Gelapnya malam pada hari itu adalah saksi tersembunyi dari penyiksaan seorang ayah pada putranya. Tak berdaya, bocah berambut putih perak yang terlihat hanya berumur tak lebih dari delapan tahun itu tergeletak setengah duduk di tanah. Tubuhnya penuh lecet, luka memar, dan terlihat kucuran darah yang terus mengalir dari beberapa bagian tubuhnya. Bocah itu hanya bisa memandang takut, dan penuh tanya pada sosok di hadapannya yang biasa dia panggil ayah.

Berbeda dengannya, Pria dewasa itu memandang makluk kecil tak berdaya yang sedarah dengannya itu dengan tatapan bengis, penuh kebencian, dan jika diperhatikan lebih, ada rasa takut di dalamnya.

Tubuh anak itu menggigil merasakan hawa kebencian dari sosok di hadapannya yang hanya ditujukan padanya. Meskipun perasaan takut akan sosok di hadapannya itu sangatlah besar, namun matanya tak sekalipun lepas dari ekspresi sang ayah. Dia sungguh bingung, kenapa dia diperlakukan seperti ini. Disiksa, dimaki, dilecehkan. Apa memang seperti ini perlakuan seorang orang tua terhadap anaknya. Baginya ini lebih terlihat seperti perlakuan orang terhadap binatang.

"Ke-kenapa?"

Dia mengajukan pertanyaan dengan air mata yang mulai mengalir membasahi wajahnya.

"KAU MONSTER!"

Bzzz...

"Aaaargh!"

Terjawab.

Pertanyaan itu terjawab dengan sangat jelas untuknya. Berupa lisan, dan juga tindakan.

Tubuhnya semakin lemas tak berdaya, energi sihir dengan unsur listrik membuat tubuhnya kesemutan dan serasa terbakar.

"Kau lebih baik mati!"

Bzzz...

"Aaaargh!"

"Menjijikan!"

Bzzz...

"Aaaargh!"

"MATILAH!"

Bzzz...

"Aaaargh!"

Deru nafas yang sudah tidak lagi teratur membuat pria dewasa itu berhenti sejanak. Namun tatapan benci tak sekalipun lepas pada bocah yang berada dihadapannya.

Semua rasa sakit ini.

Kepedihan ini.

Akan dianggapnya sabagai derita terakhir untuknya. Kedua faktor tadi kini sudah cukup menjadikan rasa takut yang sejak tadi telah membuatnya diam tak berdaya itu lenyap. Rasa takut itu telah berubah menjadi dendam. Dengan mata ice bluenya yang berkilat tajam, Vali kecil melemparkan tetapan tertajam yang tak pernah diperlihatkannya hanya pada sosok pria dewasa yang masih sibuk dengan mengatur nafasnnya itu.

[Kau marah padanya?]

'Ya.'

[Kau membencinya?]

'Sangat!'

[Kau ingin membunuhnya?]

'Aku ingin membunuhnya.'

[Kalau begitu lakukan.]

Wuuuush

Angin kencang menghempaskan Ayah Vali ketika sepasang sayap yang bercahaya biru terang muncul secara tiba-tiba di belakang punggung Vali kecil.

Masih dengan tatapan tajamnya, Vali kecil merentangkan kedua telapak tangannya ke depan, sebuah bola energi yang terbuat dari demonic power yang bercampur aura naga terbentuk di depannya. Perlahan semakin membesar hingga kini setara dengan tinggi Lucifer mungil itu. Setelahnya,

BLAAAARR

Bola energi itu bergerak melesat ke tempat Ayah Vali terlempar.

Kawah besar tercipta di tempat arah tembakan tadi.

Bruk

Vali kecil jatuh terduduk, matanya melebar terkejut. Dia mangangkat kedua telapak tangannya kedepan wajahnya, dan memandang tak percaya dengan apa yang telah dilakukannya barusan. "M-mons-ter, kah?" Gumamnya lirih penuh akan ketakutan dan ketidak percayaan.

"Ada ledakan terjadi di halaman."

"Penyusup, kah?"

"Tutup semua pintu keluar, kerahkan semua penjaga, jangan biarkan penyusup itu keluar hidup-hidup."

Mendengar suara ledakan, para maid, penjaga, dan seluruh penghuni istana kini bersiap dalam kesiagaan.

Suara keramain komando para penjaga menyadarkan Vali dari rasa tekejutnya. Jika sampai ada yang tahu jika semua ini adalah perbuatannya sudah dapat dipastkan, nyawanya akan berakhir sampai sini. Dengan tergesa Vali segera berlari menjauh dari halaman rumahnya yang merupakan tempatnya sekarang. Mendapat kesempatan seperti ini, tak akan diabaikan olehnya, dia ingin segera pergi dari istana bagi seorang Lucifer ini yang dianggapnya neraka.

Begitu dia hampir sampai pada gerbang, kesialan terjadi karena beberapa penjaga kini bertemu dengannya. Wajah menggemaskan khas anak kecil miliknya yang penuh dengan darahnya kini nampak panik. Memutar kepala ke kiri dan ke kanan beberapa kali, akhirnya Vali memutuskan untuk untuk berlari kearah kanan dan melompat.

Penjaga mengejarnya, mengikuti ke mana Vali pergi. Namun karena dia hanya mengikuti arah kemana Vali pergi, penjaga itu terpaksa tertinggal karena dia tak ikut mengikuti apa yang dilakukan Vali tadi. Karena tidak melompat, penjaga itu terjebak dalam lumpur yang membuat tubuhnya kesusahan bergerak, tubuhnya sebatas kepala kini sudah tenggelam di dalamnya.

Vali terus berlari, sesekali bersembunyi menghindari penjaga. Sampai dia pada suatu tempat di ujung wilayah kastil, dia terperosok jatuh menuruni lereng. Letak kastil Lucifer yang berada di daratan tinggi dengan tepinya yang merupakan bagian yang terjal membuat daratan di tepi itu mudah longsor.

