Disclamer: Kuroko no Basuke

Rated: T (bisa M)

Cast:

* Akashi Seijuurou

* Kuroko Tetsuya

* Aomine Daiki

* Sakurai Ryo

* Kise Ryota

* Kasamatsu Yukio

* Murasakibara Atsushi

* Himuro Tatsuya

* Midorima Shintarou

* Takao Kazunari

Kise berdiri ditepi balkon kamarnya. Mata yang bermanik hazel itu tampak kosong. Tidak ada kehidupan disana. Dari mulutnya terdengar gumaman lirih yang selalu dilafalkan pemilik teknik perfect copy itu.

"...Yukio-cchi"

"Kenapa kau selalu bermain-main dengan para perempuan itu Kise" bentak seorang pemuda manis dengan alis tebal.

"Apa maksudmu Yukio-cchi?" wajah Kise tampak marah karena tuduhan dari kekasihnya.

"Kau selalu bermain dengan para perempuan itu tanpa ada waktu buatku"

"Aku model Yukio-cchi, wajar jika aku tak ada waktu buatmu" bantah Kise.

"Tapi seharusnya kau ada waktu untuk latihan'kan? Kau selalu tidak ada ditempat. Kau mau Kaijou kalah lagi di Winter Cup nanti"

"Aku selalu latihan Yukio-cchi" Kise memandang tajam manik hitam mempesona Kasamatsu. "Lagipula aku selalu bisa memasukan angka pada pertandingan. Kita hanya kekasih walau kita sudah sering kali bercinta tapi kita bukan suami-istri, jadi jangan ikut campur urusanku"

Kise berjalan meninggalkan kekasihnya sekaligus mantan senpai-nya di Kaijou, tanpa mengetahui berita yang akan diberitahukan Kasamatsu tentang kehidupan yang berada diperutnya.

Kise benar-benar menyesal saat mengingatnya. Dalam batin ia merutuki dirinya yang telah membentak kekasihnya itu. Padahal Kasamatsu hanya mengingatkannya. Apalagi dirinya masih berada dibangku Sma kelas dua Kaijou. Seharusnya ia fokus pada sekolah dan latihan untuk mengalahkan sekolah lain pada pertandingan. Hasilnya adalah Kaijou kalah pada Winter Cup dan sang kekasih menghilang tak bisa dihubungi.

Pemuda bersurai navy-blue dan berkulit tan itu berbaring diatap sekolah. Tidak dipedulikannya sengat matahari dan air mata yang terus mengalir dipelupuk matanya pada sela-sela lengan kananya yang menutupi kedua mata itu. Ataupun seorang gadis bersurai pink yang mengintip pada balik pintu. Gadis itu memandang sendu pada sosok teman masa kecilnya itu.

"Dai-chan..." gumam Momoi. Air mata perlahan mengalir dari maniknya. Momoi menangis melihat teman sepermainannya itu tenggelam dalam jurang bernama penyesalan. Penyesalan karena telah membuang seseorang yang mencintai pemuda malas seperti Aomine Daiki.

Aomine terus menangis tanpa suara. Rasa-rasanya ia ingin sekali menghantamkan dirinya sendiri karena kebodohan yang dilakukannya. Kebodohan karena menyia-nyiakan seorang yang sangat mencintai dirinya. Pemuda manis dengan sifat kikuk yang tidak pernah berhenti untuk terus mencintai pemuda bersurai navy-blue itu meski selalu mendapat kecaman dari yang bersangkutan, pemuda dengan pesona tersendiri yang tanpa sadar berhasil menangkap seorang Aomine Daiki dari buaian pesonanya, pemuda yang bernama Sakurai Ryo.

"A-Aomine-san.." kikuk pemuda bersurai coklat lembut itu. Dibawahnya berbaring pemuda berkulit tan yang terusik tidurnya.

"Kau lagi?" gumam kasar Aomine. Ia memandang kesal pemuda yang selalu mengusik dirinya setiap hari. "Ada apa? Kau mau meminta pertanggungjawaban tentang kemarin?!!"

"..." Sakurai hanya bisa terdiam. Ia tidak ingin menambah kekesalan seorang yang dicintainya itu.

"Lagian memangnya kau hamil hah?!!! Jangan bercanda! Walau sekarang sudah tidak tabu lagi tentang hubungan sesama jenis, tetap saja tidak semua laki-laki bisa hamil" bentaknya.

