Pleuvoir Café

Disclaimer: I don't own anything except this story.

Summary:

Hujan mempertemukan mereka dengan 'Halo' dan berpisah dengan 'Sampai jumpa' di sebuah café tepi jalan.

Warning(s): Typo(s), cliché, gaje, etc.

Enjoy~

.

.

"Sial, aku lupa membawa payung!" seru seorang gadis yang kini sedang berlari dengan sebelah tangan melindungi kepala dari guyuran hujan. Kaki-kaki jenjangnya berhenti melangkah di bawah naungan sebuah halte bus. Sepasang batu zamrudnya menemukan sebuah kedai minuman tak jauh dari tempatnya sekarang.

"Pleuvoir Café," bacanya lamat-lamat. "Rain Café? Nama yang aneh." Meski begitu, tetap dilangkahkan kakinya menuju café itu.

KRING

Bunyi lonceng terdengar saat gadis itu membuka pintu masuk.

"Halo," Seorang pemuda berhelaikan pastel merah muda menyambutnya. "Selamat datang di Café Hujan. Bisa aku ambil pesananmu, Nona?"

"Satu hot cocoa dengan tambahan marshmallow," ucap si gadis kemudian berlalu ke salah satu meja di pojok dekat jendela.

Pemuda dengan manik batu topaz itu memandang kepergian si gadis dengan gelengan kepala, "Benar-benar gadis yang dingin," sebelum dia berbalik pergi ke konter.

"Apa pesanannya?" tanya seorang pemuda lain di balik konter dengan mahkota pastel merah muda yang setingkat lebih gelap dari pemuda di depannya.

"Hot cocoa dengan marshmallow," pemuda itu bersandar pada meja konter.

"Aria, satu hot cocoa dengan marshmallow!" seru pemuda di balik konter tadi—Megurine Luki— pada gadis yang sedang berada di dapur café.

"Tapi, Luki, sejak kapan kita ada nge-stok marshmallow?" tanya gadis itu—Izawaki Aria— pada Luki sembari membawa segelas hot cocoa.

"Iya juga, ya," Luki menggaruk tengkuknya. "Hei, Yuuma."

"Apa?" pemuda itu tetap tidak mengalihkan batu topaz-nya dari gadis kuncir dua yang sedang mengeringkan rambut samudra panjangnya dengan sehelai handuk kecil biru.

"Di list cemilanmu ada marshmallow, 'kan?" Luki bertanya. Seringai tercetak di paras rupawannya.

"Hmm. Memang kenapa?" akhirnya Yuuma memalingkan pandangannya pada Luki.

"Ya tentu saja untuk pesanan, 'kan?" Luki menaikkan sebelah alisnya.

"Oh, silahkan."

"Ini pesanannya, Yuuma," Aria menyerahkan segelas hot cocoa dengan beberapa marshmallow—milik Yuuma yang diambil dari ranselnya—yang mengambang di atasnya.

"OK." Yuuma memindahkan gelas itu ke atas nampan besinya dan berjalan menujuk pojok ruang itu.

"Hei, Luki," panggil Aria sepeninggal Yuuma.

"Hnn?"

"Sejak kapan Yuuma mau membagikan cemilannya pada orang lain?" gadis bersurai silvery pink itu mengedipkan manik langitnya.

"Mana kutahu. Kepincut sama gadis itu mungkin," Luki mengangkat bahunya sekilas, tanda tak peduli.

.

Gerakan kaki Yuuma berhenti di sebuah meja di pojok café di samping jendela. "Pesananmu, Nona," ucapnya sembari meletakkan gelas dengan asap yang masih menggepul itu di hadapan si gadis.

"Hmm." Alih-alih memandang pemuda itu, Miku –nama si gadis— melipat handuk birunya yang kini sedikit basah dan meletakannya di meja. Lalu tangan berjari lentiknya meraih gelas itu dan meneguk cairan di dalamnya perlahan, sepenuhnya mengabaikan eksistensi pemuda yang masih belum beranjak dari tempatnya berdiri.

Yuuma yang belum pernah diabaikan seorang gadis selama hidupnya kini hanya berdiri mematung menatap gadis itu.

"Kau…, mengabaikanku?" Yuuma memulai konservasi dengan gadis samudra itu.

"Eh?" manik zamrud si gadis akhirnya menatap topaz itu, "Kau masih di sini?"

"…?" Yuuma membeku. 'Apa tadi? 'Kau masih di sini?'? Dia benar-benar mengabaikanku!' Yuuma membatin.

"Kau tidak sibuk?" gadis itu masih meminum hot cocoa-nya.

"Ah?"

"Kau tidak sibuk?" gadis itu mengulang pertanyaannya.

"Ah! Tidak. Sama sekali tidak." Yuuma menjawab tergesa-gesa. Dia berdeham pelan sebelum melanjutkan, "Seperti yang kau lihat, hanya kau satu-satunya pelanggan di sini sekarang."

"Ah, jadi dia sama sekali tidak sibuk," gumam Miku. Melihat Yuuma yang masih belum beranjak, Miku kembali berucap; "Temani aku berbincang?"

Yuuma mengedipkan manik kuningnya beberapa kali. "Ah, ok, umm, baiklah."

"Dia hanya seorang gadis yang ingin menghabiskan waktu berbincang denganmu seperti pelanggan lainya. Kenapa kau sangat gugup, Yuuma?!" lirihnya sambil duduk di kursi yang bersebrangan dengan si gadis.

