Trapped Into You
Nijimura Shuuzo x Fem! Haizaki Shougo
Disclaimer : Tadatoshi Fujimaki
.
.
"Atur ulang jadwal. Tunda rapat nanti sore dan suruh General Manager ke ruanganku sekarang."
Gadis berambut coklat sebahu mengangguk ketika mendengar perintah dari pria bersetelan jas yang kemudian berlalu begitu saja di depannya. Dengan segera sekretaris cantik itu mengangkat gagang telepon dan menekan nomor yang sudah ia hafal di luar kepala.
Sedangkan si pria setelah berkata demikian langsung masuk ke ruangannya dan dengan langkah lebar menuju kursi tempat ia mengendalikan seluruh perusahaan.
Nama pria itu Nijimura Shuuzo. Dua puluh lima tahun. Memiliki hampir segala jenis kesempurnaan fisik yang ada di dunia. Terlalu berlebihan? Memang. Tapi itulah kenyataannya. Memiliki wajah tampan khas pemuda Asia dengan tinggi badan 179 sentimeter. Mata tajam sewarna onyx yang senada dengan rambut mampu membuat siapapun terdiam saat bersitatap, garis rahang bersiku tegas, perut bersekat enam kotak, bahu bidang, dan otot yang terbentuk indah tapi tidak berlebihan. Semua terpahat sempurna seakan-akan Tuhan sedang bahagia saat menciptakan makhluk adam tersebut. Oh, dan jangan lupakan dua belah bibir yang sexy itu. Membuat wanita berfantasi liar saat melihatnya terbuka. Berharap bibir mereka disentuh oleh bibir itu dengan permainan yang handal.
Masih kurang sempurna?
Plat aluminium bertuliskan Chief Executive Officer beserta namanya yang terpajang di atas meja besar mampu menambah kesempurnaan seorang Nijimura Shuuzo. Namanya cukup dikenal di kalangan pengusaha kelas atas sebagai pebisnis muda yang mampu membawa perusahaannya meroket ke jajaran perusahaan properti bergengsi hanya dalam beberapa tahun saja. Ia sangat ahli membuat uang mengalir masuk hanya dengan mengandalkan surat kontrak, tanda tangan dan jabat tangan.
Dengan prediket ini tentu saja banyak wanita di luar sana yang dengan senang hati menyerahkan diri padanya. Baik untuk menjadi pasangan atau hanya sebagai teman satu malam. Kebanyakan wanita yang datang kepadanya adalah tipe nomor dua. Jujur, ada kalanya Nijimura tergoda. Di tengah-tengah kesibukannya ia juga seorang laki-laki yang butuh pelampiasan. Tapi Nijimura sedang tidak tertarik berhubungan dengan sembarang wanita. Saat ini ia hanya ingin fokus kepada pekerjaan dibandingkan soal ranjang apalagi cinta.
Tok—Tok—Tok—
"Masuk," ujarnya tanpa menoleh dari berkas-berkas yang sedang ia teliti dan tandatangani. Terdengar suara langkah kaki mendekat kemudian seorang pria paruh baya berumur sekitar empat puluh lima tahun berdiri di depan mejanya.
"Anda memanggil saya?"
Nijimura melirik."Bagaimana kondisi cabang perusahaan di Italia?"
"Semua sudah tertangani dengan baik sesuai instruksi Anda pada rapat minggu lalu. Kantor cabang kita sudah memberikan bayaran sesuai dengan peraturan."
"Bagus. Jangan sampai aku dengar ada kabar penyalahgunaan dana lagi disana. Kantong kita berisi seperti sekarang juga karena para karyawan itu. Berikan hak mereka dengan adil."
"Baik, Sir."
"Satu lagi. Minggu depan ada pertemuan dengan pihak investor. Siapkan bahan presentasi yang terbaik. Kita harus pastikan mereka menanamkan dananya di perusahaan kita."
Sang General Manager tersenyum. "Absolutely."
"Kau boleh pergi."
Pria paruh baya itu mengangguk dan sedikit membungkukkan tubuhnya kemudian berjalan keluar dari ruangan.
Nijimura menyandarkan tubuh ke kursi sembari memijat kening. Ah, rasanya ingin sekali liburan saat pekerjaan banyak seperti ini. Menjauh sejenak dari tumpukan berkas dan data. Kepalanya sakit melihat kertas-kertas yang tak kunjung habis untuk ditandatangani.