"M-maaf..." Sakurai tak mampu lagi berucap apa-apa. Bibirnya kelu. Walau sebenarnya hal itu yang ingin dibicarakan tapi ia urung saat melihat kebencian pada manik biru tua itu.

"Sudahlah kau pergi saja sekarang. Dan kusarankan kau jangan menggangguku lagi. Aku muak melihatmu" kata Aomine membalik tubuhnya.

Tanpa mengucapkan apa-apa, Sakurai berjalan pergi. Diam-diam ia tersenyum miris pada dirinya dan kehidupan bayinya nanti. Tangannya mengusap perutnya pelan, merasakan sebuah tonjolan kecil disana. Diliriknya kembali Aomine.

'Sepertinya memang tidak bisa ya membuatmu mencintaiku...'

Selama dua minggu, Aomine tidak lagi mendapat gangguan dari Sakurai. Tapi entah kenapa ia merasakan perasaan sakit pada dadanya, yang kemudian cepat-cepat ditepisnya. Bukankah seharusnya ia senang karena sudah tidak ada lagi gangguan?

PLAK

Sebuah tamparan mengenai pipi Aomine saat ia baru saja akan masuk gym untuk berlatih. Netranya memandang tak percaya pada teman masa kecilnya.

"S-Satsuki.."

Manik pink tua Momoi menatap tajam pada Aomine. "Sudah puas kau..." desisnya pelan tapi mampu didengar oleh semua orang digym yang hening mencekam. "Aku tanya sekali lagi Aomine Daiki, Sudah puas kau menyakiti Sakurai-kun?"

"Apa maksudmu Satsuki?" Aomine mengusap pipinya. Bagaimanapun tamparan Momoi tidak main-main.

"TIDAK TAUKAH PERKATAANMU ITU MENYAKITINYA!! KAU DENGAN SEENAKNYA MENGUSIRNYA DARI KEHIDUPANMU. PADAHAL WAKTU ITU SAKURAI-KUN SEDANG...sedang..."

Momoi menangis terisak, tak mampu melanjutkan. Tangannya terkepal. Aomine membelalak. Ia mulai menebak apa yang akan dikatakan Momoi. Dadanya entah kenapa tiba-tiba berdetak kencang. Ada perasaan senang dan menyesal yng melingkupnya kini.

"Sedang apa, Satsuki?" tanyanya pelan.

"Hikks..." Momoi menggeleng.

"SATSUKI JAWAB!! APA RYO SEDANG..." Aomine memegang kencang bahu perempuan bersurai kelopak sakura itu. "sedang...Hamil anakku?"

Hening.

Semua digym itu membelalak. Apa katanya tadi? pemuda kikuk seperti Sakurai Ryo hamil anaknya Aomine?

"Oi!!!Apa maksud kalian?" Wakamatsu ingin bertanya tapi merinding saat manik Aomine menatapnya ganas.

Momoi mengangguk. Meskipun masih menangis tapi manager Toouo itu berusaha menjelaskan.

"Aku tak sengaja menemukan hasil cek rumah sakit diloker Sakurai-kun kemarin. Aku kaget saat melihat hasil cek itu bahwa Sakurai-kun sedang hamil. Tadinya aku tak menyaka bahwa yang dikandungnya adalah bayimu, Dai-chan. Aku langsung menghubungi Sakurai-kun secepatnya dengan bantuan osis untuk mencari alamat Sakurai-kun" Momoi berhenti untuk menarik nafas. Sedangkan Aomine membatu mendengarnya. "Kondisinya pucat dan tak bertenaga saat aku melihatnya kemarin sore. Aku memaksanya menjelaskan semua padaku karena kupikir Sakurai-kun tidak mungkin berhubungan dengan orang lain kecuali kau, orang yang dicintainya, Dai-chan. Aku benar-benar marah saat mengetahuinya. Jadi Dai-chan..." Momoi kembali menatap tajam Aomine. "...Apa kau puas telah menyakitinya?"

Aomine ingin sekali membunuh dirinya. Bagaimana mugkin ia tega mengusir pemuda manis itu dahulu. Tambahannya lagi ia sedang mengandung. Pemuda mantan ace Kiseki no sedai itu bukannya tak berusaha untuk mencari pemuda mungil yang baru disadarinya telah dicintainya sejak lama, tapi pasalnya apartemen kediamannya kosong. Tidak ada orang disana. Hanya menyisakan sepucuk surat untuknya. Sebuah surat perpisahan.

