"Jika aku mempunyai kemampuan untuk mengulang kehidupan ini lagi, aku ingin menemukanmu lebih cepat sehingga aku dapat mencintaimu lebih lama"

- Bang Yongguk

"Maaf, Meninggalkanmu adalah cara terbaik untuk mencintaimu"

- Kim Himchan

Kim Himchan

Bang Yongguk

B.A.P's members

Minjae (sonamoo)

Jang Hanbyul (ex LED Apple)

Banghim. Yaoi. Angst

_

Selalu katakan kepada seseorang bagaimana perasaanmu, karena kesempatan bisa hilang dalam kedipan mata - namun penyesalan dapat bertahan seumur hidup.

*

Korea, Oktober 2016

Seorang pemuda berkacamata - Yoo Youngjae berjalan menyusuri koridor kampus, terlihat mata mungilnya mengamati dengan serius setiap kata yang tertera di sampul novel yang sedang dia pegang - novel yang dia beli seminggu yang lalu di salah satu toko buku sebagai bahan referensi tugas kuliah. Tapi selama itu juga Youngjae tidak pernah membaca selembar pun isi dari novel tersebut, bahkan ini kali pertama dia membawa novel yang lumayan tebal itu - bukan karena dia pemalas, malah sebaliknya - Youngjae adalah mahasiswa pintar dengan nilai rata-rata A, hanya saja dia tidak terlalu suka membaca novel. Dia hanya membaca sekilas lalu menenteng novel yang lumayan tebal tersebut ke dalam jemari-jemari mungilnya.

Mahasiswa jurusan Sastra Korea tersebut melangkahkan kaki jenjangnya memasuki perpustakaan kampus, sekedar untuk membuang rasa lelahnya akibat tugas kuliah yang tidak pernah ada habisnya, mungkin terdengar sedikit aneh melihat seseorang yang tengah badmood datang ke perpustakaan - tetapi tidak dengan seorang Yoo Youngjae, dalam keadaan suasana seperti ini perpustakaan seperti surga baginya. Sunyi dan tenang, dia sangat butuh tempat seperti itu dan perpustakaan selalu menjadi tempat tujuannya, mengingat tidak ada ada tempat yang setenang ini di sekitar lingkungan kampus.

Mata mungil youngjae mencari-cari tempat yang sekiranya cocok untuk meredakan sakit kepalanya, dia hanya ingin memejamkan sebentar saja matanya dan mendapatkan energinya kembali karna memang akhir-akhir ini dia kekurangan tidur dan jadwal ke kampus pun selalu pagi. Meja sebelah kanan didekat kaca, disitulah dia memusatkan penglihatannya lalu berjalan mendekati seorang pemuda yang duduk disana. Tidak banyak basa-basi, dia langsung duduk disamping pemuda yang terlihat sedang mengerjakan tugas dengan serius, terlihat jemarinya sibuk menggoreskan kata perkata di atas sebuah kertas.

"Apa tugasmu sudah siap?". Pemuda bernama Jung Daehyun itu sekilas melihat ke arah samping hanya sekedar memastikan bahwa yang duduk disana adalah sahabatnya dan kembali melanjutkan aktivitasnya mengerjakan tugas.

Youngjae memutar bola matanya malas dan menghembuskan nafasnya dengan pasrah, baru saja ia ingin memejamkan matanya dan sudah di ganggu dengan pertanyaan yang ingin sekali dia hindari.

"Sama sekali belum". Youngjae hanya menggeleng lemah - tidak jadi terpejam dan kembali membaca novel miliknya - mungkin lebih tepatnya tulisan yang tertera pada sampul novel tersebut.

"Tugas belum selesai dan kau malah ingin bersantai-santai di perpustakaan. Apa mahasiswa teladan kita sudah menjadi pembangkang sekarang? Kkkk.. ini bukan hotel yang selalu kau datangi hanya untuk tidur, tuan Yoo. jadi pulanglah ke rumah dan tidur dikasurmu sendiri".

Tidak ada respon apapun saat daehyun sedikit melontarkan lelucon pada sahabatnya, bagi seorang Youngjae perkataan pemuda yang setahun diatasnya itu malah terkesan seperti ejekkan. Youngjae kembali fokus pada novelnya, sekedar membolak-balik acak lembar perlembar tanpa niat membaca.