Untuk kesekian kalinya Vali kecil merasakan kesakitan di tubuhnya setelah jatuh dari atas tadi. Rasa Sakit akan tubuhnya mungkin sudah mencapai batas maksimal karena rasa sakit kali ini merupakan yang kesekian kalinya, namun dia tak berniat untuk pasrah dan mengeluh disini. Dendamnya pada nama keluarganya ini menjadi dorongan dasyat untuknya berdiri dan menatap bengis kastil yang ada di atas bukit itu.

Mata iblis memanglah memiliki kemampuan lebih dari manusia. Arah tatapannya itu bukanlah hanya kebetulan cocok dengan posisinya, namun dia melihatnya dengan sangat jelas. Di jendela di lantai paling atas yang tepat berada menghadap posisinya saat ini, seorang pria paruh baya dengan jubah Lucifer yang memiliki rambut sewarna dengannya, berdiri menyeringai sambil membalas tatapannya.

Vali kecil memberikan tatapan penuh kebencian pada orang itu. Karena perintah darinyalah ayahnya memperlakukannya seperiti itu. Dia bersumpah akan membalas dendam pada orang itu, pada orang yang dia panggil kakek itu.

Dan dengan itu, Vali pergi hanya untuk kembali suatu saat nanti . . . .

. . . . Untuk membalaskan dendamnya.

.

.

EL NiJyuuSan Presents

*~ Shirotachi ~*

Chapter 1 : Prolog

Disclaimer : Yang pasti bukan punya saya

Rating : M

Genre : Advanture, Romance

Warning : Crack, AU(untuk chara anime Naruto), AR, Universal World, OOC (mungkin), typo(tak luput), mungkin masih ada yang lain jadi waspadalah.

.

.

.

"Semua akan berakhir di sini."

Dua pasang mata itu saling menatap tajam satu sama lain. Seorang laki-laki yang memakai baju besi china dengan sebuah tongkat berujung emas yang di bawanya kini sedang berhadap-hadapan dengan seorang gadis cantik super sexy yang mengenakan kimono hitam. Kedua orang itu memasang kuda-kudanya masing-masing yang sangat identik dengan karakter hewan.

Cukup lama mereka tetap seperti itu sampai akhirnya laki-laki itu terlihat akan membuka mulutnya.

"SAMPAI KAPAN KAU MENYURUHKU MELAKUKAN INI, LE FAY?!"

"Sebentar lagi kok, Bikou-sama." Gadis manis berambut pirang menjawab sambil terus duduk menggambar dengan pensil di bukunya tak jauh dari kedua orang itu.

"Sebentar lagi? Padahal kau tadi baru saja bilang akan berakhir di sini! Aku mulai capek memasang pose seperti monyet ini."

"Kau memang monyet, bodoh?!" Perempuan berkimono itu mengejek di depan Bikou.

"Aku tidak berbicara denganmu Kucing garong?!" Bikou membalas meneriaki gadis itu yang tak lain adalah Kuroka rekan setimnya. Dia kemudian menghentikan pose kuda-kuda monyetnya, dan memanggul tongkatnya di bahu seraya mengalihkan pandangan kearah lain. "Selain itu, kemana si Vali dan Arthur pergi? Kenapa hanya kita yang harus melakukan hal bodoh ini!"

Le Fay menaruh buku di tangannya dalam pangkuannya untuk menatap langsung Bikou yang berdiri di bawahnya. "Vali-sama dan Nii-sama sedang pergi untuk menemui seseorang, kita disuruh untuk tetap di sini menunggu mereka. Dan dari pada kita menganggur, bukankah lebih baik kita gunakan waktu ini untuk mengabadikan kebersamaan kita di Swiss. Ayolah, kembalilah berpose." Le Fay mengibas-ngibaskan bukunya pada arah Bikou berdiri seperti seorang majikan yang menyuruh anjingnya, tak mempedulikan seekor anjing lain yang tertidur di sampingnya.

Saat ini Tim Vali sedang berada di Swiss, lebih tepatnya di sekitar pegunungan Alpen. Vali pergi kemari karena ada suatu urusan, dan sekarang dia sedang pergi mengerjakan urusan tersebut bersama Arthur, sedangkan keempat rekannya yang lain dia biarkan untuk berada disni. Tebing-tebing yang dibalut oleh salju abadi menjulang tinggi di sekitar keempat makluk itu, hawa dingin yang ekstrim menusuk kulit mereka. Karena latar belakang keindahan bukit bersalju itulah, membuat Le Fay meminta Bikou dan Kuroka untuk berpose membelakangi pamandangan indah tersebut sedangkan dirinya duduk di sebuah batu yang agak tinggi dan mengabadikan itu dalam lukisan pensilnya bersama Fenrir kecil yang tertidur pulas di sampingnya.

Bukannya segera kembali berpose, Bikou membuat matanya setengah terbuka pada perintah Le Fay. Dia kemudian melompat ke tempat Le Fay berada dan merampas buku gambar yang di pegang Le Fay untuk dia lihat.

"Apa ini?" Bikou menganga melihat apa yang telah digambar Le Fay.

Gambarnya itu terlihat indah dari sampai latar belakang pemandangannya, namun dari apa yang menjadi kedua subyek di dalamnya membuat dirinya syok, terutama salah satu subyek yang merupakan dirinya.

"Kenapa kau menggambarku menjadi monyet, dan kenapa aku memakai pisang raksasa ini menjadi tongkatku?" Masih melotot tak percaya pada buku tersebut, Bikou mengatakan itu pada Le Fay. Memang dari gambar itu wujud seorang Bikou tergambar sebagai seekor monyet lucu dan berbulu yang sedang menggaruk kepalanya sambil tangannya yang satu memakai pisang raksasa sebagai tongkatnya untuk di selipkan antara ketiaknya.

Le Fay memiringkan kepalanya imut. "Hmmm, masa sih? Menurutku ini malah terlihat seperti Yeti."

"ITU LEBIH BURUK!" Bikou mengalami tusukan berat saat mendengar kata-kata itu dari Le Fay. "Apa kau benar-benar tahu tentang Yeti? Yeti itu memiliki bulu seputih salju, tapi ini, kau menggambarnya memiliki bulu kuning seperti kotoran!"