Untuk Aomine-san,

Mungkin Momoi-san sudah mengatakannya padamu tapi aku akan berusaha untuk menjelaskan. Walau aku tak yakin bahwa meninggalkan surat ini akan dibaca olehmu, tapi entah kenapa hatiku menyuruhku untuk menulisnya.

Aku hamil, Aomine-san, hamil anakmu. Maaf baru mengatakannya sekarang tapi tenang saja aku tak akan meminta pertanggungjawabanmu. Aku akan pergi kerumah orangtuaku. Mungkin disana aku akan bisa melahirkan dan mengurusnya dengan tenang. Jangan khawatir aku takkan mengusikmu lagi.

Jika kita bertemu lagi, Aomine-san, aku hanya bisa berharap aku akan menemui dengan keadaan lebih baik, dengan perasaan ini, aku janji akan aku hilangkan.

Salam,

Sakurai Ryo.

"AAAARRRRRRGGGGG!!!!" Aomine menjambak surai navy-bluenya kencang. Air matanya merebak keluar lebih banyak. Sakurai akan menghilangkan perasaan tentangnya. Pemuda mungil itu tidak akan lagi mencintainya.

"Jangan Ryo..." bisiknya gemetaran. Aomine tidak sanggup jika Sakurai akan benar-benar melupakan perasaannya. Tidak akan sanggup. "Kumohon Ryo, jangan hilangkan perasaanmu.."

Momoi segera berlari menghampiri melihat sahabat masa kecilnya kembali terguncang. Dipeluknya sahabatnya itu erat-erat sembari bibirnya tak henti melafalkan kalimat penenang.

"Tenang Dai-chan...Sakurai-kun tidak mungkin menghilangkan perasaannya padamu...Tenanglah.." gumamnya terus menerus.

Lapangan gym Shoutaku sepi. Hari sudah sore ketika anggota basket Shoutaku menyelesaikan latihannya. Tapi itu tak berlaku pada pemuda berkacamata dengan surai hijau lumut. Mantan Shooter dari Kiseki no sedai itu terus melakukan latihan shoot dengan pandangan kosong. Berulang-ulang tanpa peduli pada langit yang sudah disinari bulan.

Midorima seperti biasa sedang membaca buku diatap sekolah yang hening. Suasana lenggang dan sunyi menjadi kesukaan Midorima. Tidak ada pemuda bersurai hitam berponi belah tengah yang akan--

BRAK "Shin-chan!!!"

--Sepertinya tak ada ketenangan yang bisa didapatkan pemuda bersura lumut itu. Tidak jika ada orang yang selalu berpotensi menyebabkan keributan seperti Takao Kazunari.

"Diamlah, Bakao!" sentaknya kesal. Takao nyengir melihat gurat tak senang dari kekasih tsundere-nya.

"Hehehe...Jadi ada apa memanggilku kesini Shin-chan?" tanya Takao bingung. Ia cepat-cepat kesini karena dipanggil Midorima oleh teman sekelasnya. Pemuda bersurai legam itu menyangka bahwa kekasihnya itu merindukannya tapi--

"Karena kau ada disini, aku akan langsung bicara tentang hal penting-nanodayo" Midorima berdehem sekali. Sedangkan Takao masih menatap penasaran. "Aku ingin kita putus Takao" katanya dengan mimik tenang.

Takao membelalak. "A-Apa maksudmu Shin-chan?" gagapnya tak percaya.

Midorima menghela nafas pelan. "Ternyata selama ini aku salah menduga tentang perasaanku-nanodayo. Selama ini aku hanya menganggapmu sebagai patner basketku saja bukan sebagai kekasih. Jadi Takao, aku ingin kita putus" Midorima beranjak pergi.

Takao jatuh berlutut saat suara pintu menutup terdengar dan suara langkah menjauh, tanda bahwa Midorima sudah pergi. Bulir air mata perlahan menurun pada manik kelam Takao.

--Ternyata Midorima memanggilnya hanya untuk mengucapkan salam perpisahan tanpa membiarkan dirinya mengatakan bahwa ia tengah hamil.

Dua hari setelahnya Midorima mendapati sebuah surat dilokernya. Surat berwarna hijau dengan tulisan yang amat dikenal Midorima. Surat berisi kenyataan pahit untuknya berupa penyesalan. Surat berkalimatkan sederhana tapi mampu membuat Midorima ingin memutar waktu.

