Disclaimer plot © kimsangraa
Park Chanyeol
Byun Baekhyun
etc
chaptered
fantasy, yaoi, drama, romance, OOC, AU
Warn DLDR, typo(s), weird, strange, etc
.
Happy reading!
-c—b-
Chanyeol tidak tahu, sejak kapan kucing berbulu seputih salju yang dipunyainya seolah mampu memahami isi hatinya.
Misalnya, ketika Chanyeol mencari kunci sepedanya, kucing itu tiba-tiba datang padanya menggigit sebuah benda logam berbandul gantungan kunci itu. Atau, ketika Chanyeol ingin menyingkirkan brokoli dari piringnya, kucing itu akan memakannya jadi sang ibu tidak curiga.
"Kau baik sekali, Kucing." katanya, sambil mengelus kepala binatang itu, sementara sang kucing hanya mengeong pelan sambil mengeluskan tubuh di betis Chanyeol. (Sejauh ini, Chanyeol masih bingung ia akan memberi nama apa pada kucingnya.)
Kucing berbulu putih (yang anehnya selalu bersih) itu sebenarnya sama sekali tidak galak. Ia bahkan cenderung manja dan malas-malasan apalagi ketika Chanyeol sudah ada di dekatnya. Ia biasa saja terhadap Yura—kakak Chanyeol—tapi ia akan berubah jadi galak terhadap teman yang datang ke kamar Chanyeol.
Contohnya, Jongin dan Sehun.
Mereka berdua datang pada pagi hari, bermaksud mengajak Chanyeol lari pagi. Keduanya sungguh menyebalkan, mereka membangunkan Chanyeol dengan cara menindihnya sambil tertawa-tawa. Mereka tidak sadar, ada kucing yang siap melompat ke atas mereka. Esoknya, Sehun datang ke sekolah dengan goresan kecil, namun Jongin lebih parah, goresan horizontal ada di dahinya yang diponi berantakan.
"Dasar, kalau begini bagaimana Kyungsoo-hyung mau melihatku! Ia pasti akan mengejekku seperti yang dilakukan Jongdae-hyung," kata Jongin. Chanyeol memberikan ekspresi bersalah, sementara Sehun menepuk-nepuk bahu Jongin, memberikan semangat.
"Maaf, ya, Jongin. Aku tidak tahu kalau kucingku tidak suka orang asing." kata Chanyeol. Jongin menatapnya dengan pandangan memelas.
"Hyung, kau tahu aku tidak akan pernah bisa marah padamu setelah kau membantuku mengerjakan tugas dari Jung-songsaengnim…" kata Jongin.
(Jung-sonsaeng adalah guru yang paling galak di sekolah mereka, dan beliau memberikan tugas kepada sekelas untuk membuat alat yang bisa menunjukkan bagaimana cara kerja aliran listrik paralel. Jongin datang ke rumah Chanyeol pukul setengah sebelas malam dan meminta Chanyeol membantunya karena ia ketiduran.)
"Tapi, Yeol-hyung, kucingmu itu seperti cemburu, ya. Ketika aku main PS berdua denganmu saja ia terus mengganggu sampai akhirnya dimasukkan kandang," ujar Sehun sembari mengambil es jeruk dari tangan Jongin.
"Seperti istri yang galak," tambah Jongin.
Chanyeol diam, dalam hati membenarkan perkataan dua adik kelasnya ini. Ia jadi teringat ketika ia bermain dengan Taemin, sepupunya, lalu kucing itu datang dengan wajah seolah berkerut. Betis Taemin jadi sasarannya. Taemin pulang dengan tangisan, ada goresan panjang di betisnya yang dikarenakan si kucing.
"Buang saja, Hyung." kata Jongin seenak jidat.
"Hei, tidak bisa. Aku merasa kucing itu memahamiku. Aku juga sama sekali tidak pernah kena cakarannya." kata Chanyeol, dahinya mengernyit.
"'Belum'." ralat Sehun.
Mereka bertiga menghela nafas. Ketika bel berbunyi, mereka cepat-cepat menghabiskan snak yang dibeli di kantin dan langsung turun dari atap, lalu berlari ke kelas masing-masing.
