Naruto © Masashi Kishimoto
"Sasuke, kau menulis apa?"
"Rahasia, Dobe."
Naruto hanya melirik penasaran pada kertas putih yang dilipat rapi oleh sahabatnya kemudian melakukan hal yang hampir sama. "Huh! Baiklah, kalau begitu akan kutunggu sepuluh tahun lagi." Telunjuk kanannya menekan ujung kertas putih yang lolos dari bibir botol bening di tangan yang satunya lagi. Sedikit kesusahan namun akhirnya kertas itu berhasil dia masukkan meskipun harus kusut di beberapa bagian.
"Lipat dengan benar, Dobe." Sasuke di sebelahnya mendengus kemudian merebut botol tadi dan memasukkan surat buatannya yang dilipat memanjang sehingga bisa dengan mudah masuk ke dalam botol itu—tanpa kusut di bagian manapun.
"Kau menulis apa sih, Sasuke?"
Tampaknya bocah pirang ini sama sekali tidak peduli dengan anjuran sahabatnya, malah menanyakan hal yang sama sebanyak empat kali. "Kubilang rahasia ya rahasia, Naruto—" si pirang mendengus "—kau harus sabar, hanya sepuluh tahun." Tambahnya kalem. Kemudian dia meraih tas hitamnya yang tadi tergeletak di bawah pohon sakura tanpa daun itu.
Naruto cuma diam sambil mengikuti gerakan anak yang lebih tua beberapa bulan darinya itu. Sejujurnya dia masih berpikir surat seperti apa yang Sasuke tulis kepadanya untuk sepuluh tahun yang akan datang.
Sasuke tiba-tiba berhenti dan berbalik, "Ah—"
"Naruto—"
Sedangkan Naruto yang sibuk mengelus dahinya yang tidak terasa sakit cuma bisa bingung. "Kenapa kau berhenti tiba-tiba begitu, Teme!"
"Otanjobi omedeto."
Dan angin musim gugur bertiup menyebarkan semburat kebahagian di wajah Naruto.
"Uzumaki Naruto!"
Kepala pirang itu hampir menghantam buku tebal di bawah sikunya yang menjadi tumpuan sejak sepuluh menit dia melamunkan masa lalunya.
"Ya, Sensei?"
Dosennya itu menghela napas "Apanya yang 'Ya, Sensei?' aku cuma mengabsen seperti biasa. Kau melamun, sudah tiga kali aku memanggil namamu, Uzumaki."
Naruto bisa melihat beberapa temannya terkikik dan Kiba yang duduk dua kursi darinya mendengus geli.
"Maafkan saya, Sensei."
Kemudian dosen itu lanjut menyebutkan nama siswanya satu-persatu. Si pirang menghela napas dan menoleh pada jendela di samping kanannya, lain kali dia tidak akan mengambil kursi di sebelah jendela lagi. Karena dia yakin, di musim gugur nanti—di saat pohon Sakura yang berjejer rapi di halaman Konoha University tak berdaun—dia akan jatuh lagi di memoar lama.
Hampir saja dia kembali jatuh saat sayup-sayup terdengar suara nyaring dosennya yang memulai pertemuan mereka dengan dasar-dasar investasi. Mata birunya kembali menatap lurus ke arah layar yang menampilkan sederet kalimat saat ponselnya bergetar pelan. Sejujurnya tak ada aturan tertulis tentang penggunaan ponsel saat proses belajar di Konoha University, namun mahasiswa sudah termasuk dalam ukuran cukup dewasa untuk memahami efek penggunaan ponsel saat belajar.
Tapi Naruto bukan termasuk orang yang cukup dewasa, hanya sebuah email pikirnya. Kemudian alis pirangnya terangkat sebelah melihat si pengirim.
Kau kenapa?
Sejenak Naruto mendengus kemudian mengetik balasan singkat untuk Kiba—orang yang duduk dua kursi darinya.
Terjebak nostalgia.
