Hulah! Ini fic pertamaku yang menceritakan tentang RinxLen, sebenarnya fic ini udah kutulis beberapa minggu lalu di buku tulisku, bahkan fic ini udah dibaca sama teman sekelasku :D. Tapi aku akan sedikit mengedit apa yang kutulis di buku itu heheheee..
Pertama kali tulis fic tentang RinxLen, jadi gugup juga nih! mohon bantuannya yaa!
Enjoy~
siGre
Rin
Tujuh tahun lalu..
"Huhuhuhuhuu… hiks hiks.. jahat! Kalian jahat! Huhuhuhuhuu.."
"Waaaaaa… dasar anak cengeng! Gitu aja pake nangis! Wuuuuu…!" ledek anak-anak kelas enam yang sukses merusak mawar yang belum seminggu kutanam di kebun sekolah ini. Aku hanya bisa menangis menatap mawarku yang hancur. Tapi tiba-tiba…
"Ngapain kalian ganggu dia, hah?"
Kau datang.
"I.. itu Len.." desis salah seorang di antara mereka.
"Jadi cuman ini yang bisa kalian lakukan? Bikin cewek nangis, hah? Pengecut berotak udang!" bentakmu.
Aku hanya terdiam ketakutan. Aku mengenalmu cukup baik. Kau Len yang pemberani, kuat, dan tak takut pada bahaya apapun, termasuk dari anak-anak kelas enam yang jauh lebih besar darimu.
Kau mulai mengeluarkan jurus tendangan mautmu untuk mengalahkan mereka, membuat mereka terjerembab tak berdaya.
"A.. ampuni kami, Len! Cewek ini nggak akan kami ganggu lagi! Maaf ya, Rin! Kabuuuurrrr….!" Mereka serempak berlari tunggang langgang meninggalkan kita.
"Kamu.. nggak apa-apa?" tanyamu. Aku hanya mengangguk lemah.
"Aduh, mawarnya.. hiks.. hiks.. sekarang sudah.. hiks.. hancur.. huhuhuhuhuuu.. hiks.." isakku. Kau menoleh ke arah mawarku yang hancur.
"Gi..gimana nih.." kataku pelan dengan suara bergetar.
"Tanam yang baru, dong!" katamu.
"Tanam.. yang baru?" aku menatapmu lemah.
"Iya," kau mengangguk.
"Memangnya bisa?" tanyaku.
"Bisa," jawabmu singkat.
Aku tersentak, perasaan aneh menguasai hatiku, perasaan aneh yang menghapus kesedihanku.
"Ba.. baiklah! Aku akan menanam mawar yang cantik untuk Len!" pekikku riang, meskipun air mataku masih belepotan di wajahku.
Ya, aku baru menyadarinya saat jemarimu mengusap air mataku.
Saat hujan bergemuruh membasahi bumi.
Saat-saat hujan memang terkadang indah, bukan?
"Wah, hujan!" serumu.
"A.. aku ada payung! Sebentar aku ambilkan!" aku bergegas menuju kelas untuk mengambil payung dan tasku di atas mejaku. Lalu aku melihatmu berada di belakangku.
"Eh Len, ada apa kau.."
CTTTAAAAAAAAAAAARRRRRRRRRRRRR…!
"Kyaaa…!"
Hanya saja, ada juga saat di mana hujan tak selamanya indah.
"Rin, kau takut.. petir juga..?" gumammu.
Aku melihat tanganmu melingkar di tubuhku, begitu pun dengan tanganku.
"Wu.. uwaaaa..!" aku melepas pelukanku.
Aku jadi tak berani menatapmu saat itu.
"Haha, aku ada teman sekarang," kikikmu.
"Eh?"
"Jangan bilang yang lain kalau aku takut petir, ya?" kau memalingkan wajahmu yang merona.
Aku menahan tawaku, sulit dipercaya kalau orang sepemberani dirimu takut petir, Len!
"Sudahlah, ayo kita pulang saja. Aku benci hujan," sahutmu.
Ternyata kau membenci hujan ya..
"Ah, iya.." aku mengikuti langkahmu.
Aku terus memikirkannya. Len membenci hujan. Sedangkan aku, Rin, adalah gadis yang menyukai musim hujan…
Beberapa minggu kemudian..
"Apa?"
Gumi, sahabatku menganggukkan kepalanya.
"Rin-chan belum tahu, ya? Atau jangan-jangan, waktu itu Rin mengkhayal?" tanyanya.
Aku menggeleng lemah.
Lalu aku melihatmu keluar dari ruang kepala sekolah bersama ibumu.
"Len!" panggilku.
Kau hanya menoleh, dan tersenyum sendu. Lalu kau melanjutkan langkahmu meninggalkan aku.
"Len, Len! Tunggu!" aku mengejarmu. Tapi, terlambat! Kau sudah pergi menjauh..
Aku menatap Gumi lemah.
"Gumi, Len nggak beneran… pindah sekolah, kan?"
Len
Tujuh tahun kemudian, mungkin. Aku tak pernah menghitungnya..
Suasana di kelas amat membosankan. Ralat, terlalu membosankan. Hampir semua murid kelas 8-A merasakannya, termasuk aku. Hari ini kami mempelajari struktur tanah. Hell yeah.
Tiba-tiba, Taya-sensei, guru Geografi kami dipanggil ke ruang kepala sekolah. Beberapa saat kemudian ia datang dengan kejutan. Oh ya?
"Anak-anak! Pagi ini kita akan kedatangan murid baru, pindahan dari luar kota! Silakan perkenalkan dirimu!" Taya-sensei membawa seorang gadis ke kelas kami. Sontak suasana kelas menjadi riuh, maklumlah, kedatangan para gadis selalu disambut hangat di sini. Kami kekurangan para gadis untuk dijadikan 'pencuci mata'. Kelihatannya jahat sekali bukan? Tapi, nggak deh. Aku nggak berminat sama yang gituan.
"Um.. eh, selamat pagi teman-teman! Panggil saja aku Rin! Salam kenal, mohon bantuannya!" gadis itu membungkuk ke hadapan kami semua.
Aku menatapnya malas dengan ekor mataku yang menyembul dari balik buku Matematika yang sedang kubaca. Gadis berambut kuning dengan banyak jepit putih berantakan menghiasi poninya, sebuah pita besar melekat di puncak kepalanya, senyum polos kekanakan dan seragam yang terlihat rapi.
Rasanya pernah kenal?
"Nah Rin, kamu duduk di samping Haine Lin!" Taya-sensei menunjuk kursi di depanku, di samping kiri Lin. Dia mengangguk, lalu segera menduduki kursi itu.
"Hai Rin! Aku Haine Lin!" gadis itu menjabat tangan Rin yang membalasnya dengan uluran tangan dan senyuman.
Cih, kapan sih pelajaran Geografi menyebalkan ini selesai?
Aku melirik jam tangan. Lima menit lagi. Huh.
Taya-sensei kembali mengoceh soal struktur tanah. Malas ah.
Sedangkan Rin dan Lin asyik ngobrol sendirian.
Mending aku tidur sajalah…
TEEEEEEEEEEEEEEEEEEETTTTTT…!
Beeeeuuhh..! giliran mau tidur aja udah bel!
Yap, seginii..~
Kurang kah? Apa yang kurang? Tolong dikasih tahu ya! ^^~