(Jongin dan Sehun telat, dan tidak beruntungnya mereka karena saat itu adalah jamnya Jung-sonsaeng. Mereka disuruh menyapu halaman sekolah yang penuh daun kering dan Jongin membanting sapu lidinya karena angin terus berhembus dan kembali menyebarkan daun-daun itu.)
()()()
"Cupcake." kata Chanyeol.
Yura yang sedang ada di sebelahnya, bermain laptop, mengangkat wajah sambil berekspresi aneh karena ucapan adiknya. "Hah?"
"Lihat, kucing itu suka cupcake. Ia terus bermain-main dengan miniatur cupcake yang kau beli waktu pameran kemarin, Noona." jelas Chanyeol. Yura mengedarkan pandangan. Kucing itu sedang ada di ruang tengah, menggapaikan satu kakinya ke sebuah benda kecil dengan pucuk buah ceri itu.
"Benar juga," sahut Yura. "Tapi setidaknya kau cari dulu nama asli, baru yang 'Cupcake' itu jadikan nama sayang."
Chanyeol menghela nafas. Ia mengambil ponsel lalu berusaha mencari nama yang cocok. Tidak ada yang menarik perhatiannya. Tiba-tiba ia mendapat ide. Dibukanya terjemahan, dan ia mencari. "Yahaay!" teriaknya tiba-tiba, membuat Yura menutup telinganya spontan.
"Jangan teriak, Yeol." ujar sang kakak, sepertinya sedikit jengkel.
"'Em sorry, Noona. Aku dapat nama bagus. Bagaimana kalau 'Bekku'?" tanya Chanyeol. Yura mengetikkan sesuatu di laptopnya sebelum menjawab.
"'Bekku'?"
"Uhm. Itu bahasa Kanadanya kucing. Tidak susah diucapkan juga, 'kan? Bekku-ya~"
Ketika Chanyeol mengucapkan itu, kucingnya menengadahkan wajah. Ia menatap Chanyeol dengan pandangan heran, lalu mendekati Chanyeol. Ia melompat ke pangkuan Chanyeol dan bermanja di pergelangan Chanyeol.
"Lihat, bahkan—hhhaaatttccchhiiimm—ia tampak mengerti dengan nama barunya. Bekku-ya~" Chanyeol menggelitik bagian leher dan tengkuk kucingnya, sementara sang kucing hanya mengeong manja dan minta digaruk lagi. Yura menyipitkan mata.
"Kau flu?" tanya gadis berambut panjang itu, heran karena bersin Chanyeol yang tidak biasanya. Chanyeol menggeleng.
"Tidak," jawab Chanyeol.
"Hah~ oke, oke. Aku akan memanggil kucing itu Bekku mulai sekarang. Terserah kau jika ingin memanggilnya Cupcake." kata Yura, lalu melenggang ke pantry untuk membuat makan malam.
"Oh iya, besok Jongdae dan Sehun akan datang ke sini. Noona buatkan parfait, ya?" tanya Chanyeol, suaranya dikeraskan agar Yura bisa mendengar dari pantry.
"Hey, bukannya kemarin—"
"MEONG~"
"—datang ke sini?" tanya Yura.
"MEONG~"
"Apa? Suara Bekku—"
"MEONG~"
"—dengar," jawab Chanyeol.
"MEONG~"
"Hah? Apa?" tanya Yura lagi.
"MEONG~"
Chanyeol menghela nafas dan mengelus bulu halus Bekku dan seketika kucing itu pun diam. Ia sedikit mengernyitkan kening, tapi diabaikannya pemikiran aneh yang bersliweran di otak. "Noona, tadi aku bilang—"
"MEONG~"
()()()
Bersin-bersin yang dialami Chanyeol makin parah. Tapi ia tidak flu, juga tidak merasa sakit. Tubuhnya terasa biasa saja, tapi setiap ia berdiam di rumah, bersin-bersinnya kambuh. Chanyeol bilang ia tidak begini ketika di sekolah. (Lalu Yura berkata, "Ya sudah tidak usah pulang dari sekolah," dan Chanyeol menarik kunciran kakaknya itu.)
Sang ibu akhirnya turun tangan karena hal ini. Ia bertanya pada teman-teman kantornya tapi tidak ada yang tahu sang buah hati Mama Park sakit apa. Beliau juga bertanya pada ibunya (yang berarti Nenek dari Chanyeol, yang merupakan bekas perawat rumah sakit) tapi ibunya ibu Chanyeol juga tidak tahu.
