Hoooolllllaaaaaaaa.....

tanpa basa basi busuk ku persembahkan fic gaje yang tak bermutu ini. Yang mau baca, yag mau review. Yang mau ngflame, bahkan buat yang gag sudi nglirik, sumonggo kerso....

disclaimer: Masashi Kishimoto

warning: berisi hal-hal yang.... nilai aja sendiri!

HEAL AND HURT

Sakura's POV

Aku menundukkan kepalaku untuk menghindari onyx yang tengah memandang wajahku. Aku tak mampu bila harus membalas tatapannya. Tatapan onyx yang selalu membuat lumbung hatiku terisi perasaan ganjil. Perasaan yang meresahkan jiwaku... Perasaan yang memperkosa batinku... Perasaan yang selalu membuatku ingin dekat dengannya saat dia jauh, dan ingin jauh darinya ketika dia di sisiku... Karena aku tak berdaya mengendalikan getaran hebat yang meleburkan tulang-tulangku... Tak ada yang bisa ku buat dengan perasaan ini.

"Sakura, kau mendengarku?" ucapannya begitu dingin menabuh gendang telingaku.

"I-iya Sasuke..." aku mengangkat wajahku. Mata onyxnya mengunci emeraldku. Ada rasa yang begitu akrab menyusuri arteriku dan bermuara di paru-paruku. Rasa itu meronta namun aku tahan. Selalu begitu...

"Hn," Sasuke membalikkan tubuhnya. Memasukkan kedua tangannya di saku jaket yang ia kenakan dan melangkah pergi.

Aku masih terlalu sibuk bergumul dengan perasaanku saat sebuah tangan hangat menepuk bahuku.

Aku berbalik dan mendapati seseorang tengah tersenyum padaku. "Itachi-kun..." aku membalas senyumnya.

Onyx... Lagi! Tapi kali ini begitu berbeda. Onyx yang sama tajamnya dengan onyx yang baru saja berlalu itu tak menimbulkan efek apapun di hatiku. Tak ada gemuruh rasa yang membuatku lemas menahannya.

"Sedang apa Sakura?" tanya Itachi dengan suara beratnya.

"Ah, tak ada... Tadi Sasuke-kun baru saja kemari untuk menyampaikan pesan dari Kakashi sensei..."

"Ouh..." hanya itu yang terlontar dari mulut Itachi.

Itachi dan Sasuke... Di mataku, Uchiha bersaudara itu serupa namun jauh berbeda. Dari segi fisik, mereka sama-sama menarik. Sikap mereka yang kalem dan terkesan dingin khas Uchiha merupakan magnet terkuat yang mampu menyedot perhatian seluruh wanita di Konoha.

Bila aku menatap mata Uchiha bungsu, onyx itu begitu menusuk dan membekukan. Namun, saat emeraldku bertemu dengan onyx Uchiha sulung, sorot dingin darinya sangat menyejukkan. Ibarat musim, Sasuke adalah musim dingin yang angkuh merengkuh Konoha dan Itachi adalah musim panas yang melelehkan congkak gunung-gunung es di musim dingin, meski tak semua orang menyadarinya.

"Sakura!!!" seru Ino menghancurkan keheningan antara aku dan Itachi.

Gadis berambut pirang itu mendekat ke arah kami berdua.

"Ah, Itachi-kun... Selamat siang," sapanya pada Itachi. Itachi hanya menyunggingkan senyum tipis di wajah rupawannya.

"Sakura, aku ingin mentraktirmu makan dango..." ia melirik ke arah Itachi. "Dan kalau tak keberatan, Itachi-kun boleh ikut bersama kami," tawarnya.

Itachi menggelengkan kepalanya. "Terima kasih. Aku harus segera kembali ke rumah..." tolak Itachi halus.

"Wah, sayang sekali. Padahal kan aku ingin ngobrol dengan Itachi..." keluh Ino.

"Sampai jumpa semuanya..." pamit Itachi.

Pemuda dengan perawakan seperti Sasuke itu segera pergi menjauh dari kami.

"Itachi keren sekali ya Sakura..." kata Ino saat telah berada di kedai dango. "Seperti Sasuke," lanjutnya.

Aku berpaling kepadanya saat mendengar nama Sasuke disebut.

"Tentu saja Itachi lebih menyenangkan daripada si bungsu Uchiha itu..." gumam Ino seperti mengerti arti tatapanku.

"Sebenarnya Sasuke juga menyenangkan. Hanya saja dia..."

"Sasuke?! Menyenangkan?!" potong Ino cepat. "Yang benar saja... Cowok angkuh macam dia sama sekali tidak menyenangkan..."

"Jika kita bisa memperlakukan Sasuke dengan cara yang dia inginkan, dia adalah seorang pribadi yang menyenangkan."

"Ah, kau suka padanya ya?" goda Ino, sukses membuat darahku menjalar cepat hingga ke pipi.