"Hmm?" Miku menelengkan kepalanya. "Ada apa?" raut bingung tergambar di wajahnya.

"Ah, tidak. Tidak ada apa-apa." Yuuma menggeleng cepat. Merutuki diri akan reaksi berlebihannya terhadap si gadis yang bahkan tidak dia ketahui namanya itu.

"Oh," Miku tersenyum tipis. Yuuma tampak membelalak dengan wajah merona merah.

"A-ah, ada apa dengan pakaianmu?" Yuuma bertanya spontan. Gadis di hadapannya memakai kemeja biru muda yang tersembunyi di balik blazer hitam dan rok pensil hitam selutut.

Alih-alih memberi jawaban, Miku menatap pemuda di hadapannya dan memberi tanya yang sama, "Ada apa dengan pakaianmu?"

Yuuma melihat dirinya sendiri lewat kaca jendela di sampingnya. Kemeja putih, vest hitam, dasi pita merah dan celana kain hitam panjang. Yuuma menaikkan alisnya, "Ada apa bagaimana? Ini pakaian kerjaku."

Miku meneguk lagi hot cocoa-nya, "Ini juga pakaian kerjaku."

"Eh?! Kau bekerja? Maaf, tapi kukira kau masih bersekolah!" Yuuma kembali merutki dirinya dalam hati.

Miku terkikik pelan, gelas minumannya diletakkan di atas meja. "Tak apa. Aku sudah biasa dikira gadis SMA. Mungkin karena gaya rambutku yang kekanakan ini." Miku mengelus rambutnya pelan.

"Mungkin," Yuuma menimpali. "Tapi aku rasa gaya rambut seperti itu cocok untukmu."

Dan setelahnya, mereka menghabiskan waktu dengan saling berbincang.

.

"Ah, sudah jam segini," Yuuma berucap, maniknya menatap jam klasik yang tergantung di dinding café.

"Hmm?" Miku yang sudah menuntaskan minumannya beberapa saat lalu bertanya.

"Ini sudah waktunya tutup," Yuuma menjelaskan.

"Ah, begitu." Miku beranjak dari tempat duduknya mengikuti Yuuma yang sudah berjalan menuju meja konter.

"Terima kasih sudah menemaniku berbincang selama…," Miku melirik jam tangan di pergelangan kirinya, "…satu setengah jam kurasa," ucapnya saat membayar pesanannya.

"Tak masalah. Ah, ini sudah malam, perlu kuantar?" Yuuma bertanya. Lalu cepat-cepat menambahkan, "Kuantar ke stasiun maksudku."

"Terima kasih atas tawaranmu. Tapi sepertinya aku sudah di jemput." Miku mengedikkan bahunya pada mobil sedan biru gelap yang baru saja terpakir di depan café itu.

"Ah," Yuuma berucap. "Kekasihmu?"

Miku mengulas senyum tipis, terlihat pipinya yang sedikit tersipu, "Ya, kekasihku."

"O..k..," Yuuma menggaruk tengkuknya. "Kami selalu buka saat hujan, jika kau mau datang lagi."

"Jadi itu alasan kenapa café ini namanya Pleuvoir Café, heh?" Miku terkekeh pelan. "Aku pasti datang lagi saat hujan, kantorku juga tidak jauh dari sini."

"Ah, kalau begitu, sampai jumpa…?" Yuuma berucap ragu.

"Sampai jumpa." Miku kembali mengulas senyum. Sebelum berbalik pergi keluar café, berlari kecil dan menghilang ke dalam mobil sedan biru gelap yang segera melaju meninggalkan parkiran itu.

"Dijemput siapa?" Luki yang baru datang dari dapur café bertanya. "Kekasihnya?"

"Ya. Kekasihnya."

"Oh!" Luki bertepuk tangan pelan. "Untuk pertama kalinya seorang Hayato Yuuma patah hati, heh?"

"Diamlah, Luki. Aku bahkan tidak menyukainya, bagaimana aku bisa patah hati?"

"Benarkah? Seingatku, aku tidak pernah melihatmu begitu gugup di depan seorang gadis, lho," Aria yang kini di samping Luki menimpali dengan senyum jahil di paras manisnya.

Yuuma memandang gadis berkepang dua kecil itu sebentar sebelum memutar kedua manik topaz-nya. "Jangan bercanda. Aku tidak menyukainya, Aria."

Dia tidak menyukai gadis yang baru ditemuinya kurang dari dua puluh empat jam yang lalu bukan? Lalu, kenapa dia merasa aneh mengetahui gadis itu mempunyai seorang kekasih? 'Cemburu' kah?

Yuuma menggelengkan kepalanya. Dia tidak mungkin menyukainya. Tidak mungkin, 'kan? Yuuma bahkan tidak tahu nama si gadis.

Namun, manik kuningnya masih menatap parkiran tempat mobil yang menjemput Miku pergi dengan tatapan yang bahkan tidak dapat dijelaskan olehnya sendiri.

.

.

Chapter 1—Complete.


(A/N)

Fic ini sih rencana awalnya cuma dibikin ON, tapi kok malah jadi MC gini (" -A-)/ Moga-moga aja ini fic gak ditelantarin X"D #digampar. Kalau akhirnya ditelantarin, anggap aja ini udah end #digampar(2).

Well, anyway, hope you enjoy this~!

Regards,

Kuroyuki Alice.