"Jadi Bikou-sama merasa memiliki rupa seperti kotoran?"

"TIDAK!" Tanpa ada hitungan detik Bikou langsung membantah perkataan Le Fay. "Dan juga, jangan mengatakan kotoran dengan wajah manis seperti itu, tidak ada kepantasan sama sekali jika kotoran dan manis itu dijadikan satu!"

"Apa-apaan sih kalian berdua, dari tadi bicara kotoran-kotoran terus, nyan." Tepat di samping Bikou Kuroka melompat dan kemudian dia mendekat untuk melihat buku yang di pegang Bikou. "Are? Mmm... Bikini?... tidak, pakaian dalam?" Kuroka memiringkan kepalanya berpikir dengan apa yang dia lihat di buku gambar tersebut. "Kenapa di sini aku hanya memakai pakaian dalam, nyan?"

"Masa?!" Karena sedari tadi hanya terpaku pada wujud gambarnya, Bikou tak menyadari gambar seorang Kuroka di buku itu. Dia mengarahkan pandangannya pada lukisan seorang gadis cantik yang ada di buku tersebut. Lukisan cantik seorang gadis yang begitu identik dengan Kuroka itu tergambar hanya mengenakan pakaian dalam di buku tersebut. "Le Fay, aku mulai khawatir denganmu. kusarankan kau harus memakai kacamata seperti kakakmu." Ucap Bikou dengan nada mengasihani.

"Masa sih? Aku tidak merasa menggambar seperti itu?" Ujar Le Fay tak mengerti sembari masih memerhatikan lukisan Kuroka yang dibuatnya. Dia tiba-tiba menunjukkan ekpresi seolah baru menemukan sesuatu. "Lihat, ternyata Bikou-sama yang mencuri pakaian Kuroka-san." Le Fay menunjuk ujung pisang raksasa yang dibawa Bikou versi gambar, dimana di ujung pisang itu ada kain hitam yang merupakan kimono Kuroka menggantung disana.

Bikou melirik Le Fay yang mengalihkan muka sambil pura-pura tak bersalah dengan muka berkedut-kedut. "Kau hanya ingin membuatku kesal, kan?"

Le Fay tak menjawab, dia masih mengalihkan mukanya sembari memasang wajah tak bersalah.

BLAAR

Semua orang menengok pada salah satu bukit lebih tinggi yang cukup jauh dari tempat mereka berada.

"Suara apa itu, nyan?" Kuroka memiringkan kepalanya imut sembari memasang ekspresi bingung seolah suara yang menggelegarkan telinga itu tak lebih keras dari suara ember jatuh.

"Suara itu berasal dari balik tebing itu." Le Fay menunjuk salah satu tebing yang cukup dekat dengan tempat mereka sekarang berada.

"Hooh!" Bikou menampakkan ekspresi menyeringai. "Sepertinya ada hal yang menarik di sini."

"Bikou-sama, ayo kita memeriksanya." Ajak Le Fay sembari menatap Bikou yang menyeringai.

"Aaa, itu sudah pasti. Tapi..." Bikou menggantung kalimatnya seraya melebarkan seringainya. "... dari pada memeriksa, bukankah lebih baik kita juga ikut ambil bagian di sana?! Awan kinton!" Setelah mengatakan itu, Bikou langsung melompat dan segumpal awan emas langsung menyambarnya pergi bersamanya, meninggalkan kedua rekannya.

"Hey! Dasar monyet cap kaki tiga! Jangan main pergi gitu saja kau! Hey, kembali!" Kuroka yang melihat Bikou meninggalkannya meneriakinya dengan rasa jengkel yang menggebu-nggebu. Berbeda dengan Le Fay yang nampak hanya memasang wajah lugu.

.

O.o

.

"Igh!" Seorang gadis berambut putih perak panjang, meringis menahan sesak yang dilanda dirinya karena cekikkan makluk di depannya. Posisinya kali ini telah terjepit pada tebing batu bersalju yang menjadi sandaran punggungnya dan sebuah tangan monyet yang menekan lehernya.

"Bagaimana? Bisakah kau berhenti melawan dan ikut bersamaku seperti kucing manis?" Makluk itu bertanya sambil tersenyum menyeringai, dari nadanya dia terlihat sangat senang.

Makluk itu memiliki wujud seorang manusia, bergender laki-laki, berambut putih keabu-abuan sebahu dengan kedua poni di depannya yang menggantung oleh ikatan ikat rambut,memiliki bahu kiri yang terdapat tulang-tulang lancip dan tangan monyet yang menjadi tangan kanannya, di keningnya terdapat coretan berbentuk dua lingkaran berwarna merah yang bersampingan, ciri paling mencoloknya adalah luka jahitan secara diagonal yang mengisi perut sampai dadanya. Meskipun ditengah salju yang dingin ini, dia hanya mengenakan celana jeans, tanpa sehelai kain apapun yang menutupi tubuh bagian atasnya.

Meskipun kini gadis itu tak dapat memberikan perlawanan apapun padanya, namun entah kenapa dia merasa permintaannya tadi telah ditolak dengan sangat jelas melalui tatapan menusuk sang gadis.

"Sou ka." Makluk itu bergumam dan tersenyum santai. "Jadi kau masih tetap tak ingin ikut. Baiklah kalau begitu, memang cara satu-satunya membawamu adalah dengan paksaan!" Mengatakan itu, makluk itu membuka telapak tangannya yang tak mencekik leher si gadis kedepan wajahnya. Secara ajaib, cahaya kuning yang bergejolak layaknya api tercipta diatasnya. Dia kemudian mengarahkan itu kedepan wajah si gadis.

Saat dia telah sampai menempatkan telapak tangannya itu tepat di depan wajah si gadis, sebuah suara terdengar keras.

"Memanjang!"

Bersamaan dengan suara itu, sebuah tongkat yang berasal dari udara datang memanjang kearahnya. Melihat itu, reflek membuatnya melompat dan menghindar dari tongkat itu.

Boouuum!