"T-tidak! Ten-tentu saja tidak! Aku hanya menilai," elakku.

"Jujur saja Sakura, aku kan sahabatmu. Lagi pula Uchiha memang tak bisa ditolak."

"Tapi aku tidak mencintai Sasuke..."

"Kalaupun iya, tak masalah kan?" Ino menyikut lenganku, mencoba mencari kepastian.

Aku terdiam. Apa arti perasaan yang selama ini mengamuk di dadaku saat aku dekat dengan Sasuke? Kami-sama... Benarkah bila aku... Mencintai Sasuke???

Uchiha tak bisa ditolak???

Mencintai Sasuke???

Arrrghhh... Aku meremas rambut pink-ku, frustasi.

Sepanjang perjalanan menuju ke rumah, aku terus saja memikirkan ucapan Ino. Aku bisa saja berkata padanya bahwa aku tak mencintai Sasuke, tapi hati tak akan pernah bisa berdusta.

Dia... Uchiha Sasuke yang membuatku tenggelam dalam insomniac karena terjerat rindu ingin berjumpa padanya. Dia yang selalu membuat hatiku bergoncang hebat hanya dengan mendengar suaranya. Dia yang meluluh lantakkan segala keangkuhan perasaanku dengan onyxnya...

"Ugh!" desisku saat sesuatu yang keras menghantam bahuku.

"Sasuke?" ujarku pelan saat menyadari orang yang telah menabrak tubuhku.

Matanya menatapku tajam. Ada kepedihan terpancar dari onyxnya yang kelam. Rasanya hatiku tersayat melihat pancaran matanya.

Tanpa berkata apapun ia segera berlari meninggalkan aku sendiri yang masih diliputi rasa ingin tahu.

Saat aku berbalik untuk kembali melanjutkan perjalanan seorang gadis berambut indigo tengah mematung memandangi tempat Sasuke menghilang. Wajah ayunya terlihat sendu.

"Hinata?"

Sasuke's POV

"Maaf Sasuke... Aku tidak bisa," ujar Hinata pelan.

Seluruh persendirianku melemas. Ada amarah dan kecewa yang menggedor dinding jantungku. Jawaban Hinata benar-benar membuat segalanya terasa menyempit hingga rusuk-rusukku pun terasa remuk. Seorang Uchiha Sasuke ditolak?!!! Aaarrrrrgggghhhhhh!!!

"Apa karena Itachi?" tanyaku tetap berusaha tenang meski hatiku panas.

Hinata menatapku dalam. Lavendernya berbicara bahwa ia tak tega membiarkan aku tahu hal yang sebenarnya. Terlambat! Aku sudah tahu segalanya... Dan itu menyakitkan.

"Hinata?"

"M-maaf..." ucapnya pelan sembari menundukkan kepalanya.

Aku menghela nafas berat. Rasanya ingin ku runtuhkan tembok di belakang Hinata berdiri. Amarahku sudah sampai di tenggorokkan dan siap ku muntahkan. Kenapa? Kenapa harus kakakku sendiri yang menghancurkan semua impianku dengan ratu hatiku, Hyuuga Hinata? Kenapa? Kenapa lagi-lagi Itachi merebut kebahagiaan dalam hidupku? Aku muak terus dibandingkan dengannya! Aku benci setiap orang mengagung-agungkan dirinya... Dan sekarang... Aku harus dipecundangi olehnya dalam urusan cinta? Brengsek!

"Sasuke..." gumam Hinta dengan nada bersalah.

Aku tak ingin mendengar apapun dari mulutnya. Akan terlalu menyakitkan bila aku terus menyaksikan wajahnya, mendengar suaranya... Aku tak bisa memilikinya! Dan semua itu karena Itachi brengsek itu!

Aku tak menghiraukan Hinata. Menemui Itachi dan membuat perhitungan dengannya! Ya! Hanya itu yang ada di kepalaku. Segera aku berbalik dan pergi meninggalkan Hinata.

Hinata terus saja memanggilku dan menggumamkan kata maaf. Telan saja kata maafmu, Hinata! Percuma! Aku tak akan bisa memaafkan keadaan ini. Itachi... Itachi yang harus dipersalahkan. Mengapa harus ada dia di antara kita? Mengapa harus dia yang ada di hatimu, bukan diriku? Keparat!

"Ugh!" desis seseorang.

Karena terlalu cepat berjalan dan tak memperhatikan keadaan sekitar, aku menabrak seseorang. Seseorang berambut pink yang kini tengah menatapku dengan heran.

"Sasuke?" gumamnya pelan. Mata emeraldnya memandangku penuh tanya.

Masa bodoh! Aku kembali berjalan untuk menemui Itachi. Dia harus menerima pelajaran. Dia tak boleh terus-terusan mengambil apa yang seharusnya aku miliki. Kesempurnaan hidup seharusnya menjadi milikku, bukan Itachi!