"Untuk Shin-chan,

Aku akan menerima keputusanmu Shin-chan dan aku berjanji tidak akan mengganggumu lagi. Tapi ijinkan aku memberitaumu sesuatu Shin-chan dan aku juga aka berjanji tidak akan lagi menemuimu.

Aku hamil Shin-chan. Aku baru mengetahuinya beberapa minggu lalu. Tapi Shin-chan tak perlu merasa bersalah. Aku akan berusaha sekuat tenaga membesarkan anak kita Shin-chan dan untuk itu, aku akan pergi jauh.

Salam,

Takao Kazunari"

Midorima merasa seperti orang bodoh setelahnya. Seharusnya ia bisa sedikit peka dengan perasaannya sendiri. Itu bukan perasaan ia bosan dan menggagap bahwa ia salah mengartikan perasaannya tapi karena kenai'fannya berpikir, meski mereka putus sekalipun, tidak ada yang bisa memahami Takao sebaik dirinya.

Sekarang semua sudah berakhir. Sesuai perkataan Takao, pemuda bersurai legam itu sudah pindah setelahnya. Tanpa bertemu dengannya untuk meminta maaf dan kesempatan kedua.

"Atsushi sepertinya dekat sekali dengan Kyona-san ya?" tanya pemuda bersurai hitam pinggir pada kekasihnya yang berukuran titan.

"Huh?? Gak juga Muro-chin" jawab Murasakibara malas. Mulutnya terus menyuap maibou, tidak mengetahui bahwa kekasihnya sedang bergetar.

"Ada apa Kyona-san?" tanya Himuro. Pemuda asal Amerika itu sekarang sedang berada diruang kelas yang kosong karena dipanggil oleh gadis dengan surai coklat tua panjang.

"Aku hanya ingin membicarakan sesuatu denganmu Himuro-kun" jawab Kyona pelan. Kedua tangannya dihadapkan pada punggungnya untuk menyembunyikan sesuatu.

"Membicarakan apa Kyona-san?"

"Aku hanya ingin bertanya bagaimana mungkin orang sepertimu bisa berpacaran dengan Murasakibara-kun?" tanya Kyona tersenyum aneh.

"Apa maksudm membicarakan itu Kyona-san?" Himuro waspada melihat senyum aneh Kyona.

"Tidak apa-apa Himuro-kun, aku hanya bertanya" manik coklat Kyona berkilat dibalik poninya. "Karena sepertimu aku juga menyukai Murasakibara-kun"

Himuro membelalak.

"Tapi dengan alasan yang berbeda, tentu. Kalau kau karena murni mencintainya tapi aku..." Himuro tambah membelalak saat serangan berupa pisau hampir mengenainya. Tangannya dengan refleks memegang perutnya sambil berputar menghindar. "..Mencintai harta yang dimilikinya"

"Apa?" bisiknya tak percaya.

Kyona tertawa seperti orang kesambet setan. "HAHAHA!!!!Tentu saja, siapa yang takkan tergiur dengan harta yang dimiliki keluarga Murasakibara-kun. Keluarga yang memiliki restoran dan perusahaan dibidang kuliner yang tersebar diseluruh dunia"

"KAU..."

"Sepertinya kau marah ya Himuro-kun" ledeknya dengan suara yang dialunkan. "Tapi sepertinya aku yang menang ya"

"Apa..."

Himuro membelalak melihat Kyona dengan sendirinya menusuk perutnya dengan pisau yang dibawanya. Pisau itu lalu dilemparkan dibawah kaku Himuro yang bergeming. Dan membola matanya saat melihat kekasihnya yang berdiri di ambang pintu kelas.

"Kyona-san..." gumam Murasakibara cepat-cepat menghampiri gadis yang berlumuran darah itu.

"M-Murasakibara-kun..."

"Kenapa kau..."

"Tidak apa-apa Mu-Murasakibara-kun.." tangan Kyona menggapai tangan besar Murasakibara.

"Siapa yang telah melakukannya.." Murasakibara lalu melirik pada Himuro yang terdiam kaku. "Muro-chin.."

"Himuro-kun yang melakukannya, Murasakibara-kun..."

"APA??!" teriak Murasakibara tidak percaya. Pemuda berukuran titan itu tidak percaya kekasihnya melakukan hal kejam pada teman SMA-nya sendiri. "Muro-chin kenapa kau melakukan ini?!!" matanya menatap tajam Himuro.

Himuro bergeming saat dirinya ditatap tajam oleh kekasihnya.

"Bukan aku yang melakukannya Atsushi..." dirinya mencoba membela.

