Tiga orang berkerudung hitam yang berdiri di bukit padang pasir membuka tundungnya setelah angin mereda.

"Keren… Kita tiba juga di sini," ucap seorang pemuda dengan nada ceria.

"Selanjutnya kita kemana?" tanya yang paling pendek. Dari suaranya, sudah jelas ia adalah perempuan.

"Kita akan berpencar. Ingat, jangan sampai badge kalian hilang. Itu satu-satunya alat komunikasi kita, dan sekali-sekali hubungi teman kita yang lainnya juga," ucap laki-laki yang merupakan senior diantara mereka.

"Baik!"

Dan dengan itu pun mereka terbang menjauh menggunakan sapu terbang.

.

.

.

Disclaimer: 07-Ghost (C) Amemiya Yuki dan Ichihara Yukino

Warning: Alternate Reality, OC, Diusahakan tak ada typo, EYD masih diragukan, dll.

Don't Like, Don't Read!

:: Eyes Of Archangel ::

.

.

"Aaaah! Kenapa mereka masih mengejar, sih?" gerutu seorang pemuda berambut hitam dan kulitnya agak cerah. Wajahnya tampan tapi juga manis. Jubah coklat miliknya sedikit basah karena terkena hujan.

"Aku harus sembunyi dimana?" gumamnya sampai mata coklat kehitamannya menangkap sebuah gedung besar atau lebih tepatnya sebuah istana yang megah. Senyum terukir dibibirnya.

.

~o~

"Haaah... Ini sepertinya sulit," ucap pemuda berambut hitam dikuncir ekor kuda dan berkulit agak tan. Mata hitamnya tak lepas dari gunung yang sepertinya aktif. "Harus segera diambil sebelum meletus, nih."

~o~

"Haaah... Hampir saja..." ucap seorang gadis beramput panjang, sisi rambutnya dihias dengan kepangan dan baju rok panjang tanpa lengan. Saat ini gadis itu tengah beristirahat di atap sebuah rumah bertingkat sehabis menyelam di laut.

Awalnya gadis itu ingin beristirahat di bawah pohon saja. Namun berhubung sudah malam dan khawatir ada hal yang tak diinginkan, gadis itu akhirnya duduk di atap bangunan yang paling tinggi di wilayah tersebut sambil menonton penduduk yang bersuka cita dibawahnya.

Semua tampak ramai dan meriah. Banyak hiasan di toko-toko, kembang api, dan sebagainya. Entah ada perayaan apa, tapi sepertinya menarik.

.

~o~

~oO0Oo~

~o~

.

"Wah... Wah... Meriah sekali, ya. Yah.. Wajar saja, sih karena hari ini adalah festival tahun baru," ucap seorang pria tinggi berambut pirang.

"Sou ne..." tanggap seorang pemuda agak pendek, tampan dan manis di sebelah pria pirang itu. Dipundaknya terdapat naga kecil berwaran pink yang setia menemaninya.

"Itu dia disana!" teriak seseorang dan dari suaranya sudah jelas orang itu adalah pria. 2 orang lelaki itu pun menoleh secara otomatis bersama orang lain.

Pria yang berteriak itu berlari bersama kawannya yang sama-sama lelaki dan berbadan besar. Dari penampilan mereka bisa ditebak bahwa ada kemungkinan mereka adalah pengembara atau geng preman atau orang-orang berandalan dan sebagainya.

Mereka mengejar seorang gadis pendek berambut hitam panjang diikat satu. Dilihat dari situasi bisa terbaca bahwa gadis itu dalam kesulitan.

~o~

Kruuuk~~

"Ah~ Aku lapar," ucap seorang gadis diatas gedung. Ia pun turun kebawah ditempat yang agak sepi. Baju rok panjangnya ia tepuk guna menyingkirkan debu.

"Yosh! Saatnya cari makan. Eh! Tapi bagaimana caranya, ya? Aku tidak punya uang," ucapnya pada diri sendiri langsung lemas seketika.

