Main cast:
.
Kim Taehyung as Kim Taehyung
Jeon Jungkook as Cousin of Namjoon
Kim Namjoon as Chief of Black Rabbit
Kim Seokjin as Namjoon Boyfie
Min Yoongi as Min Yoongi
Park Jimin as Park Jimin
.
.
.
The cast is belong to their family, agency and their themselves
BUT
The story is belong to me
...
Fiction ini hanyalah fiktif belaka, apabila ada kesamaan alur cerita, tokoh atau apapun itu di dunia nyata itu hanyalah sebuah kebetulan dan tidak ada upaya plagiasi mungkin ada beberapa istilah yang aku pinjem dari FF favorit aku
.
.
.
Proudly present...
.
.
.
-Knock' Knock'-
.
.
.
"Jangan pernah percaya pada suara pintu yang diketuk, terutama di malam hari."
.
.
.
Dulu nenek sering sekali membacakan ku sebuah buku cerita, dan sayangnya buku itu menyeramkan sehingga bukannya tidur aku justru terjaga sepanjang malam. Namun sekarang aku pikir itu hanya sebuah lelucon yang berakhir dengan sebuah kerinduan mendalam ku kepada mendiang nenek. Sudah lama sekali aku tidak kembali ke kota kelahiranku, Daegu, mungkin 10 tahun ? entahlah aku sudah melupakannya. Semenjak orang tuaku pergi meninggalkanku dan kemudian nenek kupikir tinggal di kota akan lebih baik tapi nyatanya aku kembali merindukan tempat sialan ini yang telah merenggut semuanya dariku, ya..semuanya..
Oh hey namaku Kim Taehyung dan umurku saat ini 17 tahun, selain itu aku hanya seorang anak laki-laki yang gemar berdiam diri di rumah dan bermain internet. Karna hobi ku itu aku bisa menghidupi diriku sendiri dari hasil pembuatan game yang di rekrut salah satu perusahaan game besar di Jepang. Sebenarnya aku bukan anak yang pintar, bahkan aku tidak pernah mengikuti kelas formal seperti sekolah hanya saja aku cepat belajar –mungkin. Saat usiaku dua tahun ayah dan ibuku pergi karena kecelakaan lalu lintas sehingga aku harus tinggal dengan nenek. Namun sama seperti orang tuaku, nenek juga begitu kejam meninggalkan ku sendirian, tepat akhir tahun saat usia ku 7 tahun nenek menghembuskan nafas terakhirnya sambil tesenyum setelah memberikanku hadiah ulang tahun berupa buku cerita, buku cerita pengantar tidur yang tak pernah ku buka lagi sepeninggal nenek. Hari ini setelah 10 tahun dalam pelarian dan pencarian jati diri di Seoul akhirnya aku kembali pulang. Sebenarnya bukannya aku tidak memiliki wali dari keluarga ku hanya saja aku muak dengan mereka dan aturannya sehingga aku memutuskan untuk pergi ke Seoul dengan tabungan yang ku miliki. Pada malam pertama pelarianku, aku bertemu dengan anak laki-laki yang tersesat di jalan utama ibukota korea selatan itu. Pipi gembilnya yang seputih marshmellow dan hidung mungilnya yang sedikit memerah karena udara kota yang dingin di awal tahun membuatku iba setelah dengan sengaja ia menarik lengan sweater ku malam itu. Tak tega, aku menemaninya mencari pos polisi terdekat untuk meminta bantuan orang dewasa disana. Setelah menunggu satu jam, keluarga Park datang menghampiri kami atau lebih tepatnya menghampiri anak dengan pipi bakpao yang sudah terlelap di pangkuanku itu. Entah bagaimana hal itu terjadi kini aku sudah berada di kamar anak dengan nuansa biru langit sambil di peluk erat oleh anak laki-laki gempal yang aku tahu namanya adalah Park Jimin.
Sudah hampir 10 tahun aku merepotkan keluarga Park yang sudah mau merawat orang asing sepertiku. Tuan dan nyonya Park sangat baik padaku terutama Park Jimin yang ternyata memiliki usia yang lebih tua 3 tahun dariku. Sebenarnya paman dan bibi memintaku bersekolah seperti Jimin Hyung tapi karena merasa tidak enak aku memutuskan untuk menolaknya. Bukan karena mereka kesulitan ekonomi, tidak sama sekali. Paman Park memiliki perusahaan software yang cukup terkenal di Seoul dan Jepang. Sebagai ganti biaya sekolah Paman Park membelikanku sebuah Mac. Selanjutnya aku belajar banyak hal dari internet dan mendapatkan ilmu dasar untuk membuat game dari paman Park, kami berdua sering berdiskusi dan bercengkrama layaknya ayah dan anak. Meskipun begitu Jimin Hyung tidak pernah merasa terganggu. Kesukaan kami berbeda, Jimin Hyung lebih suka belajar matematika dan bersosialisasi dengan orang luar – calon Business Man sedangkan aku hanya mengurung diriku di kamar. Dua tahun setelah game yang ku buat di terima oleh perusahaan game di Jepang selama itu juga aku sudah mengumpulkan cukup uang untuk kembali ke kota asalku yang kembali membuka bekas luka di hatiku. Jimin Hyung sempat melarangku tapi aku berkata akan sering mengunjunginya ketika senggang dan ia menyetujuinya dengan setengah hati. Aku sempat tertawa kecil mendengar ocehannya tentang tidak enaknya tinggal sendiri dan sebagainya tipikal Hyung yang posesif terhadap adik kecilnya tapi yah aku tidak keberatan juga.
