Dari zaman nenek moyang saya mencari susu formula, nggak mungkin seseorang langsung dilahirkan secara berbakat untuk pilih-pilih makanan atau langsung dilahirkan sebesar Hulk di dunia ini. Semua individu pasti mengalami sebuah proses kehidupannya masing-masing, sesuai dengan episode yang telah ditentukan oleh Sutradara Kehidupan, dengan episode yang entah itu akan berliku-liku, lurus, memutar, atau jalan di tempat, siap, dan gerak. Dan sudah menjadi hukum rimbanya, bahwa kita ini hanya diperbolehkan untuk menjadi subjek dalam episode-episode tersebut tanpa ikut mengatur alur atau bahkan menentukan premis suatu bab ceritanya. Yah, meskipun memang ada beberapa imigran gelap yang sengaja diciptakan oleh Tuhan, seperti Roy Kiyoshi atau Dr. Strange yang mampu mengintip masa depan, agar menambah sedikit bumbu dan bocoran sebagai tanda bahwa kita harus bertobat. Meskipun homo sapiens seperti kita tidak memiliki tiket keberhakkan akan mengatur dan seenak jidat dalam fragmentaris cerita di dunia ini, Sang Pencipta itu selalu adil dengan menganugerahkan kita akal untuk berpikir dan menyediakan slot untuk menyimpan memori dalam otak termasuk cheat GTA maupun Harvestmoon.
Dan saya yakin kalian pasti memiliki pengalaman masa kecil. Duh, bukan! Bukan masa metamorfosis milik Tokyo Mew Mew yang kalian maksud, namun masa yang berjalan begitu tulus dimana kalian masih bisa merasakan kehidupan dengan pola pikir yang sederhana. Terkecuali sih jika kalian didapatkan dari makanan ringan seribuan yang berhadiah itu. Yah, siapa tahu orangtua kalian terlalu rajin untuk mencari bungkus yang paling berat, niat mencari jam tangan dan (eh) taunya malah dapat anak yang sudah beranjak dewasa. Tidak ada yang tidak mungkin di zaman edan ini, bukan?
Ngomong-ngomong tentang masa kecil, yang memang saat ini hanya bisa jadi kenangan dengan memancing nostalgia, dicerita ini Sakura akan berbagi pengalamannya yang ada diimajinasi liar saya. Yang artinya, ini murni hasil khayalan saya sendiri dan nggak nyata sama sekali, meski terdapat kesamaan karakter-karakter yang saya rental dari Masashi Kishimoto-sensei demi kenyamanan saya sendiri.
So, saya harap kalian bisa menikmatinya.
.
.
.
.
Naruto©1997 Masashi Kishimoto
Zaman Piyik© 2019 kayaorangbiasa
Ini cerita apaan, sih?
Bukannya ngelanjutin Fragmentaris Cerita, malah bikin cerita baru.
Hih.
Dasar AKU!
.
.
.
.
Kalian pasti sudah kenal dengan Sakura yang berasal dari Earth-199999 selama mengikuti dunia anime Naruto sampai Boruto yang mungkin akan berevolusi jadi Narto Syaepudin dengan kearifan lokal dikemudian hari nanti. Haruno Sakura, atau lebih tepatnya memiliki panggilan alam bernama "Jidat" ini merupakan cewek tulen dengan sisi kefeminiman tiga puluh satu koma delapan persen yang dapat dikategorikan sebagai cewek beruntung karena memiliki banyak teman yang solid namun gila. Usia Sakura disini masih belia, nggak setua Jiraiya yang nggak tahu diri masih suka menggoda atau mengintip ABG mandi dan nggak semuda Konohamaru yang sampai sekarang masih belum bisa cebok sendiri meski sudah masuk TK. Sakura memang masih belum termasuk usia produktif, namun ia sudah melewati masa embrio dalam kandungan, mengalami masa metagenesis Bryophyta dari fase sporofit ke fase gametofit, berkembang menjadi parasit masyarakat, kemudian masih dapat bergerak aktif tanpa adanya rangsangan hingga detik ini. Anak kecil yang diduga agak sarap ini merupakan anak bungsu dari dua bersaudara, dengan satu kakak laki-laki dan sisanya mungkin anak dedemit yang dihasilkan dari hubungan gelap ayahnya yang otaknya juga agak melenceng dari garis khatulistiwa. Kehidupan Sakura juga dapat terbilang normal, mungkin. Cukup baik-baik saja, meskipun nggak ada yang menarik maupun ganteng di semesta yang ditinggalinya. Oh, biar saya beritahu, jadi anak bungsu itu sangatlah tidak mudah. Kalian harus memaksimalkan kinerja otak untuk menyusun strategi dengan menaruh harapan bebas dari para penjajah, apalagi kalau mereka (kakak kalian) sok ngebaikin padahal niat terselubungnya mau nyuruh ini-itu. Hih. Ibarat kata, seperti dalam pribahasa 'ada susu dibalik tetek emak lo', dan intinya jangan termakan rayuan muslihat dari keturunan ular zamannya Adam dan Hawa. Mentang-mentang mereka menganggap penjajahan berlabel siapa yang lebih tua, ia adalah raja dan kalian mau saja dijadikan budak. Pokoknya perjuangkan hak kebebasan kalian dan jangan mau dikadalin, karena kadal punya hati untuk bisa merasakan apa itu cinta!