"Itu dia disana!" teriak seorang pria setengah baya berbadan besar. Saking kencangnya ia berteriak, pandangan semua orang pun tertuju padanya.

"Ekh! Kelompok Bajak Laut!" teriak gadis itu dalam hati. Langsung saja gadis itu berlari secepatnya. Namun karena perbedaan tenaga yang jauh akhirnya gadis itu tertangkap.

"Cepat, pakaikan kalung budak yang kita bajak dari kapal militer waktu itu!" teriak pria berotot besar dan ikat kepala merah yang meupakan pemimpin gerombolan pria besar itu.

"Kapten, kenapa kita harus memakaikannya kalung, dia kelihatan lemah?" tanya pria pendek bermata satu.

"Apa kau tak melihatnya di hari itu? Gadis ini memang lemah tapi sepertinya memiliki ilmu yang hebat. Dan kemungkinan kita menaklukannya hanya 50% tapi jika kita memakaikan kalung itu padanya maka persentasenya menjadi 99%. Dan kita bisa memanfaatkan kekuatan gadis ini seutuhnya."

"Waah... Kapten memang cerdas!"

"Jangan! Lepaskan aku!" ronta gadis itu, namun sia-sia. Kekuatan fisik pria itu berkali-kali lipat diatasnya dan akhirnya kalung tersebut berhasil dipakaikan.

"Nah, sekarang tinggal melakukan perjanji─"

BUAK!

Beberapa anggota bajak laut tersebut babak belur seketika bahkan ada yang tepar hanya dalam hitungan menit.

"Siapa kau!" teriak salah satu kawanan bajak laut.

"Huaaaa...!" jerit sang gadis begitu penyelamat misterius menangkap lengannya dan melemparnya langsung ditangkap oleh pemuda yang jauh lebih pendek dari penyelamat tersebut dengan bridal style. Namun...

"Gyaaa...!" si penyelamat 2 berteriak saat merasakan suatu jepitan di jari manis kanannya yang menyebabkan sakit luar biasa, "Kyaa!" membuat gadis yang diselamatkan reflek sedikit menjerit karena kaget.

"Ke-Kerah janji?!" gumam penyelamat 2 begitu jarinya terbebas dari jepitan yang menyakitkan dan melihat arah gadis itu dengan seksama.

Ternyata ketika hendak menangkap gadis itu, tangan pemuda itu tak sengaja menyentuh lehernya sehingga terjadilah ikatan perjanjian tanpa diinginkan dan tanpa disengaja. Sedangkan itu, penyelamat 1 telah membuat semua bajak laut tersebut tepar dalam keadaan babak belur.

"Kau tak apa-apa?" tanya penyelamat 1, seorang pemuda tinggi berambut pirang berbaju hitam.

"Frau..." panggil penyelamat 2, pemuda pendek berambut coklat gelap, keringat muncul dipelipisnya membuat lelaki pirang bernama Frau itu menaikan alisnya sebelah.

~o~

"Ya, ampun... Kau ini benar-benar payah," ledek pemuda pirang.

"Khe, itu tadi hanya kecelakaan!" seru pemuda berambut hitam coklat.

"Maafkan aku," ucap gadis itu entah sudah keberapa kali.

Saat ini mereka tengah minum jus di sebuah cafe tak jauh dari tempat dimana gadis dan pemuda berambut hitam kecoklatan itu mengikat perjanjian yang tidak disengaja.

"Ngomong-ngomong, siapa namamu?" tanya pemuda pirang pada gadis tersebut.

"Eh! Nama? Eee... Nama... Etto..." Gadis itu tampak berfikir. 2 pemuda itu hanya diam menunggu dengan pandangan bingung.

"Tak apa jika kau tak ingin menyebutnya. Tapi nanti tolong beritahu kami, karena mungkin kita harus lebih sering bergaul," ucap pemuda pirang sambil menepuk dan mengelus kepala gadis itu dengan lembut.