"Sakura first love?". Terlihat kening pemuda itu mengkerut, kaca matanya sedikit terangkat saat membaca nama dari pengarang novel yang sedang dia pegang. Begitulah tulisan yang tertera di sampul novel paling kanan atas.

"Tsk.. Nama pengarangnya saja sudah tidak jelas, bagaimana dengan ceritanya?". Melemparkan sembarang novel tersebut - membuang punggungnya ke belakang, membiarkan bias cahaya dari luar kaca yang tidak terhalang daehyun mengenai wajahnya.

"Jika kau belum membacanya, bagaimana kau tahu jika isinya tidak jelas? Kau selalu berasumsi sendiri, kadang sesuatu yang terlihat buruk belum tentu isinya buruk juga tuan sok pintar". Daehyun - pemuda berkulit tan itu terlihat berbicara sendiri karena pandangannya hanya tertuju pada apa yang dia tulis tanpa melihat ke arah lawan bicara.

"Kau tahu sendiri aku sangat-tidak-suka membaca novel. Apalagi novel percintaan dan sekarang aku harus membaca novel percintaan seperti ini". Matanya melihat ke arah sahabatnya yang dari tadi tengah sibuk dengan dunianya sendiri.

"Jika bukan karena tugas..". Youngjae menggantungkan kalimatnya, karna tanpa dia perjelas pun seorang Jung Daehyun akan mengerti dengan sendiri.

"Daripada terus mengomel lebih baik kau membaca novelnya atau kau tidak akan pernah me-nyiapkan tugas kuliahmu. Lagipula membaca novel percintaan bisa membuat mu ber-imajinasi". Daehyun mengangkat sedikit tubuhnya ke belakang, meluruskan kembali otot punggungnya karena terlalu lama duduk. Lalu menatap pemuda disebelahnya yang kini tengah memejamkan matanya.

/tsk.. bukankah daritadi dia yang terus mengomeliku?/ Youngjae mengomel dalam diam.

"Itu yang tidak aku suka dari novel yang berbau cinta. Akan membuat kau terlarut dalam ceritanya, dan saat kau tersadar bahwa hidupmu tidak seperti cerita di dalam novel tersebut, Itu menjijikan". Matanya masih terpejam saat mengatakan pendapatnya soal novel percintaan, dan sudut bibirnya sedikit tertarik saat mengakhiri kalimatnya, dia tersenyum - tapi senyum dalam arti yang berbeda.

Pemuda bermarga Jung itu sedikit kesal dan memutar bola matanya malas. "Kalau begitu, sekalian saja tidak usah dikerjakan. Gampang kan?".

"Kau sama sekali tidak membantu Jung!". Youngjae men-death glare ke arah sahabatnya yang terlihat sudah siap dengan tugas yang sedari dia kerjakan, terlihat dia sudah merapikan semua perlengkapannya.

"Love or Leave". Tangan daehyun meraih novel yang tergeletak begitu saja seperti tidak mempunyai pemilik. Lalu membaca Judul yang sekiranya tertera pada sampul novel yang memiliki background warna putih kehijauan itu.

"Disini tertulis real story, berarti bukan fiktif". Merubah pandangannya kearah youngjae yang sekarang tengah nenatap langit-langit perpustakaan.

"Hey.. apa ini?". Kening pemuda tampan itu sedikit mengkerut, seperti reaksi youngjae saat membaca nama pengarang novel, tapi keanehan yang ditunjukkan wajah daehyun bukan karna itu melainkan gambar yang menjadi cover novel tersebut.

Gambar yang menunjukkan punggung dua pasang pemuda tengah menggengam tangan satu sama lain dan saling menatap. Itu bukan real foto tapi hanya sebuah foto yang tampak dilukis, seperti ilustrasi. Tentu saja gambar tersebut menunjukkkan apa isi dari novel yang tengah dia pegang. Ini memang novel percintaan, namun... bukan cinta pada umumnya. Itu yang langsung ada dipikiran mereka berdua.

"Kenapa aku tidak tahu?". Youngjae mengambil alih kembali novel tersebut dan mengamatai ulang gambar yang tertera disana.

"Kau tidak memperhatikan novelnya dengan baik. Pantas saja nama pengarangnya di samarkan, mungkin menjaga privasi". Seorang Jung Daehyun menatap lawan bicaranya seolah asumsinya itu memang benar.