Chanyeol tengah menikmati sup hangat hasil dari kekhawatiran ibunya ketika ia bersin sangat keras. Mama Park tampak memperhatikan anaknya itu dan beliau menghela nafas.
"Chanyeol, ayo kita ke dokter. Eomma khawatir dengan kondisimu. Ayah baru pulang nanti malam, jadi kita tidak bisa pergi dengan Ayah." kata Mama Park. Chanyeol mengangguk ditambah bersin kecil.
"Ya, lagipula ini masih sore juga," jawab Chanyeol. Mamanya mengangguk dan segera bersiap-siap.
Setelah memberikan macam-macam petuah pada Yura (yang hanya mendengarkan dengan wajah datar), sang ibu segera memakaikan Chanyeol mantel berwarna gelap dan masker biru. Ia menaruh beanie pada kepala Chanyeol dan menggandeng anaknya yang super tinggi itu, lalu keluar apartemen.
"Tenang, Yeol. Aku akan menjaga Bekku." kata Yura, dan tiba-tiba Chanyeol mendapat pikiran buruk tentang sesuatu. Ia ingin mengabaikan pikiran buruk itu tapi seolah hatinya berkata feeling-nya benar.
Ketika sudah sampai di klinik, dokter yang telah menjadi kepercayaan keluarga Park itu menyuruh Chanyeol menjalani beberapa tes kesehatan. Chanyeol menjalaninya dengan wajah tertekan karena ia memang tidak suka dengan dokter dan alat kesehatan dan juga aroma rumah sakit.
"Bagaimana, Dok? Apa penyakit yang diderita Chanyeol?" tanya Mama Park dengan raut khawatir sembari menggenggam tangan Chanyeol yang tengah melirik sang dokter. Tapi dokter itu hanya tertawa pelan.
"Bukan masalah yang parah… Ia hanya alergi dengan bulu binatang yang biasanya ada bakteri blablabla di antara bulunya jadi membuat hidung penderita gatal dan akan bersin terus, biasanya penyakit itu dinamakan blablabla." jelas sang dokter. (Chanyeol tidak ingin tahu nama bakteri dan penyakitnya.)
Sementara Mama Park menghela nafas lega, Chanyeol merasa dunianya jatuh. Perkiraannya benar.
"Eomma, berarti aku harus berpisah dengan Bekku?" tanya Chanyeol.
"Ini semua demi kesehatanmu, Nak." Mama Park mulai bersikap dramatis dan rasanya Chanyeol ingin mati karena pikiran berpisah dengan Bekku. (Demi hidung Jongin, Bekku sudah menjalani hidup dengannya dan Chanyeol tak bisa membayangkan betapa sakitnya hati Bekku harus berpisah dengannya.)
Mama Park dan Chanyeol pulang agak larut karena tadi antri di apotik untuk meredakan gejala alerginya. Ketika sampai di apartemen, Yura dan Ayah Park yang sudah pulang dari kerja sedang menikmati teh hangat. "Bagaimana, Chanyeol?" tanya Ayah Park.
"Alergi bulu binatang," jawab Chanyeol pelan.
"Pantas saja bersin terus-terusan. Bekku dititipkan di Taemin dulu saja. Lagipula Taemin suka binatang, 'kan?" sahut Ayah Park. Chanyeol diam saja mendengarnya, dan ia menuju kamar. Ayahnya tidak tahu jika Taemin pernah di'aniaya' oleh Bekku, jadi Chanyeol menggunakan setengah dari waktu tidurnya untuk berpikir akan dikemanakan si Bekku ini, sekaligus segala kemungkinannya.
()()()
Hari ini hari Sabtu. Karena kemarin guru ekstrakulikuler Chanyeol berkata bahwa ia tak bisa datang hari Sabtu, maka otomatis hari ini Chanyeol tidak perlu sekolah. Tidak perlu sekolah sama dengan ia bisa tidur sampai siang. Mama Park sudah berangkat kerja dari tadi dan itu tak jauh beda dengan ayahnya. Yura berkata hari ini ia akan berjalan-jalan, jadi ia juga sudah pergi dari tadi. Chanyeol sudah biasa ditinggal di apartemen dengan notes-notes dari sang mama yang ditinggal di pintu kulkas atau atas meja makan.
