Disclaimer: Masashi Kishimoto
Rated: M
Genre: Romance / Fantasy
.
.
Chapter 1
Entah sudah berapa abad, tapi sejarah itu tetap terkubur di buku-buku kuno yang tersusun rapi di perpustakaan yang tak seorangpun enggan mengunjunginya.
Sejarah itu dimulai saat peperangan dua pihak untuk mempertahankan wilayah masing-masing. Tak ada pihak yang mau mengalah, pertumpahan darah terus saja terjadi, darah dari prajurit bertamengkan baju zirah besi yang kokoh namun tetap tak melindungi nyawa meraka.
Sampai suatu masa dimana pemimpin wilayah salah satu pihak, Jiraiya—pria dengan rambut keperakan dan usia yang tak muda lagi—memilih untuk melakukan gencatan senjata dan menginginkan kedamaian. Keberadaannya bukan dalam keadaan baik. Untuk menemui pihak lawan sangat sulit, sulit untuk keluar dari istananya sendiri. Bukan karena ia takut menghadapi lawan, hanya saja karena factor usia yang membuat kemampuannya menurun.
Jiraiya memikirkan cara agar dapat mengirim pesan damai kepada pihak seberang. Mengirim seorang utusan adalah salah satu cara yang dipirkannya sekarang ini. Namun yang diutus bukanlah manusia. Bukan prajurit atau rakyat yang bisa saja dilukai atau bahkan dibunuh oleh pihak musuh sebelm pesan tersampaikan. Ia tak mau mengorbankan nyawa rakyatnya. Karena itu, ia memilih mengutus salah satu siluman yang mengbdi padanya. Siluman mimpi buruk, yang berparas cantik bernama Kurenai.
Siluman itu sudah mengabdi padanya sejak lama. Bukan hanya padanya, siluman itu juga sudah mengabdi pada keluarganya secara turun temurun. Kini tugas menyampaikan pesan perdamaian sudah diemban Kurenai. Ia harus mencapai wilayah musuh dan bertemu dengan pemimimpinnya bernama Orochimaru.
"Kau bisa mempercayakan ini padaku, Jiraiya-sama." Ucap sang siluman cantik. Jiraiya hanya memberikan anggukan kecil menandakan kepercayaannya pada Kurenai. Ia masih sedikit khawatir tentang tugas yang diberikannya pada Kurenai. "Tapi kenapa begitu mendadak?" tanya Kurenai.
"Pihak kita memang kuat, hanya saja aku tak tega melihat kerugian dan kesengsaraan yang dialami rakyat kita akibat peperangan ini. Aku tak mau ada korban lagi. Rasanya perang ini tak akan berakhir jika salah satu pihak tidak mengalah." Raut wajah kesedihan tergambar di wajah Jiraiya.
"Tapi dengan begini, sama saja kau mengaku kalah!" seru Kurenai. "Mungkin iya. Tapi apalah artinya kemenangan jka rakyatku harus hidup dalam penderitaan." Jiraiya sangat yakin dengan keputusannya, walaupun kekalahan sempat membuatnya ragu.
"Bagaimana jika kau kehilangan harga diri seorang pemimpin akibat kekalahan ini?" tanya Kurenai lagi. "Sudahlah, lebih baik kau cepat menyelesaikan tugas ini." Perintah Jiraiya,
"Baik aku pamit pergi." Dalam sekejap wanita itu sudah melebur bersama udara. Perlahan menjadi transparan dan akhirnya hilang dari pandangan mata. Sementara Jiraiya kini berada sendiri di dalam ruangan yang tak lain adalah kamarnya.
"Apakah ini benar tindakan terbaik?"
.
=====(^^)=====
Kurenai kini telah memasuki wilayah musuh, tepatnya berada tak jauh dari istana ular milik Orochimaru. Kurenai berhenti sejenak, bukan karena kesulitan menjangkau istana, tapi semenjak memasuki wilayah musuh, ia terus merasakan kehadiran seseorang yang sepetinya mengikutinya.
'Siapa? Jika memang musuh, kenapa bergerak seorang diri?' pikir Kurenai. Ia menoleh mencari keberadaan musuh. Ia tahu ini aura seorang manusia. 'Aroma manusia… Sepertinya jaraknya lumayan dekat, lebih baik kuserang saja.'