"Waktu itu aku terlalu malas untuk memilih novel, jadi aku ambil sembarang saja. Aku tidak tahu akan mengambil novel ber-genre seperti ini". Terlihat wajah menggemaskan youngjae masih tidak percaya dengan novel yang dia beli dan sialnya lagi novel tersebut akan di jadikan sebagai bahan referensi tugas kuliah.

"Tapi aku pikir ini cukup menarik, melihat bahwa itu adalah kisah nyata. Jika dia menuliskan kisah percintaannya dan menjadikannya sebuah novel, berarti dia selalu ingin mengingatnya". Suara daehyun terdengar serius saat mengucapkan kata-kata itu, walau sekedar sebuah pendapat tapi perkataan daehyun mungkin sangat mengenai titik, membuat seseorang Yoo Youngjae tertegun.

"Kenapa diam? Kau tidak ingin membacanya? Kalu begitu biar aku saja yang baca, kau beli novel yang lain saja". Menarik novel tersebut dari tangan mungil youngjae yang masih tidak bergeming, ntah apa yang sedang dipikirkannya.

"Hey. Aku diam bukan berarti aku tidak menginginkannya. Kau beli saja novel sendiri". Merasakan sesuatu yang hilang dari jemari-jemari kecilnya, youngjae langsung tersadar dan merebut kembali novel miliknya. Jung Daehyun - mahasiswa jurusan Teknik Arsitektur yang sebentar lagi akan lulus itu hanya bisa tertawa melihat reaksi sahabatnya yang terlihat sangat menggemaskan dengan bibir yang mengerucut.

"Kkk... Ya sudah aku ingin menemui dosen pembimbing ku dulu. Lebih baik kau pulang dan kerjakan tugas mu dengan benar. Aku pergi dulu". Pemuda yang hanya berbeda setahun darinya itu menggasak lembut rambut youngjae dan setelahnya youngjae hanya bisa melihat punggung sahabatnya itu semakin jauh dan menghilang di telan rak-rak buku. Youngjae kembali menyamankan posisinya dan mulai terpejam - perlahan tanpa disadari kedua sudut bibirnya terangkat.

*

Kaki jenjang youngjae mulai melangkah menuju pintu keluar dengan sebuah novel ditangannya, sudah tidak ada kelas yang harus dia ikuti jadi dia memutuskan untuk pergi ke suatu tempat. Youngjae berjalan menyusuri jalan yang lumayan padat, jalanan kota seoul memang sangat ramai dengan aktivitas di setiap sudut kota. Apalagi ini sudah hampir sore, banyak sekali orang yang baru saja pulang dari pekerjaannya atau sekolah.

Menunggu bus di halte sudah menjadi rutinitas pemuda manis itu setiap hari, tidak butuh waktu lama bagi youngjae menunggu karna baru beberapa menit bus sudah menghampirinya. Hanya butuh sekitar 30 menit hingga youngjae sampai ke tempat tujuannya, bukan pulang ke rumahnya tapi ke sebuah pantai yang indah di pinggiran kota seoul dengan background bangunan-bangunan perkantoran megah. Youngjae mendudukkan dirinya ditepian pantai, menikmati setiap hembusan angin menerpa wajah serta rambutnya dan suara kicauan burung yang terdengar sangat damai berpadu dengan suara desiran ombak pantai. Youngjae terpejam menikmati bagaimana dunia berinteraksi dengan suara yang begitu indah.

Tangan lembut youngjae meraih novel yang sedari tadi tergeletak disebelah tubuhnya, terbuka bebas karna angin menerpa lembaran novel tersebut. Jemari-jemari mungil pemuda manis itu mulai membuka lembar dari novel tersebut, love or leave. Dengan tidak langsung... waktu seperti berputar kembali...

_

-Love or Leave-

Korea, april 2014

Musim semi - musim yang sangat indah untuk menyaksikan bunga sakura bermekaran, begitupun bunga forsythia, azaleas dan magnolias yang memang akan bermekaran bersamaan datangnya musim semi - bayangkan saja bagaimana indahnya. Terlihat seorang pemuda tengah sibuk memotret seekor kupu-kupu yang tengah diam di atas bunga lilac. Ini masih pukul 7 pagi, tepatnya di sebuah taman - pemuda itu sudah beberapa kali menjepret beberapa objek yang menarik baginya.

