PUISI UNTUK CINDERELLA

Summary

Choi Minho adalah ciptaan Tuhan paling sempurna yang pernah ada. Ia tampan, tinggi, berwibawa, pintar dan terlebih, ia kaya. Minho bukan tipikal pria workaholic namun uang selalu mengalir dari sisa perjuangan orang tuanya dan Minho diberkati. Tapi ketika Paman Kyeong mengatakan akan memberikan seluruh hartanya yang bernilai lebih dari 1 triliyun won, Minho tidak bisa untuk tidak mengatakan tidak walau ia tahu syarat dari warisan itu adalah satu; M.E.N.I.K.A.H.

Beruntung Paman Kyeong memberinya 100% kekuasaan untuk memilih siapa sang calon (yang sungguh tidak beruntung tersebut) dan pilihan Minho jatuh pada seorang asisten desainer majalah fashion bernama Yoon Jeonghan. Hm? Bagaimana bisa?

Chapter 1

Minho menanggalkan sangkutan kacamatanya dan memutar bola mata berkeliling lingkup sekitar. Ugh, Incheon masih tetap sama, sibuk tak menentu. Dan disini seorang Choi Minho berdiri harus mencari penjemputnya. Bukan maunya untuk kembali ke Seoul setelah menikmati hidup di Florida selama kurang lebih 7 tahun namun ketika Paman Kyeong berbicara masalah uang pada Minho, pria 32 tahun itu tidak akan pernah bisa menolak. Berbicara masalah uang, Minho terletak di level yang berbeda.

"Tuan Choi?" seorang menyapa nama Minho. Pria akhir abad menampakkan diri, berpakaian begitu rapi dengan setelan lengkap. "Saya akan menjadi pelayan anda selama berada di Seoul."

"Aku tidak akan lama," ujar Minho hirau.

"Anda akan lama," balas pelayan itu mantap. "Kau bisa memanggilku Tuan Kang," dan pelayan itu mengambil tas travel Minho yang hanya memuat 3 potong pakaian. Tuan Kang memandu, mereka sampai di parkiran, memasuki mobil dan melintasi jalanan yang dirintik hujan secara perlahan.

Seoul memang membosankan. Bahkan lelaki yang tenga berjalan di pinggir jalan pun terlihat membosankan. Ia tak memiliki napsu hidup sama sekali, membiarkan dirinya basah diguyur gerimis sendu dan berjalan setengah tertatih. Tak berapa lama kemudian kepala lelaki itu mengadah dan ia membusungkan dadanya, berteriak kencang tanpa tujuan hingga getaran suaranya menembus mobil Minho. Bola mata Minho terputar, dasar orang-orang bodoh.

"Siram dia," perintah mutlak Minho.

"Ya?"

Tanpa mau mengulang perintah yang sama, Tuan Kang menambah kecepatan mobil dan menepi untuk menyemprotkan genangan air kepada lelaki yang masih berteriak menghabiskan kapasitas paru-parunya. Badannya terguyur dan tak sedikit air yang ikut masuk ke dalam mulutnya. Lelaki itu 2 detik terdiam, terkejut sebelum akhirnya lanjut berteriak. Namun kali ini berteriak kesal dengan tujuan yaitu mobil Minho.

"YOU FUCKING ASSHOLE!" dan sebuah sepatu melayang, mendarat di atap mobil Minho dengan sebuah dentuman keras.

Tuan Kang berpikir untuk berhenti namun Minho memilih untuk menghiraukan orang gila dan bodoh seperti lelaki itu. Minho tidak berniat memperlama dirinya berada di kota seperti Seoul. Membosankan..

Mereka sampai. Di depan sebuah mansion super mewah dengan pancuran air indah. Bagi Minho, ini hal biasa. Toh dirumahnya pancuran air bisa berada dimana-mana, bahkan di kamarnya sekalipun. Ya, ia kaya. Tanpa bantuan siapapun ia masih bisa hidup di 100 tahun berikutnya namun jika memang Paman Kyeong memiliki inisiatif untuk menambahkan uang Minho, maka Minho tak akan pernah menolak.

Minho memasuki mansion walau Tuan Kang sempat bertanya akan bagaimana kelanjutan nasib sepatu yang menyangkut di atap mobil mereka, Minho hirau. Paman Kyeong telah menunggu kedatangan Minho di ruang makan yang luasnya nyaris sebesar lapangan futsal. Paman Kyeong duduk manis di kursi makan dengan segelas wine merah. Ketika melihat sosok Minho, tubuh rentannya bangkit dengan tangan terentang lebar.

"Minho, anakku!"

Minho memamerkan senyum walau dalam hatinya seluruh kutukan keluar. Siapa yang dipanggilnya anak? Lucu.

Mereka saling bertukar peluk dan sebutan basa-basi lainnya. Menanyai kabar, pekerjaan, cuaca bahkan hitungan pasar ekonomi terkini. Minho mulai lelah saat Paman Kyeong mulai menceritakan bagaimana dulu –dahulu kala, ketika Minho kecil takut akan berkuda. Ia sudah mendengarkan cerita masa lalu itu berulang kali, seolah tiap dunia harus mengingat momen itu.

"Paman," Minho menarik perhatian Paman Kyeong disela agresifnya napsu pria tersebut menceritakan detail jatuhnya-Minho-dari-kuda. Mau tak mau Paman Kyeong berhenti membiarkan Minho memiliki momen untuk berkata. "Apa alasanmu memanggilku kemari? Aku yakin seorang Shim Kyeong bukan seorang pria santai yang membuang waktunya untuk menceritakan pengalaman kuda konyolku itu 'kan?"

"Ah!" pria itu mendelik sembari menjentikkan jari. Seluruh keriput di wajahnya makin terlihat ketika ia tersenyum begitu lebar. "Aku terkena kanker."

Mata Minho membulat, lebar. "..dan kau bahagia?" Tanyanya tak mengerti melihat pria nyaris mati ini malah memberitaukan berita menyeramkan dengan tersenyum.

"Haha, aku hidup tanpa mengetahui alasan dan tujuanku untuk hidup lagi Minho-yah. Karena itu aku pikir kanker bukan pilihan buruk."

Masih terdiam, Minho mendadak ingat mengapa dulu ketika kecil ia bisa terjatuh dari kuda, itu semua karena Paman Kyeong memukul pantat kuda hingga meringkik keras dan menjungkakkan tubuh Minho kebelakang. Minho akan mengingat jasa Paman Kyeong tersebut.

"Kau tidak berniat untuk melakukan kemoterapi?"

Paman Kyeong menggeleng. "Aku benar-benar ingin meninggalkan dunia ini. Karena itu, aku ingin memberikan satu berita menyenangkan untukmu." Paman Kyeong menepuk pundak Minho. "Aku akan mewariskan seluruh harta kekayaanku padamu."

Ka-ching

Ka-ching

Ka-ching

Suara mesin kasino terputar di otak Minho. Berbicara masalah uang, Minho memang berada di level yang berbeda. Ia lupa secara tiba-tiba bahwa Paman Kyeong dalam kondisi kritis.

"Tapi…," Paman Kyeong memainkan nada ucapannya. Minho sadar dari suara mesin kasino yang seolah berteriak 'you win!' di otaknya. Minho menunggu jeda misterius Paman Kyeong. "Kau memiliki satu syarat untuk mendapatkan seluruh harta yang mengalir atas namaku,"

"Katakan," sebut Minho tanpa ragu. Ia siap. 1000% siap.

"Kau harus menikah."

'YOU LOSE!' mesin kasino di otaknya berhenti.