Ayah... Jika suatu hari aku didiberi pilihan untuk menukarkan setengah dari organ tubuhku, hanya untuk bertemu denganmu dan mengucapkan banyak terima kasih atas semua yang telah kau lakukan untukku, aku akan menyetujuinya...
.
.
Disclaimer : Togashi Yoshihiro
Title : May I Meet You, Dad?
Story by : Natsu Hiru Chan— terinspirasi oleh sebuah film.
Genre : Family & Romance
Rated : K+ —T
Pairing : Kurapika X Kuroro
Warning(s) : AU, OOC, Western, typo bertebaran dimana-mana, lebih banyak percakapan dibanding diskripsi, abal, gaje, norak, hancur, dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan, dan janin!
Summary : Ayah... Bolehkah aku bertemu denganmu, hanya untuk mengucapkan banyak terima kasih?
.
.
.
Don't like, don't read!
.
Musim gugur di kota YorkShin terlihat begitu indah. Bunga-bunga Sakura berjatuhan, menambah kesan indahnya musim gugur tahun ini. Banyak orang bilang, kalau pohon-pohon di sini daunnya akan bersinar terang, kala malam pertama musim gugur tiba. Dan aku percaya hal itu, karena aku sudah melihatnya, untuk yang kedua kalinya.
Kunang-kunang mulai membuat sarang di pohon-pohon, persiapan untuk musim dingin. Dan hal itulah, yang membuat pohon-pohon itu bersinar indah di malam hari. Sungguh suasana kota yang sangat indah, yang jauh berbeda di tempatku dulu.
Tak terasa, sudah lebih dari setahun aku tinggal di kota ini. menggunakan nama Kurapika Kuruta, sebagai identitas asliku. Aku tak begitu paham, asal nama Kuruta itu dari mana. Tapi Ayah bilang, bahwa Kuruta itu memiliki makna perdamaian yang abadi, suci, dan tenang. Aku sangat bahagia, begitu mendapatkan nama bagus itu.
Aku samkin mengeratkan peganganku pada mantelku, begitu hawa ingin musim gugur serasa makin menusuk tulangku. Kupercepat jalanku, bahkan berlari, menuju tempat tinggalku selama dua tahun terakhir ini. asrama Putri Memorial Licoln
.
.
"Aku pulaaang!" ucapku seraya meletakkan mantelku di tempat gantungan. Pintu kamarku terbuka, dan pemanas ruangan kini menyala. Menandakan bahwa ada orang di sini.
"Kurapika! Kenapa kau lama sekali!?" seorang gadis berambut pink sepinggang langsung mendatangiku. Wajahnya nampak ceria. Dia adalah Neon Nostrad, salah satu teman sekamarku. Ia gadis yang manja, egois, dan cerewet. Dia anak yang sangat baik. Ayahnya keturunan Nostrad, dan Ibunya merupakan keturunan Lucifer! Dua marga yang merupakan keluarga yang sangat besar!
"Selamat datang, Kurapika," gadis lain, yang menggunakan kacamata, berambut pendek hitam pun juga keluar, menyambutku. Matanya bulat, dan cantik. Namanya Paladiknight Shizuku. Salah satu teman sekamarku juga. Ia juga berasal dari keluarga terpandang.
Universitas Putri Memorial Licoln memang hanya untuk anak dari keluarga-keluarga terpandang saja. Dan aku diluar dari kategori itu. Aku hanyalah seorang gadis biasa, yang berasal dari sebuah panti asuhan kumuh, yang termasuk panti asuhan termiskin, di kota kecil terbuang.
Selama 15 tahun hidupku, aku selalu menderita. Diejek, dihina, dicela, dan dipukuli oleh ibu asuhku hanya karena kesalahan kecil, misalnya terlambat bangun. Bahkan pernah suatu hari, saat usiaku 12 tahun, tanpa sengaja aku menjatuhkan sepiring kue, untuk malam natal. Kue itu berserakan di lantai, dengan piring usang yang sudah pecah. Akibatnya, ibu asuhku, yang sering aku panggil Nyonya Pakunoda pun mengikatku di tiang, selama dua hari dua malam, tanpa makan dan minum. Sementara orang-orang tengah berbahagia, merayakan natal bersama. Aku berada di luar panti asuhan, dalam kondisi terikat. Kelaparan, kedinginan, dan kesepian...
Air mataku menetes, meratapi nasibku. Namun aku segera menghapusnya, menggunakan tubuhku yang dapat melakukannya, karena kedua tanganku tengah terikat ke belakang, melingkar di tiang. Dan aku pun memilih lututku untuk melakukannya. Aku tak boleh menangis! Aku tak boleh terlihat lemah, di depan angin sekalipun!
"Kurapika, apa kau mendapatkan surat dari Ayahmu?" Neon bertanya, menyadarkanku dari lamunan masa laluku!
"Ah! Tentu saja!" ucapku ceria, seraya mengeluarkan amplop, dengan prangko berbentuk seperti kincir angin. "Aku baru saja mengambilnya di lokerku pagi ini. Ini dari ayah!"
Shizuku terkikik geli, melihat tingkahku yang memang terlalu kekanak-kanakan. "Sepertinya kau senang sekali, mendapat surat dari Ayahmu," komentarnya. Tentu saja! Itu hal yang paling membahagiakan dalam hidupku! Aku hanya tersenyum penuh arti, menanggapinya.
"Kalau begitu, aku istirahat dulu!" ucapku masih dengan senyum mengembang, seraya masuk membanting pintu kamarku.