Tak lama ia mendengar suara yang sudah dikenalnya berasal dari luar ruangan.
"Halo, Shuuzo!" Seorang pria bermata biru dan rambut berpotongan spike cerah tiba-tiba masuk dan berjalan santai menuju sofa di sisi samping ruangan. Pria itu mendudukkan tubuh disana dengan menyilangkan kaki. "Bagaimana kabarmu?"
"Seperti biasa," Nijimura menatap datar. "Seingatku kemarin ada orang yang berkata ia sangat sibuk hingga tidak bisa melaksanakan tugas untuk memeriksa lokasi terbaru dan sekarang ia dengan santainya muncul di kantorku sambil tersenyum ceria. Sudah siap mati, huh, Toru?"
Pria yang dipanggil Toru itu terbatuk. Nama lengkapnya Toru Sekiguchi. Ia salah seorang manajer disana sekaligus teman baik Nijimura sejak jaman SMA. "Hei, aku sudah bilang padamu, ada hal yang harus kuurus dulu sebelum meninjau lokasi. Itu bukan berarti aku tidak melaksanakan tugas darimu, 'kan?"
"Memang bukan. Tapi itu artinya kau lalai."
"Masalah lokasi baru bisa kita pikirkan—aku pikirkan nanti," ralatnya saat Nijimura memandang tajam mendengar kata kita. "Daripada itu Shuuzo, aku sudah membawakan yang kau minta," Toru berjalan mendekat lalu meletakkan sebuah amplop coklat besar di atas meja.
Nijimura menegakkan tubuh kemudian mengambil amplop yang diangsur Toru padanya. "Semuanya?" Ia membuka amplop besar itu dan mengeluarkan isinya berupa beberapa lembar kertas dan foto seorang gadis.
"Ya. Sesuai permintaanmu," Toru tersenyum. Merasa bangga dengan diri sendiri karena berhasil menyelesaikan tugas. "Semua informasi tentang gadis itu ada disana."
Sebuah senyuman tercetak di wajah tampan Nijimura saat membaca isinya.
"Bagus."
.
.
"Hatchu!"
"Kau baik-baik saja, Shou-chan?"
"Ya. Debu sialan ini masuk ke hidungku," jawab gadis pemilik rambut abu yang tengah membersihkan lemari gelas.
Namanya Haizaki Shouko. Dua puluh empat tahun. Memiliki wajah manis dengan bibir tipis dan tubuh yang termasuk kategori ideal. Leher jenjang, pinggang ramping, bokong berisi, perut rata, kulit mulus dan yang paling dibanggakannya adalah dada yang berukuran cukup aduhai. Ditambah dengan rambut keperakan yang berwarna senada dengan manik mata. Gadis itu bisa dibilang hampir mirip model papan atas. Gadis yang cukup manis kalau saja kalimat yang keluar dari bibir tipisnya juga kalimat-kalimat selayaknya gadis baik—bukan malah kalimat yang mirip preman pasar.
Kali ini gadis itu merutuki bos mereka yang dengan teganya menyuruhnya ikut lembur membersihkan restoran karena besok malam hotel tempatnya bekerja itu sudah di-booking untuk acara ulang tahun sebuah perusahaan. Sedikit bertanya-tanya, perusahaan seperti apa yang akan mengadakan acara di tempatnya bekerja? Yang pasti perusahaan itu sangat besar karena bisa membuat bosnya kalang kabut dan heboh dengan segala persiapan. Mulai dari makanan, dekorasi, hingga hiburan. Semuanya disiapkan dengan sangat mewah dan berkelas. Saat bertemu dengan utusan perusahaan itu seminggu yang lalu pun, bosnya tampak sangat segan dan berusaha sebaik mungkin melayani mereka.
Orang kaya memang beda, pikirnya. Shouko melihat gelas-gelas champagne disusun rapi di atas meja. Ia sangat berharap tidak ada yang berbuat ulah kemudian menyenggol gelas-gelas itu karena bisa dipastikan ia yang akan ditugaskan untuk membersihkannya dan hal itu pasti akan sangat menyebalkan.