Tak ada waktu memikirkan strategi, Kurenai melemparkan Shuriken miliknya ke tempat seharusnya musuh berada. Selang beberapa detik musuh meloncat menghindari shuriken yang dilemparkan Kurenai. Alhasil, tak satupun shuriken berhasil melukai tubuh musuh.
Sosok berjubah terlihat keluar lindungan bebatuan. Wajahnya terlindung dari tudung jubbah, sehingga wajahnya sama sekali tak dapat dikenali. "Siapa kau?" tanya Kurenai. Dengan kecepatan seperti angin, sosok itu sudah mendekati Kurenai dengan pisau khusus yang sudah siap pakai.
Kurenai membuat segel dengan tangannya. Seketika, tubuh Kurenai berubah menjadi kelopak-kelopak bunga sakura yang berkilau diterpa cahaya bulan, sesaat sebelum pisau itu mengiris tubuhnya. membalas serangan lawan, kelopak-kelopak sakura tadi berubah menjadi kertas mantra dan meledak dengan suara ledakan yang memekakkan telinga. Namun sayang, serangan itu tak sedikitpun melukai musuh, ia tiba-tiba menghilang.
'Dimana dia? Bagaimana bisa dia menghindari serangan barusan?' pikir Kurenai. Belum sempat menemukan jawaban dari pertanyaannya, sebuah suara yang sangat dikenalnya terdengar dari arah punggungnya.
"Lama tak bertemu Kurenai… Ternyata kemampuan bertarungmu meningkat pesat." Kata sosok itu sambil menurunkan tudung jubahnya. Kurenai berbalik dan terkejut dengan sosok itu.
"Asuma…" hanya sesaat kemudian Kurenai kembali memasang tatapan dingin. Tatapan yang dingin namun tersirat kerinduan yang begitu besar didalamnya. "Lama tidak berjumpa… Rasa-rasanya kejadian itu baru terjadi kemarin yah." Kata sosok yang dipanggilnya Asuma itu.
"Hn… Lebih baik kejadian itu kau lupakan saja dan jangan berharap banyak pada hal itu." Kata Kurenai dengan seringai yang terpasang di wajahnya.
"Tidak bisa… Aku sangat berharap banyak padamu. Tapi sayang, kau lebih memilih pengabdianmu dibandingkan denganku, dengan kita." Kata Asuma miris. Kurenai membalikkan badannya. Ia tak mau ekspresi wajahnya saat ini dengan mudah dilihat dan disalah artikan oleh Asuma.
"Aku hanya siluman yang pantas dijadikan budak, bukan dicintai dengan segala embel-embel dari perasaan manusia sepertimu." Kurenai memang sangat merindukan sosok mantan kekasihnya ini, tapi keadaan mereka dulu bukanlah sesuatu yang wajar. Siluman tak selayaknya memiliki ikatan apa-apa dengan manusia.
"Kalau itu alasanmu, biarkan dirimu mengabdi padaku saja. Dengan begitu kau akan terus terikat dan tetap bersamaku. Aku menginginkanmu, kau harus tahu itu." Asuma melingkarkan lengannya ke tubuh Kurenai yang kini membelakanginya. Tak sampai lima detik, Kurenai melepaskan eratnya pelukan Asuma. Ia menghindar.
"Hentikan pembicaraan ini, aku tak mau membuang-buang waktu. Ini bukan waktu yang tepat untuk nostalgia, ada hal yang lebih penting sekarang. Lebih baik kau mempertemukan aku dengan pemimpin kalian." Ucap Kurenai dengan ekspresi lebih serius. Kini mereka beradu pandang, apa yang dicari Asuma tak tergambar di wajah Kurenai. Cinta yang dulu seperti sudah pudar dari sana. Tak ada lagi cinta untuk Asuma di setiap hembusan nafas wanita jelmaan siluman itu. Apa yang dulu disebut kasih sayang oleh Kurenai kini sudah menghilang dari matanya.