Kim Himchan, itulah nama pemuda yang sekarang tengah sibuk dengan kameranya. Himchan - pemuda berusia 21 tahun itu adalah Mahasiswa jurusan photography di salah satu universitas terkenal di seoul dan sekarang tengah berada di tahun ke-3. Tangannya begitu lihai menjepret setiap benda yang menjadi objeknya dan matanya sangat cekatan saat menentukan angel yang pas untuk menghasilkan foto-foto yang indah.

Himchan pemuda yang tampan dan juga manis. Dia tampak cool walau hanya mengenakan celana jeans dan kaus oblong berwarna putih seperti sekarang ini. Dia mempunyai kulit putih bersih, hidung mancung, bibir berbentuk M shape dan jangan lupakan gigi kelinci yang sangat imut bila dia tersenyum. Tidak heran jika dia di gandrungi banyak wanita di kampusnya.

Piipp...

Menyadari ada getaran dalam saku celananya - Himchan menghentikan aktivitasnya yang sekarang tengah memotret bunga matahari. Merogoh saku celana dan mendapati benda persegi panjang yang sedari tadi berbunyi.

Pemuda dengan senyuman kelinci itu menggerakkan jemarinya diatas layar smartphone, mengetik setiap kata yang ingin dia ucapkan pada lawan bicaranya. Setelah itu, Himchan langsung pergi mengambil tas yang dia letakkan di atas kursi taman tidak jauh dari dia berdiri sekarang.

Dia berada disebuah cafe kecil berada tidak jauh dari kampusnya, manik mata pemuda itu sangat serius mengamati setiap orang yang berada di dalam cafe tersebut. Mencari seseorang yang tadi menyuruhnya untuk datang - namun karna terlalu banyak pengunjung didalam cafe membuatnya kesulitan mencari orang yang dia cari. Hanya berselang beberapa menit sudut matanya menangkap lambaian kecil dari seseorang yang tengah duduk di sebuah meja dekat samping kaca, himchan sedikit tersenyum dan balas melambaikan tangan padanya.

"Maaf tadi sedikit macet. Pasti kau sudah lama menunggu". Himchan mendudukkan diri di depan orang tersebut, sambil terus tersenyum pada lawan bicaranya - seorang wanita cantik yang sedari tadi tidak berhenti melemparkan senyum padanya. Wanita itu terlihat sangat feminin dengan balutan dress warna putih setinggi lutut, memperlihatkan kulit putihnya.

"Tidak apa-apa. Lagipula aku yang menyuruhmu datang jadi tidak masalah jika aku menunggu lama". Wanita cantik itu - Minjae cepat-cepat menggelengkan kepala seolah pemuda di depannya akan pergi jika dia tidak melakukan hal itu.

Himchan hanya tersenyum melihat tingkah gadis manis di depannya bertingkah seperti anak kecil yang sangat menggemaskan. Malahan himchan bepikir Minjae tengah melakukan aegyo untuknya.

"Aku sudah memesankan americano kesukaan mu". Minjae menyodorkan Americano ke arah Himchan yang memang sudah menjadi minuman candu bagi seorang pemuda ceria itu.

"Gomawo".

Minjae terus memperhatikan Himchan saat pemuda tampan itu mulai meminum americanonya, orang yang melihat bagaimana Minjae melihat Himchan sudah pasti tau apa arti tatapan itu. Minjae tersadar dan memalingkan wajahnya saat himchan melihat kearahnya.

"Bagaimana kuliahmu?". Minjae dengan cepat mencairkan suasana yang bisa dibilang kikuk itu.

"Hmm.. tidak terlalu buruk. Aku sedang banyak tugas dan aku juga sudah mulai membuat judul untuk skripsi ku". Himchan sedikit mem-pout kan bibir saat mengakhiri kalimatnya.

Minjae tekekeh melihat wajah menggemaskan himchan lalu memasang wajah kasian yang dia buat-buat "Waah.. pasti kau sangat stress".

"Tidak ada yang lebih membuatku stress daripada tugas kuliah". Himchan kembali mem-pout kan bibirnya dan memasang wajah sedih yang dia buat-buat.

"Kkk.. jangan terlalu memaksakan dirimu, jika dirasa tidak kuat kau harus istirahat. Kesehatan adalah nomor satu. Himchan hwaiting". Minjae memberi tanda semangat dengan mengepalkan kedua telapak tangannya dan tersenyum lebar pada Himchan.

