A/N: Greetings, mina-san! Cerita ini adalah hadiah yang Chiby persembahkan untuk Kak raichan as rhodes sebagai reviewer pertama di salah satu ceritaku. Tapi semua orang juga boleh baca, ngereview apalagi. Heheh. Enjoy reading!
Pairing: Itachi x OC
Disclaimer: Kalo Chiby pengarang Naruto, udah Chiby tamatin itu manga dari kapan tau. Hehe.
First Part of Inu Koi: Love is Vicious
Ah…cinta. Sesuatu yang keindahannya tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Kata orang, cinta itu buta. Kalau sedang bercinta, kita akan terlupa segalanya. Namun, apa kalian tahu bahwa sebenarnya cinta yang manis tersebut sangat kejam dan bahkan dapat merasuki kita dalam usia dini sekalipun? Tidak percaya? Yak, cerita berikut akan membuktikan betapa ganasnya cinta itu.
Di sebuah kota kecil, hiduplah tiga orang anak perempuan yang telah bersahabat selama 4 tahun. Mereka adalah Yamanaka Ino, Haruno Sakura dan Rhodes Rai. Hari ini juga, mereka pulang sekolah bersama-sama dan seperti biasa, terjadilah adu mulut antara dua orang di antara mereka; Ino dan Sakura.
"Aku yang pantas jadi pacarnya Sasuke!" ujar Sakura.
"Ngaco! Aku malah cocok jadi istri Sasuke!" bantah Ino.
"Istri? Ngaca dong! Boro-boro jadi istrinya, jadi cees-nya aja kamu gak bakal sanggup! Aku satu-satunya yang bisa bikin Sasuke bahagia!" ejek Sakura sambil menepuk dada dengan bangga. "Buktinya, tadi pas aku sapa dia, dia senyum sama aku!"
Ino langsung bereaksi. "Halah! Jangan belagu deh, dikasih senyum sekali aja sampe segitunya! Kalau aku kemarin…"
"STOP!" seru salah satu di antara mereka yang sejak tadi belum berbicara, yang tak lain adalah Rhodes Rai. "Kalian nggak capek apa? Tiap hari ngomongin
cowok Uchiha itu melulu! Aku yang dengerin aja lama-lama jadi sumpek!"
Mendengar jeritan Rai, Sakura dan Ino langsung menoleh pada satu-satunya cewek pemilik rambut hitam tersebut. "Ha?"
"Budek! Aku bilang aku sumpek liat kalian rebutan Uchiha melulu!" gerutu Rai.
Sakura segera angkat bicara, "Ck ck ck, Des…kamu aja yang belum ngerti daya tariknya Sasuke!"
Ino mengangguk setuju seraya menambahkan, "Betul itu! Sasuke itu memang pantas diperebutkan, Des!"
"Das Des, Das Des! Emangnya aku ini sepedes apa sih, sampe disebut "des-des" melulu?" Rai langsung sewot begitu dua orang itu menyingkat nama depannya. "Sekarang aku tegaskan aja, deh. Belum waktunya bagi kita untuk bicara soal pacaran, apalagi menikah! Kita ini masih duduk di bangku SEKOLAH DASAR!"
"Wuih, berat bener bahasanya! Nyampe 5 ton, Bo'!" goda Ino.
Sakura menaikkan alisnya. "Apa salahnya? Kita kan emang sama-sama suka Sasuke, otomatis kita pengen jadi pacarnya, dong!"
"Aduh, gimana sih caranya buat bikin kalian insaf?" ucap Rai sambil menggaruk-garuk kepalanya. "Kata mamaku, kita ini masih…anak-anak! Anak-anak itu belum pantes punya pacar! Pacaran itu cuma buat orang dewasa, sadar dong!"
Ino berjalan mendekati Rai dan menepuk bahunya. "Des, Des…kamu ini terlalu…"
"Panggil aku Rai aja kenapa, sih?" bantah Rai yang masih sensi setiap kali dipanggil begitu.
Ino menghela napas. "Iya, iya, Rai… Kamu ini terlalu kuper. Zaman sekarang tuh ya, anak TK aja udah main tembak-tembakkan! Masa kita yang udah SD nggak boleh menikmati indahnya cinta?"
