halo halo halo halo halo hal- *dibekep*
eem, ini fic kedua ku yg kubuat di tengah" TO. pdhl lg TO tp malah bikin fic, aplg bsk jdwl'a IPA =='
ah.. sudahlah... langsung aja
Happy Reading ^0^
Disclaimer : Naruto bukan milik saia
Warning : gaje, abal, garing, membosankan, OOC sangat, typo, dan hal buruk lainnya
Chapter 1
Hinata's POV
"Hinata-nee..."
Samar-samar aku mendengar ada yang memanggil namaku. Aku membenamkan kepalaku ke bantal.
"Hinata-nee... Bangun..."
Huh, mengganggu saja. Aku kan masih mengantuk.
"Hinata-nee, bangun... Sudah pagi..."
TOK TOK TOK TOK!
"Kalau tidak bangun nanti kau terlambat nee-chan, ini kan hari pertamamu sekolah jadi jangan membuat image buruk. Bangun nee-chan..."
TOK TO TOK TOK!
"Huh, iyaaaaa... Aku bangun, kau berisik sekali Hanabi!"
Aku bangun dari tempat tidur dan segera menuju kamar mandi. Aku melakukan ritual pagiku dengan menggerutu. Aku kan baru sampai tadi malam, jadi aku masih lelah. Tapi kenapa hari ini sudah masuk sekolah. Huh, menyebalkan. Aku keluar dari kamar mandi dan segera memakai seragam baruku. Kemudian aku menyisir rambutku dan mengikatnya seperti ekor kuda seperti biasa.
Aku turun untuk sarapan dengan masih menggerutu tidak jelas. Benar-benar menyebalkan. Ini hari pertamaku di Konoha, bukannya aku diajak keliling dulu tapi malah langsung sekolah. Memang Konoha adalah tempat kelahiranku, tapi sejak aku berusia 6 tahun aku dan semua keluargaku pindah ke Iwa untuk mencari suasana yang tenang setelah kami kehilangan anggota keluarga kami yang sangat berarti, sosok yang telah melahirkanku, Neji-nii, dan Hanabi. Kami kehilangan sosok seorang ibu, padahal saat itu Hanabi baru berusia 3 tahun. Oleh karena itu kami pindah ke Iwa dimana kakek dan nenek kami tinggal, agar mereka bisa menjaga Hanabi saat kami melakukan aktivitas kami. Karena ayah tidak mau menitipkan Hanabi pada baby sitter. Ayah bukanlah orang yang mudah mempercayakan sesuatu pada orang lain, terlebih mempercayakan anaknya kepada orang yang tak dikenal. Sekarang kami kembali lagi ke kampung halaman kami karena Hanabi sudah cukup besar dan karena perusahaan Hyuuga di Konoha tidak ada yang menangani. Tapi tentu saja aku lupa tempat-tempat di Konoha ini, memangnya setajam apa ingatan anak umur 6 tahun itu. Huh, seharusnya aku diajak berkeliling dulu biar nanti tidak tersesat, bukannya malah sekolah.
Aku sampai di ruang makan dengan muka masih cemberut. Ayah, Neji-nii, dan Hanabi sudah ada di meja makan, dengan menu sarapan masing-masing.
"Pagi Hinata-nee..." sapa Hanabi seraya tersenyum.
"Lain kali kalau membangunkanku tidak perlu sampai seperti itu." kataku dengan ketus padanya, bukannya menjawab pertanyaannya.
"Kalau tidak begitu kau tidak akan bangun." timpal Neji-nii.
"Kita kan baru sampai tadi malam aniki, jadi aku masih lelah. Seharusnya hari ini istirahat dulu, baru besok kita sekolah." gerutuku sambil mengambil tempat duduk di samping Hanabi.
"Tidak bisa. Kiba dan Shino sudah mengurus segala keperluanmu untuk sekolah barumu, apa kau tidak merasa tidak enak pada mereka Hinata? Kasian mereka." kata Ayah.
"Huh, terserahlah." Aku tidak mau berdebat dengan ayah, itu hanya akan membuatku kehilangan 'surga'ku.
Aku mengambil piring, dan mengisinya dengan menu sarapan yang tersedia pagi ini kemudian mulai makan.
"Lagipula kenapa kau mengeluh Hinata? Neji, bahkan Hanabi saja tidak mengeluh." katanya.
"Huh, bukan begitu ayah...Badanku masih pegal-pegal. Mereka sebenarnya ingin mengeluh juga, tapi mereka tidak berani. Iya kan aniki, Hanabi?" tanyaku.
"Tentu saja tidak." jawab mereka serempak.
Hah... Mereka memang seperti itu. Sebenarnya mereka ingin mengeluh tapi mereka tidak berani pada ayah. Mereka terlalu takut kalau kena hukuman ayah yang terkenal sadis, hanya aku yang berani. Alhasil, kalau aku mengeluh tentang sesuatu yang kebetulan sama dengan yang mereka pikirkan, mereka sudah merasa terwakili. Apalagi kalau ayah sedang berbaik hati. Dasar!