Melihat Minjae semangat seperti itu membuat Himchan seperti mendapatkan energinya kembali. "Kkk.. baiklah aku akan mengingatnya".

Tik..

Tik..

Tik..

Tik..

Tik..

Suasana di sekitar keduanya kembali hening seperti tidak ada satu katapun yang ingin mereka ucapkan. Cukup lama keadaan hening itu terjadi sampai Himchan membuka suara.

"Ada yang ingin kau bicarakan?". Himchan menatap wanita cantik dihadapannya yang kini tengah memainkan pipet minumannya.

"Hah?". Minjae sedikit kaget, terlihat dari matanya yang langsung menatap Himchan dan suaranya terdengar ragu-ragu.

"Sepertinya dari tadi kau melamun. Ada apa?". Mata himchan tidak lepas dari setiap gerak-gerik wanita cantik dihadapannya yang mulai menunduk tidak berani menatapnya.

"Ooh tidak ada. Hanya..". Minjae meremas bajunya dan masih tidak berani menatap himchan.

Himchan sangat tidak suka suasana seperti ini, dia paling tidak suka jika seseorang berbicara berbelit-belit. Apalagi mereka sudah hampir satu jam di cafe itu dan hanya saling diam, dia bukanlah seorang dukun yang bisa membaca pikiran orang lain. "Katakan saja ada apa".

Minjae masih tidak bergeming, kepalanya semakin tertunduk bahkan Himchan tidak bisa melihat wajahnya lagi karna secara otomatis rambutnya yang tergerai ikut jatuh ke samping bahunya dan menutup wajah Minjae, yang tidak himchan sadari - Minjae menggigit bibir bawahnya, seperti menahan sesuatu yang akan dia katakan.

Himchan menghembuskan nafas beratnya"Sepertinya tidak ada yang mau kita bicarakan lagi".

"Seminggu lagi..". Minjae akhirnya membuka suara saat mendengar suara decitan kaki kursi yang Himchan duduki, pertanda Himchan akan pergi, tapi dia hanya menggantung kata-katanya.

Himchan kembali duduk saat Minjae membuka suara, matanya terus melihat kearah jaemin yang masih menunduk, wajahnya menunjukkan keterkejutan - bukan terkejut dengan apa yang dikatakan Minjae yang masih menggantung, tapi suara Minjae... bergetar, Minjae menangis?

"Seminggu lagi... aku akan menikah". Himchan menatap lama pada wanita dihadapannya yang, lagi, masih menunduk. Raut wajah Himchan seolah meminta penjelasan lebih karna sepertinya dia sekarang benar-benar kehilangan kata-katanya.

"Ah itu..". Himchan membuka suara setelah terdiam beberapa saat, karna dia masih belum selesai memproses perkataan Minjae beberapa menit lalu, memalingkan wajahnya dan melihat kearah kaca dengan tatapan nanar.

"Kalau begitu selamat. Lelaki itu sangat beruntung bisa memiliki wanita secantik dan sebaik dirimu". Ntah untuk siapa kata-kata tersebut himchan berikan, karna lawan bicaranya pun sama sekali tidak melihat ke arahnya - hanya ada pantulan dirinya samar-samar di dalam kaca.

"Himchan...". Minjae mulai berani menatap Himchan dengan tatapan nanar dan sedikit bekas air mata di sekitar pipi berisinya, suaranya begitu pelan hingga Himchan tidak bisa mendengarnya, untung ada pantulan Minjae di kaca yang tak sengaja tertangkap Himchan.

"Hmm". Himchan masih menatap kaca dan tidak ada niat untuk melihat ke arah lawan bicara.

"Bisakah...". Minjae menggantungkan kata-katanya dan mulai meremas kembali baju yang sudah kusut akibat remasan dia yang terlalu kuat. "Bisakah kita kembali seperti dulu lagi?".

Dan benar saja, kata-kata itu sukses membuat Himchan langsung menatap Minjae. Minjar sedikit tersentak karena tatapan Himchan - tatapan penuh amarah dan kesedihan.

Tangan Minjae meraih tangan Himchan yang terkulai begitu saja di atas meja, meremas dengan kedua tangan indahnya seolah itu akan membuat Himchan mengabulkan permintaannya "Aku hanya.. ingin kita kembali"

Himchan melihat tangan Minjae yang meremas tangannya, tersenyum kecut dan kembali menatap Minjae. "Kau sudah mau menikah dan kenapa kita harus kembali seperti dulu?".