Rokok yang sejak tadi dihisap Asuma kini sudah tergeletak ditanah, akibat injakan kaki Asuma yang sedang kesal. 'Bukan Kurenai yang seperti ini yang kuinginkan' batin Asuma. Asuma sangat ingin membelai rambut hitam pekat milik Kurenai. Kurenai yang dulu, bukan yang seperti dihadapannya sekarang. Kurenai yang dulu. Kurenainya.
Asuma mengepalkan tangan sekuat-kuatnya. Perasaan kesal dan penyesalan menggerogoti tubuhnya sekarang. Kesal karena tidak bisa mendapatkan hati Kurenai, dan menyesal karena tidak bisa mempertahankan cinta Kurenai dulu. Ia sama sekali tak tahan dengan sikap dingin dan tatapan tanpa arti milik Kurenai.
Merasa kesal, Asuma merebut satu ciuman Kurenai secara paksa. Sementara Kurenai yang terkejut, seketika memberontak akan tindakan tiba-tiba itu. Bibir Kurenai terasa dingin dan hambar.
"Hmmmph.. Hentikan." Kata Kurenai disela-sela ciuman itu. Kurenai tak bisa terlalu banyak berbuat. Tubuhnya kini berada diantara tubuh Asuma yang menindihnya dan pohon maple yang ia sandari sejak tadi. Ia juga tak bisa menggunakan jurus apapun, karena takut akan melukai Asuma.
Cara Asuma menciumnya adalah cara yang khas. Cara yang sangat ia rindukan dari pria itu. Asuma menciumnya dengan lembut dan mencakup setiap sisi bibirnya. Mulai dari bibir atas, bibir bawah hingga lidahnya. Ciuman itu selalu diselingi jeda mengambil nafas, jadi tak perlu khawatir salah satu dari mereka mati kehabisan oksigen.
Asuma menghentikan ciumannya. Ia mendekatkan bibirnya ke telinga Kurenai dan membisikkan "Kurenai, jangan pernah membenciku, rasa bencimu bisa menjadi racun dalam tubuhku yang perlahan membunuhku. Aku bisa mati." pintanya pelan.
"Aku tak pernah membencimu dan tentu saja masih mencintaimu sampai sekarang dan sampai kapanpun juga. Hanya saja, aku telah berjanji akan terus mengabdi pada pemimpin yang telah berbaik hati merawatku. Aku berjanji kan mengabdi padanya. Walaupun sebenarnya aku sangat ingin bersamamu." Ungkap Kurenai pada Asuma.
"Sekalipun aku bisa bersamamu sekarang dan selamanya, aku ingin menyelesaikan tugas yang diberikan kepadaku dahulu. Jika tugasku selesai dan semua kembali damai, aku tak perlu menjaga Jiraiya lagi. Aku yakin ia akan merasakan kematian dengan damai di hari tuanya dan kita bisa bersama lagi." Kata Kurenai meyakinkan Asuma. Ia harus segera menemui Orochimaru itu.
"Baiklah… Ayo ikut denganku."
.
=====(^^)=====
Asuma dan Kurenai kini berada di hadapan sang musuh besar, Orochimaru. Wajahnya lebih mirip siluman ular ketimbang manusia. Matanya seakan ingin memangsa setiap orang yang menatapnya. Bibirnya terus saja mengembangkan seringai sombong dan meremehkan.
"Jadi, Jiraiya ingin damai rupanya." Kata Orochimaru yang terdengar seperti mendesis. Ia memperhatikan kembali gulungan surat yang baru saja ia terima dari Kurenai. "Dasar orang tua bodoh, lebih memikirkan orang lain daripada kemenangan besar akan perang ini. Namun sayang, sampai kapanpun ku tak akan menghentikan perang ini. Aku akan terus berusaha hingga merebut segala yang ia punya. Hahahahah"
Orochimaru menghentikan tawanya lalu memandang licik Kurenai. Ia memberikan sebuah kode pada pengawalnya. Asuma yang menganalisa keadaan, segera memasang kuda-kuda bertarung melindungi Kurenai. Kurenai juga sadar bahwa nyawanya terancam. Satu yang ia ketahui, bahwa Asuma berada dipihaknya.
