Duo ilmuan yang terkenal ternyata keluarga bangsawan. Suami istri yang sama sama mendewakan ilmu pengetahuan.

Mereka mengerahkan segalanya demi pengetahuan. Suatu hari, sebuah percobaan gagal dan memberikan dampak yang begitu besar.

Mereka kehilangan nyawa mereka. Meninggalkan anak mereka satu satunya.

Namanya anak jenius dari lahir. Walau umurnya dua belas tahun, ia mampu mengatur dan bahkan memajukan perusahaan terkenal yang menjadi sumber dana eksperimen orang tuanya dulu.

Ia tak perlu khawatir masalah uang. Ia punya banyak.
Ia tak perlu khawatir masalah rumah. Ia memiliki mansion megah.
Ia tak perlu khawatir masalah perawatan rumah. Ia memiliki banyak pelayan.

Walau hidupnya serba sempurna, ia masih memiliki keinginan. Tapi ia tak tahu apa keinginannya.

Tanpa ia sadari, kekosongan hatinyalah yang meraung minta diisi. Memang ia tidak sendirian, ada para pelayan, ada para klien, ada para teman bisnis yang bekerja sama dengan perusahaannya.

Tapi semuanya tidak benar benar menganggapnya ada. Dia hanya dianggap media untuk mendapatkan gaji, media untuk membuat perusahaan mereka lebih terkenal, dan lain lain.

Walau dia memiliki dua pelayan setia, yang setiap generasinya mengabdi pada keluarganya, ia tidak bisa leluasa di depan mereka. Ia merasa harus memakai topengnya di depan mereka.

"Lavi sama. Waktunya bangun." Kanda, pelayan setianya mengguncang pelan tuan mudanya.

Lavi membuka matanya. Alih alih pertama kali melihat Kanda, ia melihat Miranda - Maid setianya - menyiapkan teh dengan bau yang harum.

Lavi duduk. Ia menerima koran hangat yang baru disetrika Kanda. Lalu menerima secangkir teh dari Miranda.

Miranda keluar. Kanda membersihkan set teh ketika Lavi selesai menyesap tehnya, mendorong troli keluar kamar. Miranda masuk dengan dibantu beberapa maid lainnya mengangkat gentong air panas. Setelah menuangnya di bak mandi, mereka keluar. Digantikan Kanda yang masuk lalu menyimpan koran tuannya. Ia mengangkat tuannya hingga ke depan kamar mandi dan mulai membersihkannya.

"Jadwal hari ini anda akan menghadiri kelas dansa bersama MsLala. Kelas sejarah bersama MsLulubell. Kelas ekonomi bersama MrsMoore. Kelas hubungan sosial bersama MrTyki. Dan ada pertemuan jam 7 malam dengan MrCamelot dari perusahaan CochoLotCo."

Seperti biasa Kanda membacakan jadwal tuannya sambil memakaikannya baju.

Kemeja putih, celana marun. Rompi marun dan pita marun. Kaos kaki hitam dibawah lutut dan sepatu pantoefell bata. Eyepatch dan tongkat merah.

Bangsawan kaya raya bagi kesan pertama melihatnya. Rambut merahnya yang tersisir rapih kebawah, menutupi salah satu sisi matanya. Ia menderita Heterocromia. Mata yang diperlihatkannya warna emerald, sementara yang ditutup berwarna azure.

Ia dibimbing pelayan dan maid setianya memasuki ruang makan. "Menu hari ini Salmon Filled with Mushroom. Minumannya Milkshake. Dan penutupnya Strawberry Shortcake."

Tidak satupun dari mereka meninggalkan sisi tuan mudanya terlalu lama karena itu memang perintahnya. Lavi tahu itu egois. Namun, ketika ia sendirian dia tidak akan kuat menahan tangis kesepiannya.

Miranda menemani tuannya berlatih dansa, sementara Kanda tengah mengatur pelayan lainnya, maklum dia kepala pelayan.

"Kau memang sangat berbakat berdansa, tuan~" MsLala tersenyum bangga melihat keluwesan anak didiknya. Ia memegang sebelah pipinya sambil terus melihat Lavi yang berdansa bersama angin.