"Aku Frau dan yang pendek itu, Teito Klien," lanjut pemuda pirang yang diketahui bernama Frau dengan senyum lebar.

"Berhenti memanggilku 'pendek'!" protes pemuda berambut coklat bernama Teito Klien.

"Maafkan aku sudah membuat masalah," ucap gadis itu lagi.

"Kalau boleh tahu, dimana kau tinggal?" tanya Teito yang dibalas dengan gelengan.

"Kau tak punya rumah?" tanya Frau. Gadis itu menunduk sebentar lalu mengangguk.

"Oke, mulai sekarang kau ikut dengan kami. Lagipula kau tak bisa jauh dari kuso gaki lebih dari 48 jam."

"Berhenti memanggilku bocah (gaki)."

"Jadi kalau aku menjauh dari Teito-san selama lebih dari 48 jam, apa yang akan terjadi?" tanya gadis itu.

"Itu akan meledak," jawab Frau dengan enteng.

"Beneran!?" seru gadis itu agak kaget. Ia pun menyentuh kalung itu dengan perlahan, "Jadi... mulai sekarang aku adalah bawahannya Teito-san, ya... Apa tak ada cara melepas kalung ini?"

"Sayangnya kami tidak tahu cara melepasnya," ucap Frau lagi sambil menyeruput jus melonnya.

"Sou... ka..."

.

~o~

~oO0Oo~

~o~

.

"Ah, akhirnya dapat," ujar seorang pemuda. Tubuhnya kotor penuh debu dan tanah dan ia hanya memakai kaos putih tanpa lengan dan celana hitam yang panjangnya hanya dibawah lutut. Cepat-cepat ia menaiki sapu terbangnya dan melayang menjauh.

Dilihatnya bola ditangannya dengan senyum. "Syukurlah aku menemukanmu. Tapi tidak kusangka berada ditempat seperti itu."

JDUUUURK

"Hm?" Pemuda itu menoleh kebelakang, asal suara gaduh tersebut. Dilihatnya gunung yang celahnya ia masuki dengan nekat meletus. Meski kecil tetapi cukup membuat suara yang sangat keras.

"Yaah... Dan untungnya aku tepat waktu."

.

~o~

~oO0Oo~

~o~

.

"Kuso..." bisik seorang pemuda di gedung menyerupai istana.

Gedung itu sangat tinggi, namun pemuda itu lebih memilih bersender di jendela yang terbuka yang sepertinya lupa ditutup. Tingginya tidak seberapa tapi cukuplah membuat matanya bisa melihat hampir seluruh kegiatan penduduk dibawah sana. Ia baru saja keluar dari gudang kosong yang berada di lantai paling atas yang menjadi tempat persembunyiannya beberapa jam yang lalu.

"Kepalaku pusing sekali... Mungkin karena masuk angin terkena hujan tadi..." bisiknya lagi. Ia sama sekali tidak peduli bahwa jendela tempat ia duduk adalah jendela kamar seseorang dan ada yang tertidur pulas di ranjang kamar tersebut.

Malam pun semakin lama semakin larut. Pemuda itu merasa semakin lama kepalanya terasa melayang, pandangannya kabur dan...

BRUK!

Ia jatuh pingsan ke dalam kamar. Si pemilik kamar menekuk alisnya merasa terganggu akan bunyi jatuh tersebut dan akhirnya terbangun.

"Kyaaaaa...!" jeritnya begitu mendapati lelaki asing berbaring lemah di dekat jendela kamarnya.

"Ada apa Roseamanelle-sama?" teriak para pelayan diikuti pengawal istana. Namun sebelum majikan mereka menjawab, mata mereka terbelalak kaget melihat seorang pemuda asing.

"Kurang ajar! Siapa lelaki itu? Seenaknya masuk ke kamar Tuan Putri!?" para pengawal istana pun merasa geram dan langsung mendekati pemuda itu.