Ada lima orang pengawal yang kini mengepung mereka. Salah satu pengawal yang mendekati mereka—Kimimaru—menarik pedang berwarna putih dari sikunya yang ternyata adalah tulangnya sendiri. Ia menebaskan pedang itu ke arah Asuma.
Asuma yang sudah membaca gerakannya, berhasil menghalangi serangan itu dengan pisau cakranya. Ia mengalirkan chakra angin pada pedang itu. Tipis dan tajam. Pisau itu berhasil melukai pundak pria tulang tadi.
Tanpa disadari, seorang pengawal lainnya—Tayuya—merapalkan teknik ilusi pada Asuma. Sesaat Asuma merasa tubuhnya seperti terikat dengan gelombang seruling aneh. Untung saja teknik itu segera berbalik. Sekarang si pengawal yang terkena jurus ilusi yang tak lain adalah milik Kurenai. Wanita itu terikat pada pohon sakura raksasa dan tak bisa bergerak.
"Satu berhasil dilumpuhkan." Kata Kurenai. Asuma berterima kasih karena pertolongan Kurenai. Kimimaru kembali menyerang dan kali ini bersamaan dengan pria berbadan besar yang menggunakan jurus elemen tanah—Jirobou.
"Elemen tanah. Jurus penjara tanah." Seketika tanah disekitar Asuma dan Kurenai bergetar hebat. Insting pahlawan Kurenai bekerja, ia mendorong Asuma menjauh dari daerah serang. Akibatnya, sekarang ia yang masuk kedalam perangkap musuh.
Tak lebih beruntung dari Kurenai, Asuma terkena tikaman maut dari Kimimaru tepat di dadanya. Darah segar terus mengalir dari sana. Sementara Kurenai kehabisan chakra akibat penjara tanah milik Jirobou yang menghisap chakra.
Dengan tipisnya chakra Kurenai, penjara itu terbuka. Dengan sisa-sisa kekuatan, Kurenai menghampiri kekasihnya yang sekarat. Air mata kini mengalir dari sudut mata Kurenai. "Apa maumu Orochimaru… Apa tidak cukup darah akibat peperangan ini? Apa masih kurang dengan pengakuan kalah dari Jiraiya-sama. Bahkan kau sudah mengambil nyawa Asuma."
"Kau takkan pernah mengerti… kau hanyalah siluman yang tak tahu apa-apa." Kata Orochimaru merendahkan.
"Suatu saat kau akan menyesal dengan ini semua. Kau menghinaku sebagai siluman." Kata Kurenai bersungguh-sungguh.
"Apa yang akan kau perbuat siluman lemah?"
Dengan sisa-sisa chakranyaisekitar Asuma dan Kurenai bergetar hebat. maan dengan pria berbadan besar yang menggunakan jurus elemn tanah. endiri. Kurenai merapalkan kutukan. "Dalam silsilah keluargamu kelak, kau akan mendapatkan keturunan seorang manusia setengah siluman. Dan kutukan itu tidak akan pernah berakhir sampai kau menghapuskan dosamu. Sampai kau menemuiku dan meminta pengampunan padaku. HAHAHAHAHhh Kau telah salah memilih orang untuk kau bunuh mala mini." Kurenai tertawa selebar-lebarnya, suara tawanya menggema di seluruh istana. Ia menciptakan suasana mencekam dalam ruangan.
Dan dalam waktu sekejap, tubuh Kurenai menghilang menjadi debu.
Sejarah itu terputus begitu saja, tapi ada sebuah buku yang menuliskan akhir sejarah itu. Puluhan tahun kemudian kedua belah pihak akhirnya berdamai dan menghentikan peperangan. Tapi, bagaimanakah dengan kutukan itu?
Bersambung…
.
Akhirnya fict ini selesai juga… fict ini baru prolognya. Jadi jika banyak yang berminat membaca, pasti bakalan dilanjutkan.
Ini merupakan fict hasil kolaborasi dengan 'Lemon Kurang Asem'.
Berhubung saya masih baru, mohon bimbingan dari senior sekalian dengan me-review fict ini… supaya saya bisa tahu keslahannya dimana… Arigatou
R
E
V
I
E
W