Aku langsung saja menjatuhkan tubuh ringanku di atas ranjang, memeluk surat itu erat-erat. Ini dia, penyelamat hidupku. Ayahku...
Dia datang, ke panti asuhan, ralat! Ia datang, ke penjaraku. Mencari anak yang bernama Kurapika. Anak malang, yang dikaruniai bakat menulis dan mengarang. Begitu aku mendongkak ke atas, aku tak bisa melihat wajahnya dengan jelas, karena terhalang sinar matahari senja.
Namun bisa kudengar suara beratnya, "apa kau mau bersekola di SMU Memorial Licoln?"
Tubuhnya tinggi tegap, dan ia memiliki kaki yang panjang. Saat itu ia datang, dengan menggunakan tuxedo hitam. Dan setelah mengatakan itu, ia pun pergi, setelah memerintahkan pengikutnya untuk mengurus sisanya. Pemuda berambut merah itu pun berjongkok di depanku, "selamat nona kecil," ucapnya ramah.
"Ohya, aku hampir lupa," pria tinggi itu berhenti, dan menoleh sebentar. "Namamu sekarang adalah Kurapika Kuruta,"
Setelah itu dia pun pergi, tanpa meninggalkan jejak. Beberapa minggu kemudian, aku pun dipindahkan ke kota ini, tinggal di kota besar, dikelilingi oleh putri-putri terpandang merupakan hal yang tidak pernah kubayangkan dalam hidupku. Bahkan pakaianyang saat ini kupakai, jauh lebih bagus, dari pakaian yang kupakai saat pesta natal, di panti asuhanku dulu.
Hidupku berubah 180 derajat, dan semua ini karena orang yang paling kuhormati itu. Ayahku. Dialah yang telah memberikan kehidupan baru untukku, di saat aku sudah hampir mati membusuk di panti asuhanku. Tangannya yang besar seolah menarikku dari jurang keputusasaan, di saat aku sudah memutuskan untuk menyerahkan seluruh hidupku dalam kehampaan.
Kubuka suratku, dengan perasaan yang semakin berdebar-debar. Aku menarik nafasku terlebih dahulu, lalu menghembuskannya. Berharap hal itu bisa mengurangi debaran jantungku yang tak karuan ini. dengan mata berbinar, kubaca surat pemberian ayahku, yang datang rutin sekali dalam sebulan itu. Tidak termasuk saat hati-hari penting, atau saat aku megiriminya surat dan meminta balasan.
Nona Kuruta...
Kudengar, kau mendapat nilai tertinggi, dalam ujian kenaikan kelas tahun ini.
Aku benar-benar bangga padamu. Kau telah membuktikan pada ayah, bahwa Ayah tidak salah memilihmu. Ayah ingin kau terus belajar, dan mempertahankan nilaimu,
Salam,
Hisoka...
Rasanya aku ingin berteriak, dipuji seperti itu oleh ayah. Yah, Ayah mengaku, bahwa dirinya bernama Hisoka. Akan kuingat nama itu, hingga aku mati nanti.
Kutempelkan surat itu di dadaku, dan menghirup udara sebanyak-banyaknya, berusaha menetralkan detak jantungku. Aku pun langsung terbangun, dan menuju mejaku. Menulis pada secarik kertas, untuk membalas surat ayahku.
.
~May I Meet You, Dad?~
.
Normal pov
Suara bel menandakan waktu pulang berbunyi di pada SMU Memorial Licoln. Seluruh Mahasiswi pun keluar, dengan rencana masing-masing. Ada yang hendak berkencan pada kekasihnya, ada yang bersiap untuk ke toko gaun dan membeli gaun baru, ada pula yang langsung ke asrama masih-masing, dan lain-lain.
Lain halnya dengan ketiga gadis ini. dengan masih mengenakan seragam mereka, Kurapika, Neon, dan Shizuku pun keluar dari gerbang sekolah, hendak ke sebuah café. Katanya sih, dua teman sekamar Kurapika hendak membeli gaun baru, sekalian untuk berbincang-bincang di sebuah café teh yang baru saja dibuka. Karena seluruh tugasnya sudah selesai, dan ia tak memiliki rencana untuk dikerjakan hari ini, Kurapika memutuskan untuk ikut.
.
"Kenapa gaun yang kau beli banyak sekali?" tanya Kurapika, pada Neon yang saat ini menyesap tehnya. Saat ini mereka bertiga sedang berada di dalam sebuah café, meminum teh yang ditemani dengan cemilan kecil. Yah, setiap minggu 'Ayah' Kurapika mengiriminya uang, khusus untuk jajannya. Tapi tetap saja gadis itu bersikap hemat. Ia jarang membeli baju baru. Hal itu membuat teman-temannya kagum padanya.
"Yaa... Gaun lamaku sudah jelek dan agak kotor! Makanya aku mau menggatinya!" Neon berujar ceria, seperti biasanya.
Kurapika jadi teringat, saat di panti asuhan dulu. Ia, beserta teman-teman senasibnya selalu mendapatkan gaun bekas dari orang-orang kaya. Gadis itu mengalihkan pandangannya pada Shizuku, seolah melontarkan pertanyaanyang sama pada gadis berkacamata itu.
"Ah, aku hanya membeli satu gaun, untuk pesta malam nanti!" ucapnya seraya melirik isi tas belanjaannya.
Kurapika mengerutkan alisnya. "Pesta malam?"