Sebelum dia mendapat teguran halus dari satu-satunya dosen yang frontal mengharamkan ponsel saat jamnya, Naruto buru-buru memasukkan ponsel hitam itu ke dalam tas. Dia yakin Kiba pasti tidak puas dengan jawaban asal dan tidak lucu darinya. Temannya yang satu itu adalah orang yang suka mencari tahu dan mudah penasaran. Kombinasi yang merepotkan sebenarnya.
Merepotkan saat dia harus menjelaskan memori dua belas tahun lalu yang dia bahkan tak harapkan untuk teringat kembali pada Kiba. Sepertinya setelah ini dia harus menjauhi Kiba walaupun hampir mustahil karena mereka menyewa kamar di gedung yang sama.
Sengaja atau tidak, mata birunya kembali melirik deretan pohon sakura dari lantai tiga ini. Ada banyak mahasiswa yang berlalu lalang di bawah sana dan dua di antara mereka adalah Sasuke Uchiha dan Haruno Sakura. Sinar di mata itu meredup seketika, entah mengapa dia bersyukur saat itu bukanlah musim semi. Karena jika iya, maka dia akan merasa menjadi orang paling jahat yang ingin memisahkan pasangan yang sungguh akan terlihat semakin sempurna di bawah hujan sakura.
"Mana kadoku?"
Sasuke mendongak dari buku catatannya—tulisannya terbilang rapi untuk anak umur enam tahun.
"Kadokuuu—"
Naruto mengulang sambil sedikit merengek melihat sahabatnya hanya mengangkat sebelah alis dan menghela napas sambil merogoh saku celana.
"Ini—"
Mata biru itu mengerjap beberapa kali melihat gantungan rubah oranye terulur dari tangan berkulit putih sahabatnya. "Aku bingung mau memberimu apa, tapi saat melihat itu di toko kemarin aku jadi mengingatmu, makanya—"
"Arigatou!" Naruto tersenyum manis dan langsung memasang gantungan itu di tas oranyenya. Sasuke cuma mendengus geli, merasa bodoh harus menjelaskan hal sepele pada Naruto. Sejujurnya dia tahu, apapun itu, Naruto pasti akan tersenyum sama seperti sekarang.
Senyuman yang dia sukai. Senyuman yang tak mampu membuatnya menahan senyuman Uchiha yang terkenal mahal itu.
"Oi!"
Naruto mempercepat langkahnya mendengar teriakan Kiba di belakang sana. Dia bermaksud tidak menoleh dan berlari namun akan sangat terlihat jelas niatnya untuk menghindari si rambut cokelat itu. Beruntung tadi mereka tidak bertemu saat di kantin. "Naruto!"
Tepukan tidak pelan mendarat di bahunya, "Kau tuli ya?" Kiba bertanya di tengah kesusahannya meraih udara segar. Dan Naruto cuma meringis, "Maaf aku tidak dengar."
Kiba memutar bola mata. "Kau tidak bermaksud meninggalkanku kan?" tanyanya sangsi.
"Haha! Tentu saja tidak!" gelak itu terdengar hambar di telinga Kiba namun dia tidak peduli. "Kali ini aku tidak akan memaksa jadi jangan menghindar begitu." Langkah Naruto sejenak terhenti mendengar perkataan temannya, kemudian dia menoleh pada pemuda yang berjalan segaris dengannya itu.
"Bukan cuma sekali kau melamun saat duduk di jendela, yah aku tau duduk di dekat jendela memang tempat yang paling strategis untuk membangkitkan lamunan—" Kiba berujar dramatis sambil melirik beberapa gadis seangkatan mereka yang terburu menuju gedung fakultas teknik yang berada di seberang gedung fakultas mereka "—tapi aku tahu lamunanmu itu bukan lamunan yang biasa dan jangan tanya kenapa karena aku juga tidak tahu." Lanjutnya cepat.
Mereka baru saja melewati gerbang utama saat Naruto terkekeh dan Kiba yang heran di sampingnya. "Hehehe—maaf kalau aku membuatmu penasaran, tapi itu cuma ingatan masa kecil yang biasa." Pemuda berambut cokelat itu makin dibuat bingung namun kali ini saja dia menghargai privasi sahabatnya yang langkahnya lagi-lagi terhenti secara tiba-tiba.
