Hallo, saya Diandra Nashira, kalian bisa panggil saya Dian. Jangan panggil saya kakak jika kalian lebih tua dari Dian, karena Dian masih pelajar._. *oke abaikan ini*

Ini fanfic pertama Dian tentang militer, jadi Dian mohon maklum jika masih berantakan alurnya dan tata bahasa atau penulisannya. Fanfic ini juga Dian buat karena terinspirasi oleh Fanfic buatan dua orang author SFN, salah satunya adalah author favorite Dian sementara satunya lagi Dian suka alur ceritanya .

Kedua author itu adalah: Fuyutsuki Hikari (Watty dan FFN) dengan fanfic Under Covernya dan Mitsuki HimeChan (FFN) dengan Fanfic Sun Flowers-nya yang sangat menginspirasi Dian dalam pembuatan Fanfic Demilitariezed ini^^

Maaf bila ada banyak kesamaan di chapter ini dengan Sun Flowers. Namun Dian tegaskan Demilitariezed akan berbeda jauh sengan Sun Flowers, terimakasih^^

...

Demilitarized

Semua karakter Naruto yang berada disini milik Masashi Kishimoto

Dan jika ditemukan karakter OC (Original Character) mohon dimaafkan, karena untuk hal itu untuk kepentingan alur cerita.

SasuFemNaru

Cerita ini hanya fiksi belaka, jadi jangan sangkut pautkan dengan keadaan dunia yang sebenarnya. Dan bila ada kesamaan atau apapun itu, mohon dimaafkan, itu murni karena kesalahan Dian dengan tanpa unsur atau motif apapun juga.

...

Sorang gadis berambut pirang panjang itu nampak bosan, itu diketahui ketika ia terus saja menatap malas ke arah papan tulis yang berada di depan kelas beserta guru yang sedang mengajar. Bagaimana tidak? Ia sudah mengerti dengan sekali penjelasan tanpa harus diulang-ulang hingga ia bosan.

Gadis itu adalah Namikaze Naruto, seorang gadis yang sudah menginjak tahun ketiga pada masa bimbingan Sekolah Menengah Atas. Otaknya yang cerdas membuatnya bisa dengan mudah mencerna dan mengolah hasil pembelajarannya dengan cepat. Hal itu karena darah Namikaze mengalir dengan deras di dalam tubuhnya, kepintaran sang ayah-Namikaze Minato menurun padanya. Tetapi, Naruto hanya pura-pura bodoh, ia benci ketika didekati oleh banyak orang yang ada maunya saja padanya, bukan karena Naruto apa adanya.

Selain pintar—namun tidak dipublikasikan—Naruto juga menjadi biang kerok di sekolahnya. Naruto selalu membuat onar dengan cara yang unik—tentunya. Terkadang gadis yang selalu mengenakan celana training dibalik rok seragamnya itu melompat dari lantai tiga—dimana kelasnya berada—ke lantai satu, yang tingginya bisa mencapai dua puluh meter—bahkan lebih. Tetapi hebatnya Naruto tidak apa-apa dan malah masih bisa berlari serta membuat teman-teman juga gurunya jengkel.

Yah, itulah Naruto, demi merebut perhatian kedua orang tuanya yang terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka serta mengurus kakak serta adik Naruto, membuatnya menjadi terabaikan.

Kakak nya adalah Namikaze Kurama. Kurama adalah seorang pria yang sebenarnya kelewat Jenius. Ketika Kurama berumur dua puluh satu tahun, ia sudah menyabet gelar Bachelor, dan sekarang Kurama tengah menempuh pendidikannya demi menyabet gelar Magister agar ia bisa meneruskan perusahaan yang sedang dikelola oleh ayahnya. Membuat Kurama sangat dibangga-banggakan oleh Minato maupun Kushina.

Sementara adiknya, Namikaze Naruko adalah seorang yang bisa dibilang butuh perhatian khusus dari kedua orang tuanya membuat Naruto terabaikan. Naruko termasuk anak yang mudah lelah dan gampang jatuh sakit, sistim imun tubuh adik Naruto itu tidak sekuat Naruto. Naruko berusia lima belas tahun, berbeda tiga tahun dengan Naruto yang berusia delapan belas tahun.

Naruto menghela napas lelah, ia sedang memikirkan cara agar bisa keluar dari zona membosankan ini. Sedetik kemudian sebuah seringaian tercipta di bibir mungilnya. "Waktunya beraksi," batin gadis itu sinting.

