaupun berpenampilan menyeramkan dengan banyaknya tindik menghiasi wajahnya serta pakaiannya yang sedikita aneh kerena memakai jubah hitam dengan lambang awan merah. Tapi Hinata bernafas lega karena dirinya tak jadi menghabiskan satu malam dengan pria tua jelek itu tapi pria yang membelinya ini juga terlihat bukan seperti orang baik-baik, terbukti semua orang diam ketakutan melihat pria itu berada disini.
"Pein-sama," panggil Jiraiya sopan.
Pria yang dipanggil Pein itu menolehkan wajahnya dan menatap dingin Jiraiya, "Aku ingin membeli gadis itu, berapa kau akan melepaskannya?" tanya Pein yang mengerti watak serta sifat pria tua itu yang mata duitan sekaligus mata keranjang.
"Maafkan saya Pein-sama, tapi gadis itu tidak dij..."
SRAK...
Sebuah pedang panjang sudah berada dileher Jiraiya, "Jangan membuatku mengulanginya lagi,"
Jiraiya menelan ludanya perlahan dan keringat dingin sudah mucul disekitar pelipisnya tak kala merasakan benda tipis dan dingin itu dilehernya, "50 juta, harga yang sama saat aku membelinya," ucap Jiraiya takut.
"Kakuzu," panggilnya pada anak buahnya.
Tak lama seorang pria tinggai dengan sebuah masker berwarna hitam muncul dan langsung menghampiri Jiraiya lalu melemparkan dua koper padanya yang berisikan uang.
"Sekarang gadis ini milikku." Ucap Pein seraya menarik turun Hinata dari atas panggung.
SRUK...
Pein memakaikan jubahnya pada Hinata menutupi tubuhnya yang hampir telanjang dan membawanya pergi keluar dari rumah bordil ini. Para pria mata keranjang itu merasa sangat marah sekaligus kesal karena tak bisa menikmati tubuh Hinata padahal jarang-jarang mereka menemukan gadis seperti Hinata di jaman sekarang dan Jiraiya hanya bisa mendengus kesal karena aset berharganya dibawa pergi oleh Pein.
"Nasibku sedang sial hari ini." Gumam Jiraiya.
Tapi yang lebih sial lagi nasibnya menurut pria tua ini adalah Hinata karena jatuh ketangan Pein, ketua dari Akatsuki. Entah apa ayang akan dilakukan pria dingin dan sekejam Pein pada Hinata, pria bertindik itu sudah terkenal luas dengan kesadisannya karena bisa membunuh orang tanpa berkedip dan tak pernah menujukkan ekspresi sedih atau bersalah sama sekali saat membunuh korbannya.
Pein adalah ketua dari Akatsuki atau bisa berarti fajar yang beranggotakan 10 orang kriminal tingkat S dan orang-orang dengan kemampuan aneh serta tak biasa contohnya saja Hidan orang yang tak pernah merasakan rasa sakit walaupun tubuhnya ditusuk oleh pedang.
Akatsuki sanggup melakukan pekerjaan atau tugas apapun termasuk membunuh, penyerangan, penculikan dan tugas kotor lainnya. Pein juga-lah yang membangun kota bawah tanah ini dan secara tak langsung pria itu adalah pemimpin dari kota ini semua orang dikota bawah tanah begitu takut, menghargai serta menghormati Pein.
"Masuk." Ucap Pein dingin.
Hinata hanya bisa menurut saja dan langsung masuk kedalam mobil mewah dibelakang supir dengan Pein disampingnya.
"Antarkan aku kekediamanku." Ucap Pein pada Kakuzu.
"Baik." Sahut Kakuzu dan sedetik kemudian mobil mewah itu sudah melaju jauh dengan kecepatan tinggi meninggalkan rumah bordil milik Jiraiya.
Apakah Hinata akan segera menyusul kedua orang tua dan keluarganya ke akhirat atau lebih buruk dari itu yang akan menimpa dirinya. Keluar dari kandang macan masuk ke kandang singa mungkin itulah ungkapan untuk Hinata saat ini karena jatuh ketangan Pein sang ketua Akatsuki.
TBC
A/N : Saya datang lagi dengan Fic baru padahal banyak hutang Fic yang belum dibuat dan terbengkalai#bungkuk badan dalam-dalam.
Maafkan saya karena menjadi author yang tak bertanggung jawab. Mohon maaf sekali kalau di Fic ini saya membuat Neji dan Hanabi jahat karena membantai keluarganya sama seperti yang dilakukan Itachi dan ada alsannya kenapa Neji melakukan ini nanti dijelaskan dengan seiringinya berjalan cerita (tapi ga tahu kapan bisa update cerita maklum aja saya author mood-moodtan XD
Saya ingin mengucapkan banyak terima kasik kepada siapapun yang sudah mau membaca Fic hancur lebur ini dan jika berkenan Read and Riviewnya.
Buat kelanjutannya saya tidak bisa janji bakalan update cepat atau mungkin saja bisa saya hapus XD
Inoue Kazeka.