Tapi beruntungnya, hari ini Chanyeol bangun sedikit lebih pagi, jadi sup yang dibuat ibunya masih terasa hangat dan ia tak perlu repot-repot memanaskan, walaupun ia sendiri tidak begitu masalah jika harus memanaskan lagi.
Salah satunya yang mengganggu Chanyeol pagi ini, yang sedang memakan sup dan nasinya, adalah suasana yang terlalu tenang. Ia berpikir, sudah berapa lama apartemennya tidak setenang ini. Atau mungkin karena Jongin dan Sehun yang tidak mampir? Atau karena Yura yang tidak menciprati wajah Chanyeol dengan air saat ia belum bangun?
Chanyeol menggeleng. Bukan ramai yang seperti itu, tapi yang seperti… itu.
Apa ya?
Hmm.
Chanyeol menyerah. Ia memasukkan satu sendok sup dengan makaroni ke dalam mulutnya. Setelah isi mangkuknya habis, Chanyeol membawanya ke cucian. Ia dengan senang hati akan membiarkan Yura mencucinya hari ini. Chanyeol menuju kulkas untuk mengambil air mineral dingin. Ia meminumnya sembari melihat pintu kulkas, membaca setiap notes yang ditinggalkan keluarganya.
Untuk Chanyeol : kue keju di kulkas jangan dihabiskan. –Yura
Chanyeol, jangan lupa minum obat ya. –Eomma
"Oh."
Chanyeol ingat apa yang ia dan ibunya lakukan kemarin sore. Mereka ke rumah sakit, 'kan? Dan untuk kesimpulan, ia ternyata mengidap alergi terhadap bulu binatang. Chanyeol termangu membacanya dan ia mengembalikan botol minum itu kembali ke kulkas.
Itu dia. Keramaian yang itu. Yang disebabkan oleh Bekku.
Chanyeol berlari ke ruang tengah, namun kandang Bekku masih ada di sana, dalam keadaan terbuka (untuk informasi, kucingnya memang pintar. Ia bisa membuka pintu kandang yang tidak diberi gembok). Berarti Bekku ada dalam suatu tempat di rumah ini.
Yang benar saja, Chanyeol sedang alergi. Apa tak ada satupun orang di keluarganya yang berbaik hati memberi gembok di kandang Bekku agar kucingnya itu tidak menebarkan lebih banyak bulu?
Lelaki tinggi itu berjalan, menuju kamar ayah dan ibunya. Tidak ada sesuatu yang mencurigakan. Lalu ia melangkah ke ruang tamu dan ia menunduk untuk melihat kolong, tapi tidak ada apa-apa. Ia mendengar suara kecil dari kamar Yura, dan Chanyeol menghela nafas. Ia harus menahan bersin agar bisa memindahkan Bekku kembali ke kandangnya.
Tapi bukannya ia menemukan tubuh penuh bulu putih, ia malah melihat sesosok perempuan—
"Jjashik—!"
Chanyeol tersandung kakinya sendiri, ia terjatuh ke belakang dengan keras, sampai sosok perempuan itu kelihatan terkejut dan menoleh ke belakang, ke arah Chanyeol. Pikiran Chanyeol penuh konspirasi, jangan-jangan perempuan ini pencuri?
Penjahat?
Tidak mungkin. Ia terlalu… kecil.
"SIAPA KAU?!" tanya Chanyeol, tangannya meraih apapun untuk pertahanan. Ia berakhir dengan alat lompat tali di tangannya.
Perempuan ini tidak mungkin teman Yura. Tapi kalau memang benar temannya, Chanyeol berpikir akan memberi madu di sisir kakaknya sebagai hukuman, karena yang benar saja, siapa di dunia ini yang akan memberitahu kode apartemennya ke orang lain?
Perempuan itu mengangkat kedua tangannya sehingga bisa sejajar dengan wajahnya, telapak tangan menghadap Chanyeol.
"Wow, tunggu, Chanyeol,"
Alis Chanyeol mengerut, kesal. "Aku tanya, siapa kau?! Dan kenapa kau bicara informal padaku?!"
"Kau juga bicara informal padaku," jawab perempuan itu.
"YANGBENARSAJA—"
"Letakkan alat itu, kumohon. Aku hanya tidak ingin membuat siapapun terluka karena aku bertaruh cakaranku sama kuatnya dengan teriakanmu."