Kedua sahabatnya itu nampak kaget. "Kau tak tahu?" Neon bertanya, mewakili Shizuku.
Alis gadis berambut pirang itu semakin berkerut. "Pesta apa?" tanyanya santai.
"Itu pesta penerimaan siswi baru, yang akan diadakan tiga hari lagi!" erang Neon gemas. Sementara Shizuku hanya menepuk dahinya, pasrah memiliki teman yang cueknya minta ampun seperti Kurapika. "Akan diadakan pesta dansa, dan kita boleh mengundang orang luar, untuk diajak dansa!"
"Sebaiknya kau cepat membeli gaun baru, dan mencari teman dansa, Kurapika!" saran Shizuku. "Atau kau akan menjadi bunga dinding pada pesta itu!"
"Bunga dinding? Ah, pastinya bukan aku! Soalnya aku ada janji dengan tiga pria tampan dan kaya malam itu," ujar Neon. "Bagaimana denganmu Shizu?"
"Aku belum mempunyai pacar. Jadi aku mengundang kakakku saja,"
"Eh, kau punya kakak!?" tanya Neon kaget.
"Ya,"
Perbincangan kedua gadis itu pun berlanjut. Kurapika hanya diam, memikirkan nasibnya saat pesta nanti. Apa lebih baik dia tidak ikut pesta, dan menghabiskan malamnya di asrama sambil membaca buku, atau menjadi bunga dinding saat pesta?
Lagipula gadis itu tidak terlalu menyukai pesta formal seperti itu, tidak menyukai gaun, tidak menyukai sesuatu high heels, dan tidak menyukai hal-hal yang disukai perempuan pada umumnya.
.
.
Alunan musik ringan terdengar begitu indah dari aula SMU Memorial Licoln. Aroma berbagai macam parfum yang harganya selangit hanya untuk sebotol kecil pun tercium di mana-mana. Canda tawa terdengar dari sana, ada yang saling bergosip ria, ada yang saling memamerkan kekayaan keluarga mereka, ada pula yang hanya membicarakan hal-hal ringan seperti apa yang mereka lakukan semalam.
Di sinilah Kurapika sekarang. Bersandar di dinding, dengan gaun biru muda sederhana dan wajah yang sengaja dicemberutkan, bersama dengan kedua sahabatnya. Neon dan Shizuku. Keduanya sangat cantik, dengan make up dan tataan rambut yang rapih dan kreatif. Ditambah dengan gaun indah yang baru saja mereka beli beberapa hari yang lalu. Berbeda dengan Kurapika, gadis itu nampak cantik secara alami, tanpa olesan make up. Bahkan dia terlihat lebih manis, dibandiung dengan teman-temannya, apalagi begitu ia menjepit rambut pendeknya dengan jepitan berbentuk kupu-kupu berwarna biru.
Sebenarnya ia tak mau ikut. Tapi setelah dipaksa sedemikian rupa oleh kedua teman sekamarnya, akhirnya gadis itu menyerah juga. Lagipula tidak buruk juga, sekali-kali ikut pesta formal seperti ini.
"Jadi bunga dinding itu lumayan menyenangkan," Kurapika berkomentar senang, sambil menikmati alunan musik oriental yang sedang diainkan itu. Sementara kedua sahabatnya hanya memasang tampang cemberut. "Kalian kenapa?"
"Dua lelaki yang janjian denganku malam ini tidak bisa datang! Sekarang, Joth, juga belum datang!" keluh Neon kesal.
"Kakakku juga kenapa terlambat ya?" Shizuku bergumam, seraya melirik jam tangan yang meililit pergelangan tangannya.
"Baguslah. Kalian bisa menemaniku menjadi bunga dinding di sini,"
"Tidak lucu," komentar kedua sahabatnya kesal. Kurapika hanya tersenyum kemenangan, menanggapinya.
Para tamu pun semakin berdatangan membuat ruangan yang tadinya sangat luas itu terasa semakin sempit. Apalagi saat alunan musik dansa mulai diputar, dan para pasangan pun memulai gerakan mereka langkah demi langkah untuk berdansa.
Semua orang berdansa, kecuali ketiga gadis ini. Neon baru saja menerima kabar, bahwa ketiga lelaki yang janjian dengannya tidak bisa datang, karena urusan mendadak. Kakak Shizuku pun belum kelihatan batang hidungnya. Sementara Kurapika hanya diam, menikmati alunan musik yang indah itu.
"Aku mau ambil makanan dulu," ucapnya seraya pergi, meninggalkan kedua sahabatnya yang dilema keputus-asaan.
Kurapika berjalan, dengan langkah pelan, karena saat ini ia mengenakan high heels setinggi 4 cm, yang ia beli beberapa bulan silam, tentunya dengan paksaan neon. Gaun yang dipakainya saat ini adalah hadiah dari ayahnya, saat ulang tahunnya dulu. Gadis itu mengambil sebuah piring kecil, dan mulai mengambil kue yang tersaji di meja yang besar itu.
Bukk!
Tanpa sengaja bahunya menabrak sesuatu yang keras, namun terasa seperti manusia. Refleks gadis itu menoleh, mendapati seorang pemuda berkacamata bundar, berambut hitam agak jabrik, dengan hot dog yang memenuhi mulutnya.
"Maaafffaaan affhuu!" ucap pemuda itu seraya membungkuk, seraya menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal itu. Kurapika menaiikkan sebelah alisnya, tidak mengerti.
