Naruto © Masashi Kishimoto

Like Crazy


Ruangan itu begitu gelap tanpa cahaya setitik pun. Suara dering alarm terus bergetar diatas meja. Meraung-raung seakan meminta perhatian sang empu kamar untuk mematikannya. Namun orang itu malah semakin menaikkan selimut yang sedari tadi membungkusnya. Enggan mematikan bahkan menyentuh jam beker tersebut.

Suasana kamar kembali hening beberapa detik hingga sebuah suara kembali berbunyi. Tapi bukan berasal dari jam beker itu lagi. Melainkan pintu didepan sana. Sasuke mengerang keras, marah. Ia mengumpat diatas kasur dengan tubuh yang masih terbaring. Siapa orang yang berani-beraninya mengganggu tidurnya.

Dengan malas, ia pun akhirnya beranjak dari singgasana empuk tersebut. Berjalan dengan langkah seolah sangat terpaksa. Tangannya mengacak rambut hitam yang berantakkan. Berdecak pinggang setelah memencet tombol didekat pintu.

Ia berdecak saat melihat wajah yang muncul dilayar dihadapannya. Matanya terputar bosan.

"Ada apa?" Tanyanya geram. Semakin menatap sebal wajah orang itu.

"Maaf, Tuan. Nyonya besar menyuruh Tuan untuk ikut bersama saya."

"Kemana?"

Tidak ada jawaban dari orang tersebut. Sasuke kembali berdecak kesal. Dengan sangat terpaksa. Akhirnya ia mengiyakan.

"Baiklah." Ia menjeda sejenak. "Aku akan bersiap dulu."

Sasuke berbalik, kembali menuju kamar. Ia menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Menghela napas. Ingin sekali ia menolak dan kembali tertidur. Namun wajah marah sang ibu terbayang dipikirannya. Ia terbangun.

"Haish.. Sebenarnya apa yang diinginkan ibu?" Tangannya mengacak rambut, marah.

Beberapa menit berlalu ia habiskan untuk bersiap. Dengan setelan kaus abu-abu didalam jas hitam dan celana hitam. Ia berjalan menghampiri orang yang sudah menunggunya diluar apartment.

"Sebenarnya kau ingin membawaku kemana?" Tanyanya lagi karena rasa penasaran yang mendalam. Tapi sepertinya lagi-lagi ia diabaikan. Pertanda sekali melihat orang kepercayaan ibunya itu yang terdiam, yang berarti enggan memberitahu.

"Terserahmulah.." ia berjalan malas mendahului orang itu. Beberapa orang juga mengikutinya dibelakang orang tersebut.

Butuh waktu lima belas menit untuk sampai ditempat yang ditujukan sang ibu. Sasuke sampai harus memainkan ponselnya untuk membunuh bosan yang menyerang.

Mobil yang dikendarainya berhenti, pertanda kini ia sudah sampai. Pintu mobil terbuka. Terlihat seseorang berpakaian jas rapih disebelah pintu. Matanya terputar bosan. Kembali mengantungi ponsel kedalam jas hitam.

Pandangannya menyapu seluruh restaurant yang baru saja dimasukinya. Setelah menemukan orang yang dicari, kakinya bergerak menghampiri orang itu. Ia membungkuk, sekedar memberi hormat pada wanita dihadapannya. Lalu melirik gadis diseberang sana.

"Duduklah." Titah sang ibu yang langsung dituruti.

"Sasuke." Wanita berparas cantik itu menoleh kearahnya. "Perkenalkan, Hinata Hyuuga. Puteri rekan ibu." Mata hitam Sasuke mengikuti arah pandang sang ibu. Terlihat gadis itu tersenyum ditempatnya.

"Hinata. Perkenalkan, ini putera bibi. Sasuke." Wanita itu tersenyum.

"Salam kenal, Sasuke-san."

"Karena Sasuke sudah ada disini. Sepertinya bibi harus pergi. Ada pertemuan penting diyayasan." Wanita itu tersenyum. Mengambil tas putih disampingnya. "Kapan-kapan kita berbicara seperti ini lagi, ya."

Sebelum meninggalkan meja tersebut. Wanita itu menepuk pelan pundak Sasuke. Pria itu sampai memutar matanya lagi.

Suasana terasa begitu canggung. Hanya suara obrolan pelanggan lain yang terdengar dari mejanya saat ini. Sasuke belum mengeluarkan suaranya semenjak sang ibu pergi. Bahkan ia pun belum menyentuh makanan yang satu menit lalu sampai.

"Kenapa aku merasa saat ini terasa begitu canggung." Gadis berponi itu sedikit tertawa. "Sasuke-san. Maaf jika pertemuan ini mengganggu waktumu."

..Like Crazy..

Pelanggan tak ada hentinya saat matahari semakin meninggi. Sakura dan kawan-kawannya sampai kewalahan karena banyaknya pelanggan yang datang silih berganti. Sang koki didapur sampai tidak ada yang berbicara, karena sibuk dengan masing-masing pekerjaan. Tidak seperti biasanya yang selalu diselingi oleh canda dan tawa. Sakura mengeluarkan leluconnya ketika melihat dapur yang sunyi. Namun ia terabaikan. Mulutnya mengerucut sebal.