Chanyeol nampaknya akan meledak karena apapun yang ia dengar sekarang sungguh tidak masuk akal. Ia jadi berharap ini semua hanyalah salah satu dari mimpi gilanya dan ia sungguh memilih untuk memanaskan supnya karena ia bangun telat.
"Oke, aku Cupcake."
Nama itu rasanya familiar tapi Chanyeol menolak untuk berpikir sehat. Yang ada di pikirannya hanyalah cepat telepon 911 lalu orang ini segera ditangkap, tapi kakinya tidak bisa kemana-mana. Apa perempuan ini menaruh lem di lantainya?
"Dan aku seorang lelaki."
Oke, bagus, karena yang membuat Chanyeol ragu-ragu menggunakan kata perempuan adalah, ia memakai celana panjang ketat, dan kaos mahal—tunggu, apa itu milik Yura? Tapi tunggu, ini tidak begitu penting—namun rambutnya terlalu pendek untuk seorang perempuan. Maksud Chanyeol, itu tidak masalah, tapi rambutnya hanya tidak dalam kondisi yang pas untuk seorang perempuan.
Tapi hal ini justru membuat kewarasan Chanyeol lebih terkikis lagi.
"Lalu kenapa kau berpakaian seperti perempuan?!"
"Well," Perempu—maksudnya—lelaki, itu mengangkat bahu. "Yura tampak bagus dengan ini jadi aku ingin mencobanya. Apalagi ini baju keluaran Louis Vuitton yang dibelinya mati-matian dengan uang tabungan dari kerja sambilannya jadi—"
"Tunggu…" Chanyeol memiringkan kepalanya. "…kau tahu darimana sesuatu seperti itu?"
"Aku mendengarnya ketika kalian hanya berdua di rumah. Bertiga, hitung kehadiranku juga."
Chanyeol melempar talinya ke sembarang arah, frustasi. Ia merebahkan tubuhnya dengan kasar di kursi belajar Yura dan menatap lelaki ini dengan pandangan pasrah. "Aku tidak tahu apa kau bermaksud jahat padaku, dan aku tidak peduli apa ada orang jahat lain di luar, namun, bisakah kau memberitahuku apa yang terjadi? Semuanya?"
Lelaki itu tersenyum, manis, tapi apakah kau bisa tenang ketika ada orang hampir-gila tiba-tiba di kamar kakakmu dan ia mengatakan hal yang tidak masuk akal dan semuanya jadi—oke, berhenti. "Aku tahu kau pasti bingung. Aku sudah bilang tadi, aku Cupcake."
"Siapa sebenarnya Cupcake itu? Maksudku, ya, itu kau. Tapi… siapa."
"Kau tidak mengingatnya? Kau pernah memberiku nama panggilan itu, lalu Yura berkata carilah yang cocok dulu sehingga aku dipanggil Bekku."
Tolong katakan pada Chanyeol kalau yang ia dengar hanyalah salah satu dari skenario membosankan dalam drama.
"Aku kucingmu, Chanyeol. Kenalkan. Kau tahu, aku sudah menunggu lama untuk hari ini. Aku sudah berusaha berkenalan denganmu tapi kau hanya menepuk dahiku terus menerus." jawab lelaki itu.
"Kau pasti bercanda."
"Sayangnya, aku tidak bercanda. Aku pernah mencakar Sehun, dan Jongin. Lalu Taemin. Aku tidak pernah mencakarmu karena aromamu menyenangkan. Seperti beri atau semacamnya dan jauh dari bau citrus—kau tahu, kucing benci aroma citrus." jelas lelaki itu.
Ekspresi di wajah Chanyeol tidak bisa dideskripsikan. Antara bingung, juga… bingung. Lalu bingung. "Aku tak akan bisa memanggilmu Bekku lagi setelah ini."
"Kupikir juga tidak, tapi nyatanya namaku tidak jauh dari itu, Chanyeol. Nama asliku Baekhyun. Kau sungguh hebat karena memilihkan nama yang mirip dengan nama asliku. Mulai sekarang, panggil saja aku Baekhyun," jawab lelaki itu, lalu menggoyangkan tangan Chanyeol secara sepihak, dalam jabatan hangat, dan senyum manis.
"Aku tidak tahu bisa percaya atau tidak," kata Chanyeol, jujur.