Aku kembali ke kediaman orang tua ku dulu, sebulan sebelumnya aku sudah menyuruh orang untuk membersihkan rumah tua itu agar layak huni dan memindahkan beberapa barang-barang pentingku dari Seoul ke Daegu dan disinilah aku sekarang, berbaring di ranjang single bed ku semasa kecil dan beberapa boneka singa kesukaanku dulu mungkin sampai sekarang.
Ting..Ting
[Mail Notification]
1 messages received
...
Terdengar suara pemberitahuan email masuk dari ponselku dan ketika aku membukanya isinya hanya deretan angka tanpa ujung yang membuatku makin pusing membacanya lalu aku memilih untuk membersihkan badanku sebelum aku membaca ulang email masuk itu.
...
Tokyo, 00:10 am
[Black Rabbit Camp]
Suara gebrakan meja terdengar hingga ke pintu terluar gedung organisasi Black Rabbit. Malam itu sang ketua Kim Namjoon menatap garang anak buahnya yang tidak becus bekerja sehingga membuatnya sakit kepala.
"Bodoh! Apa kalian gila hah!"
"Kenapa kalian tidak mencegah si bodoh itu untuk melakukannya sendiri!" suara bariton Namjoon terdengar frustasi.
Bagaimana tidak, anak buah bodohnya ini meninggalkan adik sepupu kesayangannya Jeon Jungkook menjalankan misi ini sendirian sedangkan tentara Jepang sudah mengerahkan pasukannya untuk mencari anggota organisasi Black rabbit di bawah pimpinan Namjoon dan Jungkook.
"Ma-maafkan ka-kami tuan, Tuan Jungkook sendiri yang meminta kami pergi agar tidak tertangkap pasukan khusus itu."
"K-kami sudah berusaha membobol sistem pertahanan gudang itu, hanya tinggal sedikit lagi hingga kami menemukan kata sandi sistem mereka tapi sialnya alarm tiba-tiba saja berbunyi membuat kami panik dan... "
"Dan dengan bodohnya kalian meninggalkan adikku di dalam sana! Kalian bedebah idiot!" hampir saja Namjoon memecahkan kepala kedua anak buahnya sebelum sebuah tangan mengelus lembut lengannya itu Seokjin kekasihnya.
"Tenanglah Namjoon-ie dia akan baik-baik saja, aku yakin itu." Seokjin berusaha menenangkan kekasihnya yang sedang kacau itu meskipun hatinya juga turut cemas.
...
[Markas Militer Jepang, Ruang Server]
Kesialan menimpa Jungkook malam ini, misinya menyusup masuk gudang senjata tentara Jepang dan berniat membobol sistemnya gagal di kombinasi terakhir password sistem komunikasi tentara Jepang dan sialnya Jungkook tidak ingin menyerah. Setelah sistem keamanan yang berhasil diretas Jungkook berusaha meretas sistem komunikasi Jepang dengan menerobos masuk ke sebuah ruangan yang dipenuhi mesin-mesin server itu dan mulai mengunduh data, mengirim asal ke email berharap orang yang menerima pesannya mampu menemukan sandi yang tepat sebelum reboot sistem yang akan selesai 30 menit lagi.
"Sial, kenapa kesialan itu datang hari ini..." Jungkook mengumpat dalam hati merutuki kesialannya malam ini. Dua puluh menit dan nihil Jungkook sudah ingin beranjak dari sana dan menyelamatkan dirinya sebelum sebuah getaran menyapa indera perasanya. Disana, di telepon pintarnya sebuah email masuk membuat sudut bibirnya melengkung ke atas jemarinya mengetikkan beberapa kombinasi angka dan matanya fokus pada layar lcd di hadapannya. Selanjutnya Jungkook mengemasi barangnya dan beranjak dari sana, alarm sudah berhenti seluruh sistem keamanan sudah mati menyisakan suara panik orang-orang IT di lantai dua dan misi terakhir adalah...