Sakura ini termasuk anak yang rusuh dan nggak bisa duduk manis serta rapih seperti anak SD jika mau pulang sekolah. Bermain merupakan aktivitas wajib bagi anak seusia Sakura dan sudah menjadi suatu pekerjaan bersifat rutinitas meskipun tidak akan bisa menghasilkan uang sepeserpun. Apalagi ia mempunyai perkumpulan yang mengharuskannya sebagai yang mulia, kasta diatas segala kasta para anak dedemit, untuk membinanya dengan baik. Keren, bukan? Dan sore ini, Sakura ada janji main bentengan lawan empat bocah kampung dari RW sebelah yang terkenal suka merampas layangan putus di wilayah kekuasaannya. Hanya pertandingan permusuhan, sih. Tetapi, tetap saja Sakura menganggap mereka sebagai teman meskipun hanya di dalam kelas, yang khususnya pada saat mode pencitraan di depan wali kelasnya (hadeh, bakat otak kriminal yang sudah lahir dari zigot). Motivasinya ikut peperangan ini; nggak ada. Alasan Sakura ikut kegiatan nggak mengeluarkan uang ini hanya karena jenuh melihat keluarga bahagia (orangtuanya) bermesraan tanpa melihat situasi dan kondisi. Entahlah, mungkin mereka keracunan makanan. Ditambah Mebuki, ibunya Sakura, juga rewel menyuruh Sakura agar cepat-cepat untuk menikah karena ingin menimang cucu sampai dua puluh dua anak agar bisa menyelenggarakan acara NBA sendiri; 2 tim beserta anggota cadangan plus 2 wasit. Padahal baru kurang lebih dua bulan Sakura menduduki bangku kelas 6 SD, dan mana ada usia segitu sudah punya calon suami? Anak cowok pada mau berteman dengan alien seperti Sakura saja sudah syukur.
Sebenarnya ada satu alasan lagi mengapa Sakura ingin ikutan main. Menurut kaki tangan kepercayaannya selama masuk SD, Sai. Ada satu anak pindahan dari Konoha yang katanya terlalu ngocol dan menyebalkan ikut menonton dan mendukung tim lawan. Nggak tahu ia ini siapa, serta bibit, bebet, dan bobot anak kampung RW sebelah itu seperti apa, karena Sakura penasaran ya jadinya ia ikut saja. Selesai bersiap dan pamit ke Ibunya sebentar, Sakura mengambil sandal jepit Swallow hijau kebanggaannya di rak sepatu.
"Jidat, buruan! Gerak cepet." Seru Sai sembari membopong sisa kue dagangan Ibunya yang sedang gosip dengan Mebuki di ruang tengah.
"Sabar, lagi pake sendal," Sakura baru me-notice hasil rampokan Sai, "Eh, nggak tahu diri. Dagangan Ibumu main diambil banyak."
Senyuman sok polos Sai muncul, "Memangnya kita nggak butuh amunisi?"
Krik. Krik.
"Benar juga..."
Ya, sudahlah. Terserah mereka.
Mengingat sesuatu, "Eh, ngomong-ngomong, Gaara izin hari ini nggak main karena mau bawa Shukaku ke klinik." Sakura mengerutkan alisnya sembari membuka pintu, "Katanya sakit." Saya baru tahu kalau kucing bisa sakit, berarti untuk apa kesembilan nyawa yang dimilikinya kalau begitu?