Naruto segera mengubek-ubek tas sekolahnya guna mencari sesuatu, sebuah senyum yang terlihat mengerikan terukir, "Sensei, awas ada ular!" Naruto yang duduk dibarisan samping, dekat dengan pintu menaruh ular jejadian—yang sebenarnya hanya mainan—dilantai setelah menghidupi ular itu agar bergerak-gerak layaknya ular asli.

Sang Sensei yang seorang perempuan, tentu takut apabila ada ular, terlebih jika ular itu berbisa. Dengan spontan setelah diteriaki oleh Naruto seperti itu, sensei itu langsung tanpa pikir panjang lompat ke atas meja karena ketakutan, "M-mana u-ularnya?" tanya Sensei itu dengan suara ketakutan. Namun ketika sensei itu menunduk, tepat di bawah meja gurunya sedang berdesis sambil sesekali mengeluarkan lidahnya yang sukses membuat sang sensei memekik ketakutan.

Sedetik kemudian tawa pun pecah. Kelas dipenuhi oleh tawa murid-murid yang sedang menertawakan gurunya yang sangat paranoid terhadap ular. Naruto dengan tenangnya mengambil ular mainan itu dengan tanganya, lalu menatap datar senseinya dengan satu alis terangkat, "Sensei takut dengan ular mainan? Padahal aku hanya bercanda," Naruto berkata tanpa dosanya sambil mengelusi puncak kepala sang ular mainan yang sedang manggut-manggut(?) seperti ingin menotok musuhnya.

Sebuah perempatan bertengger dengan manisnya diatas kepala sensei cantik itu. Sadar karena telah dijahili oleh Naruto dan membuatnya dipermalukan di depan anak-anak didiknya, muka Sensei itu merah padam karena amarah juga malu yang memuncak. Dengan tenangnya Naruto berjalan menuju pintu, lalu sampailah ia di sebuah balkon sementara bawahnya adalah sebuah lapangan yang penuh dengan rumput-rumput yang telah dipotong pendek.

"NAMIKAZE NARUTOOO!"

Suara lengkingan kemarahan sang sensei terdengar memekakan telinga. Beruntung, Naruto sudah terjun lebih dulu kebawah sehingga tidak mendengar teriakan sang sensei yang membahana.

Sementara itu, seorang pemuda dengan model rambut seperti bokong ayam tersenyum tipis, "Cih, dasar dobe!"

.

.

.

"Naruto, kau berulah lagi?" tanya seorang sensei dengan sebuah luka melintang secara horizontal di hidungnya. Naruto hanya mengangguk pelan, lalu melanjutkan acara makannya yang tertunda.

Sensei yang bernama Iruka itu menghela napasnya lelah. Iruka tahu mengapa Naruto melakukan hal itu, selalu berbuat onar, membuat para guru kesal sementara kemampuan akademisnya tidak ada yang bagus, benar-benar biang masalah, pembuat masalah.

"Kau itu pintar, Naruto. Mengapa tidak kau tunjukkan? Buat mereka salah menilaimu, buatlah dirimu berprestasi agar kedua orang tuamu bangga dan mengakuimu," Iruka berkata dengan bijak. Naruto menaruh sumpit diatas kotak bekal makannya yang telah habis. "Tidak Sensei, itu tidak akan mungkin. Ini sudah telat, aku tidak bisa merubahnya lagi."

"Lalu kau ingin kemana setelah ini?"

"Aku?" Naruto menunjuk dirinya sendiri, "Entahlah, mungkin aku akan pergi jauh dari sini. Dari mereka yang sangat membenciku, mereka pasti senang bukan kalau aku pergi? Mereka tidak akan perduli padaku bahkan jika aku pergi dari rumah, Sensei. Mereka tidak akan perduli," Naruto tersenyum ke arah Iruka, sementara Iruka menatap sendu ke arah Narutp. Bagi Naruto, Iruka sudah seperti keluarganya sendiri—tidak Naruto menganggap Iruka sebagai ayah gadis itu.

"Tidak ingin kuliah?"

"Sepertinya tidak, langsung bekerja saja."

"Mengapa? Perjalananmu masih panjang, Naru."

Naruto tersenyum, "Aku tahu itu, Sensei. Aku tahu,"

...