Pemuda itu pun berupaya menelan seluruh hot dognya. Cengiran nampak jelas di wajahnya yang terlihat ramah. "Maaf!" ucapnya tetap tersenyum, memamerkan deretan giginya yang putih.
"Ah, tidak masalah. Aku yang ceroboh," Kurapika berujar ramah.
"Kakak," panggilan seseorang yang begitu familiar bagi keduanya menunda obrolan mereka berdua. Keduanya menoleh ke sumber suara, mendapati Shizuku yang kini berkacak pinggang di sana.
"Ah, Shizu! Aku mencarimu sedari tadi!"
"Mencari apa? Kakak hanya makan saja!" Shizuku berujar kesal, sedangkan Kurapika menaikkan sebelah alisnya, bingung.
"Aku 'kan lapar, setelah perjalanan jauh!"
"Dia kakakmu?" ia mengambil kesimpulan, sukses menghentikan perdebatan ringan dari—yang diduganya— kakak beradik itu. Sosok Kurapika yang tadi sempat terlupakan pun kini jadi pusat perhatian dari kedua orang itu.
"Ah iya. Perkenalkan, dia Leorio Paladiknight! Kakakku. Kakak, dia Kurapika Kuruta, salah satu teman sekamarku," Shizuku menjadi penengah, antara kedua orang itu.
"Ooh, jadi kau yang bernama Kurapika Kuruta? Shizu sering bercerita tentangmu! Katanya kau penulis yang sangat berbakat?"
Kurapika tersenyum malu. Ia tak begitu suka dipuji seperti itu, namun ia hanya membalasnya dengan seulas senyum tipis. "Senang berkenalan dengan anda,"
"Kurapika, kau mau berdansa denganku?" ajak pemuda itu, sukses mengagetkan kedua gadis itu.
"Ah, tapi... tapi aku tidak bisa dansa..."
"Kakak! Kalian baru kenal! Mana sopan santunmu?"
Leorio hanya menyengir lebar. "Kau tidak keberatan 'kan, Nona Kuruta?"
Kurapika tersenyum penuh arti. "Tidak usah. Lagipula, aku tidak bsia berdansa," tolaknya halus, tak ingin membuat lelaki berkacamata itu tersinggung. Mata birunya lalu tertuju pada gadis berambut pink, yang saat ini tengah bersandar di dinding, memasang wajah cemberut. Kurapika bisa melihat sirat kekecewaan di mata Neon yang besar. "Bagaimana kalau berdansa dengan Neon saja? Dia ahlinya," tawarnya.
"Ah, benar juga! Di sekolah, Neon yang paling hebat, dalam urusan berdansa!" Shizuku menyuarakan pendapatnya.
Leorio menyerngitkan kedua alisnya. "Neon... Maksudmu teman dari keluarga kaya raya itu?" Shizuku dan Kurapika mengangguk. "Ah, aku merasa sangat tersanjung, kalau bisa berdansa dengan putri keturunan Nostrad itu..." pria itu bergumam.
Tanpa berkata apa-apa lagi, Kurapika langsung saja berlari kecil menuju gadis bersurai pink itu, dan memegang kedua tangannya. Neon yang diperlakukan seperti itu hanya menyerngit kaget. "Eh, ada apa Kurapika?"
Yang ditanya hanya tersenyum tipis. "Kau belum menemukan pasangan dansamu 'kan?" sebelum mendapat jawaban dari Neon, Kurapika sudah keburu menarik tangannya menuju tepat di depan Leorio.
"Eh?" kedua orang itu nampak bingung. Namun tersirat semburat kemerahan di pipi putra sulung keluarga Paladiknight itu.
"Ada apa ini?"
"Perkenalkan Neon, dia Leorio, kakakku. Dia bilang mau berdansa denganmu," Shizuku angkat bicara, sukses membuat Neon dan Leorio melototinya dalam kebingungan.
.
.
Suasana aula SMU Putri Memorial Licoln nampak begitu sunyi, begitu musik dansa bernuansa slow dimainkan. Para pasangan pun semakin menikmati dansa mereka, terhanyut dalam indahnya musik malam itu.
Tidak termasuk dua gadis cantik yang saat ini tengah bersandar di dinding, namun ikut menikmati alunan musik merdu itu. Seorang gadis pirang nampak memakan kue yang dipegangnya, sedangkan gadis berkacamata di sampingnya hanya menghela nafas panjang, entah untuk yang kesekian kalinya.
"Sebenarnya kakak datang ke pesta ini untuk apa sih? Sepertinya dia begitu menikmati berdansa dengan Neon!" Shizuku menggerutu kesal.
"Bukannya itu bagus?" Kurapika berujar cuek, seraya memasukkan kuenya ke dalam mulutnya hingga habis.
"Bagus sih... Baru kulihat juga Neon sebahagia itu. Tapi... masa kita jadi bunga dinding berdua di sini?"
Kurapika lalu meletakkan piring kecilnya yang sudah kosong. "Tidak akan berlangsung lama. Aku mau kembali ke asrama!"
"Eh, kenapa?" Shizuku terlihat terkejut.
Gadis itu tersenyum tipis. "Aku merasa seperti bukan diriku di sini," setelah mengatakan itu, Kurapika pun sedikit mengangkat roknya, lalu berjalan menerobos para pasangan yang kini sedang berdansa.
.
.