Ngomong-ngomong, Gaara itu salah satu anak pentolan kelas 6 yang masuk ke gengnya tiba-tiba beberapa bulan ini. Ia anak yang paling misterius, agak pendiam, dan diduga bisa melihat tuyul atau hal gaib dengan alisnya yang bisa diubah kedalam mode invisible. Ia terlalu jago memenangkan banyak permainan seperti Ketua Suku mereka (Sakura), sepak terjang anak itu kebanyakan pada kemenangan lompat karet dan gundu. Biarpun tinggi badannya lebih pendek beberapa centimeter dari Sakura, Gaara tetap bisa loncat indah tanpa salto atau koprol meskipun sudah dalam posisi merdeka. Sedangkan dalam gundu, berapapun gundu atau kelereng yang kalian taruh sebagai modal, Gaara selalu melipatgandakannya berkali-kali lipat dan dijamin tidak akan rugi meski ia bukan keturunan keluarga pekerja Multi Level Marketing. Usut punya usut, kebolehannya ini didapat dari pembelajaran neneknya yang sering nongkrong atau mengerjakan beberapa hal yang bermanfaat bersama ibu-ibu PKK dan tidak suka mabuk-mabukan.
"Nggak masalah dan jangan lupa suruh ia mengembalikan potlotku besok."
"Hm, oke."
"Ah, jangan lupa kumpulkan biodata anak-anak di kertas binder Love and Berry kemarin. Mau kumasukan ke binderku." Kadang saya bingung dengan tingkah anak ini yang lebih mirip bos ketimbang jadi pemimpin. Mengapa Sai mau menjadi kaki dan tangannya?
"Roger." Eh, Marksman?
"Jidat, kau bawa kunci kan?" Sakura menepuk jidatnya seusai Sai menutup pintu dengan kakinya.
"Bukannya kau ambil tadi?" Sai mengangkat sedikit tangannya yang penuh tersebut serta memberikan tatapan menurutmu-aku-mampu?. Dasar kaum lemah.
Sakura mengetuk unjung sendal yang sudah dipakainya dan menengok ke arah Sai. "Ya sudah, apa boleh buat untuk manjat pagar."
"Heh, gila ya? Kau tidak lihat barang bawaanku yang banyak ini?"
"Takut tinggi?" Si merah muda ini mengeringai meremehkan.
Sai balas tersenyum menyebalkan, "Sepertinya kau telah meremehkan ketangkasan top 3 bentengan se-RW."
Sakura memutar bola matanya dengan malas, "Tidak ada hubungannya, bodoh." Ia mulai memanjat pagar rumahnya dan,
HUP!
Mendarat di luar pagar dengan aman.
"Sugoi~"
"Ayo, cepat!" Anak cewek berambut pink sebahu ini mulai melangkah meninggalkan temannya.
"Oi, tunggu dulu! Bantu aku pegang kue-kue ini. Jidat! Hei, Jidat! OI!"
.
.
.
.
Melawan salah satu geng RW sebelah nggak sesulit yang dibayangkan, kok. Buktinya mereka ngos-ngosan banget Sakura kalahin berulang kali, padahal ini baru mau ronde ke delapan. Badan gede tapi tenaga kecil, nyali gede tapi pas ditantangin malah kayak anak kecil. Dasar nggak asik!
Kata Sakura sembari mengulum permen kakinya, "Udahan lah, kasian melihat kekalahan kalian."
Alih-alih mendapat pose hormat pelaut, yang Sakura dapatkan malah tatapan sinis dan anak tengil merah muda ini mengangkat bahunya acuh tak acuh. Dan mereka sok bangkit pake gaya pahlawan. Sok membangkitkan rasa solidaritas dan kekompakkan, tapi ujung-ujungnya tetep aja nggak menerima kekalahan. Bukannya merendahkan namun ini memang bisa dikatakan lelaguan. Ngarep banget mereka kayak bagian dari pahlawan atau misili yang lagi memperjuangkan kemerdekaan untuk hak bangsa. Woi, sadar diri. Mau Sakura buat kalian menghilang pakai Infinity Stone seperti pasukan Thanos?
"Kita nggak bakalan nyerah!" salah satu anggota mereka meludah, "Tunggu pembalasan kita." Bak curut yang mau disirem air panas mereka lari dari lapangan. Lah? Mereka ngancem? Terus nggak jadi ronde kedelapan dong?