Naruto akhirnya pulang, gadis itu sudah terbiasa menaiki sepeda ketikaa ingin berangkat dan ketika ia pulang sekolah. Ia tidak suka naik bus, jalan kaki ia tidak mau, jadilah Naruto akhirnya menaiki sepeda gunung miliknya, melatih otot pergelangan kaki agar kuat, walau sebenarnya tidak perlu sih karena pada dasarnya Naruto sudah kuat lari maraton jarak pendek, haha!

Namun tanpa Naruto ketahui ada sebuah Mobil Sedan berwarna hitam yang mengikutinya dari belakang.

.

.

.

Sementara itu, di dalam Mobil Sedan itu.

"Kau yakin dia orangnya, Yamato?" Seorang pria yang sedang duduk di kursi depan disebelah si pengemudi bertanya. Si pengemudi mengangguk, membenarkan, "Benar, Ketua. Dia orangnya," si pria yang dipanggil 'ketua' oleh si pengemudi hanya bisa menghela nafasnya tidak percaya, "Kukira ia seorang pemuda yang gagah berani, tubuh nya tegap, dan—oh astaga dia perempuan, Yamato! Terlebih lagi masih seorang pelajar? Bagaimana bisa? Ini diluar ekspetasiku."

"Ia sesuai dengan kriteria kita, Ketua. Kita tidak memandang gender, umur ataupun pekerjaannya, bukankah Ketua tahu itu?" si Pengemudi kembali bertanya. "Yayaya, aku tahu itu, Yamato. Tapi apakah informasi dia dengan yang ada di kita akurat? Apakah dia orang yang sama yang telah kita incar tiga bulan terakhir?" sang Ketua malah balik bertanya kepada si pengemudi.

"Aku yakin seratus persen akurat, Ketua."

"Rambutnya berwarna pirang," sang Ketua mengangguk, membenarkan sambil sesekali melihat kearah Naruto yang masih melajukan sepedanya dengan santai.

"Iris matanya berwarna biru," sang ketua meng—"Tunggu, dari mana kau tahu ia memiliki warna mata biru?" sang Ketua tidak jadi mengangguk, "aku tadi melihat warna matanya ketika ia keluar dari gerbang sekolah, Ketua," si pengemudi memberikan informasi yang tidak diketahui oleh sang Ketua. Sang Ketua menyipitkan matanya lalu menghela napasnya, "Lanjutkan."

"Ia memiliki tinggi 162 cm," sang Ketua mengangguk, hanya dengan sekali lihat saat Naruto sedang berdiri, pria itu dengan mudahnya dapat menebak tinggi gadis itu

"Bagaimana dengan ukuran dadanya, Yamato?" tanya sang Kapten dengan pose berfikir.

"Mungkin ukurannya sekitar—berhenti mesum Ketua bodoh! Itu sama sekali tidak ada di dalam daftar informasi mengenainya!" si pengemudi marah, dan melayangkan sebuah tinjuan 'sayang' di kepala Ketua-nya.

"Rasakan itu, Ketua bodoh!" si pengemudi itu menyeringai puas setelah menyiksa Ketua bodohnya.

Oh, baiklah, mari kita tinggalkan dulu si pengemudi bersama Ketua bodoh itu.

.

.

.

Naruto merasakan ada yang aneh, feeling gadis itu mengatakan bahwa ada yang tengah mengikutinya. Naruto tidak bisa mengeceknya karena ia sedang bersepeda, terlebih sepeda tidak memiliki kaca untuk melihat ke arah belakang. Hal itu membuat Naruto harus menggunakan cara lain untuk mengecek firasatnya, apakah benar, atau salah.

Jika benar, tentu saja Naruto harus kabur secepatnya. Dan jika memang ia salah, mungkin kedepannya gadis itu harus melatih instingnya lebih tajam agar jika ia memiliki firasat tidak enak ia bisa dengan mudah pergi. Jika instingnya sudah tajam, maka firasatnya pasti tidak akan pernah salah, bukan?

Naruto melirik ke arah kanan dan kiri, gadis itu tersenyum ketika mendapati apa yang ia cari sedari tadi. Sebuah tempat dimana menjual berbagai jenis minuman kaleng. Akhirnya ketemu juga, barin gadis itu senang.

Naruto memakirkan sepedanya di tepi jalan, gadis itu berlari kecil menghampiri mesin kaleng itu. Ketika gadis itu menoleh, ia mendapati sebuah Mobil Sedan yang terparkir tak jauh dari sepeda miliknya. Tak ingin membuat orang yang berada di dalam Mobil Sedan itu curiga, Naruto segera memasukkan koin lalu menunggu mesin itu bekerja, yang akhirnya mengeluarkan sebuah kaleng minuman dengan rasa Jus Orange.