Hanya dengan hantaman ujung kecilnya, tebing yang menjadi sasaran meleset tongkat itu remuk dan runtuh menjadi pecahan batu-batu.

Sigadis berambut putih perak yang saat itu berada tepat di samping tebing itu, tak banyak yang bisa ia lakukan. Berusaha berlari menjauh namun runtuhan batu itu telah banyak menimpa sekitarnya dan kini beberapa bebatuan hampir mengenainya.

Kliiiing

Sesuatu yang berkilat emas baru saja menyambarnya pergi gadis itu, sebelum tempat itu telah dipenuhi puing-puing reruntuhan bebatuan dan salju.

"Heeh." Si makluk tak dikenal itu tersenyum bingung dengan apa yang terjadi sambil matanya yang masih terpaku pada puing-puing bebatuan salju. Dia kemudian berbalik dan mengarahkan pandangannya pada udara. "Ada penganggu rupannya."

Seorang pria dengan armor china terbang menggunakan awan emas sambil membawa gadis berambut putih perak tadi. "khakhakhakha!" Dia melakukan tawa aneh sebelum berbicara seperti ini. "Maaf menganggu, tapi bukannya lebih asik jika bermain lebih banyak orang?!" Begitu selesai berbicara, awan emas itu terbang menukik ke bawah dan begitu daratan tinggal 3 meter, Bikou melompat bersama gadis yang dibawanya.

"Aku tidak tertarik bermain bersama laki-laki." Begitu tepat mendarat, Bikou langsung disambut oleh kalimat dengan nada bosan dari makluk itu. "Terlebih lagi kalau itu monyet, seekor monyet jantan." Lanjut makluk tadi.

"Kau sendiri juga monyet, baka!" Bikou menyahut kesal. "Lihat tangan berbulu itu. Apa kau ini semacam spesies langka?"

"Entahlah." Makluk itu mengendikan bahunya seraya menatap Bikou dengan senyum ringan. "Dari pada mengurusi spesiesku, lebih baik kau segera mengembalikan perempuan itu."

Bikou melepas rangkulannya pada gadis itu untuk melihat wajahnya, namun seolah kurang tenaga gadis itu jatuh bersimpuh. Bikou tak asing dengan wajahnya, namun dia tidak bisa merasakan suatu energi yang seharusnya familiar baginya karena dia dulu pernah bertemu dengannya.

"Kekuatanku, tidak ada?" Ujar gadis itu tiba-tiba saat dirinya mencoba untuk kesekian kali untuk menggunakan kekuatannya.

Hal itu menjawab pertanyaan Bikou. Dia tidak bisa merasakan energi gadis itu karena memang kekuatannya telah menghilag. Namun pertanyaan baru bagi Bikou adalah, kenapa kekuatan itu bisa menghilang?

Gadis itu kemudian menoleh pada Bikou yang telah menolongnya "Kau siapa?"

Wajahnya terlihat bingung, namun tingkah manis dan wajah cerah itu seolah menandakan dirinya sehat dan bugar.

Tut tut tut

Bikou menjentuskan dahi sigadis beberapa kali menggunakan tongkatnya. "Kau ini bodoh apa? Apa kau tidak pernah baca buku sebelumnya. Dari penampilan dan wajah tampanku ini seharusnya kau sudah tahu aku adalah sang raja monyet, Son Goku. Selain itu, apa kau benar-benar lupa denganku, kita sudah pernah bertemu sebelumnya."

"Siapa itu Son Goku?"

"Ugh!" Bikou menampakkan ekspresi kesakitan pada dadanya seperti habis menerima tusukan berat.

"Hmm, sepertinya cerita monyet sepertimu tidak terkenal dikalangan gadis, nyan!" Sebuah suara feminim terdengar disuatu tempat yang tinggi.

Bikou dan kedua orang di sana langsung melempar pandangannya pada pucuk suatu gundukan bersalju untuk mengetahui pemilik suara. Apa yang dapat mereka lihat adalah seorang gadis sexy yang mengenakan kimono hitam. Gadis itu, Kuroka. Disampingnya, ada gadis berambut pirang yang terlihat seumuran anak SMP, dan berkostum penyihir bersama seekor serigala berbulu abu-abu. Dia Le Fay dan Fenrir si serigala pembunuh tuhan.

"Heeeh. Sekarang aku mengetahui siapa kalian." Makluk tak dikenal tadi menatap satu persatu mulai dari Kuroka, Le Fay, Fenrir, sampai Bikou. "Kalian adalah bawahan dari Hakuryuukou saat ini. Sisetengah Lucifer. Vari Rushifa." Ujarnya dengan senyum ringan.

"Siapa yang kau sebut bawahan?! Dasar seperdelapan monyet!" Teriak Bikou kesal, dan itu langsung disambut sweatdrop massal seluruh makluk disana.

"Jadi kau sudah tahu, siapa kami ini, nyan?" Kuroka melompat ketempat Bikou.

"Yah, begitulah." Makluk itu membuat tangan kirinya bertumpu pada pinggangnya lalu melanjutkan perkataannya dengan nada teramat santai. "Hakuryuukou itu cukup terkenal dengan bergabungnya dia di oraganisasi teroris, Khaos Bridge. Itu club senang-senang yang cukup bagus, bukan?"

"Yah, itu memang club yang cukup bagus. Karena club itulah aku bisa bertemu dengan seperdelapan monyet sepertimu. Ini sungguh bagus selagi menunggu Vali kembali." Bikou mengacungkan tongkatnya ke arah makluk itu dengan wajah menantang. "Bagaimana? Kau siap?"

"Tunggu dulu, apa kalian ingin bertarung denganku? Ini sungguh tidak bagus selagi kalian ada bersama dengan kekuatan penuh." Meskipun berkata seperti itu, ekspresi santai makluk itu sangatlah tidak sesuai dengan apa yang dikatakannya.

"Janganlah berpikir jika aku memerlukan batuan hanya untuk melawan cacing sepertimu. Aku saja sudah cukup... mungkin malah kelebihan." Menengadah sambil memencet-mencet pipinya, Bikou membuat ekspresi perhitungan pada wajahnya.