"YOHOOOO! KITA MENANG TELAK PARA DEDEMIT!" teriak Sai dengan plastik berisikan sampah-sampah makanannya. Tch, ujungnya malah dimakan sendiri. Sontak semua bersorak terkecuali Sakura, agar mempertahankan wibawanya sebagai Ketua Suku.
"HIDUP STRATEGI KETUA SUKUUU!"
"YEAH! HIDUPPPP!"
"WOHOOOOOOOOOOOOOWWW!"
"SAI!"
Ow, shit. Ibunya Sai tergopoh-gopoh berlari menuju kesini. Sudah selesai bergosip, Bu?
"OH, BAGUS YA!" Sai mengaduh saat telinganya dijewer dan ditarik paksa oleh Ibunya untuk pulang, "Sudah hampir jam 6, kau masih berani main? Sudah gitu, sisa dagangan Ibu juga berani kau ambil?!"
Sai masih mengaduh, "ADUH! A-duh-aduhhhh! Ampun, Bu. Sai khilaf..."
Damage-nya semakin diperbesar, kali ini sedikit dipelintir. "ALASAN BANGET KAMU! AYO PULANG!" Sai memberi kode pertolongan ke Sakura saat ditarik paksa untuk pulang. Sakura dan yang lain meringis, memberi kode balasan selamat-dinikmati-Sai dengan bonus lambaian tangan. Dasar teman. Perbuatan kalian akan Sai ingat! Sakura pun menyuruh pasukannya untuk segera bubar, repot sekali kalau ia sampai terlibat langsung secara berhadapan atau one by one dengan Ibunya Sai yang perkasa dan juga galak. Hiii~
Niat mengambil sendalnya yang terkapar di samping lapangan, "Menang lagi, Sakura-chan?"
Sakura menoleh karena merasa ada yang mengajaknya bicara, "Eh, Naruto?"
"Yo!" Naruto menghampiri Sakura lebih dekat dengan senyuman lima jarinya yang khas. Ah, siapa itu? Kenapa ada sosok asing berekspresi datar dan sok cool yang berjalan di sampingnya? Dan kenapa Sakura terfokus dengan tatapan anak misterius tersebut?
"Sakura-chan?"
Sakura berkedip untuk mengembalikan fokusnya.
"Ya?"
"Kenapa melihat Teme dengan wajah yang aneh?"
"Eh? Tidak." Sakura buru-buru mengganti topik, sebelum urusannya menjadi panjang. "Kapan kau sampai di Suna?" Keluarga Naruto itu identik dengan kehidupan yang nomaden, berpindah-pindah tempat atau negara sesuai penempatan pekerjaan kepala keluarganya.
"Kemarin. Tadinya aku ingin menjemputmu, tapi Bibi Mebuki bilang kau ada urusan di RW sebelah makanya aku kesini. Eh, kenalkan teman baruku Sasuke yang katanya banyak digosipi netizen areamu beberapa bulan ini." Naruto mencoba untuk bergurau, "Ia tinggal di RW sebelah bersama Pamannya."
Jadi anak ini yang dibicarakan Sai.
Sakura reflek melihat Sasuke dari atas sampai bawah, maklum, ia baru ini melihat anak kecil yang tampil dengan setelan hitam semua dengan kulit yang pucat. Apa Sasuke sebangsa dengan vampir? Mengapa bulu kuduk Sakura mulai berdiri dan hawanya terasa tidak enak? Dan Sakura mulai merasa tatapan Sasuke terlalu tajam terhadapnya meski ia mencoba untuk menghiraukannya dan tetap tersenyum formalitas. Auranya misteriusnya lebih mengerikan dan berbahaya dibanding Gaara.
"Salam kenal."
"Hn,"
Alis Sakura terangkat sebelah, "Dua kosakata saja?"
"Ia memang seperti itu," Naruto mengibaskan tangannya, "tapi ia memuji gaya permainanmu tadi, lho."
"Eh? Terima ka-"
"Kata siapa? Gaya mainmu tadi jelek sekali."
Wah.
Hawa pertidaksahabatan mulai terasa.
"Pardon?" Apa Sakura salah dengar?
"Gaya mainmu sangat jelek." Ada apa dengan orang di bumi saat ini? Sasuke menyeringai sedikit sembari memasukkan kedua tangannya ke saku celana hitamnya, "Ayo tanding ulang besok, tapi dengan geng Taka."
tbc.
