PART 1. GIVE ME SOME MONYE, MOM...

.

Hari Sabtu pukul sepuluh lebih lima menit, waktunya Myungsoo untuk ngapel ke rumah pacarnya, Sungjong, yang kebetulan letaknya tak jauh dari rumah, hanya beda beberapa blok saja dan dapat ditempuh dalam waktu empat puluh tujuh menit berjalan lambat ala siput.

Masalahnya, masa ngapel kantongnya kosong? Kan nggak keren. Mana uang sakunya mingguan lagi, tiap hari Senin kan udah abis. Uang sakunya nggak sedikit, tapi kalau buat biaya makan berdua tetap saja kurang. Setiap harinya Myungsoo dan Sungjong makan bareng, dan selalu Myungsoo yang bayar, tekor lah.

Minggu kemarin udah minta tambahan dengan alasan bayar fotokopi, minggu sebelumnya beralasan beli kado, minggu ini apalagi?

Appa-nya mudah dirayu, tapi mommy-nya itu yang jadi masalah.

Si tampan ini duduk di teras atas, memandang ke pintu kamar orang tuanya yang terbuka, menunggu mommy-nya keluar dan ia akan langsung menghampiri sang appa, minta duit tambahan.

Satu menit

Dua menit

Tiga menit

Empat menit

Sepuluh menit

Dua puluh menit

Dua puluh lima menit

Terlalu lama sudah, ia tak bisa menunggu lebih lama lagi.

Sedang apa sih orang tuanya? Lama sekali?

Apa mereka sedang 'bertempur' ya?

Wah... Bisa sampai sore nih

Myungsoo jalan berjingkat-jingkat menuju ke kamar utama, mengintip di ujung pintu.

Mommy sedang duduk berlutut di atas pantat sang appa memunggui pintu.

"Omo omo!" seru Myungsoo kaget, membuat kedua orang di atas ranjang menoleh ke arahnya.

"Hei, Myung, kesini!" panggil mommy.

"Eh? Iya? Ada apa?"

"Sini gantiin mommy ngerokin appa, nanti biar dikasi duit."

Mendengar kata "duit" Myungsoo melompat bergabung dengan orang tuanya yang ada di ranjang, melanjutkan mommy nya menggambar garis garis merah di punggung appa dengan koin.

"Kirain tadi appa sama mommy lagi bikin adik, tapi appa yang jadi bottom, hahaaa..."

"Bonus dipotong!" seru appa. "Enak aja masa jadi bottom."

"Hahaa... bercanda..."

"Hush! Lain kali kamu liat kaya gini bukan berarti appa yang jadi bottom, cuma lagi uke on top aja," ucap mommy asal ngomong. "Udah ah, mommy mau nyari pokemon dulu, byeee..." Mommy memakai jaket abu-abunya dan pergi begitu saja, meninggalkan tugasnya pada sang anak.

"Emang harus dikasi baby lagi tuh mommy, biar nggak keluyuran aja kerjaannya," ucap appa sambil keenakan dikerokin.

"Ntar tunggu Myung lulus."

"Ngapa harus nunggu lulus?"

"Udah tua masa punya anak, cucu aja lah..."

"Ya! Sekolah dulu yang bener, kerja, nikah, baru kasi cucu."

"Iyaa... Iya..."

Dikejar waktu, takut Sungjong keburu nggak dirumah, Myungsoo ngerokin appanya terburu-buru, jaraknyapun jauh-jauh, yang penting cepet selesai, merah sampe bawah terus tinggal pergi.

"Done!"

"Oke, makasih."

"Duitnya?"

"Minta mommy."

"Lah kok mommy?"

"Yang pegang duit mommy."

Myungsoo lemas seketika, diakalin lagi dia sama mommynya. Harusnya tadi minta bayaran dimuka.

"Yaah, terus gimana?"

"Tunggu mommy pulang, atau susul sana. Appa mau tidur. Sana pergi, hush, hush!"

"Yah malah diusir."

Mau tak mau Myungsoo berputar komplek menysul mommynya yang harusnya belum jauh karena ia meninggalkan rumah jalan kaki.

Dengan sepeda motor matic milik mommnya Myungsoo muter-muter keliling perumahan, tapi nggak nemu juga, entah mommy ngejar pokemon sampai kemana.

"Myung! Myung! Myung!"

Yang merasa dipanggil langsung ngerem, menoleh ke arah sumber suara, rumah kekasihnya ternyata. Tapi bukan Sungjong yang manggil, melainkan ibunya.

Mau tak mau Myungsoo mundur, mundur aja daripada putar balik kelamaan.

"Ya, Ma? Ada apa?"

"Tolong anterin mama belanja ya."

"Mampus ini, diajak belanja dalam keadaan dompet kosong melompong, cuma isi KTP doang," batin Myungsoo nelangsa.

"Oh, iya, Ma, sama Sungjong juga kan?" Walaupun enggan tapi dia mau juga, ya karena nggak ada pilihan lain.

