I do not own Naruto

My Precious Assistant


"Pernikahan merupakan suatu peristiwa yang terjadi sekali dalam seumur hidup, persiapkan pernikahan anda dalam sebuah acara yang megah dan mempesona bersama Namikaze Wedding Organizer. Semua yang anda butuhkan ada pada kami."

Omong kosong. Jelas-jelas hanya iklan penarik minat untuk merogoh kantong sangat dalam pada tiap pasangan. Coba lihat, mereka tidak menuliskan daftar harga pada iklan tersebut, karena sudah jelas patokan harga yang ditawarkan sangatlah tinggi. Paling-paling mereka akan ramah kepada orang yang tidak suka menawar.

Kalau boleh mencela, Sakura Haruno adalah orang yang pertama kali ingin melakukannya. Secara garis besar dia mengetahui baik buruk perusahaan WO yang sedang berjaya itu. Oh, tidak. Sakura belum pernah memakai jasa mereka, dia hanya mendengar keburukan perusahaan itu dari orang dalam secara langsung. Membayangkannya saja Sakura sudah merasa ngeri, apalagi jika dia harus ikut bergabung ke dalam sana.

"Sakura! Maaf membuatmu menunggu."

Sakura segera menoleh ke belakang, brosur iklan WO yang baru saja mendapat cibiran itu dia simpan di balik badannya. "Tak apa, aku baru lima menit di sini, Sasori-kun." Senyum mengurva di garis bibirnya saat mengetahui siapa orang yang menyapa barusan. Oh, orang dalam yang dia maksud tadi adalah si rambut merah itu, dia adalah salah satu pegawai NWO (Namikaze Wedding Organizer) sudah cukup lama. Pria itu berwajah sangat imut, dia bahkan memiliki julukan the cutest top red di tempat kerjanya. Agak aneh memang tapi setidaknya masih dapat diterima daripada the cutest baby doll.

Sasori menyelipkan tangannya ke dalam kantong hoodie yang dia pakai. Musim dingin sudah tiba dan dia selalu melupakan untuk memakai sarung tangan. Sebelum pacar kesayangannya mengomel menyadari itu, ada baiknya dia tidak memperlihatkannya. "Tampaknya kamu kedinginan." Sasori memiringkan kepalanya sembari memperhatikan wajah Sakura yang tidak berseri merah seperti biasanya. Dia agak sedikit pucat.

Sakura selalu tidak bisa menyembunyikan apapun dari kekasihnya. Dia merasa malu dan kelihatannya ada rona tipis di kedua pipinya. Walaupun Sasori sibuk tapi dia selalu dapat membuatnya merasa tenang walau dengan perhatian yang tidak begitu besar. "Aku baik-baik saja," katanya malu-malu. "Apa kamu sudah makan malam?"

Sasori mengangguk. "Sebelum pulang, kru katering mengajak kami makan. Ada banyak sisa makanan yang akan terbuang." Kadang Sasori merasa mereka seperti penyedot debu. Ketika acara pernikahan selesai makanan pun tersisa. Tinggal giliran mereka yang akan menyelesaikannya. Yeah, tentu saja tanpa sepengetahuan orang luar. "Kamu sendiri sudah makan?"

Sebenarnya Sakura belum. "Aku masih kenyang. Rencananya aku mau mengajakmu makan."

"Baiklah aku temani sekarang." Sasori langsung mengambil alih tangan Sakura dan mengaitkan jari-jari mereka, menuntunnya berjalan berdampingan. "Bagaimana dengan sup miso?" tanya Sasori ketika mereka sudah berjalan beberapa langkah.

Sakura tertawa pelan. "Aku memang sedang memikirkan itu. Tadinya aku ingin masak itu di apartemen. Tapi ternyata di kulkas hanya ada sebungkus soun dan daun bawang."

"Besok kita akan mengisi kulkasmu." Sasori semakin mengeratkan pegangan tangannya karena dia merasa hari mulai semakin dingin.

"Itu berarti kamu akan makan di apartemenku besok."

"Mungkin hanya makan malam saja karena besok kamu akan pergi interview."

Sakura menghentikan langkahnya. Otaknya masih belum menghubungkan maksud dari perkataan Sasori. "Interview?"

"Yeah, kamu pasti senang mendengarnya. Mulai besok kamu resmi sebagai salah satu karyawan di perusahaan Namikaze WO."

Mata Sakura melebar tidak percaya, dia terlalu terkejut menerima kabar bahagia ini—untuk detik ini dia memang merasa senang akhirnya bisa mengakhiri nasib jelek sebagai pengangguran dari lulusan jurusan seni. Tapi lebih dari itu, Sakura harusnya mengingat beberapa saat yang lalu dia telah-mencibir-perusahaan-NWO-melalui-pandangannya. Demi Tuhan dia tidak pernah mengira tawaran Sasori yang akan membantunya masuk ke dalam sana akan terjadi secepat ini. Kalau tidak salah minggu lalu kekasihnya itu memberi tawaran.

Selagi hanya Tuhan yang mendengar cibirannya tadi. Tuhan akan mengerti kebutuhan dan memaklumi manusia yang selalu berbuat dosa secara diam-diam.

"Selamat ya, kita akan berada dalam satu perusahaan mulai sekarang." Sasori tersenyum lebar. Manis sekali. Senyumannya tampak selalu tulus. Itu salah satu alasan mengapa Sakura mencintainya hingga detik ini.

"Apakah itu berarti kita akan bekerja bersama-sama?" Selain kebahagian karena keluar dari jabatan pengangguran. Sakura juga bahagia karena dapat bersama-sama dengan kekasihnya walau sedang sibuk bekerja sekalipun.