"Maafkan aku, hks.. hks". Minjae mulai terisak dan terus mengucapkan kalimat meminta maaf berulang kali. Tidak peduli sekarang mereka berada di tempat umum, bahkan beberapa pengunjung cafe melihat kearah mereka dengan tatapan heran.

"Kau yang memintanya. Meminta untuk mengakhiri hubungan kita dan sekarang... kau ingin kita kembali?". Himchan menatap langsung dalam mata Minjae, menyalurkan semua rasa sakit yang dia rasakan.

"Maafkan aku". Tidak ada kata lain yang keluar dari mulut Minjae kecuali kata maaf.

Himchan tak bersuara dan menatap lekat pada Minjae, melihat orang yang pernah mengisi hari-harinya menangis seperti itu, membuat Himchan membuang semua egonya. "Lebih baik kau lupakan aku dan mulailah kehidupan yang baru bersama pilihanmu. Aku tidak marah, sungguh". Himchan menarik tangannya dan dengan berat hati Minjae membiarkan tangannya hanya menggenggam angin.

"Kenapa? Kenapa kau tidak memarahi ku atau memaki ku? Kau selalu seperti itu, bahkan aku mengira dulu kau tidak mencintaiku!" Minjae meledak, menatap Himchan dengan bibir bergetar menahan emosinya.

"Kau yang tidak memahamiku, kau tidak tahu sifatku, bahkan kita sudah berhubungan selama 2 tahun dan selama itu kau..." Himchan menghentikan ucapannya dan membuang wajahnya kasar, mengingat bagaimana mereka dulu begitu saling mencintai bahkan tidak ada tertinggal satu haripun tanpa diisi dengan tawa. Tapi semua berakhir sebulan yang lalu, saat Minjar - kekasihnya saat itu memutuskan hubungan mereka secara sepihak. Meninggalkan Himchan dan memilih lelaki lain pilihan orang tuanya dan tentu saja Minjae pun menyukainya. Tidak ada keterpaksaan saat Minjae akan dijodohkan oleh orang tuanya, itu berarti Himchan telah dicampakkan. Begitu saja.

"Maafkan aku..". Kembali, Minjae mengulang kata maaf untuk kesekian kalinya.

Himchan menatap Minjae dan menggeleng lemah "Berhenti meminta maaf. Aku tidak marah padamu, jika kau bahagia dengannya aku juga akan bahagia. Kita sudah tidak mungkin bersama". Suara himchan terdengar putus asa walau ada sebuah senyum yang dia perlihatkan saat mengatakan semua itu.

"Bagaimana jika aku membatalkan pernikahanku? Apa kau mau kembali bersamaku lagi? Aku baru menyadari bahwa aku hanya mencintaimu Himchan-ah, aku tidak mencintainya. Orang tuaku.. dia yang menjodohkanku". Minjae kembali menarik tangan Himchan dan menggengamnya, memohon - mengenyampingkan kehormatannya sebagai wanita.

"Tapi kau menerimanya!". Himchan menjawab dengan sinis, hatinya yang tadi telah tenang kembali terbakar mengingat betapa Minjae tidak menghargainya, betapa mudahnya dia mengatakan putus dan sekarang ingin kembali.

"Aku sadar bahwa aku tidak mencintainya. Aku nyaman bersamamu himchan-ah". Minjae terus menggenggam erat tangan Himchan yang diam.

"Jawab aku himchan. Apa jika aku.."

"Aku rasa aku harus pergi sekarang". Himchan berdiri dari tempat duduknya, membuat kursi yang tergeser berbunyi dengab keras, berbalik membelakangi Minjae.

"Himchan-ah..". Minjae ikut berdiri, memanggil Himchan dengan nada memohon.

Himchan mengepalkan tangannya dan menunduk, hanya melihat lantai cafe dan sama sekali tidak ingin berbalik melihat wajah Minjae, untuk yang terakhir kalinya, menurut dia. "Sekali lagi.. selamat untukmu". Setelah itu, Minjae hanya bisa menatap nanar kepergian Himchan tanpa sedikitpun meliriknya.