Naruto segera membuka penutup kaleng itu lalu meminumnya hingga isinya tandas. Gadis itu meremukkan kaleng itu dengan sekali genggaman, lalu ia lemparkan kaleng itu ke samping, dimana tempat tong sampah berada. Ternyata kaleng itu masuk ke dalam tong sampah, tanpa Naruto lihat letak keberadaan tong sampah itu sebelumnya.

.

.

.

Si Ketua yang baru saja melihat 'aksi kecil' yang dilakukan Naruto menyeringai senang, "Anak itu mempunyai insting yang lumayan," puji si Ketua, "Tak salah jika Bos Besar tertarik padanya dan ingin segera merekrutnya menjadi bawahannya," si Ketua melanjutkan perkataannya setelah tadi memberikan Naruto pujian, tanpa sepengetahuan gadis itu—tentunya.

Namun matanya berkilat setelah melihat sosok yang mereka incar telah kabur, si Ketua melihat Naruto ditelan sebuah pertigaan untuk yang terakhir kalinya. Si Ketua berdecih pelan, menyadari bahwa gadis itu membeli minum hanya untuk mengecoh mereka, dan saat mereka lengah Naruto dengan mudahnya bisa kabur—secepat kakinya mendayuh ketika bersepeda. "Dia mengetahui keberadaan kita. Kejar dia, Yamato! Jangan sampai kita kehilangan dia," si Ketua memberi perintah yang langsung di laksanakan oleh si pengemudi.

"Kau ingin bermain kucing-kucingan, eh, Naruto? Baik, aku akan menuruti keinginanmu. Tapi jangan salahkan aku jika kau tertangkap nanti, tidak akan ada kata selamat untukmu," ucap si Ketua dengan nada sing a song, dengan raut wajahnya yang berubah menjadi menyeramkan.

.

.

.

Naruto terenggah-enggah, sudah berkilo-kilo meter ia mendayuh sepedanya namun Mobil Sedan berwarna hitam itu masih mengejarnya. Gadis itu lelah, karena sudah mendayuh sepeda berkilo-kilo meter. Gadis itu juga capek, karena sebagian besar tenaga monsternya sudah ia kerahkan untuk mendayuh sepeda agar ia bisa terlepas dari 'untitan' si Mobil Sedan itu. Namun apa daya, Naruto hanya seorang gadis yang kekuatannya tidak seperti seorang lelaki, tetapi nyatanya tenaga para pemuda dikelasnya kalah dengan seorang gadis seperti dirinya.

Naruto meminggirkan sepedanya ke tepi jalanan—memakirkannya disana, lalu dengan gesitnya ia berlari menuju sebuah zebracross yang terdapat banyak sekali orang-orang yang sedang berlalu-lalang.

Sang Ketua dan si pengemudi turun dari Mobil Sedan setelah memakirkannya di pinggir jalanan. "Cepatlah, Yamato! Jangan sampai kehilangan jejaknya!" sang Ketua mempercepat larinya lalu ikut berbaur dengan orang-orang yang tengah berlalu-lalang di atas zebracross.

Setelah dirasa cukup, Naruto menghentikan larinya. Gadis itu menoleh ke belakang guna mengecek si penguntit yang tengah menguntitnya sedari tadi. Belum juga sepuluh detik ia berhenti, ia melihat keberadaan si penguntit itu tertangkap oleh bola mata safirnya. Gadis itu berdecak pelan, lalu mulai berlari lagi. "Shit! Aku benci penguntit!" ucap Naruto setengah menahan kekesalannya yang tengah memuncak.

.

.

.

"Aku tak sanggup lagi," Naruto akhirnya ambruk di salah satu sisi sebuah gang kecil yang sangat sepi. Tenaganya sudah terkuras habis, setelah mendayuh sepedanya berkilo-kilo meter, lalu ditambah berlari entah berapa kilo, akhirnya gadis itu sudah mencapai pada batasannya. Naruto merutuk dalam hati akan kebodohannya, mengapa ia malah memilih masuk ke dalam gang sepi? Untuk kali ini, Naruto merasa dirinya benar-benar seseorang yang bodoh.