"Aku tak percaya Muro-chin bisa melakukan hal kejam seperti melukai Kyona-san." Murasakibara tidak mau mendengar pembelalan Himuro. Pemuda bersurai ungu itu langsung mengangkat dengan mudah Kyona yang tersenyum licik tanpa diketahui Murasakibara yang beranjak pergi.

Himuro menatap nanar pintu yang dilewati Murasakibara. Kenapa kekasihnya justru percaya pada orang yang ingin memanfaatkan kekayaan keluarga kekasihnya?

Kedua tangannya mengelus permukaan perutnya. Bulir air mata kini telah membasahi kelopak mata sehitam malam itu.

"Sepertinya kita sudah tak dianggap lagi olehnya ya, baby..." gumamnya terisak.

Himuro terus mengelus perutnya tanpa mengetahui seseorang telah mengintip disana sejak awal.

'Himuro-san...'

*

"Darimana kau Murasakibara!!" Bentak Araki, pelatih Yosen pada anak didiknya.

"Dari mengantar Kyona-san." jawabnya malas.

"Mengantar kemana?" tanya Fukui. Kenapa sang titan pemalas seperti Murasakibara harus repot-repot mengantar Kyona.

"Ke Uks lalu ke ambulans." Murasakibara menjawab malas.

"Eh? Memang ia sakit apa?" tanya Okamura, mantan senpainya yang datang bersama Fukui disela-sela waktu kuliahnya.

Yang menherankan semua orang, bagaimana wajah Murasakibara tampak mengeras setelahnya.

"Muro-chin menusuk Kyona-san dengan pisau." desisnya.

Hening.

"APA!!!!?" serentak semua orang membelalak tak percaya.

BRAK!!

Semua menoleh pada pintu gym mendapati pemuda berwajah oriental yang berjalan menghampiri pemuda bertubuh titan. Murasakibara dan semua anggota klub basket menatap heran pada Liu. Kenapa aura pemuda yang biasanya bersikap tenang itu tampak seperti ingin menghajar orang kendati wajahnya tampak setenang air yang mengalir?

"Murasakibara-san apa yang dilakukan Himuro-san?" tanyanya tenang.

"Huh?" Murasakibara diam-diam menaikkan alisnya. "Memang kenapa?"

"Aku hanya ingin bertanya."

"Muro-chin menusuk Kyona-san." ulangnya datar.

"Kau fikir begitu?" melihat raut tak paham Murasakibara, segera pemuda asal china itu mengeluarkan kameranya. "Aku tak sengaja meninggalkan kameraku disana, jadi kau bisa tau apa yang sebenarnya terjadi."

Video kamera itu diputar. Beberapa orang mengambil tempat dibelakang Murasakibara. Raut membelalak dan tak percaya tercetak jelas diwajah mereka. Dan segera dipause Liu sebelum adegan yang akan benar-benar membuat point guard Yosen itu semakin menyesal.

"Muro-chin..." Raut menyesal kini nampak jelas diwajah yang biasanya tampak malas itu.

"Kurasa kau harus mengetahuinya sedikit lebih banyak lagi." disetelnya kembali yag sempat dipausenya. Tampak semua orang kini tak tau harus bicara apa setelahnya.

"Jadi Himuro-kun..." Araki tak menduga ini akan terjadi pada pemuda manis asal Amerika itu.

"...Hamil?" sambung Fukui.

Liu mengangguk. "Kalau kau mau mencarinya, kufikir sudah terlambat. Ibunya menelphon, katanya Himuro-san harus pulang ke kampung halamannya kembali."

"Di Amerika ya?" tanya Okamura.

"Bukan." semua orang menatapnya heran. Memang dimana lagi pemuda manis itu tinggal kecuali di Amerika? "Himuro-san pernah bilang padaku bahwa ia sebenarnya asli Jepang yang tinggal di Jepang sebelum pindah ke Amerika."

Suasana kembali hening. Araki menatap iba pada anak didiknya yang berukuran titan itu. Perempuan yang pernah merasakan masa muda itu tidak tau sedalam apa penyesalan yang dirasakan Murasakibara tapi sebagai seorang pelatih yang mendidik anggotanya, ia tidak akan membiarkan Murasakibara terlalu larut untuk berduka.

"Tenanglah.." Araki menepuk pelan bahu kokoh Murasakibara. "Kita akan mencari Himuro bersama-sama dengan yang lainnya."