"Memang, ini seperti mimpi," Baekhyun tertawa kecil.
"Kau bisa membuktikan kalau kau Bekku?"
"Ya, kau punya boxer dengan gambar winnie-the-pooh—"
"OKE CUKUP. Rasanya aku harus memberitahu Noona agar tidak membocorkan apapun yang memalukan pada siapapun," kata Chanyeol, lebih kepada dirinya sendiri. Baekhyun mengangkat alis dan menepuk lengannya pelan.
"Kau tahu Yura tak akan pernah membocorkan hal sememalukan itu karena Yura sendiri punya banyak hal memalukan untuk dibocorkan. Misalnya ia masih suka bicara dengan boneka danbo di kamarnya—"
H-heh? Kalau hal itu, jelas Yura tak akan pernah membocorkannya, tapi kenapa orang—maksudku, kucing—atau orang ini—tahu? Yang benar saja. Yura tidak mungkin membocorkan hal seperti itu, people gonna think she's kinda weird, although it's not 'total weird'.
"—ia juga pernah bicara padaku saat aku masih jadi Bekku, air matanya mengalir dan ia sesenggukan karena ternyata idolanya sudah pacaran dengan artis lain selama beberapa bulan," kata Baekhyun lagi. Chanyeol mengangkat alis, oh yang itu. Kalau tidak salah Noona bahkan melepas semua posternya dan menghapus—menghancurkan—semua yang ada hubungannya dengan idolanya—atau pacar idolanya, batin Chanyeol.
"Apalagi hal memalukan tentangnya?"
"Lho, apa kau tidak mengetahui kakakmu sendiri?" Baekhyun balik bertanya, dan Chanyeol mengangkat bahu.
"Aku lelaki, aku tidak begitu peduli tentang apa yang Noona lakukan di kamarnya yang selalu tertutup ini,"
"Aku juga lelaki," tambah Baekhyun. Chanyeol mengernyitkan kening.
"Tidak, kau… kucing."
"Tidak—maksudku, iya, aku kucing, tapi aku jantan—"
"Kau tidak jantan, kau bahkan memakai celana ketat dan baju Louis Vuitton—"
"Maksudku, saat aku jadi kucing, aku bergender jantan bukan betina," cepat-cepat Baekhyun menambahkan sebelum Chanyeol kembali seperti orang yang ketakutan.
"Lalu kenapa kau memakai celanan ketat dan baju milik Noona? Kenapa kau tidak ke kamarku saja dan mencuri bajuku?" tanya Chanyeol.
"Kau tadi belum bangun. Dan karena Yura tampak bagus dengan ini… yah, tidak hanya dengan ini sebenarnya. Ia cocok dengan baju apapun dan ia cantik. Juga tinggi. Tapi karena ini baju yang bagus, jadi aku ingin mencobanya." jawab Baekhyun.
"Kau lelaki," celetuk Chanyeol, seraya berpikir kalau mungkin Baekhyun mengidap semacam kelainan mental dimana lelaki bertingkah dan menganggap dirinya sebagai perempuan karena merasa lebih nyaman—
"Oh? Bukankah kau menganggapku sebagai kucing? Dan aku tidak memiliki kelainan apapun,"
—oke, itu sudah cukup mengerikan. Chanyeol mengangkat alisnya dan menghembuskan nafas keras-keras ke udara.
"Mari kita lupakan semua tadi. Apa kelebihanmu?"
"Indraku tajam. Aku bisa melihat jahitan di ujung lengan pendekmu, aku bisa mencium aroma sup dari dapur, aku bisa merasakan apapun yang tidak seperti biasanya. Dan aku mendengar… apa itu? Seperti suara dug-dug-dug-dug? Apa ada orang yang sedang memalu sesuatu?"
Chanyeol mengangkat alis lagi. Rasanya ia tahu apa suara itu, karena sebenarnya dari tadi ia juga merasakannya. Apa benar ada yang sedang memalu? Tapi tidak, Chanyeol tidak mendengar apapun. Lalu sejenak kemudian—
"Itu jantungku! Baekhyun, itu mengerikan! Kau bisa mendengar sampai di organ-organ tubuh orang lain?! Kau bisa mendengar bagaimana peristaltik bekerja?! Kau bisa mendengar bagaimana aku bernafas?!"