Aku menikmati pesta penerimaan siswa baru di aulaku. Menurutku, menjadi bunga dinding itu cukup menyenangkan, bisa melihat para pasangan berdansa dengan senangnya, diiringi dengan alunan musik merdu yang indah. Hari ini pertama kalinya aku melihat kakak Shizuku, Leorio Paladiknight. Sepertinya dia orang yang ramah, dan baik hati. Dan sepertinya... Dia menyukai Neon. Dapat kulihat dari semburat merah yang ada di wajahynya. Ayah... sebenarnya aku berharap, malam ini kau bisa datang, menjadi pasangan dansaku. Pasti menyenangkan!
Salam,
Kurapika Kuruta...
Kurapika membaca suratnya kembali, mencari tahu jika ada kata-kata yang kurang tepat. Ia disekolahkan oleh ayahnya, karena kemampuan menulisnya yang menakjubkan, dan ia berjanji tidak akan megecewakan orang itu. Namun senyuman sumirgah itu pun lenyap, begitu menyadari bahwa suratnya terlalu berlebihan, dan terlalu lancang. Sebuah kesalahan kecil yang sangat kasat di matanya, namun mungkin tidak terbaca oleh orang lain.
Gadis itu pun segera merobek kertasnya, meremasnya lalu membuangnya ke tempat sampah.
Dengan lemas ia langung merebahkan tubuhnya di kasur, memeluk selimut erat-erat, dan menanamkan wajahnya di sana. 'Ayah... Kapan aku bisa bertemu denganmu!?'
.
~May I Meet You, Dad?~
.
Gadis itu semakin merapatkan tubuhnya dalam selimut tebalnya yang hangat. Sesekali gadis itu mengerang kedinginan, begitu hawa dingin langsung menembus kulitnya yang memang tipis itu.
Musim dingin kota YorkShin tahun ini memang menjadi yang terdingin, dari tahun-tahun sebelumnya. Jalanan pun nampak sepi, tanpa adanya orang-orang yang berlalu lalang di sana. Termasuk ketiga gadis yang saat ini tengah berkumpul di depan perapian ini, berusaha menghangatkan tubuh mereka.
"Kalian kenapa?" Kurapika bertanya dengan santai, seraya menuang coklat panasnya ke dalam cangkirnya. Sementara kedua sahabatnya itu nampak bagaikan kura-kura, yang bersembunyi di balik cangkangnya yang hangat.
"Aku tidak suka dingiiiinn!" Neon menggerutu, seraya merapatkan badannya lebih erat lagi. "Kau tidak kedinginan, Kurapika?" ia bertanya, dengan suara gemetar.
Yang ditanya hanya mengangkat bahu. Di panti asuhan dulu, Kurapika sudah biasa dengan suhu yang ekstrim. Ia selalu merasakan dingin yang teramat sangatmenusuk tulangnya, atau suhu panas yang serasa membakar kulitnya. Daya tahan gadis itu tak tanggung-tanggung lagi. Itulah yang membuatnya kebal dari suhu sedingin ini.
"Tidak juga," ujarnya santai, sukses mengagetkan kedua temannya.
"Hebaaatt!" keduanya bergumam kagum.
"Ngomong-ngomong, kau sudah mendapatkan hadiah dari keluargamu?" Shizuku bertanya, membuka obrolan baru bagi mereka.
Kurapika hanya diam. Ia sama sekali belum mendapatkan hadiah sampai saat ini. Mungkinkah tuan Hisoka sangat sibuk, saking sibuknya ia lupa memberi gadis itu hadiah? Atau... Menurutnya Kurapika tidak penting, untuk diberi hadiah? Gadis itu segera menepis pikiran yang menurutnya sangat lancang itu.
"Aku dapat banyak hadiah! Ah iya! Bagaimana kalau malam ini kita membuka kado kita bersama!? Pasti menyenangkan!" usul Neon bersemangat. Seolah rasa dinginnya menguap entah ke mana.
"Ya, aku setuju!"
Melihat wajah penuh antusias dari kedua sahabatnya, membuat Kurapika langsung menutup mulut, begitu hendak untuk menolak.
.
.
Ia berjalan menelusuri jalan kota YorkShin yang nampak masih begitu sepi. Hari ini hari minggu. Para siswi SMU Memorial Licoln pun lebih memilih berdiam diri di rumah, menghangatkan tubuh mereka masing-masing. Terkecuali gadis yang satu ini. Ia masih dalam perjalanan, pulang dari gereja.
Angin berhembus, sukses membuat Kurapika kedinginan. Ia semakin merapatkan mantelnya, serta semakin mempercepat jalannya. Saat ini gadis itu tegah mengenakan celana panjang serta sepatu boot hitam dan mantel coklat panjang hingga paha, serta t-shirt biru tua sebagai dalamannya. Syal biru pun melilit lehernya dan sarung tangan merah , agar kehangatan semakin terasa. Sebuah topi merah pun melengkapi penampilannya.
'Ayah... Apakah aku berdosa telah membohongi teman-temanku?' gadis itu berpikir sedih. Air matanya menggenang di pelupuk matanya.
'Andai kau ada di sini... Sudah dua tahun... Sudah dua tahun aku menanti kedatanganmu...' langkah gadis itu terlihat gontai.
"Ayah..."
"Awas!"
Kurapika merasakan sebuah tarikan keras pada lengannya, menariknya dengan keras hingga ia kehilangan keseimbangannya.
Semuanya terjadi begitu cepat. Saat sebuah limosin mewah melaju cepat, tepat di depannya. Gadis itu menyadari kecerobohannya. Hampir saja ia tertindas oleh kendaraan milik orang kaya itu. lama ia terdiam, sampai sebuah pergerakan kecil menyadarkannya. Gadis itu menoleh ke bawah, mendapati seorang pria tampan yang menatapnya datar. Pria itu... berada tepat di bawahnya.