Dan itu cukup bagi Kiba untuk mengumpulkan beberapa hipotesa penyebab berubahnya air muka Naruto saat melihat dua orang yang berjalan ke arah mereka. Pertama, Naruto merasa cemburu pada Sasuke Uchiha mahasiswa jurusan teknik industri yang dengan bangganya berjalan bersama Sakura Haruno, mahasiswi fakultas kedokteran Konoha University—gadis cantik, cerdas dan kaya raya. Singkat kata, Naruto bisa jadi jatuh cinta pada gadis berambut pinky itu.
Atau hipotesa kedua dimana Sasuke dan Naruto terjebak sebuah pertengkaran. Well, mereka bertiga berada di sekolah yang sama sewaktu SMA. Sejauh ingatan Kiba, baik Naruto atau Sasuke tidak ada yang menunjukkan sikap seolah mereka adalah orang yang bersahabat sejak mereka mulai bisa berbicara dengan benar—dia mendapat info ini dari Naruto. Maka dari itu Kiba menyimpulkan kalau Sasuke dan Naruto sedang dalam kondisi yang buruk—selama tiga tahun terakhir.
Kemudian hipotesa ketiga yang sesungguhnya dia juga tidak begitu yakin—namun muncul begitu saja di otaknya—Naruto, cemburu pada Sakura atau dengan kata lain Naruto menyukai Sasuke. Dan Kiba menelan ludah karena hipotesa bodohnya.
"Err—Naruto."
Naruto tidak langsung menoleh dan menatap lurus saat Sasuke dan Sakura melintas di samping mereka—sengaja menghindari kontak mata dengan Sasuke, menurut Kiba. Barulah saat pasangan itu berlalu Naruto membuka suara, "Ya?" Nadanya terdengar menggantung.
Sebulir keringat mengalir di pelipis Kiba, dia berpikir keras. Tidak mau menyinggung perasaan temannya itu, setidaknya dia harus menemukan pertanyaan yang masuk akal sekarang—mengingat Naruto sudah melirik penuh tanda tanya padanya.
"Mau makan apa?"
Akhirnya!
Siang itu jalanan cukup ramai dengan pejalan kaki yang hendak menyeberang seperti mereka berdua. "Aku masih punya beberapa cup ramen." Naruto menjawab saat mereka sudah menyeberangi jalan yang masih berambu merah. "Ah—kebetulan aku juga punya beberapa."
Kiba kehabisan bahan sampai lima menit berikutnya ketika mereka berdiri kaku di dalam lift apartemen 10 lantai sederhana tempat mereka tinggal. Kebanyakan penghuni apartemen ini adalah mahasiswa—anak rantau—seperti mereka. Sejujurnya rumah mereka berdua juga berada di Konoha, namun butuh satu jam lebih dengan kereta untuk sampai ke Konoha University. Sekalian hidup mandiri sebenarnya.
Sekali atau dua kali dalam sebulan mereka akan kembali ke rumah masing-masing. Pernah sekali Naruto hanya pulang saat libur semester saja dikarenakan tugas yang menggunung dari dosen mereka.
"Sampai jumpa—"
Kiba berujar berusaha menyingkirkan suasana canggung yang malah semakin canggung. Kamar mereka hanya berjarak dua pintu. Sebenarnya bukan gaya mereka berdua untuk bertegur seperti itu saat akan berpisah. Umpatan candaan adalah yang sebenarnya.
"Huh?" Naruto dan tampang mengejeknya kembali. "Sejak kapan kau jadi formal begitu? Apa kau jadi punya perasaan padaku sekarang?"
Damn it!
Kiba menyesal pernah merasa sedikit khawatir pada si pirang bodoh yang membanting pintu—menghindar dari lemparan sepatunya.
"Aku akan pindah ke Oto—"
Angin musim semi berhembus menerbangkan kelopak Sakura yang berguguran. "Kapan?" Naruto merapikan letak tasnya yang agak melorot dari bahu.