"Kok malah kamu yang balik ceramah?" protes Sakura.
Tidak mau kalah, Rai langsung menjawab, "Bukan udah SD, tapi MASIH SD! Lagian, info dari mana tuh? Mana ada anak TK yang…"
Ino si Ratu Debat dengan cepat memotong, "Tuh kan, beneran kuper! Makanya jadi orang jangan belajar mulu di rumah! Sekali-kali nongkrong ke mana, kek!"
"Gak ada gunanya! Daripada gaul sama orang-orang nggak jelas, mendingan baca buku pelajaran!" bantah Rai yang merasa terhina karena sifat rajinnya disinggung-singgung.
Ino mencibir. "Halah! Gak usah sok alim, Non Juara! Belajar itu emang penting, tapi anak seumur kita juga butuh hibu…"
"Woi, woi, woi! Kok omongannya jadi nggak nyambung gini, sih? Kita kan lagi ngomongin masalah cinta di masa SD!" potong Sakura yang sejak tadi susah mendapat kesempatan untuk berkomentar.
"Oh iya, ya! Sori, Kur!" ujar Ino seraya menepuk dahinya. "Tadi kita nyampe mana, Kur?"
"Kar Kur, Kar Kur! Emangnya kamu lagi ngomong sama burung? Aku ini manusia tulen, tau!" ujar Sakura sewot.
"Kok kamu jadi pundungan gitu? Ketularan penyakit sensinya si Rai, ya?" sindir Ino.
"Gak lucu!" geram Rai. "Oke, balik ke topik semula. Sebagai teman, aku sekedar mau kasih kalian saran. Plis deh, berhenti mikirin soal cowok! Tugas utama kita sebagai siswi SD itu cuma belajar, bukan musingin cowok! Kalo nilai kalian pada jeblok cuma gara-gara si Uchiha itu, aku nggak mau tau, lo!"
"Slow down, Baby! Jatuh cinta itu gak bikin rugi, kok!" kata Sakura, berusaha meyakinkan anak teladan tersebut.
"Iya! Bukannya jeblok, rankingku malah naik!" tambah Ino. "Tahun kemarin aku dapet peringkat 12, tahun ini jadi peringkat 18! Hebat kan?"
Sakura mengernyitkan dahinya. "Lah, 12 ke 18 kamu sebut naik? Itu namanya turun, bego!"
"Angka 12 sama 18, gedean mana?" tanya Ino pada Sakura.
"18." jawab Sakura cepat.
"Makanya, berarti peringkatku naik, kan?" ujar Ino dengan percaya diri.
"…" Sakura sweat dropped. "Emang susah ngomong sama orang blo'on."
Ino langsung gusar. "Apa kamu bilang?!"
"Sudah, sudah! Sesama orang blo'on dilarang saling berdebat!" ujar Rai seraya melerai kedua sahabatnya. "Mamaku bilang, kita harus selalu berdamai!"
"Diam kamu, anak mami! Mentang-mentang kebagian juara 1 melulu dari TK!" bentak Sakura. Lima detik kemudian, ia kembali berbicara begitu menyadari sesuatu. "Nah lo! Tuh kan, omongan kita jadi gak nyambung lagi!"
"Oh iya! Oke, jadi…aah, pokoknya gitu, deh! Aku nggak setuju kalo kalian terus-terusan memuja Uchiha!" Rai melanjutkan. "Ngefans sih ngefans, tapi jangan sampe berambisi buat jadi pacarnya segala!"
Lagi-lagi, omongan Rai diprotes oleh Ino. "Sekarang kamu boleh ngomong begitu, Des. Ntar juga kalo kamu naksir seseorang, kamu pasti langsung tarik kata-kata kamu yang barusan!"
"Nggak akan!" bantah Rai.
Sakura menambahkan, "Hati-hati loh, Rai! Karma itu bisa datang kapan aja!"
"Nggak! Kan udah aku bilang, kita belum boleh main cinta-cintaan!" bantah Rai lagi. "Udah ah, aku capek nasihatin kalian! Mendingan kita rundingin soal festival olahraga besok!"