Baekhyun mengangkat bahu. "Well, itu karena jantung adalah organmu yang paling bekerja keras dalam saat-saat seperti ini."
Tiba-tiba Chanyeol berlutut di depannya, seperti hendak melamar Baekhyun—nyatanya, ia hanya ingin Baekhyun pergi jauh-jauh-jauh-jauh dari kenyataan.
"Baekhyun, kumohon, katakan kau hanya mimpiku… Katakan kau teman Noona, itu jauh lebih baik… Katakan kau pencuri yang ingin baju Louis Vuitton—" oke, yang itu agak buruk. "—katakan kau apapun, asal jangan kucingku. Kumohon…"
"Chanyeol, tolong terima kenyataan. Aku ini kucingmu," kata Baekhyun, lalu mengusap rambut Chanyeol dalam gerakan lembut. Chanyeol menggeleng-geleng.
"Kucing tidak mengusap kepala majikannya,"
"Lalu kau mau aku berlaku seperti apa? Memelukmu? Tidur di pahamu sebagaimana yang aku lakukan ketika menjadi kucing? Menggesekkan hidungku dengan hidungmu?"
Chanyeol membeku, udara terasa menipis. Ini tidak baik, Baekhyun akan mendengar jantungnya lagi. Ia menggeleng kuat-kuat. "Tidak. Aku masih ingin hidup di kenyataan. Apa sekarang aku sedang berada di sebuah mimpi? Apa aku akan bangun?"
"Mungkin… jika kau ingin tidur lagi setelah ini…"
"Baekhyun!"
Baekhyun hanya tertawa. "Tapi reaksimu tidak seburuk yang lain, sungguh. Temanku pernah cerita, majikannya pingsan berkali-kali. Sementara kau masih bisa melucu,"
Kalau Baekhyun ingin tahu, sebenarnya ini adalah momen dimana Chanyeol merasa tidak lucu sama sekali.
"Dan aku tidak ingin bersama Taemin, aromanya cenderung ke arah jeruk. Katakan padanya untuk mengganti parfum atau pewangi pakaian, kalau ia tidak ingin kucingnya terus mencakarnya."
Chanyeol menghela nafas. "Ada berapa kau di dunia ini?"
"Hmm… mungkin sepertujuh dari seluruh manusia di dunia ini?"
Chanyeol duduk lagi di kursi belajar Yura, rasanya ia ingin percaya tapi ada tembok besar yang membuat rasa itu tidak bisa sampai di hati. Perutnya terasa mual tiba-tiba. Chanyeol pikir tidur sebentar akan membuatnya tenang, sampai Baekhyun berbicara lagi.
"Nanti, jika transformasiku sudah selesai, aku akan kembali ke tempat asalku,"
Chanyeol tampak tertarik. "Benarkah?!"
"Ya, tapi itu memakan waktu yang lama. Mungkin sampai dua, tiga tahun?"
Chanyeol terlihat lemas lagi. Baekhyun tertawa. "Untuk saat ini, pinjamkan aku baju. Aku akan membantumu bersih-bersih, atau sesuatu yang kau kesusahan."
Chanyeol menghela nafas, dan berjalan ke kamarnya. Baekhyun mengikuti di belakang, pelan-pelan sambil tersenyum karena Chanyeol tampak sudah tenang.
Entahlah, sebenarnya, yang ada di pikiran Park Chanyeol.
()()()
tbc (or fin?!)
Author's babbling :
He-yo!
Minal aidzin wal faidzin ya untuk yang merayakan. Saya minta maaf sebesar-besarnya, kalau ada salah yang disengaja maupun tidak. Saya tahu banyak dari kalian yang kecewa sama saya, entah karena apdet lama, cerita nggak jelas, dan chapter tidak nyambung, juga ending yang nista(?)-_-
Dan maaf untuk yang nunggu kaisoo-nya, saya tiba-tiba stuck banget. Rencananya mau saya rombak lagi dari awal. Dan ff yang ini udah saya tulis sampe chapter selanjutnya dan selanjutnya, jadi saya ada pede dikit buat publish hohoho. Walaupun cerita tetep aja gaje, hmm...
Saya nargetin review ada tiga puluh lebih, gimana? Apa terlalu pede? Yang penting bilang aja, ini mau dilanjut atau pilih diremove aja dari list ff. Hehehehe.
Review ya?