"Itu tetap saja buruk. Tidak ada jaminan yang membuat kalian tidak akan menyerang secara bersamaan. "

"Ayolah! Jangan membuat kedatangan kami tidak berarti. Jika kau tak mau memulainya, aku yang akan mengawalinya." Mengatakan itu, Bikou melompat dan bersiap memukul makluk itu dengan tongkatnya.

Giiiin!

"Ara, kau ini agresif sekali, ya." Tanpa mengubah tempatnya berdiri, si makluk tak dikenal itu menahan pukulan tongkat Bikou menggunakan sebatang tulang yang muncul dari telapak tangan kanannya.

"Hora, kau sendiri juga menikmatinya, bukan."

Setelah mengatakan itu, Bikou mengambil kembali tongkatnya dan kembali menyerang dengan memutar tongkatnya. Dengan gerakan santai, makluk itu melompat menjauh menghindarinya.

"Jangan hanya menghindar kau!" Meninggikan tekanan energi senjutsunya, Bikou kembali melesat untuk menyarangkan serangan.

"Jangan menyerangnya dengan kekuatan penuh! Kekuatanmu bisa diambilnya!" Gadis bersurai putih perak yang tadi diselamatkan Bikou berteriak memperingatinya.

"Terlambat." Makluk itu menyeringai begitu Bikou telah mengikis jaraknya hanya tinggal 2 meter. Pada momen itu, sesuatu yang terlihat samar keluar dari atas punggung Bikou dengan bentuk yang menyerupai dirinya. Pada momen itu pula, jahitan diagonal di perut sampai dada makluk tak dikenal itu terbuka dan menampakkan tulang-tulang lancip yang menyerupai gigi beserta lidah dan gusi selayaknya mulut.

Menggunakan mulut besar itu, makluk itu memakan perwujudtan kekuatan Bikou masih sebatas kepala karena begitu Bikou melihat itu dia sebisa mungkin menghindar.

Bikou merasa ada yang hilang. Ada dari kekuatannya yang serasa terambil. "Jadi ini yang dimaksud." Wajah Bikou mengeras.

"Hmm, rasanya tidak buruk." Sebaliknya, sang lawan malah menatap Bikou dengan tatapan santai seolah ekspresi kerasnnya hanya dianggapnya wajah jelek yang tak berpengaruh apa-apa.

"Bikou!"

"Bikou-sama!"

Kuroka dan Le Fay, kemudian disusul oleh Fenrir, melompat ketempat Bikou berada.

"Jangan mengganggu!" Bikou menoleh dengan kesal, tak mempeduliikan kekhawatiran rekannya.

"Kau jangan keras kepala, makluk itu punya kemampuan berbahaya yang tidak kita duga." Kuroka mengingatkan. Wajahnya memang tak menunjukkan ekspresi berlebihan, malahan dia terkesan tidak peduli, tapi semua yang ada disitu sangat jelas mengetahui bahwa Kuroka itu benar-benar orang yang sangat mengkhawatirkan rekannya.

"Jangan meremehkanku. Aku tahu itu, karena itulah ini semakin menarik!" Bukannya mempertimbangkan perkataan Kuroka, Bikou malah menyeringai senang. Dia kemudian kembali menoleh pada lawannya dan kembali memasang kuda-kuda. "Aku ingin bermain sedikit lebih lama lagi." Mengatakan itu, Bikou kembali melesat dan menyerang lawannya.

"Monyet itu." Kuroka hanya bisa berdecak kesal karena perkataannya tak dipedulikan Bikou. Namun akhirnya dia menampakkan senyuman. "Dia memang keras kepala. Aku jadi bingung harus mengasihani siapa."

BANG!

Bikou sukses memukul kepala makluk tak dikenal itu dengan tongkatnya seperti pemain baseball.

"Sepertinya lawannya itu yang lebih patut dikasihani." Kuroka menemukan jawabannya ketika melihat itu.

"Hihihihi!" Le Fay hanya tertawa geli, sedangkan Fenrir tak berkata apa-apa karena memang dia tidak bisa berkata.

Bikou dan makluk tak dikenal itu kini tengah berdiri berhadap-hadapan dengan kuda-kuda mereka. Tak ada dari mereka yang kembali memulai serangan setelah pertarungan tadi.

"Sepertinya aku mulai tahu bagaimana harus menghadapimu."

"Heeh." Makluk itu tersenyum ringan. "Ini terlalu cepat."

"Huh." Bikou mendengus.

Mereka kembali bersiap dengan mempertegas kuda-kuda mereka. Meskipun wajah mereka sama-sama menampakkan ekspresi ringan, tapi setiap tatapan yang diperlihatkan mereka begitu waspada. Sampai dimana mata makluk tak dikenal itu tak sengaja melihat awan putih cerah yang terlihat memiliki bentuk seperti ular. Ular putih yang terlihat berdesis.

Makluk itu menghentikan kuda-kudanya dan menegakkan tubuhnya tiba-tiba. "Pertarungan ini cukup menyenangkan untuk dinikmati. Tapi aku tak bisa berlama-lama disini."

"Kau ingin lari?"

"Um, kau boleh menyebutnya begitu." Mendengar perkataan Bikou, makluk itu kembali tersenyum ringan. "Tapi ingat, aku pasti akan kembali dan merebut kembali gadis itu."

Bikou menyeringai senang atas deklarasi lawannya. Dia kini juga ikut menghentikan kuda-kudanya dan berdiri santai sambil menaruh tongkatnya dibahunya. "Itu tantangan yang bagus. Kalau begitu aku akan membawa gadis itu untuk menjamin kembalinya kau."

"Aa, kau cukup pintar monyet. Kalau begitu sampai jumpa dipertemuan kita berikutnya." Setelah mengatakan itu, dalam segala arah disekililingnya tulang-tulang besar bermunculan dari tanah membentuk bangunan kerucut dan menyembunyikannya, setelah satu detik tulang-tulang itu kembali masuk kedalam tanah dan makluk tadi yang ada didalamnya menghilang.

Bikou yang melihatnya tak berkata apa-apa.