BOOM!
...
[Daegu, 08:00 am]
Pagi ini Taehyung berencana mengisi penuh lemari pendinginnya untuk stok beberapa hari kedepan. Sejak dulu Taehyung selalu dilarang memakan makanan cepat saji oleh neneknya maupun Bibi Park. Bibi Park merupakan seorang dokter yang sangat protective terhadap asupan gizi keluarga yang dicintainya dan Taehyung tersenyum sendiri mengingat bahwa ia termasuk dalam catatan keluarga Park bahkan ia telah diadopsi secara legal meskipun Taehyung tidak mau mengganti marga keluarganya. Ketika keluarga Park sedang sibuk, Taehyung menyempatkan diri mengunjungi Bibi Go maid yang bertanggung jawab terhadap hidangan yang akan dimakan oleh keluarga Park, Bibi Go juga mengajari Taehyung cara memasak makanan sederhana semisal Bibi Go nanti cuti atau tak bisa melayani keluarga Park karena hal tertentu. Jadi, disilah Taehyung sekarang dengan celana Jeans hitam yang membalut apik kaki jenjangnya, sneakers putih kesayangannya dan jaket abu-abu kebesaran dengan hoodie yang menutup kepala dengan rambut coklat jamurnya membaca dengan seksama kandungan gizi dari beberapa barang yang akan Taehyung beli di mini market pagi itu. Setelah urusan memilih barang selesai Taehyung menuju ke kasir yang dijaga oleh namja mungil dengan kulit pucat dan surai hitamnya yang terlihat sempurna.
"Oh.. namanya Min Yoongi..." Taehyung mengangguk-angguk samar dengan belah bibir yang membulat ketika mengetahui nama dari name tag namja yang ada dihadapannya saat ini.
"Tidak ada tambahan barang lain tuan?." Yoongi, pemuda penjaga kasir tadi mengeluarkan suara untuk menanyainya yang hanya dibalas gelengan singkat oleh Taehyung. Lalu pemuda pucat tadi memberikan beberapa lembar Won sebagai kembalian atas belanjaan Taehyung dan dua plastik besar ditambah satu paper bag yang berisi belanjaan Taehyung. Membungkukkan tubuhnya singkat sebelum berlalu Taehyung ingin segera sampai ke rumahnya dan membuat sesuatu untuk dimakan. Pandangannya menerawang ke depan, membuatnya kembali mengingat pesan aneh yang diterimanya melalui email semalam dan entah kenapa Taehyung membalas pesan aneh itu, entahlah semoga saja itu bukan sesuatu yang buruk pikirnya meskipun Taehyung tidak tahu ada takdir baru yang akan menunggunya.
...
[Youth High School]
"Jadi... bagaimana? Kau sudah memutuskannya?"
"..."
"Tanyakan pada Ayahmu."
"..."
"Kau tahu aturan mainnya Yoongi-ya..."
"Ne Saem..."
Suara berat khas seorang pria paruh baya menyapa pendengaran pemuda pucat yang sekarang ini tengah berdiri mematung menghadap sumber suara. Menunduk resah sembari memegang selembar kertas yang tampak lusuh namun tetap kosong. Hening tercipta karena Yoongi tak menjawab pertanyaan dari sang guru namun akhirnya menjawab mengerti dan beranjak keluar dari ruangan pengap itu dengan rahang yang mengeras karena menahan amarah. Entahlah Yoongi hanya ingin marah, marah atas ketidak mampuannya selama ini.
...
Sepasang kaki mungil itu kini melangkah gontai, hening dan terlihat serampangan. Tidak ada suara selain suara gesekan daun yang gugur di terpa angin dan ketukan samar antara sneakers dan padatnya aspal. Hari itu matahari masih menjulang agung dihiasi semburat oranye yang membuat keangkuhannya tergantikan dengan keindahan. Sepasang converse merah itu berhenti di depan sebuah pintu kayu yang terdapat aroma bumbu masakan yang berhasil lolos diantara celahnya. Sebuah kepalan dibuat diiringi ketukan pelan, selanjutnya melangkah masuk dan menghilang lagi meninggalkan pintu kayu yang kembali tertutup rapat.
Tanpa suara, tanpa sungkan setelahnya melepas sepasang sepatu dan menggantinya dengan sandal rumah, Yoongi memasuki kamar tamu rumah Kim Taehyung tanpa memberi salam. Taehyung yang sedari tadi sibuk di dapur menyiapkan makan malam mulai menangkap suara gemericik air dari kamar tamu yang biasa Yoongi pakai ketika menginap. Memasang seulas senyum dan beranjak menuju lemari pendingin yang sebelumnya Taehyung merebus air dalam panci. Mengambil beberapa barang seperti sekotak chese cake kesukaan Yoongi dan susu kotak yang kemudian ia masukkan kedalam panci yang airnya sudah mendidih kemudian mematikan kompornya.