"Oh, apa aku tidak bilang kemarin? Perusahaan itu membutuhkan asisten pemilik bukan kru promosi."

Oh, bukan ya? Ternyata mereka tidak bisa bersama-sama walau dalam keadaan sibuk. Tapi tak apa, yang penting dia punya pekerjaan sekarang. "Asisten berarti aku harus membantu semua pekerjaan pemilik perusahaan?"

"Kurang lebih seperti itu." Sasori menggaruk lehernya canggung. Bagaimana ya menjelaskan ini? "Aku hanya berharap kamu tidak dipecat pada hari pertama bekerja."

"Yeah, aku tahu. Kamu pernah bilang bahwa bosmu itu sangat cerewet dan juga tidak bisa diam. Tapi kamu juga bilang dia itu sangat baik dan ramah, kan? Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini."

Mereka kembali melangkah menyusuri pinggir jalan di bawah lampu-lampu. "Kurasa kamu akan paham jika sudah bertemu langsung. Dia pasti akan membuatmu emosi. Aku sudah paham dengan sifat aslimu itu yang suka blak-blakan. Aku tidak bisa membayangkan jika kalian sampai beradu mulut."

Selama ini hanya Sasori yang dapat menyeimbanginya, yang tahan dengan keras kepala Sakura serta sifat yang sedikit kasar itu. Sasori memberikan perhatian yang lembut kepada kekasihnya, dia tidak suka melempar argumen jika ada masalah di antara mereka. Dia pikir, dengan mengalah semuanya akan baik-baik saja. Lagipula keras kepala tidak ada untungnya kecuali kepuasan tersendiri. Hal yang terpenting adalah dia bisa bersama dengan Sakura. Dan pada kenyataannya gadis keras kepala itu akan merasa segan dan menghargai seseorang yang sudah memperlakukannya dengan begitu lembut.

Sakura merasa sedikit malu mendengar penuturan dari kekasihnya. "Tidak, Sas. Aku membutuhkan pekerjaan ini, aku akan melakukannya dengan sepenuh hati."

Sasori tertawa melihat ekspresi serius Sakura. "Tenang saja, tidak akan seburuk yang kamu pikirkan."

"Jangan meragukanku kalau begitu..." Mata Sakura memicing karena ia tidak suka ditertawakan.

"Kamu hanya perlu menjadi profesional, dengan begitu semua pekerjaan akan berjalan lancar. Kamu tahu sendiri kan, asisten pemipin sama saja sebagai pesuruh. Pekerjaan ini tidaklah mudah. Tapi, jika kamu tidak sanggup, tak apa kalau mau menyerah."

Masih sembari berjalan Sakura menyandarkan kepalanya pada lengan besar Sasori. "Asal kamu ada di sisiku, aku rasa semuanya akan baik-baik saja."

Sasori tersenyum tipis. Selama ini mereka selalu bersama. Dan tidak terasa kebersamaan itu sudah terjalin hampir tiga tahun. Sakura adalah temannya semasa kuliah. Mereka sudah saling mengenal dari tahun pertama hingga lulus dari Universitas. Ketika Sakura kehilangan kedua orangtuanya, Sasori selalu berada di sisinya. Menuntunnya agar dapat kembali berdiri tegap dan kembali menjalani hidup seperti biasanya. Dari situ Sasori sudah tahu bahwa kekasihnya adalah wanita yang kuat walau di balik itu dia memiliki kerapuhan di dalam dirinya. Sasori mencintainya segenap hati.

"Oh ya, satu lagi," ujar Sasori tenang. "Jangan ada yang mengetahui bahwa kita sedang berpacaran."

"Apa di perusahaan itu melarang sesama pegawai untuk memiliki hubungan?"

"Sebenarnya itu peraturan baru. Bagi perusahaan, pegawai yang berpacaran akan sangat merugikan," jelas Sasori.

"Apa salahnya membiarkan pegawai saling menyukai."

Sasori menggeleng lagi. "Jika ada yang menjalin hubungan di perusahaan mereka pasti akan berpikiran kriminal. Misalnya bercinta di dalam toilet atau berencana untuk korupsi." Sasori membayangkan suatu hari dia akan punya waktu untuk menyeret Sakura ke salah satu kubikel gudang untuk mencuri satu-dua-ciuman di saat dia mulai bosan bekerja. Yeah, pasti sangat menyenangkan jika di gudang tidak terpasang kamera pengawas.

Tidak terasa ternyata mereka sudah sampai di restoran sup miso. Wangi makanan sudah tercium dari tempat mereka berdiri.

"Ayo, cepat sebelum restorannya tutup!" Tak mau membuang waktu, Sakura segera menyeret Sasori masuk ke sana.

.

.

.

[tbc]

Ahaay full SasoSaku dulu ya.. jangan gondok please (padahal diriku gondok duluan).

Fanfic ini hanya akan berisi satu sampai tiga (paling banyak) drables/scene saja. Ini adalah fanfic multichap terbaru sebagai pengganti HoN. Mungkin sebelum tanggal 27 September amai baru bisa apdet HoN karena mengingat dari ketepatan satu tahun dari fanfic itu dirilis. Heheheh.

Okay, chapter depan interaksi NaruSaku baru kelihatan yaaa. Amai tahu sih kalian pasti gak bakal penasaran karena sudah bisa menebak. Wakakaka

Akhir kata terimakasih sudah membaca dan jangan lupa menulis komentar pada kotak review yaaa.

All my love, amai.