"Kalau begitu aku duluan, kita berjumpa lagi besok," teman kerjanya mengambil tas kemudian pergi meninggalkan Shouko yang masih sibuk menyeka dan menyusun gelas di raknya.
Tak lama ia juga pulang saat waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Dengan berbekal syal dan mantel hangat, ia menyusuri trotoar untuk kembali ke apartemen sederhananya yang letaknya sekitar dua puluh menit dari tempatnya bekerja kalau berjalan kaki.
Sesampainya di apartemen, gadis itu segera bebersih lalu menjatuhkan diri ke ranjang. Semua tubuhnya terasa kaku dan pegal. Apalagi kakinya. Ia benar-benar butuh istirahat yang cukup sekarang karena besok ia akan sangat sibuk.
.
.
Kursi-kursi yang dibalut sarung berpita sewarna gading tersusun rapi melingkari meja bundar berwarna senada. Di atas meja dipenuhi bunga lili dan peralatan makan mengilap. Mulai dari gelas, piring, sendok, dan garpu semua terpoles indah hingga berkilauan ditimpa cahaya lampu yang menggantung dari langit-langit restoran.
Di dapur, juru masak berkeliaran kesana-kemari dengan panci dan wajan berisi makanan yang baunya mengundang selera. Daging asap, sup, hingga roti manis dicek kembali rasanya sebelum dihidangkan ke dalam mangkuk dan piring-piring saji.
Semua disiapkan secara sempurna. Totalitas tanpa batas.
Shouko yang kebagian tugas menjadi pelayan pengantar minuman juga sudah siap dengan seragamnya. Blouse coklat muda dengan dasi menyilang berwarna biru menghiasi leher dipadukan dengan mini skirt berwarna hitam dan heels senada. Rambut abu panjangnya digelung ke atas dan diberi jepitan bak pramugari. Penampilan rapi yang sama sekali bukan gayanya. Sebenarnya gadis itu lebih suka memakai gaun malam dengan bagian punggung terbuka dan rambut terulur indah.
"Sst—Shou-chan. Lihat itu," temannya menyikut lengan gadis itu kemudian menunjuk seorang pria yang baru saja memasuki ruangan pesta diikuti oleh beberapa orang lainnya. Shouko menoleh.
Deg!
Ijinkan Shouko terjun ke rawa-rawa sekarang.
Tubuh tinggi itu dibalut kemeja putih dan vest abu kotak-kotak serta jas hitam dengan pinggiran mengilap hasil rancangan desainer ternama. Dasi hitam melingkar elegan di leher jenjang. Sepasang sepatu kulit berwarna hitam mengilat menambah pesona.
Semua tamu yang sudah datang sontak menoleh. Para wanita bersemu merah di pipi. Beberapa orang terlihat menyalaminya dengan hormat. Beberapa lagi terlihat bicara bisik-bisik di pojok ruangan. Menggosip mungkin.
"Dia pemimpin perusahaan NJMR Corp. Masih muda tapi sudah memimpin perusahaan sebesar itu. Dan lagi, dia tampan sekali bukan? Tubuhnya tinggi atletis. Dan, oh, lihat bibirnya. Sexy. Membuatmu ingin mengecupnya semalaman," gadis itu terkekeh lalu menatap mendamba menatap pria yang kini sedang memberikan kata sambutan di podium
Shouko tidak terlalu tertarik dengan penjelasan soal fisik pria itu tapi—pemimpin perusahaan NJMR Corp? Perusahaan terkenal itu? Oke, mungkin bukan rawa-rawa tapi palung laut terdalam. Tenggelamkan Shouko kesana. Ia sudah mencari masalah dengan orang yang tidak tepat.
Shouko mencoba menetralkan detak jantungnya mendengar penjelasan rekannya barusan. "Ck. Dia tidak setampan itu, asal kau tahu saja dia itu—" kalimat gadis itu terpotong saat melihat temannya menatap dengan sorot penasaran. "Lupakan," ujarnya kemudian mengambil nampan minuman berisikan gelas-gelas kecil champagne lalu berjalan berkeliling.
"Eeh? Dia itu apa Shou-chan?" gadis itu merengek dan bermaksud mengikuti untuk meminta penjelasan lengkap tapi Shouko sudah hilang dari pandangannya, menyelinap diantara tamu-tamu pesta. Menyerah, ia akhirnya juga mengambil nampan miliknya dan mulai berkeliling menawarkan minuman kepada para tamu di tengah ruangan sambil sesekali curi-curi pandang ke arah sang CEO tampan.