Ino merespon dengan nada bete. "Apa lagi yang mesti dirundingin dalam hal festival olahraga? Beda sama pelajaran lain, kalo olahraga, aku lumayan pede, kok!"
"Aku juga! Malah tiap tahun aku selalu nyabet juara dalam pertandingan lari 100 meter!" ujar Sakura dengan congkaknya.
"Kalian sih enak! Nggak kayak kalian, aku ini gampang jatuh kalo lagi lari!" keluh Rai. "Mana aku kedapetan lomba lari estafet lagi! Gimana kalo aku nggak bisa nerima atau ngasih tongkatnya tepat waktu? Gimana kalo aku tiba-tiba jat--gyaa!" sebelum sempat menyelesaikan kalimatnya, mendadak Rai menabrak sesuatu yang sukses membuatnya tersungkur di atas tanah.
"Waw! Kamu beneran jatuh tuh, Des!" komentar Ino dengan cueknya.
Dengan sadisnya, Sakura mentertawakan cewek berambut hitam itu. "Hahahaha! Telor-telor ulet-ulet, kepompong kupu-kupu, kasian de—"
"Heh! Bukannya nolongin, malah seenaknya ngatain! Temen macem apa sih kalian?!" gerutu Rai yang kesal dengan sikap Sakura dan Ino yang kejamnya nggak ketulungan. "Adududuh…sakit! Apa sih yang barusan aku tabrak?"
Tiba-tiba, terdengar suara seorang pria dewasa, "Maaf, Dek. Kamu nggak apa-apa?"
Rai, Sakura dan Ino langsung mengangkat kepala mereka untuk melihat wajah pria yang berbicara tersebut. Ternyata orang itulah yang baru saja ditabrak Rai sepuluh detik yang lalu. "Eh…om siapa?" tanya Ino.
Pria itu tidak menjawab dan melempar pandangannya ke arah Rai dan bertanya lagi, "Ehem.. Dek, kamu nggak apa-apa?"
Entah kenapa, begitu bertatapan dengan pria tersebut, Rai merasa jantungnya berhenti berdetak. Dipandangnya lekat-lekat wajah pria itu tanpa mengedipkan matanya sedetikpun.
Sadar akan pandangan tajam Rai padanya, pria itu mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Rai dan menegurnya lagi, "Dek? Deek? Hooi, kamu baik-baik saja?"
"Hah!" Rai tersentak dan segera menggelengkan kepalanya. "Ma-maaf, Kak! S-saya nggak apa-apa, kok!"
"Sini, Kakak bantu kamu berdiri." ujar pria berpakaian hitam-merah dengan motif awan tersebut seraya mengulurkan tangannya untuk Rai.
"T-terima kasih, Kak." desah Rai sambil meraih tangan pria itu dan perlahan berdiri kembali.
Melihat adegan barusan, Sakura dan Ino saling bertatapan dengan bingung. "Hei, Ino. Om itu kakaknya Rai, ya?" bisik Sakura.
Ino menggeleng dan menjawab dengan sepelan mungkin. "Setahu aku dia itu anak tunggal, deh. Lagian, sejak kapan Rai punya kakak Om-om
keriput kayak gitu? Mana gak ada mirip-miripnya sama Rai, lagi!"
"Jadi, siapa dia sebenarnya?" gumam Sakura.
Pertanyaan Sakura tersebut segera terjawab begitu Rai berbicara kepada pria itu lagi, "Nama kakak siapa?"
"Uchiha Itachi." jawabnya. "Kalau kamu?"
"Namaku Rhodes Rai. S-salam kenal, Kak Itachi." ucap Rai malu-malu seraya mengulurkan tangannya.
"Salam kenal, Ade Rai." balas Itachi, menjabat tangan Rai.
Memang sebenarnya Itachi sama sekali tidak punya maksud untuk menyindir gadis kecil tak berdosa itu, tapi Sakura dan Ino tidak bisa menahan tawa mereka.
Menyadari bahwa dirinya sedang ditertawakan,
Rai meralat Itachi dengan sopan, "Mm…anu…panggil aku Ade Rhodes aja, Kak. Aku kan bukan Ade Rai yang olahragawan terkenal itu."
"Oh!" Itachi terlihat agak terkejut. "Maaf ya, Ade Rhodes. Ng…boleh tanya, nggak?"