"Nee, sekarang kita apakan gadis ini, nyan?" Kuroka yang berdiri jauh dari tempat Bikou berkata sambil menunjuk gadis berambut putih perak yang berdiri dilain tempat dengannya.

"Tentunya kita akan membawanya." Ujar Bikou seraya berjalan mendekat. Dia lalu mengarahkan tatapannya pada gadis yang dibicarakan seraya bertanya. "Jadi, apa yang akan kau lakukan selanjutnya Valkyrie?"

"Eh?" Gadis Valkyrie itu menunjukkan raut wajah terkejut. "Bagaimana kau bisa tahu aku seorang Valkyrie?

"Kau ini bodoh ya?"

"Jangan menyebutku bodoh, kaulah yang bodoh! Aku tanya kenapa kau bisa tahu aku adalah Valkyrie?"

"Kau bisa bertanya pada pakaianmu itu." Bikou mengatakan itu seraya menunjuk pakaian yang dikenakan Valkyrie di depannya.

Valkyrie itu menunduk untuk melihat apa yang ditunjuk Bikou. "Aku seharusnya sudah tahu itu."

Apa yang dikenanakan gadis itu adalah, satu set baju besi Valkyrie, yang terdiri dari zirah dada putih dengan emas dan aksen biru pucat, sarung tangan tanpa jari, sepatu bersayap satu sisi, penjaga pinggul, dan jepit rambut berbentuk sayap. Dia juga memakai leotard hitam di bawah dadanya, stoking paha tinggi berwarna hitam dan kain biru pucat membungkus bawah penjaga pinggulnya, yang semuanya dilapisi dengan warna pink hantaman bersama dengan klip rambut.

Dia benar-benar gagah nan elegan dengan semua penampilannya.

"Kita sampingkan dulu siapa dirimu. Tapi, benarkah kau masih tidak ingat dengan salah satu dari kami?"

"Aku tidak pernah ingat bertemu dengan orang-orang menjengkelkan seperti kalian." Ujar Valkyrie itu sebal.

"Kau dengar itu Kuroka? Dia tidak ingat dengan orang menjengkelkan sepertimu." Ujar Bikou penuh kemantapan.

"ITU JUGA BERLAKU UNTUKMU, TAHU!" Valkyrie itu berteriak kesal. "Kalian semua orang-orang menjengkelkan!"

"Bagaimana kalau dia? Dia bukan orang, dia anjing." Bikou menunjuk Fenrir.

Valkyrie itu menoleh untuk menatap siserigala yang ditunjuk Bikou. Diperhatikan seperti itu, tidak membuat pengaruh apa-apa pada Fenrir.

Grooouuh!

Setumpuk besar salju jatuh dari dekat tebing tempat Bikou berada. Badai salju yang lumayan deras hadir karena teriakan sivalkyrie tadi.

Bikou menengadahkan kepalanya untuk melihat kejatuhan salju-salju tersebut. Namun sebelum badai salju itu datang dan menimpa dirinya dan orang sekitar yang bersamanya, dia mengibaskan badai salju itu pergi dengan mengayunkan tongkatnya.

"Huh, tempat yang menyusahkan." Ucap Bikou.

Tak banyak yang peduli dengan ucapannya barusan, namun salah satu makluk peduli dengan suatu hal. Dari sekian banyak salju yang jatuh, ada sedikit yang lolos dan sampai membuat ekor Bikou tertutup dalam selimutannya, dan saat itulah serigala kecil yang sedang diperhatikan oleh Valkyrie cantik itu menunjukkan perubahan ekspresi. Rupa ganasnya yang sebelumnya terlihat malas-malasan kini nampak cemerlang, dan bola matanya mengikuti tiap gerak-gerik batang ekor yang diselimuti salju putih layaknya tulang itu.

"Tempat ini menyusahkan, ayo kita cepat pergi dari sini. Kau juga harus ikut dengan kami." Bikou mulai mengambil langkah berjalan.

Pergerakan Bikou tersebut membuat suatu pancingan pada Fenrir yang sedari tadi memerhatikan santapannya. Tak mau kehilangan sesuatu yang dianggapnya santapan, membuat insting berburu Fenrir aktif dan spontan dia melompat untuk menerkam ekor Bikou.

"Oi, Shit!" Senjutsu yang aktif membuat Bikou tanggap. Merasakan keberadaan Fenrir dalam mode buas dia menghindar dengan panik. "Ada apa denganmu? Kau gila ya? Taringmu itu bisa membunuh tuhan dan kau ingin menggunakan itu pada ekorku?"

"Rrrrr!"

"Waaaaaa!"

Bikou segera berlari menghindar ketika Fenrir kembali menggunakan ekor Bikou sebagai tempat menaruh taringnya. Dan untuk selanjutnya mereka, berlarian kesana-kemari hanya karena salju yang entah kenapa tak lepas dari ekor Bikou.

Le Fay dan Kuroka hanya memandangnya maklum. Beda dengan mereka, si Valkyrie sendiri hanya bisa sweatdrop menatap hal itu. "Mereka Tidak ada bedanya."

.

O.o

.

The Schilithron

Sebuah tempat yang berada di bagian barat pegunungan Alpen. Salah satu puncak gunung yang di kelilingi beberapa puncak gunung lainnya, tempat yang diselimuti oleh salju abadi, tempat yang penuh dengan pemandangan eksotis.

Di tempat itu berdiri sebuah restoran yang telah mendunia. Restoran dengan keunggulan tegnologinya, dimana restoran tersebut dapat berputar secara otomatis untuk memperlihatkan eksotisme seluruh pemandangan disekelilingnya.

Piz Gloria, namanya.

Di tempat ini, masuk dua orang pemuda dengan ciri-ciri mencolok. Seorang pemuda berambut putih perak dengan mata biru gelap, dia mengenakan kaos hijau yang dirangkap jaket kulit hitam berkerah tinggi diatasnya, Dia juga memakai celana jeans merah dengan rantai perak terkulai ke bawah dan bab kulit hitam dengan tiga band mengelilingi betis kanannya, dan memakai sepatu hitam dengan gesper hitam.