"Ano... Sepertinya dia tak sadarkan diri," ucap seorang pelayan namun tak digubris para pengawal. Mereka tetap akan menyeret pria itu keluar. Apa yang dilakukan seorang laki-laki di kamar perempuan? Lewat jendela pula.

Zuuuuzzzt... Duri-duri panjang keluar dari balik baju pemuda terbaring itu saat para pengawal mendekat beberapa centi. Bahkan kini duri-duri itu semakin banyak dan memanjang.

Zriiiiiiiizzt... Tiba-tiba sebuah cahaya biru dari tangan kanan Sang Putri keluar menampakan batu biru yang cantik dan mengeluarkan cahaya biru sebagai tameng melindungi sang putri berserta para pelayan dan para pengawal.

Eye Of Raphael terbuka.

"Yare yare..." ucap pemuda yang terbaring tersebut, matanya terbuka menampakan mata kuning yang indah. Duri-duri itu pun surut ke balik baju pemuda itu dan tak tampak lagi.

"Kau lumayan juga dalam mereflek situasi, Raphael," ucapnya kemudian. Perlahan ia bangkit berdiri dan menepuk pakaiannya, membersihkan debu yang menempel.

"Kisama... Siapa?!" tanya Raphael dalam tubuh Putri Ouka.

"Haaah... Pertanyaan bodoh," pemuda itu mendesah. "Kudengar kau menjadi penjaga kerajaan bersama Michael. Tapi kita ini tetap berkawan, bukan? Meski sudah terkenal harusnya kau tak melupakan kawanmu, Raphael," ujar pemuda itu lagi dengan senyuman polos.

"Hah? Apa yang kau katakan?" tanya Raphael menekuk alisnya bingung. Disisi lain ia merasa familiar dengan cara bicara pemuda dihadapannya ini.

"Yang kukatakan? Tidak ada. Hanya tidak menyangka saja, kau bisa melupakanku."

"Apa yang mau kau bilang, hah? Tu-Tunggu! Apa kau mengenalku? Maksudku, apa dulu kita pernah bertemu?" tanya Raphael masih kebingungan membuat pemuda itu mendesah sekali lagi.

"Tuhan adalah kekuatanku," seru pemuda itu dengan tiba-tiba. Pemuda itu menutup mata sambil melipat tangannya lalu bersender di dinding. Namun sesaat kemudian matanya kembali terbuka menatap tajam Raphael. "Itu adalah arti namaku."

Mata biru Ouka yang dirasuki Raphael melebar dengan mulut menganga. Dan lagi-lagi sesuatu yang familiar dirasakannya. Samar-samar ia mengingat sesuatu. Tapi apa? Apa yang dilupakan Raphael?

"Eye Of Raphael, mata yang dianugrahi kekuatan oleh Angel Raphael dan merupakan salah satu mata malaikat atau Eyes Of Archangel. Tuhan adalah penyembuh adalah arti dibalik namanya. Dengan kekuatan yang dianugrahi oleh Kami-sama dan Raphael-sama, aku yakin kau bisa menyembuhkan pemuda yang menjadi inangku ini. Dia tengah sakit, kau tahu?" ucap pemuda itu dengan senyum polos lagi.

Pemuda itu mendekati Ouka perlahan tanpa melepas senyuman. "Kita bertemu 20 tahun yang lalu dalam sebuah pameran, ingat?"

"Jangan-jangan... kau... mungkinkah..." Mata Raphael semakin melebar karena terkejut karena akhirnya ia mengingatnya.

Pemuda itu pun tersenyum semakin lebar masih dengan polosnya. "Ara. Apakah akhirnya kau mengingatku?"

"Gabriel?!"

"Lama tak berjumpa, Raphael-sama."

.

.

.

To Be Continue...

.

Ampuni, hamba. Silahkan bully saya jika berkenan… (*roh melayang*)

All Chara: Jangan mati dulu, oey!