"Saku.. Manajer mencarimu." Teriak seseorang dari pintu. Sakura menoleh kilat. Tangannya yang didepan dada terlepas. Ia tersenyum.

Kakinya melangkah ringan menuju counter didepan sana. Senyumnya mengembang saat pandangannya melihat sesosok pria bertubuh tegap yang berdiri menyender meja counter. "Hei." Ia menyapa.

"Ada apa mencariku, hmm? Kangen?" Ia menggoda pria tersebut. Namun ekspresi wajah pria itu masih sama seperti pertama kali ia datang.

"Ikutlah denganku." Pria itu menurunkan tangannya didepan dada. Menatap intens mata hijau disana.

"Tumben sekali. Memangnya mau kemana? Tapi, apa kau tidak lihat, restaurant sedang ramai."

Sakura melipat tangannya. Ia melihat pria itu mendekat, tangan besar pria itu membuka clemek maroon yang terpasang ditubuhnya.

"Aku disini sebagai pelayan Shikamaru. Bukan manager sepertimu yang kapan saja bisa keluar masuk saat sedang bekerja. Aku tidak bisa untuk sekarang. Aku juga tidak enak dengan teman-teman, karena meninggalkan restaurant saat sedang ramai. Aku harap kau mengerti, sayang." Tangannya kembali mengambil clemek ditangan kekasihnya itu.

"Aku manager disini. Aku berhak memerintah pelayanku kapanpun. Dan sekarang, aku memerintahkanmu untuk ikut bersamaku." Shikamaru kembali mengambil clemek itu dan menaruhnya kedalam laci dibawah meja counter.

Sakura menghela napas dibuatnya. Sekeras apapun ia menolak, jika Shikamaru sudah berbicara tentang perintah atasan, ia tidak bisa membantah. Karena ia telah berprinsip, bahwa ia akan mematuhi segala perintah yang diberikan atasannya kepadanya.

"Baiklah. Baiklah. Kau memang keras kepala, manager."

Sakura berbalik menuju kamar ganti untuk mengganti pakaiannya serta mengambil tasnya. Karin yang ingin ke kamar mandi karyawan menghentikan langkahnya saat melihat Sakura. Ia menyembulkan kepalanya kedalam ruang itu. Sakura sampai terkaget dibuatnya. Untung saja ia belum membuka pakaiannya.

"Kau mengagetkanku Karin."

Gadis berkacamata itu tertawa. "Salahmu pintunya tidak dikunci." Lantas pandangannya tertuju pada pakaian yang tergantung digagang loker. "Mau kemana?"

"Manager memerintahkanku untuk ikut dengannya." Sakura berucap dengan menekan kata memerintahkannya. Karin mengerut dibuatnya.

"Huh? Enak sekali ya, Kalau punya pacar seorang manager. Apalagi kalau manager itu atasan kita. Bisa pulang sesukanya."

Sakura memutar bola mata. "Ini perintah dari atasan. Bukan karena manager itu pacarku. Lagipula, aku tidak pulang Karin." Ia menghela napas. "Aku ingin ganti baju. Apa kau sudah selesai?" Sakura berjalan mendekatinya.

"Kalau ganti baju, pintu jangan lupa dikunci. Bagaimana kalau Kiba yang membukanya?" Tangan Karin mendorong wajah Sakura kebelakang dengan telapak tangannya. Ia tertawa, kembali melanjutkan niat awalnya ke kamar kecil.

Sakura mengendus sebal. Melangkahkan kembali kakinya kedepan loker setelah mengunci pintu.

Ia keluar setelah satu menit kemudian. Dengan tangan mengikat rambut, ia berhenti saat berpapasan dengan Tenten.

"Kau mau kemana?" Tenten bertanya. Sakura menyudahi ikatannya.

"Maaf ya, aku pergi disaat restaurant sedang ramai. Manager menyuruhku untuk ikut dengannya. Aku tidak bisa menolak." Ucapnya pelan. Tenten menepuk pundaknya.

"Santai saja."

Sakura tersenyum tipis mendengarnya. Meski tenten berkata seperti itu, tetap saja hatinya merasa tidak enak. Tapi, mau bagaimana lagi?

Ia melanjutkan langkahnya menuju Shikamaru disana. Senyumnya mengembang. "Jadi, kita mau kemana?"

Shikamaru tidak menjawab. Namun ia menarik pergelangan tangan Sakura. Menggandengnya untuk berjalan bersama. Dan Sakura sangat dengan senang hati berjalan disampingnya.

Mobil Shikamaru berbelok kearah sebuah mall dikota itu. Sakura tetap terdiam. Meski berbagai pertanyaan muncul dikepalanya. Ia tau, jika ia bertanya akan kemana, pasti Shikamaru tetap tidak menjawab. Pria keras kepala.