Mamanya Sungjong membukakan pintu pagar dan Myungsoo memarkirkan sepeda motornya di garasi.

"Mau belanja kemana, Ma?"

Myungsoo memang sudah memanggil calon mertuanya dengan panggilan 'Mama', disuruh memang, dan Sungjong juga sudah memanggil Joonyoung dengan panggilan 'mommy'.

"Ke mall, tapi nunggu Sungjong mandi dulu ya."

"Wiih lagi mandi..." Myungsoo udah tersenyum lebar hingga matanya hanya jadi segaris.

"Kamu tunggu sini aja, jangan aneh-aneh," cegah mama sebelum Myungsoo berhasil berkeliaran kemana-mana.

"Iya, Ma..."

"Padahal biasa juga mandi bareng," cibir Myungsoo dalam hati.

Myungsoo tak henti memandangi jam dinding souvenir kelahiran bayi yang menempel pada dinding ruang tamu tempat ia menunggu, menghitung waktu detik demi detik.

Sembilan menit!

Itu waktu sejak ia duduk hingga Sungjong keluar dari kamar mandi.

Walau berada di ruang tamu namun Myungsoo dapat melihat kekasihnya keluar dari kamar mandi atas hanya dengan dua buah handuk, satu menutupi tubuhnya satu lagi melilit di kepala.

Bagian tengah rumah - yaitu ruang keluarga - terbuka di bagian atasnya, sebagai penghubung alternatif lantai bawah dan lantai atas. Dan itu memungkinkan untuk orang yang duduk di ruang tamu melihat ke atas.

"Yang, Sayang," panggil Myungsoo setengah berteriak, sayang yang dipanggil sudah terlanjur masuk ke dalam kamarnya entah dengar atau tidak.

Naik, tidak, naik, tidak.

Myungsoo menimbang-nimbang antara menyusul kekasihnya naik atau tidak. Kalau saja tidak ada mamanya maka sudah bisa dipastikan ia telah terbang ke kamar Sungjong sejak tadi, tapi ia tak mau mempertaruhkan nyawanya saat ini.

"Hei! L-ya!" seru Namu, papa Sungjong, calon mertua Myungsoo yang muncul tiba-tiba tanpa disadari entah darimana.

"Hai, papa mertua!" balas Myungsoo.

Papanya ini bak bumi dan langit dengan mamanya, jauh lebih friendly pada calon menantunya.

"Nungguin Ujong?"

"Iya dong, masa nungguin Uyeol."

"Hahaa... Cariin gitu buat Uyeol, keburu jamuran dia."

"Susah, Pa."

Namu yang telah berpakaian rapi hendak berangkat kerja menyempatkan diri terlebih dahulu untuk duduk bersama calon menantunya. "Susahnya? Uyeol nggak jelek jelek amat lah, ibunya aja laku."

"Ketinggian dia, cuma tiang listrik lebih tinggi dari dia."

"Nggak apa-apa pendek, daripada nggak ada, ntar kalo udah nemu yang tinggi baru ganti."

"Eh, eh, apa apaan, nggak ah, Uyeol cari sendiri aja," protes yang dibicarakan, kebetulan manusia itu tengah berada di ruang buku samping ruang tamu.

"Makanya cepet cari terus kenalin ke papa." Namu kembali bangkit dari duduknya. "Ya sudah, L, papa tinggal dulu ya. Baik-baik ama Ujong, jangan aneh-aneh."

"Pasti!"

Sepeninggal papa Sungjong belum juga keluar dari kamarnya, dandan apa sih dia hari ini? Lama banget.

Sungyeol yang tahu ada makhluk ganteng nganggur sendirian melangkahkan kaki jenjangnya keluar dari ruang buku, mengintip, dan menghampiri. "Hei hei, masih idup aja nih?" sapanya.

Mereka tentu kenal, karena Myungsoo setahun lebih muda dari Sungyeol dan setahun lebih tua dari Sungjong, di tengah-tengahnya gitu. Justru yang kenal duluan itu Sungyeol, yang naksir duluan juga, tapi apa daya, Myungsoonya milih Sungjong. Bukan milih juga sih, kan Myung nggak pernah tau perasaan Sungyeol.

Myung dan Ujong jadian juga berkat Sungyeol. Orang tinggi ini yang ngenalin mereka, dia juga yang jadi alasan Myungsoo mampir ke rumah tiap hari, pinjam buku lah, pinjam komik, minta ajarin dll, padahal tujuan aslinya buat pdkt.

Kembali ke ruang tamu,

"Masih dong. Gimana? Udah nemu tiang listrik ganteng belom?"

"Adanya tiang bendera."

"Yadah gapapa kan daripada jomblo."

Keduanya ngobrol ngalor ngidul sana sini ngomongin apa aja, mulai dari pantai, bikini, sampe ke cimol custom. Ya namanya juga temen lama yang lama nggak ketemu. Habisnya akhir-akhir ini Uyeol sibuk terus sih, pagi berenang, siang kuliah sampe sore, lanjut ngedance, malem gym, tambah yoga tengah malem. Kok kuat ya tuh badan?