Yang satu lagi terlihat memiliki usia yang tak jauh beda dengannya, dengan rambut pirang yang ditata seperti potongan seorang bangsawan, juga pakaian kemeja putih bergaris yang dirangkap jass hitam klasik yang menambah kesan kebangsawanannya, dan yang paling terlihat adalah kacamata berlensa bening yang menggantung di atas hidungnya.

"Nee, Vali. Apa kau yakin di sini tempat pertemuannya?" Laki-laki berambut pirang itu bertanya pada temannya yang memiliki rambut putih perak.

"Aa, aku yakin." Laki-laki yang bernama Vali itu menjawab demikian. Ketika dia melangkah masuk kesebuah pintu yang menghubungkan ke ruangan dengan atap terbuka, dia melihat seseorang yang memiliki pakaian yang sangat jauh berbeda dengan kerumunan pengunjung lainnya. Dengan jubah bertudung dan masker hitam yang menutupi wajahnya, orang itu duduk sendirian disalah satu meja.

"Lewat sini, Arthur." Vali berjalan ke tempat orang tak dikenal itu berada, disusul oleh Arthur yang berjalan di belakangnya.

Saat Vali mendekat dia merasakan sekelilingnya berubah. Perasaaan janggal yang membuat sekelilingnya terasa berbeda dunia dengannya itu timbul karena tekanan aura yang Vali kira berasal dari orang itu. Semua suara tiba-tiba menghilang dan membuat tempat itu sunyi seketika, Pelayan-pelayan berlalu lalang seolah tak menganggap mereka, pengunjungpun melakukan aktifitasnya santai tanpa menyadari kejanggalan tersebut, dan yang paling terlihat adalah gerakan setiap orang menjadi cepat mengikuti waktu yang juga lebih cepat dari normalnya, hanya dirinya dan Arthur sendiri yang dalam keadaan normal dilihat.

Vali sampai di meja orang itu duduk. "Kurasa kau tak perlu melakukan ini pada mereka, Kakashi."

"Hanya untuk berjaga-jaga. Meskipun mereka hanyalah orang biasa, aku tak mau melibatkan mereka dalam percakapan ini."

"Begitukah." Vali mengambil tempat duduk di depan Kakashi, dan Arthur duduk bersampingan dengannya. "Kenapa di tempat seperti ini?"

"Aku hanya ingin mengganti suasana." Kakashi melempar pandangannya pada paronama gunung di sampingnya.

Mengabaikan itu, Vali menyandarkan punggungnya santai dan mulai berbicara kembali. "Hn. Jadi?"

"Dia mulai bergerak"

Ekspresi ketiga orang itu mulai berubah serius. Vali mendekatkan wajahnya untuk lebih memerhatikan. "Apa yang dia rencanakan?"

"666."

"Apa?"

"Dia akan membangkitkan Trixexa."

Vali menunjukkan ekpresi sedikit terkejut mendengar itu, begitupun Arthur. Namun Vali mulai merubah ekspresinya dengan senyum menyeringai seolah hal itu membuat gairahnya bangkit. "Hooh, kukira makluk itu hanyalah mitos."

"Itu yang dikatakan orang. Tapi beberapa bukti telah ditemukan."

Vali mengangguk atas perkataan Kakashi barusan. "Orang tua itu selalu punya hal gila untuk ditunjukkan."

"Tetapi, untuk apa dia melakukan itu?" Arthur yang berada disamping Vali memutuskan ikut dalam percakapan, hal ini membuat rasa penasarannya naik.

"Ini terjadi saat penyerangan dewa jahat, Loki, satu bulan yang lalu."

"Apa hubungannya dengan itu?" Tanya Arthur.

"Apa kau ingat saat pertarungan itu, Sekiryuutei melakukan suatu hubungan dengan eksistensi tak dikenal, yang menyebut dirinya sebagai dewi chichigami-sama."

"Aa, aku ingat itu. Itu terjadi karena dia melakukan teknik bilinglual atau teknik apalah itu." Vali menjawab pertanyaan Kakashi dengan agak ragu-ragu.

"Dewi itu tidak pernah tercatat dalam semua sejarah maupun mitologi yang ada di dunia ini. Hal itu membuktikan apa yang dikatakan bahwa dewi itu benar-benar memiliki dunia berbeda dengan kita. Itu menimbulkan ketertarikan pada Rizevim yang ingin membuat ras iblis kembali menunjukkan kemurniannya sebagai ras yang serakah dan keji. Dia ingin mengekspansi dunia itu dengan membawa pasukan."

"Huh, Iblis, kah?" Vali mendengus mendengar penjelasan Kakashi tadi. "Lalu bagaimana dia bisa ke sana?"

"Tentunya kau tahu gap dimensi, bukan. Kita bisa mencari celah-celah dimensi lain disana. Tapi Rizevim mendepat cara mudah tanpa harus pergi ke Gap dimensi yang beresiko, dia menemukan senjata yang bisa mendistorsi ruang dan membuat celah dimensi sendiri. Rencananya senjata itu akan diproduksi besar-besaran."

"Begitu ya, senjata itu mirip dengan milik Arthur." Vali melirik Arthur, wajahnya tidak menunjukkan ekspresi. Mengacuhkan itu, Vali kembali menatap Kakashi. "Lalu dimana Trixexa itu berada?"

"Aku belum bisa memastikan dengan jelas informasi keberadaannya karena informasi itu diberitahukan oleh kelas yang jauh lebih tinggi dariku, dan mereka bukan orang sembarangan. Sangat sulit bagiku untuk mendapatkan kebocoran informasi." Saat mengatakan itu Kakashi terlihat seperti mendesah dibalik kerudungnya, lalu dia melanjutkan. "Tapi yang kudengar dia berada diujung dunia, dan masalah lainnya adalah tempat itu disegel oleh orang yang menemukannya pertama kali. Segel yang dipakai itu sangatlah luar biasa, dan itu memiliki ribuan lapisan segel-segel yang sejenis."

"Orang yang menemukannya pastinya dia luar biasa kuat."