*

Himchan menyusuri koridor kampus dan berniat pergi ke kelasnya yang akan mulai 20 menit lagi. Pagi itu langkahnya begitu sangat berat, padahal, seingatnya, tadi dia sudah sarapan di rumah, seharusnya dia tidak lesu seperti ini. Waktu baru menunjukkan pukul 9.20 menit, tapi dia benar-benar ingin cepat-cepat pulang dan tidur. Bahkan dia mengabaikan orang-orang yang menyapanya sepanjang dari parkiran tadi.

"Hey ada apa? Masih pagi tapi wajahmu sudah kusut begitu". Moon Jongup - Pemuda dengan style modis seperti kebanyak remaja korea lainnya itu mengagetkan Himchan yang tengah sibuk menunduk seperti tengah menghitung langkahnya sendiri.

Jongup berada di tahun yang sama dengan Himchan dan mengambil jurusan yang sama. Mereka bersahabat karna mereka sudah lama tinggal bersebelahan, Jongup adalah orang yang care dan penuh kekonyolan, setidaknya itu penilaian Himchan, tapi menurut kebanyakan orang, Jongup adalah orang yang ceroboh dan aneh.

"Hanya... sedang tidak mood saja". Himchan terus berjalan tanpa memperdulikan Jongup.

Jongup menghalangi jalan Himchan dan sedikit meninju bahu Himchan. Tapi tidak benar-benar meninju, hanya menggoda Himchan yang aneh pagi ini. "Oh ayolah biasanya kau akan mengoceh dan menceritakan hal-hal konyol padaku".

"Sudah ku bilang kan aku sedang tidak mood". Himchan menggeser badan Jongup dengan menabraknya dan mulai berjalan kembali.

Jongup menyadari ada yang tidak beres dengan sahabatnya, dia hanya mengikuti sahabat itu tanpa niat mau mengganggunya lagi. "Ya sudahlah. Ngomong-ngomong tadi pagi aku ke rumahmu tapi ibumu bilang kau sudah pergi duluan. Tapi kenapa malah aku sampai duluan daripada kau?"

"Tadi aku mampir sebentar ke taman, memotret beberapa hal menarik disana".

"Tugas?".

"Hmm". Himchan benar-benar tidak dalam kondisi bagus, bahkan sekedar menjawan iya atau tidak saja mulut nya benar-benar terasa berat.

Jongup mengangguk "Tidak usah terburu-buru, tugas itu dikumpulkan bulan depan".

Himchan memutar bola matanya malas "Terserah kau saja".

Jongup berhenti di depan sebuah kelas dan membaca selebaran yang tertempel di sana "Hey himchan. Kau tidak ikut ini?".

Himchan menghentikan langkahnya dan sedikit malas memutar badannya hanya untuk melihat apa yang akan di tunjukkan Jongup. "Ikut apa?"

"Apa kau tidak tahu ada pertukaran pelajar ke jepang selama 3 bulan?". Jongup mengetuk-ngetuk selebaran itu dan bergantian menatap Himchan dan selebaran tersebut.

Himchan menghampiri dimana Jongup sekarang berdiri. "Apa? Jepang? Darimana kau tahu?".

Jongup menunjuk selebaran yang tertempel di dinding kelas.

"Ayo kita ikut".

"Tapi...". Himchan tertegun, pikirannya mulai melayang mengingat Minjae. Himchan pernah berjanji akan mengajak Minjae ke Jepang jika Himchan lulus nanti, semua ingatan tentang Minjae mulai merayapi pikiran Himchan kembali.

"Bukankah kau ingin sekali pergi ke jepang? Ini adalah sebuah kesempatan himchan". Jongup memukul punggung Himchan, menyadarkan Himchan dari lamunannya tentang masa lalu.

"Jangan terlalu lama berpikir, dua hari lagi test nya lebih baik kita daftar sekarang".

/Seminggu lagi aku akan menikah/

Ucapan Minjae kembali terdengar di telinga Himchan, seperti bisikan yang tiada henti menggangunya. Membuat Himchan semakin frustasi dan ingin berteriak sekencang-kencangnya hingga pita suaranya rusak. "Hmm.. baiklah ayo kita coba".

Himchan butuh suasana baru yang tidak mengingatkannya pada Minjae, bohong jika sebulan ini dia bisa melewati hari-harinya dengan tenang. Himchan harus melupakan semuanya dan akan kembali dengan Himchan yang baru, meskipun tidak bisa di tepis bahwa tujuan dia sebenarnya hanya ingin menghindari hari dimana Minjae akan menjadi milik orang lain.

TO BE CONTINUE...