Murasakibara mengangkat kepalanya. Bulir air mata telah mengalir deras disana. Pemuda yang kini merasakan penyesalan itu hanya mengangguk.

"Hossh...Hossh..."

Pemuda bersurai ungu itu terbangun dari tidurnya. Nafasnya tak beraturan dan badannya terus bergetar saat memorinya melayang pada kejadian sebulan lalu. Kejadian yang sekarang selalu terbawa mimpi.

Murasakibara menoleh pada foto disamping tempat tidurnya, diatas nakas. Foto berupa sepasang kekasih yang tampak bahagia, dulu, sebelum suatu kesalahan yang dilakukan Murasakibara membuat itu semua hanya bisa dibilang kenangan.

'Bahkan saat aku sudah membuat Kyona-san menanggung akibatnya dibantu Masako-chin, kau tetap tidak ada disampingku Muro-chin.' kini bulir bening kembali menetes dimanik ungu itu. 'Maafkan aku Muro-chin.' sembari didekapnya foto yang berisi seorang pemuda berponi miring sedang tersenyum didadanya.

Akashi menatap kosong dan hampa pada sebuah figora foto ditangannya. Disana terdapat foto pemuda bersurai baby-blue sedang terseyum kecil tapi mempesona untuk selalu dilihat. Jemari pemilik manik heterocorm itu mengelus wajah pemuda itu. Foto Kuroko Tetsuya. Kekasih yang sudah dikecewakannya.

Taman itu sepi pengunjung. Awan mendung menghiasi langit. Dan tak lama kemudian tetes air turun membasahi bumi seakan ikut menangis bersama Kuroko yang terdiam kaku.

"Akashi-kun..." panggilnya pelan tapi mampu didengar oleh yang dipanggil. Akashi menoleh dengan wajah tenang seolah hal yang telah diperbuatnya sama sekali tak ada efek untuk kekasihnya.

"Tetsuya..." manik heterocorm-nya menatap tenang sosok kekasihnya yang balik menatapnya kecewa. Sementara itu gadis yang berada dipelukan Akashi hanya tersenyum girang.

"Kenapa Akashi-kun?"

"Kenapa apanya Tetsuya. Kurasa kau sendiri sudah melihatnya'kan." Akashi memperbaiki duduknya. "Tapi baiklah, akan kuperjelas untukmu. Hubungan kita, aku akhiri."

Deg!

"Kenapa? Apa karena pernyataanku kemarin Akashi-kun?" Kuroko menatap nanar.

"Aku tak ingin mencari keributan disini Tetsuya. Jadi sebaiknya dihentikan sekarang." Akashi beranjak meninggalkan. Tangannya memegang gadis bersurai pirang itu.

"Padahal aku benar-benar hamil Akashi-kun, kenapa kau tak percaya?" sentak Kuroko. Bulir air mata yang berusaha ditahannya akhirnya merebak keluar.

"Pada awalnya kita berpacaran, aku hanya menganggapnya kesenangan belaka saja Tetsuya. Tapi jika kau benar-benar hamil, gugurkan bayinya." tolehnya kebelakang.

"A...kashi-kun..." tangisnya saat Akashi sudah meninggalkannya.

Pemuda pemilik emperor-eye itu tak menyangka ucapannya membuatnya menyesal dengan perkataannya sendiri. Seminggu setelah itu Akashi dan Kuroko tidak lagi berhubungan. Sejak saat itu Akashi merasakan perasaan kehilangan yang menerpa hatinya. Berusaha ditepis tapi selalu datang seolah berusaha menyadarkannya. Dan benar memang Akashi seakan seperti orang yang baru bangun dari tidur, ia dengan buru-buru segera ke apartemen sang -mantan- kekasih. Berharap semoga Kuroko berada dikediamannya.

Hasil yang mengecewakan, Kuroko sudah pindah. Tanpa mengatakan atau bertemu dengan Akashi. Menyisakan perasaan menyesal yang makin mendalam direlung hatinya, mengingat sang tercinta sedang hamil.

Sementara itu, lima orang yang tak

sengaja bertemu kini sudah menjalin persahabatan. Dilandasi pengalaman yang sama dan hasil yang sama yaitu mengandung diluar nikah. Tidak mudah bagi mereka untuk hidup sendiri apalagi dengan umur yang masih begitu muda, tapi untunglah seorang janda baik hati pemilik apartemen membantu mereka ditengah kesulitan melanda. Bisakah mereka menjadi orang tua tunggal yang baik bagi anaknya kelak?

To Be Contuned.