"Kau memiliki tenaga yang besar, bocah. Aku terkesan padamu," si Ketua bertepuk tangan melihat tenaga monster Naruto saat dalam pengejaran tadi. Naruto menggatur napasnya agar stabil, berusaha mengumpulkan sisa-sisa tenaganya yang tersisa. Naruto bangkit, lalu memasang kuda-kuda pertahananya lalu memandang kedua penguntitnya sengit, "Mau apa kalian?"

Si pengemudi yang melihat kuda-kuda pertahanan Naruto pun tersenyum, "Ow, ow, ow. Tenaglah gadis kecil, kami tidak akan menyakitimu. Bukankah begitu, Ketua?" Sang Ketua mengangguk, membenarkan. Kedua mata Naruto menyipit tajam, seperti tidak mempercayai ucapan kedua orang yang berada di hadapannya.

"Kami hanya ingin memastikan sesuatu padamu, gadis kecil." Si Ketua kembali berbicara. "Aku tidak peduli," balas Naruto cepat. Si Ketua mengangkat sebelah alisnya, "Kau cukup dingin ya,' si Ketua terkekeh pelan. Kedua mata Naruto berkilat tajam, "Jangan main-main dengaku, sebelum kesabaranku habis," Naruto berkata dingin, bahkan tidak ada ekspresi di wajah cantiknya itu.

"Namikaze Naruto, lahir pada tanggal sepuluh oktober. Saat ini berusia delapan belas tahun, dan seorang pelajar kelas tiga di sebuah sekolah menegah atas. Makanan kesukaan ramen, dan minuman kesukaan milkshake. Hobi menjahili teman-teman sekelasnya, juga membuat kesal para guru. Sebenarnya seorang yang jenius namun berpura-pura bodoh dihadapan mereka semua," si Ketua mulai berbicara mengenai Naruto.

Kedua mata safir Naruto mendelik tajam ke arah si Ketua, seolah-olah ingin menusuknya. Oh Tuhan, bagaimana bisa dua orang penguntit ini mengetahui tentangku yang bahkan kedua orang tuaku mungkin tidak mengetahuinya? Batin Naruto mengerang frustasi.

"Oh apa ini? Sabuk hitam Karate dan Taekwondo, serta sabuk merah strip merah-putih pada beladiri Merpati Putih? Aku tak percaya seorang bocah cilik sepertimu menguasai Merpati Putih yang terkenal akan tenaga dalamnya pada tingkatan tertinggi," si Ketua menggeleng-gelengkan kepalanya seolah tak percaya. "Pantas saja kau bisa tahan mendayuh sepeda dan berlari berkilo-kilo meter seperti tadi," sekarang si Ketua mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Baiklah, aku akan mengetes kemampuan bertarungmu. Jika kau mampu untuk mengenaiku sekali saja, ku anggap kau layak," ucap si Ketua yang mulai melakukan pemanasan terhadap tubuhnya. Si pengemudi melebarkan matanya ketika melihat Ketua-nya mulai meregangkan otot-otot tubuhnya,"Tapi Ketua, Bos Besar hanya memerintahkan kita untuk—"

"Boleh, tapi dengan satu syarat," Naruto akhirnya membuka suaranya, si Ketua mengangkat sebelah alisnya, "Apa itu?

"Jika aku menang, biarkan aku pergi," kata Naruto dengan tenang, si Ketua bertepuk tangan, salut akan keberanian gadis cilik didepannya ini. "Tapi jika kau kalah?" si Ketua balik bertanya pada Naruto. "Aku akan menuruti keinginanmu, deal?" tanya Naruto sambil menatap datar si Ketua. Si Ketua tersenyum miring, "Baiklah, deal!"

"T-tapi Ketua—"

"Tenanglah Yamato, aku tidak akan melukainya terlalu parah,"

Naruto memutar bola matanya—bosan, "Bisa kita mulai sekarang?"

Si Ketua menyeringai, "Tentu saja. Yamato, minggirlah," si pengemudi hanya menghela napas pasrah, diperingatkan pun percuma jika Ketua menemukan ada hal yang menarik.

"Hei, bocah. Keluarkan semua kekuatanmu, jangan setengah-setengah. Lawan aku dengan tujuan membunuh. No mercy. Paham?" si Ketua menjelaskan, Naruto hanya memutar bola matanya malas. Tentu saja, aku tahu itu tanpa harus diberi tahu terlebih dahulu, peguntit sinting, batin Naruto berbicara sendiri.

"Bocah, kau duluan," perintah si Ketua, "Dengan senang hati," jawab Naruto dengan nada a sing song.