Menata beberapa potong chese cake dalam piring kecil dan menuangkan susu kotak dalam gelas tanggung kemudian melangkahkan kakinya dengan nampan yang penuh di kedua tangannya. Membuka pelan sebuah pintu yang berada di belakang sofa ruang keluarga dan mendapati Yoongi yang hanya mengenakan handuknya dari pinggang hingga sebatas lutut, meskipun sering melihat tapi tetap saja Taehyung merona.
"H-hyung... kau sudah pulang? Menginap?" sial kini suara Taehyung benar-benar terlihat gugup.
Sambil tersenyum simpul, Yoongi menghampiri Taehyung dan menuntunnya duduk di tepi ranjang berukuran sedang yang berada di tengah ruangan, mengambil alih nampan Taehyung dan meletakkannnya di nakas kemudian mengelus surai kecoklatan Taehyung yang terasa begitu halus. Yoongi selalu menyukainya, aroma shampoo strawberry yang Taehyung pakai dan bau anak-anak yang menguar dari tubuh Taehyung selain bau bumbu-bumbu masakan, Yoongi selalu menyukainya – itu membuatnya tenang. Tangan kanannya yang bebas kini mengelus pipi gembil Taehyung yang sedikit tirus –tunggu
"Tae... kau makan dengan baik kan?" Yoongi berucap dingin dengan tatapannya yang menajam.
Sambil menelan ludah gugup sepasang iris itu bergerak gelisah menghindari tatapan membunuh seseorang yang ada dihadapannya ini.
"Aku..." belum sempat Taehyung menyelesaikan ucapannya Yoongi tiba-tiba bangkit dan meminta Taehyung keluar dari kamarnya.
"Tunggu aku di meja makan." Ucap Yoongi sarkas sedangkan Taehyung dengan tatapan blanknya melangkahkan kakinya keluar ruangan yang mendadak menjadi panas entahlah atau hanya perasaan Taehyung.
...
Suasana di meja makan kediaman Kim itu sangat hening hanya terdengar suara denting halus dari sumpit stainlees yang beradu dengan mangkuk porselen selebihnya tidak ada. Taehyung mengunyah makanannya dengan susah payah, ia benar-benar tidak suka hening yang seperti ini jadi Taehyung berinisiatif untuk membuka pembicaraan malam itu.
"A-ano.." belum sempat Taehyung menyelesaikannya kalimatnya sebuah telur gulung mendarat mulus ke dalam rongga mulutnya, diikuti suara sumpit yang diletakkan dan kedua tangan yang mengepal kuat di depan wajah angelnya –itu Yoongi.
"Tae..." entah kenapa suara Yoongi Hyungnya kini lebih rendah, memaksa Taehyung menutup mulutnya rapat dan mengunyah makanannya dengan khidmat sambil menunggu kata selanjutnya dari Yoongi.
Hah...
Satu helaan nafas lolos diantara bibir mungil yang terhalang oleh kepalan tangannya sendiri, Yoongi –bukannya lelah hanya saja Taehyung terlalu keras kepala.
"Berhenti memaksakan diri Kim Taehyung... jika kau sakit dan aku tidak ada siapa yang akan menjagamu? Si bantet itu ? dia jauh di Seoul... lagipula kau tak akan berani menganggunya dengan –hal kecil- menurutmu ketika kau merasa sakit. Aku benar?". Satu kata dan hening Taehyung kalah telak dan akan selalu seperti itu ketika bersama Yoongi.
Kini anak laki-laki berdarah AB itu menundukkan kepalanya dalam sambil menggenggam sumpitnya sangat erat hingga buku-buku jarinya memutih namun sesuatu yang hangat kini menggenggam jemarinya pasti kemudian semuanya terasa begitu cepat.
"Hiduplah dengan baik, malam ini aku tidak menginap karena aku ada urusan dengan Ayahku."
Taehyung mengangkat kepalanya refleks, menatap wajah Yoongi yang tersenyum namun matanya yang tampak kosong itu membuat lidahnya kelu untuk sekedar mengucapkan sepatah kata. Sebelum akhirnya benda basah itu mendarat lembut di bibirnya dan setelahnya Yoongi beranjak membawa ranselnya. Entah kenapa malam itu sesuatu yang cair keluar dari ujung mata seindah lelehan coklat milik Taehyung, entah kenapa malam itu menjadi malam yang dingin seperti musim dingin di penghujung tahun dan entah kenapa sesuatu yang berada di dalam dada kirinya berdenyut nyeri –entah kenapa Taehyung juga tidak tahu.
...
[NEXT ?]