Kurapika langsung menjauhkan dirinya. Jantungnya berdebar keras. "M—maaf!" ucapnya kaget, belum bisa mencerna betul apa yang sebenarnya terjadi.
Pria itu lalu terbangun, hingga posisi duduk, dengan kaki mengangkang. Dan Kurapika berada di antaranya. "Kau baik-baik saja?" tanyanya tetap dengan wajah datarnya. Tapi gadis itu bisa merasakan sirat keramahan dari pria tampan ini.
Saat ini jarak antara wajah mereka begitu dekat, hingga ia bisa melihatnya dengan jelas. Pria itu memiliki mata bagaikan batu onyx yang hitam kelam yang besar, hidung mancung, dan pahatan wajah yang begitu sempurna. Kulit pria itu sangat putih. Hampir menyerupai mayat hidup. Gadis itu bahkan tak sadar, bahwa ia telah terhipnotis oleh tatapan mata hitam pria itu, hingga tanpa sadar ia terus menatap bola matanya yang tak berdasar itu.
"Nona?" panggilan pria itu seketika menyadarkan Kurapika kebali ke alam nyata. Gadis itu segera merangkak mundur, karena kakinya seolah belum bisa mengangkat beban tubuhnya.
"A—aku... Aku baik-baik saja!" ia berkata dengan cepat.
Senyuman tipis mengembang di wajah pria misterius itu. "Syukurlah. Lain kali anda harus lebih hati-hati..." ucapnya, seraya mengangkat tubuhnya, berdiri. Ia lalu menepuk-nepuk bagian belakang celananya, membersihkannya dari kotoran.
Diulurkannya tangan besarnya itu, pada Kurapika yang masih terdiam. "Lain kali anda harus lebih hati-hati,"
Tanpa menerima uluran tangan itu, Kurapika langsung berdiri. Ditatapnya lelaki pemilik surai hitam berkilauan itu dengan tatapan penuh terima kasih. "Terima kasih banyak!" ucapnya seraya membungkuk hormat. "Hampir saja saya—"
"Jangan berkata yang tidak-tidak," potongnya cepat, sukses membungkam gadis itu. "Saya permisi,"
Belum sempat pria itu melangkah pergi, mata biru Kurapika lalu menangkap noda merah pada lengan pria itu. Tentu saja, saat ini pria itu hanya mengenakan celana panjang hitam, dan kemeja putih. Jas hitam yang tadi menggantung di bahunya kini terkapar di tumpukan salju, terlempar saat ia menyelamatkan Kurapika tadi. Gadis itu segera menarik lengan pria itu, lalu melepasnya segera. Sadar akan perbuatannya yang tidak sopan.
"Anda terluka," ucapnya.
Pria itu menatap lengannya sejenak, lalu kembali menatap gadis itu dengan senyum mempesona. "Mungkin tergores di trotoar tadi. Aku akan pulang, dan segera mengobatinya,"
"Tidak." Ucap Kurapika dengan nada tegas. "Biarkan saya mengobati anda!"
.
.
Di sinilah mereka. Di dalam sebuah perpustakaan besar, hangat, dan penuh buku. Perpustakaan itu nampak sepi, hanya ada mereka berdua saat ini. Tentu saja! Suasana sepi hangat nan tentram ini pasti mengundang rasa kantuk bagi para pengunjung. Betapa memalukannya, kedapatan tertidur di perpustakaan?
Kurapika membalut lengan kekar pria berambut hitam itu, dengan perban putih. Dilakukannya dengan hati-hati, takut membuatnya kesakitan. Ya, setelah kejadian tadi, Kurapika memaksa pria itu untuk masuk ke perpustakaan. Mereka berdua pun meminta perban pada si pengurus perpustakaan, dan untungnya ia memilikinya.
"Siapa namamu?" tiba-tiba pria itu berkata, sukses membuat Kurapika mendongkak kaget.
Gadis itu kembali menunduk, membalut lengan pria itu. "Aku Kurapika. Kurapika Kuruta..."
Hening.
"Anda?" gadis itu balik bertanya, seraya mendongkak. Perban di lengan pria itu kini sudah rapi, terikat dengan baik.
Senyum tipis terukir di wajah tampannya. "Kau tidak bersikap formal begitu, Kurapika. kau bisa memanggilku Kuroro,"
"Kuroro?" Kurapika mengulang nama pria itu.
"Ya. Ngomong-ngomong, sedang apa kau berjalan dingin-dingin sendirian seperti tadi?"
Kurapika merapika kotak obat yang diberikan pengurus perpustakaan tadi. "Aku dari gereja. Kau sendiri, err... Kuroro?"
Senyuman geli terukir di wajah lelaki itu, sukses membuat Kurapika menyerngit bingung. "Aku baru saja sampai ke kota ini. aku ada urusan pekerjaan di sini,"
Gadis itu mengangguk mengerti. Kuroro hanya tersenyum tipis, diam-diam mengagumi sifat gadis di depannya ini yang senantiasa selalu tenang.
Ia lalu berdiri, dan memakai mantelnya. "Kalau begitu aku pergi dulu Kurapika. kuharap kita bisabertemu lagi, dan... Senang berkenalan denganmu," ucapnya ramah, seraya meninggalkan tempat itu. meninggalkan Kurapika dalam keheningan.
.
.