Dan pertarungan merekapun dimulai!

Naruto melakukan kuda-kuda, lalu menyerang si Ketua dengan sasaran ulu hati namun bisa dihindari karena si Ketua menggeser tubuhnya ke arah lain. Naruto melakukan tendangan ke arah muka si Ketua, namun si Ketua menangkap kaki Naruto lalu menyeringai, "Tendangan Mae Geri, beladiri Karate, eh?"

Sedetik kemudian tubuh Naruto terlempar, tubuhnya membentur tembok gang sempit itu. Naruto bangkit, lalu menyeringai bak iblis, "Kau pasti akan mendapatkan yang lebih menyakitkan dari ini, penguntit~"

Tak lama Naruto melayangkan pukulan ke arah hati, kepala dan perut si Ketua dengan kecepatan seperti satu kedipan mata, namun bisa dihindari. Tak berhenti sampai disitu, ia menggunakan kaki untuk menendang ke arah wajahnya namun si Ketua merunduk, Naruto menyeringai senang.

BUAKH!

Punggung si Ketua terkena hantaman telak dari tendangan Naruto, membuat si Ketua terjatuh telungkup. Naruto tersenyum iblis, "Bagaimana rasanya? Tendangan Mawashi Geri dari beladiri Karate, ditambah dengan tenaga dalam yang sudah saya kuasai disatukan? Saya harap punggung anda baik-baik saja, Tuan Penguntit. Dan ingat, aku pemenangnya," kata Narato sakrastik.

Si Ketua tersenyum miring, "Siapa bilang? Ini belum selesai, Bocah," Naruto menunduk kebawah, "Kali ini aku yang menang, gadis cilik."

Gadis itu tersentak kaget saat pergelangan kakinya tiba-tiba tertarik membuatnya terjatuh, dengan cepat si Ketua melakukan kuncian membuat Naruto tidak bisa bergerak.

Naruto berdesis marah, ia merasa dicurangi, "Bukankah tadi kau bilang aku menang jika aku bisa memberimu satu pukulan?!"

Si Ketua nampak tidak peduli, "Peraturan ada untuk dilanggar bukan?"

Naruto berdecih pelan, "Dari awal aku memang tidak percaya padamu, Tuan! Jadi, apa maumu?"

.

.

.

Akhirnya mereka bertiga bisa duduk dengan tenang di pojokan gang, disana terdapat beberapa buah drum-drum besar tidak terpakai menjadi tempat untuk mereka duduk dan berbincang.

"Jadi kalian menginginkan apa dariku yang masihlah seorang pelajar, Tuan-Tuan?" Naruto membuka suara, mengakhiri keheningan yang menusuk yang melingkupi ketiganya.

"Baik. Perkenalkan, saya Letjen Hatake Kakashi. Disamping saya adalah Mayjen Yamato Yamamoto*, kami dari satuan Tentara Angkatan Darat. Dan Bos Besar—maksud kami Jendral ingin merekrutmu karena beliau tertarik akan kemampuanmu yang memumpuni, dan kau memiliki semua kriteria itu," si Ketua yang telah memberitahu namanya itu menjelaskan.

"Jadi, Paman ingin aku untuk ikut bergabung dengan kesatuan kalian? Memangnya siapa Jendral kalian?" tanya Naruto. Setelah keduanya membongkar identitas, dan Naruto merasa mereka berdua bukan orang yang jahat, maka Naruto harus bersikap sopan, lagipula keduanya lebih tua daripada Naruto. Maka dari itu Naruto memanggil mereka dengan sebutan Paman.

"Jendral Sarutobi Hiruzen," Kakashi menjawab dengan sopan.

Kedua bola mata Naruto membola, "Kakek?!"

"Ya, kakekmu ingin merekrutmu karena melihat dari bakat, hobi, serta keahlianmu. Beliau ingin melihat cucunya meneruskan langkahnya didunia Kemiliteran. Beliau ingin kau bergabung dengan kami, Naruto," kini Yamato yang berbicara.

"Jadi maukah kamu bergabung bersama kami?"

...

TBC:v

*Penjelasan singkat aja, karena Dian tidak tahu nama lengkap Yamato, jadi nama lengkapnya OC yah xD Yamamoto itu OC, klo Yamato-nya Ori MK yak xD

Udah ah sampai sini dulu xD

Dian baru kali ini nulis chapter sepanjang 3k, biasanya juga kurang dari 2k xD

Tunggu aja ya^^