Kita

'Kyumin Story' - yang tidak terdefinisi...


Aku dan kau bertemu, entah itu takdir atau bukan. Awalnya kita saling mengacuhkan. Namun karena formalitas, kita mulai membuka diri dan bicara. Aku menganggapmu dingin saat pertama.

Tapi setelah beberapa lama, aku melihat sisimu yang lain. Kau yang hangat dan manis. Bodohnya, itu membuatku sadar, bahwa aku sudah terjerat disana.

Saat semakin jauh kita bersama, aku semakin gila. Gila karena perasaan yang orang sebut cinta.

Saat malam datang, aku bertanya, entah pada siapa, "Apa ini boleh? Apa aku diijinkan untuk tetap merasakan cinta ini untuknya?" Tidak ada yang menjawab.

.

.

Suatu hari, aku datang padamu dengan kegilaanku. Aku berlari memelukmu, dan mengatakan hal yang selama ini terpendam.

Kau hanya diam. Aku khawatir, apakah setelah ini semuanya akan baik-baik saja? Apa kau dan aku masih akan sama? Tapi Tuhan mengirimkan jawabannya lewatmu. Lewatmu yang menarikku dan memberikan satu ciuman lembut. Aku merasakannya, perasaanmu, kita sama-sama memilikinya.

Hari terus berganti, kita sekarang berbeda. Bila dulu aku dan kau bernama sahabat, kini kita adalah kekasih. Tapi aku tahu, ini tidak banyak merubah apapun. Aku yang masih manja padamu.

Aku yang masih protektif padamu. Kau pun sama, kau masih dengan sabar menghadapi sifat manja dan kekanakanku. Kau yang selalu menghangatkanku. Kita saling membagi tawa dan tangis. Kita saling membagi cinta, kita bahagia.

.

.

Tapi, ini semua ternyata tidak sesederhana itu. Kau tiba-tiba datang padaku. Mengatakan bahwa ini semua harus berakhir. Bohong jika aku tidak merasa terluka.

Aku mencoba menahan emosiku. Berusaha bersikap dewasa meski sulit. Kau mengatakan alasannya, kau bilang kau mencintai yang lain. Aku tidak terima, kita sudah sejauh ini. Namun, air mata yang tiba-tiba mengalir dari matamu, membuatku luluh.

Seharusnya, jika kau menemukan cinta baru, cinta yang orang-orang sebut normal, kau menunjukkan senyum indahmu. Tapi kenapa justru tangis?

Saat itu aku sadar, kau tidak bahagia. Cintamu masih disini, bersamaku. Meski begitu, aku memutuskan untuk menerima keputusanmu. Aku tidak ingin lagi egois. Pada akhirnya kita berpisah.

Aku mengijinkanmu pergi dari sisiku untuk bersamanya. Tapi, aku mohon padamu untuk tetap menunjukkan senyum dan tawa meski itu pura-pura sekalipun.

.

.

Sekarang disini, di tempat dimana aku dan kau menjadi kekasih, cintamu masih ada, menemaniku. Mereka boleh memiliki ragamu, tapi dari awal hingga akhirnya nanti, cintamu, hanyalah milikku. Aku mencintaimu.


note : apapun itu, saya juga tidak tau knp saya membuat cerita ini setelah lama saya membuat cerita. yah, saya cuma ingin menulis ini saja, dan yah membaginya... terima kasih