"Waaahh! Cantiknyaaa!" Shizuku berujuar kagum, begitu melihat gaun pink dengan banyak renda yang saat ini dipegang Neon. "Ini dari Bibimu yang ada di Jerman yah, Neon?"
Yang ditanya hanya mengangguk senang. "Ya! Bibi Castelle memang sangat tahu seleraku!" ucapnya senang. "Tapi gaun ini tidak secantik gaun yang diberikan oleh kakak sepupumu 'kan, Kurapika...?" Neon berpura-pura cemburu, seraya menatap gaun putih indah dengan pita besar di bagian pinggang, yang saat ini diletakkan rapi di sofa.
Kurapika hanya tersenyum tipis. "Tidak juga. Menurutku gaunmu jauh lebih indah kok!"
"Benarkah? Kau memang baik, Kurapika!"
Saat ini sesuai janji, mereka bertiga pun membuka kado mereka masing-masing. Alhasil, kamar mereka penuh dengan kotak, bungkus kado, pita, serta hadiah-hadiah natal yang mewah-mewah. Kehangatan serta rasa persahabatan memenuhi ruangan itu.
Mata besar Shizuku lalu tertuju pada sebuah kotak biru sedang, yang tergeletak di lantai. Tangan mungilnya pun meraih kotak itu, dan membukanya. Didapatinya sebuah buku kecil tebal bersampul biru, dan juga sepucuk surat.
"Neon, ini dari siapa? Nama pengirimnya tidak dicantumkan, tapi ada suratnya..." ia bertanya, seraya menyerahkan kotak yang sudah terbuka itu pada sahabat dekatnya yang satu ini.
Neon menatap buku itu dengan bosan. "Apa di surat itu tertulis ; Neon, harusnya kau lebih banyak belajar! Benar 'kan?"
Shizuku nampak membaca tulisan itu, lalu mengangguk bingung. "Ya! Kenapa kau bisa tahu?"
Neon nampak menghela nafas panjang. "Dia pamanku, adik bungsu ibuku. Dia selalu saja menasehatiku untuk belajar!" ucapnya malas.
"Bukannya itu bagus?" Kurapika berkomentar.
"Tapi diajuga selalu melanggar kok! Dia tak pernah mau menuruti permintaan kakek! Mentang-mentang dia anak yang paling disayangi nenek!"
"Memang usianya berapa? Kenapa begitu kekanak-kanakan begitu?"
"Ya, masih muda sih. Dia baru berusia sekitar 26 tahun. Padahal sudah matang! Tapi dia sama sekali tidak berniat untuk menikah!" Neon berkata, layaknya ibu penjaga asrama yang sedang bergosip. Kedua sahabatnya hanya diam mendengarkan.
"Memang wajahnya bagaiamana?"
"Ya... Menurutku dia pria yang tampan. Sangat tampan malah! Berbagai gadis datang silih berganti, tapi semuanya dia tolak!"
Shizuku mengangguk mengerti. "Pasti merepotkan sekali..." gumamnya.
"Ah, kita tidak usah membahasnya! Ohya! Ini kotak apa, Shizu?" ujar Neon seraya mengambil salah satu kadi Shizuku, sebuah kotak panjang, dibungkus dengan kertas kado volkadot, dan pita merah bergaris biru.
"Ahh! Ini dari kakak!"
"Leorio!?" Kurapika dan Shizuku nampak terkejut, melihat tingkah Neon yang begitu antusias. Shizuku hanya bisa mengangguk kaku. "Y—ya..."
"Ayo cepat buka!"
Shizuku hanya menurut. Dibukanya kotak itu, dan melihat isinya. Tiga buah jam tangan, berbeda warna. Yang satu berwarna pink, yang satu abu-abu, dan yang satunya lagi berwarna biru. Bentuknya sama saja, dengan angka romawi sebagai penunjuk waktunya.
Terdapat sepucuk surat di sana, dan Shizuku pun mengambilnya lalu membacanya.
"Selamat natal, Shizu-chan! Jam ini untuk kau, Neon, dan Kurapika. Kuharap kalian menghabiskan natal di sana dengan penuh sukacita..."
"Eeehh!? Jadi yang satu milikku?" Neon bertanya dengan tidak sabar.
"Ya! Lihat! ketiganya kembar! Aku mau yang abu-abu saja..." ujar Shizuku senang. Tanpa ditanya lagi, Neon pasti mengambil jam tangan yang berwarna pink.
Kini tersisa yang biru. Mau tidak mau, Kurapika harus mengambil, dan memakainya. Senyuman tipis terukir di wajah cantik gadis itu. "Sampaikan rasa terima kasihku pada kakakmu, Shizuku," Kurapika berujar miris, dan untungnya tak disadari oleh kedua sahabatnya.
"KYAAAAA! Aku senang sekali mendapat hadiah dari Leorio!" ucap Neon ceria. "Di antara kita bertiga, hadiah Kurapika yang paling banyak ya?"
Perkataan itu nampaknya mengagetkan Kurapika. gadis itu hanya tersenyum terpaksa. "Tidak juga..."
.
.
Blamm!
Kurapika menutup pintu kamarnya, lalu bersandar di pintu, sebelum ia semakin turun, hingga terduduk di lantai yang dingin. Tangannya memeluk lututnya sendiri. Kamarnya nampak pengap, oleh hadiah-hadiah yang berserakan di mana-mana. Puluhan koin emas berserakan di atas meja belajarnya bersama dengan sepucuk surat yang sudah terbuka di sana.