.
.
.
Normal POV
Hinata menunggu Kiba dan Shino di ruang tengah kediaman Hyuuga sambil memakai sepatunya. Kiba dan Shino adalah teman dekat Hinata ketika Hinata masih tinggal di Konoha dulu. Hinata tidak punya teman perempuan karena sifatnya yang tomboy dan jahil. Tapi dia tidak pernah memusingkan hal itu, karena dia punya tiga sahabat yang sangat menyayanginya, Kiba, Shino, dan Sasame. Sasame adalah satu-satunya perempuan yang mau berteman dengan Hinata. Menurut kabar dari Kiba dan Shino, tiga bulan yang lalu Sasame pindah ke Kumo untuk merawat neneknya yang sedang sakit. Tapi kata mereka, Sasame akan kembali ke Konoha kalau neneknya sudah sehat.
Hinata sedang mencari lollipop di dalam tasnya saat dia mendengar klakson mobil dari depan rumah.
TIIIN TIIIIN TIIIIN! (jelek bgt ==')
Hinata masih mengobrak-abrik isi tasnya, tidak mempedulikan suara klakson mobil tersebut. 'Aduuh, dimana sih... Sepertinya tadi sudah kumasukkan ke dalam tas.'
TIIIIN TIIIIN TIIIIN TIIIIIIIIIIN!
"Astaga! Iya iyaaaa sebentar..." teriak Hinata.
'Aduh, dimana sih lolipop itu, aku yakin sudah memasukkannya, tapi kok tida ada...'
TIIIIIIIIIIN TIIIIIIIN TIIIIIIIIIIIIIN!
"Hinata... Temanmu sudah menunggumu! Kamu sedang apa?" tegur Hiashi yang juga mau berangkat kerja.
"Aduuuh, sebentar ayah... Aku sedang mencari lolipopku, padahal tadi sudah kumasukkan. Lagipula kenapa mereka tidak masuk dulu saja sih..." jawab Hinata yang masih konsentrasi mencari lolipopnya.
"Seben-" belum sempat Hiashi menyelesaikan kalimatnya, Hinata sudah memotong dengan teriakan girangnya.
"Ah... Ini dia ketemu! Aku berangkat dulu ayah..." serunya seraya berlari keluar.
'Dasar, anak itu kapan akan menjadi seorang Hyuuga normal' keluhnya dalam hati sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
.
.
.
"Kau lama sekali, Hinata..." kata Kiba ketika Hinata sudah duduk di kursi penumpang bagian belakang.
"Aku mencari lolipopku dulu. Lagipula kenapa kalian tidak masuk dulu, kita kan sudah lama tidak bertemu."
Ya, sudah 10 tahun mereka tidak bertemu. Meskipun begitu, mereka masih sering berkomunikasi melalui email, jadi walaupun sudah 10 tahun lamanya tidak ketemu, persahabatan mereka tidak merenggang.
"Kita sudah hampir terlambat." kata Shino.
"Terserahlah. Jadi apa aku akan sekelas dengan kalian?" tanya Hinata seraya membuka lolipopnya.
"Sayangnya tidak." kata Kiba santai.
"Kenapa bisa begitu? Aku kira kalian sudah menyiapkannya sedemikian rupa agar aku bisa satu kelas dengan kalian." katanya sambil memasukkan lolipop ke mulutnya.
"Kami sudah memintanya kepada kepala yayasan, tapi dia bilang kelas kami sudah penuh. Dan memang sudah tidak ada bangku kosong di kelas kami."
"Kan bangkunya bisa ditambah lagi." katanya keras kepala.
"Tidak bisa begitu, Hinata. Sudah ketentuan kalau satu kelas terdiri dari 30 siswa, dan kelas kami sudah 30 siswa pas." Kata Shino menjelaskan.
"Kebetulan kelas disebelah kami masih kurang 2 orang. Tadinya sih, hanya satu orang tapi karena Sasame pindah ke Kumo jadi kurang 2 orang." timpal Kiba.
"Jadi aku akan satu kelas dengan Sasame?"
"Ya. Lagipula kelas kita dekat kok..." kata Kiba santai.
"Heh, sepertinya kau senang sekali tidak sekelas denganku, Kiba..."
"Itu karena tidak akan ada yang merepotkan kami."
"Haa, kau dengar... Bahkan Shino pun merasa senang."
"Huh, inikah yang namanya sahabat?" cibir Hinata.
Kiba malah tertawa mendengar cibiran Hinata sedangkan Shino hanya tersenyum tipis. Hinata yang tadinya pura-pura cemberut kini ikut tertawa. Memang begitulah mereka, walaupun diluarnya terlihat tidak akur tapi sebenarnya mereka saling menyayangi. Haah, andai Sasame ada disini, pikr mereka bertiga.
.
.
.
TBC
yaak, cukup sampai disini dulu... bagaimana menurut reader sekalian? pasti membosankan yaaa
dan maaf di fic ini, Hinata sangat OOC
terima kasih sudah mau membaca fic abal saia...
Review, please? O.o