Brrraakkk!!!

Ku dobrak pintu kamar Itachi dengan seluruh tenaga yang ku miliki. Aku sudah tidak bisa merasakan sakit ketika tubuhku menghantam pintu yang keras itu. Sudah terlalu sakit. Di sini... Di hati ini.

"Brengsek kau Itachi!" aku berlari dan mencengkeram kerah baju Itachi, membuatnya berdiri dari duduknya.

"Maksudmu apa, Sasuke?" tanyanya tenang.

"Bajingan!" ku mendaratkan pukulan di muka kakakku itu, menyisakan warna biru di sana.

Iatchi terhuyung ke belakang. Sebelum dia sempat menemukan keseimbangan tubuhnya kembali, segera ku tendang perutnya, tepat di hatinya. Kau tidak tahu, Itachi! Kau tidak tahu rasa sakit yang mendera hatiku!

"Sas-Sasuke..." dia berusaha bangkit.

Payah! Segera ku himpit tubuhnya ke tembok dan ku cekik lehernya.

"Kau..." nafasku tersengal-sengal. Emosi dan lelah meleburr jadi satu. "Kenapa kau harus lahir di muka bumi ini, eh?" ku tampar wajahnya yang telah lebam. Itachi diam tanpa perlawanan.

"Orang busuk macam dirimu tak pantas menjadi kakakku. Kau hanya bisa merebut kebahagiaanku, adik kandungmu sendiri. Setelah semua yang kau punya, apa kau masih belum puas? Kau boleh mengambil semuanya, Itachi. Ketampanan, kecakapan, kekuasaan... Tapi jangan Hinata! Dia milikku!" luapku penuh kemarahan.

"Ak-aku t-ttidak m-men-cin-tainya..." ujar Itachi terputus-putus.

Plaaakkk! Satu tamparan kembali ku layangkan ke pipi kirinya.

"Tapi dia mencintaimu! Tak seharusnya kau memenangkan hatinya! Kau bajingan! Seharusnya kau mati!!!" aku mempererat cengekeramanku di lehernya.

"Mas-masanya dekat, S-ssas-uke... A-aku p-pas-pasti ma-ti..." Itachi kehabisan banyak oksigen. Ada sesuatu yang perih tiba-tiba menyusup dalam rongga hatiku. Meluberkan amarahku. Ku lepaskan cengkeraman tanganku di lehernya. Sorot mata onyx Itachi menghujam jantungku dan merobek paru-paruku.

"Kau bisa mengambil segala yang kau mau kalau aku mati..." gumamnya pelan, hampir tak terdengar olehku.

Aku menghembuskan nafas. Mengapa keadaannya harus seperti ini?

Ku pandangi tubuh Itachi yang masih berusaha tegak meski lemah. Wajahnya penuh luka dan darah. Aku baru sadar, kini kakakku itu makin kurus. Dia terlihat kuat di luar, tetapi sebenaranya dia rapuh dan... Ironis!

Aaarrrggghhhh!!! Siapapun dia yang telah mencuri hati Hinata tak akan pernah aku maafkan! Tak terkecuali dengan Itachi bagaimanapun keadaannya!

Aku menjauh darinya dan berjalan menuju kamarku.

Ku hempaskan tubuhku ke atas kasur. Ku pandangi langit-langit kamarku. Wajah Hinata terlintas di sana. Segera ku tepis bayangan itu. Dengan membayangkan wajahnya saja telah membuat aku gila. Dan kini... Kenyataan ini... Kenyataan bahwa aku tak bisa memilikinya karena Itachi... Semua akan membunuhku seperti Itachi yang...

"Tuan Muda Itachi tak sadarkan diri!" pekik salah seorang pelayan Itachi dari luar.

Aku segera bangkit. Derap langkah para pelayan yang sibuk mengurus Itachi terdengar menggema di lorong. Aku terdiam, tak beranjak dari tempat ku berdiri. Itachi...

"Mas-masanya dekat, S-ssas-uke... A-aku p-pas-pasti ma-ti..."

Ah perkataan itu... Perkataan itu kembali terngiang di terlingaku. Bervibrasi hebat dalam hatiku.

Aku melangkah menuju balkon. Di bawah, terlihat mobil Ayah membawa Itachi pergi dari halaman rumah. Kalau kau mati, bukankah seharusnya aku senang, Itachi?

cerita gaje ini special bangged dari my hentai imouto.... buat hadiah kelulusanku.

Padahal aku mintanya lemon.... kok lama ya?

Katanya siy di chap 2 ada lemonnya... rasa keju gitu katanya...

yasudahlah..... Tolong review buat perbaikan. Yang gag review susah dapet jodoh.... *kabur sebelum digebukin sama readers-emang ada yang mau baca?*