'Ayah... aku berbohong lagi...'batinnya. 'Aku hanya mengharapkan hadiah darimu ayah. Meski hanya satu...'
Kurapika, maaf, Ayah tidak sempat membelikanmu ayah sangat sibuk. Ayah hanya bisa mengirimimu uang, untuk natal kali ini. Kau bisa membeli apa pun yang kau sukai...
Salam,
Hisoka
Kurapika bahkan tidak tahu, siapa sebenarnya yang ia bohongi. Teman-temannya, atau dirinya sendiri... Gadis itu semakin menanamkan wajahnya di lututnya, dan menangis dalam diam.
.
~May I Meet You, Dad?~
.
"Kyaaaaa! Apaaaa!?" jeritan Neon pada tempat menelpon umum itu sukses menghentikan langkah Kurapika, yang saat ini meneteng buku-buku pelajaran. Gadis itu menoleh, mendapati Neon yang kini sedang bertelpon dengan dramatisnya.
"Tapi paman! Ini... ini terlalu mendadak!" tatapan mereka bertemu. Neon nampak memberi instruksi pada Kurapika untuk mendekatinya, dan Kurapika menurutinya.
Gadis bersurai merah muda itu lalu menutup telpon bagian bawah, dengan jemarinya yang lentik. "Kurapika, kau bisa membantuku?" ia bertanya dengan suara berbisik.
Kurapika mengerutkan kedua alisnya. "Apa?"
"Tolong bawakan suratku ini ke depan, untuk di antar ke kantor pos! Pamanku sedang menelpon, katanya dia sedang ada di kota ini, bahkan di sekolah kita! Aku berusa untuk menyuruhnya kembali ke hotelnya dulu, tapi dia tidak mau mendengarkan. Tolong ya~Ah! Nanti aku akan menyusulmu di hotel, pamaaaann!" Neon pun kembali bertelpon, mengabaikan Kurapika.
Gadis pirang itu hanya mengangkat bahu, seraya mengambil surat milik Neon, lalu melanjutkan jalannya. Toh, dia juga mau keluar.
.
.
Kurapika baru saja menyerahkan surat Neon pada petugas pos surat, yang biasanya memang menunggu di depan gerbang sekolahnya, menyerahkan surat-surat untuk siswi-siswi di sana, dan menerima surat dari mereka untuk diantarkan pada orang tua, kerabat, atau teman mereka.
"Tidak mengirim surat untuk tuan Hisoka, nona Kuruta?" Pak Pos itu mencoba menggoda gadis itu. Tentu saja ia mengenal gadis yang saat ini tersenyum ramah ke arahnya. Satu-satunya gadis yang hampir setiap minggu mengirim surat untuk ayahnya.
"Ayah sedang sibuk," Kurapika menjawab dengan ramah, namun tidak menutup sirat lesu dari suaranya.
"Ya, kuharap ayahmu baik-baik saja. Aku pergi dulu, Nona Kuruta..." ucap tukang pos itu, seraya berlalu pergi, meninggalkan Kurapika sendirian di sana.
Gadis itu menghela nafas berat. Ia sempat berpikir, apakah Tuan Hisoka merasa kesal, karena selalu mendapat surat darinya? Ayolah, lelaki itu sangatlah sibuk, membuatnya bahkan tak memiliki waktu untuk sekedar membaca surat dari bocah 18 tahun seperti Kurapika.
'Ayah...' gadis itu mengeratkan pegangannya pada buku yang dibawanya.
"Nona, apa anda mengenal gadis yang bernama Ne..."
Sebuah tepukan ringan di bahunya menyadarkan gadis itu. Hampir saja ia menangis, jika si penepuk tadi tidak memanggilnya. Gadis itu pun memaksakan diri untuk menoleh, meski saat ini ia tak ingin bertemu siapa pun.
Matanya membelalak, saat menyadari orang yang tadi menepuk bahunya adalah orang yang baru saja dikenalnya tiga hari yang lalu. Pria itu berdiri di sana, menatapnya dengan pandangan kaget yang sama seperti yang dikeluarkan oleh Kurapika.
"Kurapika?"
"K—Kuroro..."
Tess...
Air mata yang sedari tadi membendung pun menetes di pipi mulus gadis itu, sukses membelalakkan mata Kuroro untuk yang kedua kalinya.
.
.
.
~TO BE CONTINUED~
.
Hahahahahahahahaha! *tawa laknat* Akhirnya fik laknat ini selesai jugaaaa! TT^TT *nangis terharu*
Gomen, kalo ficnya abal, gaje, nan jelek! Soalnya Natsu ngerjainnya buru-buru, dalam keadaan perut yang menyiksaaaa!D"X Apalagi ada nenek sihir serem bin galak yang terus menghantui Natsuuu! *lirik whitypearl*
Yaaa... meski harus berterima kasih juga, bisa dapat lagu-lagu keren buat bangkitin mood! X3
Ohya Minna! Fic ini khusus buat IFA HxH Indo, entah apa, Natsu lupa namanya! -.-
Natsu cuman ikut memeriahkan aja! Dan insya allah fic ini bakal jadi 3 chapter, dan bakal Natsu usahain tamatin tanggal 15 nanti! XD
Fic ini terinspirasi dari entah itu drama, novel, anime, atau komik, jelasnya judulnya Daddy Long Legs! Dulu Natsu pernah nonton animenya, di Space Toon! XD
Yosh! Akhir kata, review pleaseeee! XD
~ARIGATO~
.
NATSU HIRU CHAN