Melihat wajah Itachi yang melembut, pipi Rai mendadak memerah. Ia pun menjawab dengan tampang yang sama lembutnya. "Boleh…mau tanya apa, Kak?"
Itachi langsung melontarkan pertanyaannya. "Maaf… Markas Akatsuki ada di mana, ya?"
Debaran jantung Rai yang kencang terkendali seketika begitu mendengar pertanyaan itu. "Markas Akatsuki?"
Sakura dan Ino yang sejak tadi hanya bisa menonton dua orang itu akhirnya ikut berbicara. "Kalau yang Om maksud itu bangunan kecil yang bertuliskan "AKATSUKI IS HERE", tempat itu tepat berada di sebelah kanan kita." ujar Sakura seraya menunjuk ke arah gedung tersebut.
"Om matanya udah mulai lamur, ya?" kata Ino yang tidak pernah segan untuk menyindir orang lain, bahkan orang yang baru ditemuinya sekalipun.
Bukannya mengikuti petunjuk Sakura, entah kenapa Itachi malah mulai berjalan ke belakang, membuat ketiga siswi SD itu bingung. "Oh, ke arah sini, ya…terima kasih!"
Sakura segera berteriak untuk menghentikan pria aneh itu. "Bukan ke situ, Om! Ke kanan, bukan ke belakang!"
Itachi segera membalikkan tubuhnya dan dengan linglung berjalan menghadap mereka lagi. "O-oh, kanan, toh! Maaf, salah dengar…iya, ini mau jalan ke arah kanan!" Namun tetap saja Itachi berjalan ke arah yang salah. Ia malah berjalan lurus, hendak melewati mereka bertiga.
Meskipun masih merasa agak heran, dengan cepat Rai meraih tangan Itachi dan berkata, "Salah, Kak! Kanan itu ke arah sini! Aku antar aja, ya?"
Dengan wajah polos, dengan agak gugup Itachi merespon, "O-ooh, masih salah juga, ya? M-maaf…tapi, boleh deh! Tolong antarkan Kakak ya."
Sakura dan Ino sweat dropped. Sakura berbisik kepada Ino, "Itu om pikun dimakan usia apa emang dasarnya udah goblok, sih?"
Dalam waktu lima detik, Rai telah sukses membawa Itachi ke depan pintu masuk markas tersebut. Tentu saja hanya lima detik, karena tepi jalan tempat mereka berada tadi hanya berjarak beberapa puluh senti dari markas tersebut.
"Waduh, Kakak jadi merepotkan Ade Rhodes, nih…terima kasih ya, sudah mengantar Kakak pulang." ucap Itachi sambil tersenyum. "Apa ada yang bisa Kakak lakukan untuk membalas kebaikan kamu?"
Mendengar tawaran itu, hati Rai terasa girang bukan main. "Nggak usah repot-repot, Kak. Tapi…kalau Kakak memang ingin melakukan sesuatu untuk aku…boleh aku minta satu hal saja?"
"Boleh. Kamu mau minta apa?" tanya Itachi lembut.
"Besok sekolahku mengadakan festival olahraga. Aku juga akan ikut bertanding." Rai menjelaskan, masih agak malu-malu. "Kakak…datang, ya?" Dalam hati Rai terus berdoa, semoga kakak baik hati ini tidak akan berkata bahwa ia sudah punya acara besok.
Untungnya, Itachi tidak mengecewakan Rai. "Oke! Kebetulan, besok Kakak sedang senggang. Sekolah kamu ada di mana?"
"Ini peta lokasinya. Jangan sampai hilang ya, Kak." ujar Rai seraya menyerahkan sebuah kertas bergambar peta lokasi sekolahnya.
Itachi mengangguk. "Iya. Kakak akan usahakan untuk datang, deh. Sudah ya, Kakak mau istirahat dulu." Itachi berkata sambil meraih kenop pintu.
"Ah, iya! Selamat beristirahat, Kak." sahut Rai yang merasa agak tak enak karena telah mengganggu Itachi. "Sampai besok, Kak Itachi!"
Itachi tersenyum lembut seraya melambaikan tangannya. "Ya. Sampai besok, Ade Rhodes."