"Bulan depan, setelah pengumuman kelulusan."
Syal biru muda menutupi leher sampai ke bibir mungil Naruto mampu mengurangi dingin yang terasa berlebihan karena demamnya yang belum mereda. Kalau bukan karena ujian maka dia tidak mungkin berada di luar rumah seperti sekarang. "Berarti kau akan melanjutkan sekolah di sana." Naruto tidak bertanya.
"Hn. Begitulah."
Rumah dengan cat kuning muda mulai terlihat dari tempat mereka, jejeran pohon Sakura yang mekar dengan indahnya memenuhi jalan itu. "Sampai kapan?"
Naruto bertanya sebelum berhenti dan menatap tepat ke mata hitam Sasuke.
"Entahlah. Ini karena Tousan yang dipindahtugaskan."
Kepala pirang itu cuma mengangguk dan kembali berjalan. Saat mereka sampai di depan pagar hitam rumah dua lantai itu, Naruto kembali menoleh sambil tersenyum pada Sasuke yang menunggu di belakangnya.
"Aku akan membuka surat darimu saat kau kembali. Jadi jangan pergi lama-lama, Sasuke."
Dan Sasuke hanya tersenyum kemudian melangkah menuju rumahnya yang berjarak sekitar tiga rumah dari kediaman Namikze-Uzumaki itu. Tanpa tahu senyuman luntur seketika di wajah Naruto yang menghilang di balik pintu.
Naruto bergerak malas menghampiri pintunya. Lima detik yang lalu bel apartemennya berdering nyaring, dan dia tidak butuh bertanya untuk tahu siapa yang dengan tidak tahu malunya bertamu di pukul sembilan malam.
"Apa lagi, Kib—"
Gerakan membuka pintu itu tertahan. Bukan, bukannya Kiba tidak ada di sana. Hanya saja dia bersama orang lain, orang terakhir yang ingin dia lihat dan dengar suaranya di dunia, Sasuke Uchiha. "Yo! Naruto! Aku yakin kau tidak sibuk."
Kiba tersenyum sambil merebut sebuah kantung plastik dari 24 hours convenience store di depan apartemen mereka dari tangan Sasuke dan mengangkatnya di hadapan wajah kecoklatan itu. Sebenarnya Kiba tidak hanya datang berdua dengan Sasuke, tapi ada Shikamaru dan Gaara—namun hampir seluruh fokus Naruto ada pada Sasuke. Tiba-tiba saja ada reuni SMA di apartemen kecil Naruto.
"Hoi Naruto, kau tidak mungkin hanya membiarkan reuni dadakan ini berakhir dengan tatap-tatapan saja kan?" Shikamaru menguap dengan sebelah tangan yang juga menenteng kantung yang sama dengan Kiba, juga Gaara. Kemudian Naruto memekik maaf pelan dan membuka pintunya lebar-lebar.
"Aku dan Shikamaru kebetulan lewat di sini jadi tak ada salahnya mampir."
Shikamaru mengangguk membenarkan perkataan Gaara yang mengambil posisi di lantai cokelat yang mengilap karena cahaya lampu.
Awalnya hanya ada mereka berdua, namun siapa sangka mereka akan bertemu dengan Sasuke di convenience store di depan apartemen Kiba dan Naruto. Gaara dan Shikamaru memang kuliah di universitas yang beda dengan ketiga teman SMA mereka, namun masih di Konoha—Kage University. Mereka baru saja menjenguk salah satu teman kelas mereka yang sakit di Rumah Sakit Umum Konoha—sekitar lima belas menit dengan berjalan kaki dari apartemen ini.
Naruto tidak akan bertanya kenapa Sasuke bisa ada di convenience store di depan apartemennya. Karena apartemen ini sebenarnya terbagi menjadi dua bangunan dengan masing-masing 10 lantai. Hanya saja dua bangunan ini dipisahkan sebuah jalan yang cukup lebar dan ramai di siang hari. Pemiliknya pasti sengaja menempatkan investasi dengan jaminan mahasiswa yang akan menyewa apartemen sederhana namun nyaman ini.