Mereka terus berjalan menaiki eskalator mall. Sakura mulai mengetahui kemana Shikamaru membawanya saat pria itu menggandengnya menuju bioskop mall tersebut. Memang, dasar pria, bilang saja kalau mau mengajak nonton.

"Jadi kau memintaku ikut denganmu hanya untuk nonton?" Sakura bertanya saat mereka mengantri memesan tiket. Bulan ini memang ada film yang menurutnya bagus. Ia pun berencana menonton film itu dengan Shikamaru, tapi bukan sekarang.

"Apa salah jika aku mengajakmu nonton?" Shikamaru mengangkat dagu Sakura dengan lembut.

"Tidak. Tapi itu tidak bisa disaat aku sedang bekerja. Itu sama saja aku memakan gaji buta. Bagaimana kalau teman-teman membicarakanku. Seharusnya kau tidak mencampurkan urusan pribadi dengan pekerjaan Shikamaru."

Pria itu menoleh saat orang yang mengantri didepannya melangkah maju. Kakinya seketika bergerak. "Aku akan memecat mereka." Shikamaru menghela napas ketika melihat Sakura memasang wajah tidak suka. "Aku akan memecat mereka jika mereka membicarakan kekasihku." Ia tersenyum.

Sakura berdecak. Lantas ia memukul lengan pria itu pelan. Wajahnya memanas, ia tersenyum.

Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat. Sakura dan Shikamaru keluar dari dalam teater tempat mereka menonton film. Wajah Sakura merona. Ia menempelkan kepalanya pada pundak kekar Shikamaru. Berjalan dengan bergandengan tangan. Hatinya berbunga-bunga saat ini. Ketika film berlangsung. Shikamaru terus menatapnya. Memang didalam gelap, tapi ia bisa merasakan mata pria itu selalu tertuju kearahnya. Juga, film yang mereka tonton sangat romantis. Seperti hubungannya.

"Kau mau es cream?" Shikamaru bertanya, ia mengangguk. Kepalanya diangkat dari pundak pria itu, namun tangannya masih bergandeng. Mereka berhenti untuk membeli.

"Aku kembali saja ya, ke restaurant." Sakura berbicara. Entah itu sebuah pernyataan atau permintaan ditelinga Shikamaru.

"Aku ingin mengajakmu lagi setelah ini." Sakura menatapnya. Ia menerima sodoran es cream dari pria itu.

"Mau kemana lagi?" Ia bertanya sambil menjilat es cream strawberry. "Kau pasti sangat rindu padaku, kan. Aku juga rindu padamu, sayang." Sakura mencubit pipi Shikamaru gemas. Pria itu sampai mengusap wajahnya yang memanas, alih-alih marah, Shikamaru malah tersenyum.

"Kau sangat manis." Sakura tersenyum menatapnya. Lidahnya kembali menjilati es cream.

Hari sudah sore saat Shikamaru membawa Sakura menuju taman. Mereka terus bermesraan selama diperjalanan. Mereka bahkan saling suap menyuap memakan makanan ringan yang dibeli Shikamaru dipinggir jalan. Sakura merasa bahagia dibuatnya.

"Apa kau mau?" Sakura menyodorkan gulali pink ditangannya. Ia pun sampai menyuapi, namun Shikamaru menolak.

"Sakura—"

"Jangan berbicara dulu. Tunggu sampai gulaliku habis." Shikamaru menurut. Seperti itulah ketika Sakura memakan gulali. Ia tidak akan menyimak apapun yang orang lain bicarakan saat sedang memakan gulali kesukaannya. Ia harus berkonsentrasi menghisap rasa manis dari makanan kapas itu. Konyol, memang.

Shikamaru terus menunggu sampai Sakura menghabiskan gulalinya. Pandangannya tertuju pada gadis itu. Meski memakan waktu lama, ia tidak bosan menunggu gadis itu menyelesaikan kebiasaannya. Bahkan, ia tidak akan pernah bosan jika harus terus menatap seperti ini.

"Apa?" Sakura menatap Shikamaru yang seakan tersadar dari lamunan. Ia kembali bertanya melihat kekasihnya yang hanya diam. "Tadi kau ingin berbicara apa?"

"Sakura.."

Sakura menggumam tanda merespon. Butuh beberapa detik untuknya kembali mendengar suara pria itu.

"Aku ingin hubungan kita sampai disini saja."

Sakura terdiam. Berusaha mencerna perkataan Shikamaru. Apa telinganya bermasalah?

"Ap—apa?" Ia berdiri dari duduknya. Menatap tidak percaya Shikamaru yang duduk dibangku taman. Ia tertawa miris. "Seharusnya aku menyadari sejak awal saat kau memintaku untuk ikut denganmu."

Matanya menatap tanpa arah. Terlalu terkejut, bahkan Sakura tidak tau apa kesalahannya. "Kenapa?"

"Aku juga tidak menginginkan semua ini. Maafkan aku, Sakura."

.

.

.

To Be Continue


Sign,

mywhitepigeon.