Klap. Itachi menutup pintunya dan segera menghilang dari pandangan Rai. Mendadak pipi Rai bersemu lagi, mengejutkan dirinya sendiri. 'A…apa? Kenapa mukaku jadi panas begini? Aku ini kenapa, sih?'
Sebelum Rai sempat mengendalikan debaran jantungnya yang kembali melaju kencang, ia mendengar kedua sahabatnya yang sempat terlupakan bersuara serentak. "Ehem!"
Rai segera menoleh kepada mereka. "A-apa?!"
"Kita lihat, lho, Des…jadi…" ujar Sakura dengan tatapan usil.
Ino melanjutkan, "…itulah yang disebut dengan cinta!"
'Huwaa! Mampus aku!' jerit Rai di dalam hati. Wajahnya semakin memerah.
Sementara itu, di dalam markas Akatsuki…
"Aku pulang!" seru Itachi sambil terus berjalan.
"Aakh!" Itachi menjerit ketika pria lain tiba-tiba mencengkramnya dari belakang. Ia melirik kepada orang itu dan berkata, "Sakit, nih! Lepasin aku, Kakuzu!"
Pria bercadar bernama Kakuzu itu balas mengomel, "Ke mana aja kamu, hah?! Padahal udah sengaja aku pasangin spanduk gede buat nunjukkin posisi kita di depan markas ini, masa udah dikasih petunjuk segitu gedenya, kamu tetep belum nyadar?! Dasar buta arah! Sia-sia aku keluarin duit cuma buat masangin petunjuk buat kamu! Spanduknya mahal tau! Belum lagi ditambah sama paku dan palunya!"
"Berisik kamu, bendahara kikir!" Itachi mengelak.
Setelah puas mengomel, Kakuzu melepaskan pria pemilik sharingan itu dan berkata lagi, "Tapi tumben kamu pulangnya sore. Biasanya paling cepet nyampe jam 2 dini hari. Ada yang nganterin, ya?"
"Ya…gitu, deh!" jawab Itachi.
Kakuzu mengangguk. "Hm…mulia sekali orang itu."
"Ngomong-ngomong, kamu tau tempat ini, nggak?" tanya Itachi seraya menunjukkan peta lokasi yang diterimanya dari Rai tadi.
"Apaan, nih? Ng? SD Konoha?" gumam Kakuzu sambil memperhatikan peta itu baik-baik. "Aku belum pernah ke situ, sih…tapi kalau ada petanya, yah…"
"Beneran?" ujar Itachi dengan semangat. "Kalau begitu, besok antarkan aku ke situ, ya!"
Kakuzu mengernyitkan dahinya. "Hah? Ada perlu apa kamu di sekolah bocah-bocah begituan?"
"Membalas budi." jawab Itachi dengan senyum yang penuh misteri.
BeRsAmBuNg…
A/N: Yey! Tadinya mau Chiby jadiin oneshot, tapi karena Chiby udah pegel ngetik, jadi Chiby bikin 2 chapter aja, deh. Hohoho.
So, how was it? Jelek ya? Chiby sengaja mengurangi deskripsinya dan lebih menonjolkan dialog supaya pada nggak bosen. Oh iya, Kak Rai! Maaf, aku jadiin aku Kak Rai anak SD di sini! Mana Kak Rai perannya jadi siswi teladan yang gengsian dan gak bisa olahraga…duh, maaf ya kalo Kak Rai nggak suka! Maaf!
Oh iya. Sebelum kalian menarik kesimpulan, Chiby kasih tau dulu neh. Chiby sama sekali nggak bermaksud buat jadiin cerita ini sebagai cerita humor. Jadi kalo ada kata2 yang kesannya melucu tapi ternyata garing…tolong jangan salah kaprah, it was absolutely not a humor. Cuma sekedar pure romance dengan sedikit perdebatan antar sahabat kok. Got it? Liat aja genrenya, bukan humor kok. Semuanya bakal terilhat lebih jelas di chapter terakhir.
Thanks for reading n' maaf buat segala kesalahan Chiby. Review ya? Ya? Yaa? Tell me what you think, please? Thanks! See ya!
Chiby Angel-chan