Kiba mengeluarkan beberapa kaleng soda dari kantung yang dia rebut dari Sasuke tadi sedangkan Gaara bergerak menata beberapa makanan ringan. Cuaca di luar memang cukup dingin namun remaja-remaja ini malah memilih berkaleng-kaleng soda dingin untuk menemani mereka.
Si rambut nanas, Shikamaru, hampir tertidur saat Kiba menarik salah satu kakinya yang terjulur dari atas sofa. "Hei Shikamaru! Kapan lagi kita bisa berkumpul seperti ini. Besok kan Sabtu, kita semua pasti libur."
"Mendokusei, tugas tidak mengenal kata libur, Kiba."
Kemudian pemuda yang hobi menguap itu ikut bergabung dan duduk di lantai bersama ke tiga temannya, disusul Naruto yang datang sambil membawa beberapa makanan ringan yang dia miliki.
Sedikit banyak dia bersyukur tempat yang cukup luang berada di antara Gaara dan Kiba, bukan di dekat Sasuke yang masih sibuk dengan ponsel mahalnya.
"Hei Sasuke! Simpan ponselmu, malam ini kita bersenang-senang dulu!"
Kiba memekik antusias melihat Sasuke yang akhirnya menyerah dan menyelipkan smartphone mahal itu ke dalam saku jeans hitamnya. "Jadi—" Shikamaru menggantung ucapannya. "Ayo kita main game!" Sambung Kiba cepat.
Gaara hanya memutar bola mata. "Berapa umurmu, Kiba?"
Si tuan rumah tersenyum lima jari, "Oh ayolah, benar kata Kiba, kapan lagi kan?"
Shikamaru lagi-lagi menguap dan membuka salah satu kaleng dan menimbulkan suara khas. "Jadi main apa?" Semua mata—bahkan Naruto—menatap sedikit terkejut pada Sasuke yang tiba-tiba bertanya.
"Truth or dare?" Saran Kiba.
Dan Naruto menegang di sampingnya.
"Sasuke, aku bosan."
Seprai biru muda milik Sasuke jadi semakin berantakan karena Naruto yang terus berguling di atas sana. Sasuke yang bersandar di pinggir ranjangnya sambil membola-balik majalah olahraga milik kakaknya juga tidak memungkiri kalau dia merasa bosan. Seminggu yang lalu dia menyampaikan rencana kepindahannya pada Naruto malah mebuat bocah pirang ini semakin meningkat intensitas kunjungannya ke kediaman Uchiha.
"Lakukan sesuatu, Naruto."
Mata biru Naruto memandang bosan pada Sasuke yang bersandar di tepi tempat tidur ini. "Apa?" Sasuke menoleh pada Naruto yang menatapnya, "Entahlah. Membaca mungkin?"
Si pirang mendengus kemudian berbaring terlentang dan memejamkan mata.
"Ah! Kita main truth or dare saja!"
Sasuke agak kaget saat tiba-tiba Naruto berteriak dan bangkit dari ranjangnya. Kepala pirang itu bergerak ke kiri dan kanan mencari sesuatu yang mudah diputar seperti botol minuman di atas meja belajar Sasuke. Tanpa persetujuan dari si pemilik kamar, dia pun duduk di hadapan Sasuke dan memutar botol biru muda itu.
"Aku tidak mau ik—"
Ucapan Sasuke terhenti saat ujung botol itu mengarah ke kaki bersila Naruto.
"Jadi, Dobe—"
"Ugh! Katanya kau tidak mau main!" Naruto setengah berteriak karena panik dia mendapat giliran pertama.
Sasuke menyeringai dan menyingkirkan majalah olahraga itu dari pangkuannya "Aku berubah pikiran. Truth or dare, Naruto?"
Alis Naruto bertaut, dia tidak mungkin memilih truth karena Sasuke pasti akan menanyakan hal-hal aneh seperti sampai kapan terakhir Naruto buang air di dalam tidurnya. Sangat memalukan.