Setelah belajar dansa. Ia istirahat di tamannya yang luas. Tanpa ragu ia menyusuri tiap kelok kelok, diikuti Miranda yang sudah seperti bayangannya itu. Ia tiba di paviliunnya yang indah.

"Nee, Miranda!" panggil Lavi mencoba ceria. "Tadi MsLala memujiku! Katanya dansaku sudah sangat bagus!"

"Ara, benarkah, tuan? Kalau begitu baguslah." tawa Miranda sambil mengulet ulet bunga yang ia bawa dari keranjang.

"Kanda kapan datang yaaa?" Lavi tersenyum melihat atap paviliun.

"Maaf menunggu lama tuan." tak sengaja gumaman Lavi didengar orang yang di maksud.

"Kanda! Kemari, kemari." ajak Lavi.

Mereka duduk bertiga. Lavi cerita banyak sekali. Merekalah pendengar setianya.

"Permisi tuan." Miranda memakaikan mahkota bunga warna warni ke kepala Lavi. Lavi tersenyum bahagia. "Bagus sekali."

"Ini untuk Kanda san." karangan bunga biru, pink, putih mendominasi. Kanda pasrah saja menerima mahkota itu.

"Dan ini untuk saya." karangan bunga violet, kuning dan putih. "Aku saja yang memakaikannya!" potong Lavi.

Lavi memakaikannya pada Miranda. "Kau terlihat cantik sekali, Miranda!" puji Lavi. Hal itu sukses membuat Miranda merona malu.

Pelayan pembawa pesan datang." MsLulubell telah tiba." katanya.

Lavi mengerang. Miranda tertawa melihatnya. Kanda yang memang selalu datar akan tetap datar seperti sekarang.

"Tuan. Sudah waktunya." Kanda menawarkan tangannya. Lavi dengan enggan menerimanya.

Sesampainya di sana, seperti biasa Miranda dan Kanda siap siaga di belakang ruangan. "Pertama tama, Earl Lavi, lepaskan dulu mahkota bunganya, baru kita bisa mulai pelajarannya." tegur MsLulubell. "Oh, dan itu juga berlaku pada pelayan setianya."

Mereka semua melepas mahkota bunga yang terlupakan dalam diam. Lavi tiba tiba tertawa. Spontan yang lainnya ikut.

Kali ini tidak ada istirahat karena MrsMoore ternyata datang lebih awal. Sudah pusing dengan Sejarah, masih harus ditambah dengan Ekonomi. Lavi hanya bisa menggerutu dalam hati. Untung saja MrsMoore orang yang baik hati.

Setelah pelajaran Ekonomi selesai. Lavi harus makan siang. Memang terlambat dari jam yang seharusnya, namun ia tetap harus makan.

"Menu makan siang hari ini Sukiyaki. Minumannya Ocha. Penutupnya Sakura-mochi."

"Makanan bertema Jepang ya!"

Kanda mengangguk.

Setelah makan siang, iya punya waktu bebas yang sangat banyak hingga waktu pertemuan nanti. Ia berjalan jalan di taman.

"'Kan waktu sebelum pertemuan masih banyak... apa aku boleh keluar ya?" tanya Lavi pada diri sendiri.

Saat ini Kanda dan Miranda tengah menyiapkan bebagai hal untuk menyambut MrCamelot dari perusahaan ChocoLot.

Ia iseng mendekati pagar mansionnya, bersembunyi dibalik semak untuk menghindari pelayan jaga depan dan tukang jaga pos di dekat pagar.

Ramalan mengatakan salju akan turun. Hitung hitung membunuh waktu, Lavi menunggu warna putih memasuki penglihatan matanya.

Dan benar saja...

Ia melihat warna putih...

.

.

.

.

.
To Be continue...
Ehehe. Tadinya chap 1 dan 2 jadi satu chapter. Tapi... heu... gara gara chap 3 nya pendek. Ntar ga imbang. Jadi dibagi dua deeeh. Wkwkwk
Terima apapun. Flame. Review. Surat Kagum(?)

OHYA
Disclaimer : Hoshino Katsura yang punya DGM.

Yodah. Gitu aja.
Sekian~