Shouko sendiri berusaha untuk tidak mendekat ke tengah dimana Nijimura sedang berbincang dan tertawa dengan beberapa orang. Ia lebih memilih ke bagian pinggir. Disana beberapa orang melemparkan pandangan tidak suka ke arah Nijimura. Sepertinya mereka saingan bisnis.
"Lihat dia. Tertawa seperti tidak terjadi apa-apa. Dasar pemuda licik," ucap seorang pria bertubuh besar sembari mengambil gelas champagne yang ditawarkan Shouko. Gadis itu berpura-pura tidak peduli tapi ia menajamkan telinga.
Oh, benar. Saingan bisnis ternyata.
"Yeah, menarik kalau bisa dihancurkan," ujar pria berambut pirang di sebelahnya kemudian ikut mengambil minuman di nampan Shouko. "Kau cantik juga. Bagaimana kalau setelah ini kita keluar dan kau menemani kami?" tawarnya sambil tertawa penuh maksud. Diikuti oleh dua orang di sebelahnya.
Shouko membalas dengan tatapan tidak berminat. "Saya punya banyak pekerjaan. Pastikan saja Anda tidak berbuat rusuh disini supaya kerjaan saya tidak bertambah banyak."
Sebenarnya Shouko malas jika harus berbahasa formal seperti ini. Ia lebih suka melemparkan makian pada pria yang tiba-tiba menggodanya itu.
Pemuda pirang itu tertawa. "Baiklah, Nona. Kupastikan anak buahku tidak akan berbuat macam-macam disini."
"Saya harap begitu."
Jujur. Tawaran itu cukup menarik. Apalagi pria pirang ini lumayan tampan dan pastinya kaya dilihat dari pakaian dan jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Tapi Shouko sedang tidak mood bermain-main. Ia ingin segera tidur setelah acara ini selesai. Kakinya pegal terlalu lama memakai hak tinggi.
"Oh, disini kau rupanya," manajer hotel terburu-buru menghampiri gadis itu. Sepertinya ia sudah mencari Shouko kesana kemari dilihat dari keringat yang muncul di keningnya. "Kau. Antarkan ini ke ruangan sebelah," perintahnya sambil mengangsurkan nampan dengan ember kecil berisi es batu dan sebotol champagne serta dua buah gelas .
"Kenapa aku—" pertanyaan Shouko terhenti karena pria itu sudah balik badan. Artinya ia tidak mau ada penolakan.
Dengan berat hati gadis itu melangkah ke luar ruangan pesta menuju ruangan yang dimaksud atasannya. Setelah mengetuk sekali ia membuka pintu dan apa—lebih tepatnya siapa—yang dilihatnya di dalam ruangan membuat Shouko seketika ingin melemparkan nampannya ke wajah orang itu.
Nijimura duduk di sofa panjang dan tersenyum manis ke arahnya. "Kita bertemu lagi."
.
.
.
TBC
.
.
Halo. Saya mau curcol sedikit. Saya sedang suka dengan cerita berbau CEO dan semacamnya. Jadi terpikir untuk membuatnya ke dalam versi NijiHai. Dan kali ini saya memilih Fem!Haizaki karena… entahlah… rasanya lebih cocok saja /yha/ Maaf kalau mereka sedikit OOC disini.
Mungkin ceritanya mainstream. Tapi saya akan berusaha membuatnya tidak terlalu mainstream. Tapi kalau pada akhirnya jadinya tetap saja mainstream saya minta maaf.
Saya berpegang pada kata-kata seorang author fanfiction favorit saya. Let's write to express not to impress. Jadi memakai ide yang mainstream pun tidak masalah karena bagi saya menulis itu untuk berekspresi bukan untuk mendapat apresiasi. Kalau pembaca menyukai cerita yang saya buat, itu adalah bonusnya.
Saya menulis hanya untuk menuangkan apa yang terpikir dalam otak sebelum saya tidak bisa tidur karena terus terbayang Nijimura yang memakai jas dan mengendarai mobil mewah. Serius, dia keren. Salah satu alasan saya susah move on dari fandom ini.
Last, thanks for reading and mind to review? /kedip/
