knb © fujimaki tadatoshi
crossroad
Bus yang ditumpangi Tetsuya berhenti, ketika lampu lalu lintas berubah warna dari kuning ke merah. Sebagian besar penumpang bus sudah tertidur. Wajar saja, bus itu mengangkut siswa taman kanak-kanak—murid-murid Tetsuya—yang baru saja usai piknik dengan para sensei yang menemani mereka. Hanya ada empat orang dewasa termasuk dirinya dan sopir bus.
Pemuda dengan rambut biru muda itu mengalihkan pandang matanya pada jalanan di sekitarnya, melalui jendela yang tersapu hujan. Tidak ada yang menarik. Hanya mobil-mobil beraneka model dan warna berjejer. Tepat di sebelah bus yang dia tumpangi, berhenti sebuah mobil dengan cat biru cerah. Semuanya menunggu lampu lalu lintas berubah menjadi hijau.
Tetsuya membersihkan embun yang menghalangi jarak pandangnya. Dia menoleh ke bawah, pada mobil biru muda yang berada tepat di dekat busnya. Si pengemudi mobil memandang ke luar melalui jendela. Dalam satu detakan waktu, pandang mata mereka bertemu.
Napas Tetsuya tercekat, menekan tangannya pada jendela—seolah berniat melihat lebih dekat. Atensinya terpaku pada si pengemudi mobil. Shock dan rasa tidak percaya terukir di wajahnya—tidak terlalu jelas, mengingat ekspresinya yang memang minim.
Itu dia.
Tetsuya tidak mungkin salah mengenali manik mata keemasan itu. Binar matanya pernah menjadi miliknya seorang—dulu.
Sepasang cerulean milik Tetsuya masih terkunci pada pemuda pirang si pengemudi mobil itu. Lalu, berusaha mengamati isi mobilnya secara keseluruhan. Di bangku penumpang, tepat di sebelah bangku pengemudi, ada seorang perempuan yang tidak dia kenal. Wajahnya tidak terlalu jelas. Sementara bangku dibelakang laki-laki pirang itu, duduk seorang bocah laki-laki—mungkin seusia murid-muridnya. Rambutnya pirang cerah, persis rambut lelaki yang sejak tadi diamati Tetsuya.
Tidak perlu waktu lama baginya untuk menebak; itu istri dan anaknya.
"Sensei, ada apa?" suara seorang bocah empat tahun bertanya padanya, dan Tetsuya menyadari salah satu muridnya terbangun.
Tetsuya berusaha tersenyum, "tidak ada apa-apa."
Lampu lalu lintas berubah merah. Ryouta menghentikan mobilnya tepat di sebelah bus yang tampaknya disewa untuk wisata sekolah. Sambil menunggu, dia memandang ke luar jendela. Jalanan yang dibasahi air hujan menyambutnya.
Ryouta mengedarkan arah pandangannya dan iris ambernya menyapu sebuah jendela bus yang berhenti di sebelahnya. Pandang mata mereka bertemu. Emas dan biru muda.
Matanya mengerjap, kerutan terbentuk di antara alisnya. Laki-laki pemilik iris biru langit itu tampak sangat familiar. Ryouta pasti pernah bertemu dengannya di suatu tempat, sebelumnya. Hanya saja dia tidak tahu kapan. Rasanya, bukan hanya pernah bertemu tetapi pernah mengenal. Pandang matanya terasa begitu akrab dan raut wajahnya tidak asing.
Dia memandang perempuan yang duduk di bangku penumpang—istrinya. Iris biru si perempuan memandangnya—bertanya tanpa suara. Kemudia Ryouta menyadari bahwa laki-laki biru muda di dalam bus itu mengingatkannya pada istrinya—atau malah sebaliknya? Sang istri mengingatkannya pada pemuda asing itu.
"Ada apa?" istrinya memutuskan untuk bersuara.
"Aku ... ah, tidak apa." Ryouta bergumam. "Hanya sedikit pusing."
"Mau kugantikan menyetir?"
"Tidak perlu, sebentar lagi kita sampai."
Sang istri mengangguk, lalu menoleh ke jok belakang. Seorang bocah laki-laki berambut pirang dan bermata biru duduk manis di sana—tampak lelah dan mengantuk. "Sepertinya Tetsuya-kun sudah lelah."
"Kita akan segera sampai di rumah."
Lampu lalu lintas kembali menyorotkan sinar hijau. Mobil biru muda itu berbelok ke kiri, sementara bus wisata taman kanak-kanak itu tetap berjalan lurus. Keduanya meninggalkan persimpangan itu, seolah tidak ada apa pun yang terjadi.
end
saya nggak tau saya nulis apa. saya cuma agak frustasi. maaf orz.