"Myung Myung, let's go!" Sungjong datang, memecah amtosfer keakraban Myungsoo dan Sungyeol begitu saja.

"Widih, warna baru lagi?" Myungsoo lumayan kaget sama warna baru rambut pacarnya, perasaan kemarin sore blonde doang, sekarang jadi pake highlight pink kombinasi biru ungu.

"Eh Jong, jadi mirip sarung guling deh," komentar Uyeol.

"Ah berisik Kak, udah dari semalem juga baru sekarang komennya," sahut Sungjong tak suka.

Mama datang menyusul dengan sebuah kertas panjang berisi daftar barang-barang yang perlu dibeli, sepertinya ini akan jadi acara belanja yang panjang dan melelahkan.

Nelangsa.

Itulah yang dirasakan Myungsoo saat ini, ngemall sama pacar tapi nggak bawa uang.

Mana pacarnya liat ini itu pengen beli, lagi.

"Nggak mau ke wc?" Myungsoo menawari pacarnya ke toilet, soalnya Sungjong kalo di toilet lama, lumayan buat buang waktu daripada dia liat ini itu.

"Nggak."

"Nggak pipis?"

"Nggak."

"Nggak eek?"

"Tau kan aku nggak bisa eek di tempat umum."

"Nggak mandi?"

Sungjong memandang kekasihnya sebal. "Ngapain sih?"

"Hehehe... nggak kok." Myungsoo merangkul kekasihnya posesif, seolah menunjukkan kepada dunia kalau manusia setengah malaikat ini adalah miliknya mesii belum resmi.

"Nonton yuk, mama pasti lama," ajak Sungjong, pasalnya mama belanja sendirian di supermarket sementara dua sejoli ini bebas berkeliaran.

"Males ah, kan kita udah nonton semua."

"Ya belomlah, yang Cars kan belom."

"Sejak kapan suka Cars?"

"Sejak kamu suka."

"Aku nggak suka."

"Ah! Myung..." rengek Sungjong manja.

"Nggak bawa duit aku," Myungsoo jujur akhirnya, "mau minta duit mommy udah pergi duluan tadi."

"Bilang dong dari tadi."

Memang lebih enak kalo jujur dari awal.

"Ya udah aku yang bayar kali ini."

Myungsoo nurut aja waktu Sungjong narik tangannya ke XXI, beli tiket buat berdua, seperti biasa Myungsoo yang milih tempat duduk.

"E4 5," pilih Myungsoo, tempat terbaik di barisan tengah kiri favoritnya yang kebetulan masih tersedia.

"Beli popcorn dulu ya," pinta Sungjong sebelum mereka masuk ke studio karena film mereka akan dimulai dalam waktu sembilan menit.

Myungsoo nurut aja, orang Sungjong yang bakal keluar uang, kalo biasanya dia yang bayar ya dia berusaha mencegah kekasihnya itu buat beli yang aneh-aneh selain popcorn. Kapasitas perutnya kecil tapi yang dibeli banyak, jadi banyak yang terbuang juga kalo Myungsoo nggak yang ngalah abisin.

Satu large bucket popcorn, satu gelas es soda, satu es milo, cuma itu yang dibeli karena Sungjong harus bayar sendiri.

Sungjong fokus pada layar sementara Myungsoo sibuk ngunyah popcorn hingga empat puluh lima menit pertama, kemudian bucket di pangkuan Myungsoo sudah kosong dan ia mulai kebosanan.

Toleh kanan, toleh kiri, yang paling menarik ya Sungjong. Tubuhnya langsing, kulitnya mulus, bibirnya seksi, pikiran Myungsoo sudah kemana-mana.

Ia meletakkan bucketnya di dekat kaki dan melipat pegangan tangan yang menghalanginya, menggeser pantatnya menempel pada pantat Sungjong.

"Myung..." Sungjong merasa terganggu.

"Sayang, nenen...," bisiknya sambil bergelayut manja di lengan kekasihnya.

"Nggak bawa dot ah."

"Kan maunya nenen bukan ngedot."

Sungjong memandang Myungsoo sebal. "Ih apa-apaan sih. Hush hush, sana."

"Nenen dulu."

Sungjong merasa seperti ibu menyusui yang nonton bawa anak bayi jadinya, lagi seru malah diributin soal nenen.

"Nanti, nanti ah! Diem dulu sekarang!"

"Berisik eh! Nggak tau apa ada orang jomblo disini," suara dari bangku belakang. Sontak keduanya menoleh.

"Eh?"

"Hoseok?"

Sungjong sebal dan malu setengah mati, di belakang itu adalah kawan mereka, Hoseok bersama sepupunya, Moonbyul dan kekasihnya Minhyuk. Mereka tau deh sekarang kalo Sungjong suka nyusuin Myungsoo.

"Kamu sih! Nggak ada tu nenen nenenan lagi, nenen aja ama sapi!"

DONT BE A SILENT READER PLEASE