"Dare."
Naruto tiba-tiba merasakan firasat buruk saat Sasuke malah berjalan tergesa keluar dari kamar itu. Dan wajah kecoklatan itu memucat ketika Sasuke kembali dengan segelas besar jus tomat dingin di tangannya.
Seringain Sasuke makin lebar. "Habiskan ini, dan jika kau gagal—" Sasuke berpikir sebentar, bingung akan memberikan hukuman apa saat Naruto tak mampu menghabiskan jus itu.
"Aku tidak ma—"
"Kau kucium." Potong Sasuke asal tapi mampu membuat Naruto menegang di tempatnya. Dengan segera dia sambar gelas besar yang tampak berembun itu dari tangan Sasuke.
Sebenarnya kalimat 'kau kucium' itu meluncur begitu saja dari mulut Sasuke. Sejujurnya dia juga bingung mau memberikan hukuman apa dan malah kalimat itulah yang keluar dari mulut bocah berumur sebelas tahun itu.
Suara tegukan terdengar jelas di ruangan yang sunyi itu. Kemudian disusul suara lain dari Naruto yang membekap mulutnya dengan sebelah tangan. Hampir saja setengah gelas jus tomat itu tumpah di atas karpet coklat di kaki tempat tidur karena Naruto yang tiba-tiba mual setelah tak sengaja bernapas dan menghirup aroma jus tomat yang menjijikkan untuk hidung kecilnya.
"Uhuk! Aku tak sanggup lagiiii"
Mata biru itu berair dan Sasuke jadi sedikit kasihan melihatnya. "Lebih baik aku dicium olehmu saja, Teme!"
Kini giliran Sasuke yang kaget karena ucapan spontan dari Naruto.
"Kau yakin? Laki-laki tidak pernah menarik ucapannya sendiri, kau tahu?"
Naruto tersadar dan merasa bodoh setelah mengucapkan kalimat barusan. Namun terlambat karena sekarang Sasuke sudah ada tepat di hadapan wajahnya dan hal terakhir yang Naruto ingat adalah benda lembut dan hangat menyentuh bibirnya dan disusul seringaian lebar Sasuke.
"Naruto! Oi Naruto!"
Kiba mengernyit heran melihat wajah Naruto yang tiba-tiba memerah karena melamun. "Hah? Apa?" Naruto tampak bingung menerima tatapan heran dari teman-temannya. Sungguh sial di saat seperti ini dia harus teringat saat dimana ciuman pertamanya direnggut oleh Sasuke.
"Kau tidak sedang melamunkan hal yang jorok kan, Naruto?" Kiba bertanya dengan nada mengejak yang jelas. "Tentu tidak, Bodoh!"
"Bisa kita mulai, Naruto?"
Mata biru itu sontak menatap ke arah Gaara di sebelah kirinya. "Ah! Tentu!"
Dengan semangat yang tinggi dan kekuatan yang berlebihan Kiba memutar botol bening yang dia dapat di dapur minimalis Naruto.
Botol itu berputar dengan cepat dan bergeser sedikit dari posisi awalnya karen menerima kekuatan yang berlebihan dari tangan Kiba. Kemudian gerakannya melambat dan semakin melambat. Shikamaru yang tadi mengantuk mulai tertarik dan memperhatikan dengan seksama di mana ujung atau bibir botol itu akan mengarah.
Sedangkan Sasuke sempat menahan napas sedetik saat botol itu melambat di hadapannya dan memang benar-benar berhenti di hadapannya.
"Ah!" Kiba memekik dengan antusias, "Truth or dare, Sasuke?"
Uchiha bungsu ini adalah tipe orang yang malas kalau harus berurusan dengan komunikasi verbal—kecuali dalam hal pendidikan—lagipula dia merasa percaya diri dan mampu menyelesaikan apapun tantangan yang diberikan temannya, tipikal Uchiha pada umumnya.
"Dare." Suara baritone itu terdengar mantap dan percaya diri.