"Aa, dia adalah God of Bible. Bahkan untuk makluk sekelas dewa dia sudahlah melebih batasannya. Mungkin saja kematiannya ada hubungannya dengan penggunaan segel ini."

"Yah, akupun berpikir seperti itu."

"Tapi jika tempat itu telah disegel dengan ribuan segel yang luar biasa rumit, bagaimana Rizevim akan melanjutkan rencananya?" Tanya Arthur.

"Aku mendapat informasi dahulu ada seorang pelajar disekolah sihir Norse yang berhasil memecahkan kunci segel tersebut. Rizevim sedang memburunya."

"Hooh, Omoshiroi. Dia pastinya juga orang yang luar biasa." Vali terlihat menyeringai mendengar perkataan Kakashi barusan.

"Kau akan terkejut mengetahui siapa dia?" Kakashi melemparkan selembar kertas pada meja di depannya.

Vali mengambil kertas tersebut dan melihatnya. "Dia!"

"Aa, dia adalah pengawal Odin. Murid sekaligus cucu dari Gondul, seorang Valkyrie yang telah melegenda."

"Tidak kusangka perempuan ini bisa melakukannya." Vali memerhatikan foto itu dalam-dalam. Seorang gadis cantik bersurai putih perak yang mengenakan setelah bisnis berjass dan rok. Gadis itu nampak anggun nan elegan.

"Kau sudah mengetahuinya. Sekarang apa yang akan kau lakukan? Kau sudah tidak bisa terus hanya mengamatinya saja sekarang."

"Aku tahu itu. Aku juga akan mulai bergerak." Vali mengalihkan perhatiannya dari foto untuk menatap langsung Kakashi yang berada di depannya. "Jika Rizevim menginginkan gadis ini untuk rencananya. Maka aku harus menemukannya lebih dahulu agar dia sendiri yang akan datang mengambilnya. Dan saat itulah... aku...!" Vali menundukkan wajahnya dalam-dalam. Ada jeda waktu beberapa saat sebelum kepala itu kembali mendongkak dengan perubahan ekspresi yang penuh kebencian. "... aku pasti akan membunuhnya."

"Hn, aku yakin padamu." Melihat hal itu Kakashi tersenyum dibalik maskernya. Dia kemudian tiba-tiba berdiri. "Baiklah, waktuku habis disini. Aku akan segera kembali ketempat orang itu."

"Aa, terima kasih untuk informasinya."

"Hn."

Setelah menjawab hal itu, Kakashi berbalik seraya mengibaskan jubahnya dan tubuhnya seketika menghilang dengan proses trasparan. Seketika semua keanehan yang terjadi direstoran itu kembali normal, suara kembali terdengar, semua gerakan yang tadi menjadi cepat kembali normal sama halnya dengan waktu yang juga kembali normal.

Vali dan Arthur masih duduk di tempatnya.

"Sekarang, apa yang akan kita lakukan?"

Vali menanggapi pertanyaan Arthur dengan berdiri dari kursinya, lalu membalas. "Kita kembali."

"Hn, baiklah kalau begitu."

.

O.o

.

"Berapa lama lagi Vali terus membuat kita menunggu?!" Suara kekesalan Bikou menggema di seluruh pegunungan.

"Jangan keras-keras bodoh! Kau bisa membuat badai salju lagi." Si Valkyrie cantik yang memutuskan untuk sementara mengikuti kelompok Bikou CS karena kehilangan kekuatannya menegur dengan kesal. Kedua orang itupun saling menatap kesal satu sama lain.

Sementara mereka yang masih berdebat, Kuroka lebih memilih duduk diatas batu besar, melihat pamandangan pegunungan sambil mengayun-ngayunkan kakinya. Le Fay sendiri lebih memilih bermain bersama Fenrir.

Sriing

Sebuah lingkatar sihir berwarna biru muncul di dekat tempat mereka berada dan dua orang yang tak asing keluar dari sana.

"Okaeri Onii-sama, Vali-sama!" Le Fay yang mengetahui kedua orang tersebut adalah kakaknya dan juga pemimpin kelompoknya langsung memberikan sambutan.

"Kalian ini lama sekali." Sambutan khusus berupa gerutuan Bikou berikan.

Arthur berjalan mendekat ke tempat Le Fay yang menunggunya. Sejenak dia mengelus kepala adiknya itu lembut sembari membalas perkataan Bikou. "Aa, tadi terjadi perbedaan waktu yang membuat waktu kami lebih cepat."

"Apa maksudmu?"

Arthurpun menceritakan tentang kekkai genjutsu yang disebarkan Kakashi di restoran tadi pada Bikou, Le Fay, dan Kuroka.

Tak mempedulikan itu, dua orang berambut putih perak yang bertemu tatap sejak kepulangan tadi kini diam mematung dengan wajah penuh keterkejutan. Biru gelap dan biru muda mata mereka bertemu. Tak ada dari mereka yang bergerak, dan tak ada dari mereka yang berkata, seolah tindakan dan perkataan seperti tidak diperlukan di sini, hanya tatapan terkejut satu sama lain yang mereka berikan.

Namun secara spontan mereka tersadar secara bersamaan, dan satu kata yang mewakili rasa terkejut mereka keluar secara bersamaan.

""Kau!/Kamu!""

.

.

TBC

Ya, jumpa saya di fic yang baru. Um, fic yang ini sebenarnya udah aku selesaikan lama saat pertengahan januari lalu. Karena baca fic orang, entah kenapa saat itu aku lagi ngefeel banget dengan karakter Vali, jadinya pingin saingan deh.

Fic ini akan menjadi fic utama yang aku selesaikan bersama fic KWO dan Gadis numpang. Dan fic ini sepertinya lebih pasti alurnya karena memang endingnya tak sengaja telah terselesaikan sebelum aku mulai menulis. Kemungkinan di chapter 20-an.

Yosh, semoga cerita ini menghibur, dan semoga kalian mau memberikan beberapa kata kalian mengenai fic ini di kolom review.

Itu saja yang bisa aku sampaikan, tunggu aku dichapter depan!