"Kalau begitu—" Kiba membuat gestur berpikir yang sok imut dengan dagu yang ditopang jari telunjuk dan bibir yang dibuat mengerucut sedikit. Naruto di sampingnya hampir muntah melihat itu. "—bagaimana kalau cium Naruto?"
"Hei!"
"Hmm—boleh juga."
"Shikamaru!" Mata biru itu memelas di hadapan para teman-temannya. Oh ayolah, sejak mereka kuliah dia bahkan tidak pernah berbicara dengan Sasuke. Rasanya jarak antara mereka akan semakin menjauh kalau sampai Sasuke menciumnya lagi di pertemuan langsung mereka—yang pertama.
"Bagaimana menurutmu, Gaara?" Kiba bertanya penuh antusias pada Gaara. Sedangkan yang ditanya hanya mengangguk dan Naruto merasa bodoh karena berharap Gaara setidaknya akan membantu.
"Nah! Jadi, Sasuke kau—"
Tanpa menunggu Kiba menyelesaikan perkataannya, Sasuke bergerak maju mengakibatkan botol yang tadi berada di tengah-tengah mereka tergeser oleh lutut yang digunakan Sasuke untuk bertumpu.
Terlalu cepat sampai Naruto tak sempat menghidari kedua tangan besar yang mencengkram kedua pipinya. Dan sensasi saat bibir mereka bertemu sama sekali belum berubah—setidaknya ini adalah hal yang paling Naruto ingat. Kedua bibir itu terus menempel, tidak memperdulikan wajah Naruto yang terbakar dengan mata yang terbelalak lebar. Atau ketiga temannya yang tidak bisa menguasai diri dari keterkejutan.
Sasuke hampir terbawa suasana dan mulai menghisap bibir bawah Naruto saat ponselnya bergetar heboh di balik saku celana. Dan Kiba yakin dia melihat Sasuke menjilat dan mengecup bibir Naruto sekali lagi sebelum melepaskan bibir itu. Kemudian tanpa rasa bersalah dia bangkit dan menjawab panggilannya.
Seluruh tubuh Naruto lemas seketika, seakan Sasuke menarik seluruh jiwanya lewat ciuman yang bahkan tak lebih dari satu menit itu. Gaara adalah orang pertama yang sadar kemudian berdehem untuk menyadarkan yang lainnya.
"Err—yang tadi itu—"
"Tak apa, ini kan hanya permainan," Naruto mencoba tersenyum tanpa ada niat menghapus bibirnya yang basah oleh saliva Sasuke. Kontan saja ketiga temannya merasa bersalah. Naruto yang merasa harus mencairkan suasana di antara mereka kemudian tersenyum lima jari, "Hei! Jangan murung begitu, lagipula Sasuke hanya menjalankan tantangan. Bukankah kita bermain untuk bersenang-senang?"
Shikamaru kemudian mendengus geli dan meraih botol bening yang tergeser ke hadapannya. "Baiklah ayo kita—"
"Maaf. Sepertinya aku harus pergi."
Sasuke yang tiba-tiba muncul menghentikan gerakan Shikamaru. "Hei! Setelah kau dapat ciuman gratis kau malah mau pergi?!" Canda Kiba.
Setelah mengambil jaket yang tadi dia gantung di dekat pintu Sasuke mendengus mendengar protes Kiba. "Ini penting, Kiba. Aku benar-benar minta maaf."
"Memangnya siapa yang meneleponmu tadi?" Tanya Gaara sebelum meneguk sodanya yang tinggal setengah kaleng.
"Sakura."
Dan Naruto merasa sesuatu menghantamnya tepat di dada.
To be continued
Well, happy birthday to our beloved ninja, Uzumaki Naruto!
Semoga semakin langgeng dengan Sasuke :3
Dan doakan saya semoga ini bisa tamat sebelum tanggal 17 Oktober. Maafkan juga kalo ada beberapa miss typos, saya sudah berusaha sebaik mungkin untuk menghindari. Mohon dimaafkan kalo masih ada yang terlewati *bows*
Once again, HAPPY BIRTHDAY, NARUTO! ^^
