Disclaimer: Naruto and its characters belong to the one and only Masashi Kishimoto.

Warning: AU, OOC, perhaps similar to Korean dramas you watched.

Formal-informal style. Pardon for typos. Just tell me if there are.

Genre: Romance (I'm afraid if I put it into comedy it won't be that funny)

.

.

.

Cute Guy Next Door?

Chapter 1: Moving In

.

.

.

"Astaga, malam ini dingin sekali!" Sakura mengusap-ngusap kedua tangannya kemudian menyelipkannya ke saku jaket untuk menghangatkan diri. Rambut merah muda sebahunya berkibaran ditiup angin, sesekali ia mengeluarkan tangannya dari saku jaket untuk merapikan anak rambut yang menutupi pandangan. Ini masih bulan Oktober, tapi anginnya sudah sangat kencang. Ia bertanya-tanya sedingin apa angin yang akan bertiup bulan Desember nanti.

Perutnya lapar. Gadis itu melirik jam tangannya. Jam 9 malam. Ia lelah sekali hari ini, rancangan desain logonya tidak diterima oleh dosen bersangkutan. Ia ingin cepat-cepat berendam air hangat dan berbaring di tempat tidur kesayangannya. Ah, ia baru teringat kalau punya tugas yang harus dikumpulkan lusa. Dirinya mengerang pelan, meratapi nasibnya sebagai seorang mahasiswi desain grafis. "Sial, sepertinya aku harus membeli makanan ringan untuk menemaniku begadang lagi malam ini," pikirnya kesal.

Sakura mampir sebentar ke minimarket dekat kompleks perumahannya untuk membeli beberapa bungkus keripik kentang dan coklat batangan. Ia sedikit meringis membaca kandungan lemak di kemasannya, tapi kemudian mengedikkan bahu. "Sedikit lemak tidak akan membuatmu gendut, Sakura!" sugestinya dalam hati. "Yang penting aku tidak mengantuk malam ini," pikirnya lagi.

"Oh iya, kopi!" ingatnya beberapa saat kemudian. Dia baru teringat kopi bubuk di rumahnya habis, uangnya tidak cukup untuk membeli kopi bubuk, lagipula ia terlalu malas untuk menyeduh air, jadi Sakura memutuskan untuk membeli kopi kalengan saja.

Ia bergegas menuju rak minuman kaleng. Di sana juga ada seseorang yang sedang memilih beberapa minuman kaleng. Seorang pria bertopi hitam dan juga bermasker hitam. Sakura agak merinding melihatnya, tapi kemudian ia segera melewati pria itu untuk mengambil dua kaleng kopi kesukaannya. Saat berbalik, ia berpapasan dengan pria tadi yang berjalan menuju rak makanan ringan. "Matanya kenapa ditutupi masker juga?" tanyanya dalam hati. "Benar-benar mencurigakan," pikirnya lagi.

Sakura kemudian menuju kasir untuk membayar belanjaannya. Sementara pria tadi ternyata juga sudah selesai berbelanja, ia mengantri di belakang Sakura. Di luar, Sakura mengecek struk belanjaannya. "Ah, harga coklatnya naik~ Pantas saja kembaliannya cuma segini…" katanya sambil menatap sedih beberapa recehan di tangannya. Ia kemudian menyelipkan uang receh tersebut ke saku jaketnya.

"Astaga!" Sakura berseru kaget saat seseorang menubruknya dari belakang. Dilihatnya ternyata pria bermasker tadi.

"Ah, maaf, aku sedang terburu-buru!" katanya sambil membungkuk meminta maaf kemudian bergegas menuju satu-satunya mobil yang terparkir di ujung jalan, sebuah van hitam metalik.

"Ya ampun, bikin kaget saja!" serunya. Ia mengamati pria tadi yang segera memasuki van tersebut. Sekilas Sakura melihat seseorang di dalam yang sedang duduk memainkan ponselnya. Pintu van kemudian menutup dan mobil tersebut perlahan bergerak menjauh.

.

.

.

"Sebentar Paman, berhenti di situ, belikan aku yang seperti biasa," seru Naruto tiba-tiba saat melihat minimarket tak jauh di depan. Kakashi yang berkutat dengan laptopnya memutar bola matanya, meskipun kemudian ia menyuruh sopirnya agar parkir di ujung jalan. Ia segera turun setelah van tersebut berhenti.

Naruto masih berkutat dengan ponselnya. Ia membaca pesan singkat yang dikirimnya beberapa jam yang lalu.

Apa gosip itu benar?

Masih belum ada jawaban. Ia menimbang-nimbang ponselnya. Gadis itu tidak bisa dihubungi. Telponnya selalu masuk ke mailbox. Seingatnya, ia tidak pernah melakukan apapun dengan Shion. Memang, malam itu dia mabuk berat, tapi ia yakin sekali kalau ia pulang ke apartemennya... diantar oleh Shion?

Naruto kembali berkutat pada ponselnya. Ia mengecek internet, memeriksa apakah berita yang heboh dua belas jam terakhir masih menjadi trending topic.

Terkutuklah, masih ada di daftar teratas mesin pencarian ternyata.

[Artikel Terkait]

- Kekasih Idola N Dikabarkan Hamil

- S, Anggota Girlband A Hamil 3 bulan?

- Seorang Idola dari Grup Band A Dikabarkan Hamil oleh Kekasihnya, Seorang Idola Papan Atas

- Agensi Belum Mengonfirmasi Kebenaran Berita Hamilnya Idola S

Ia mengecek SNS-nya. Foto-foto di Instagramnya dibanjiri komentar, ada yang membela, ada yang memaki. Ia mengecek tab mention twitternya. Ramai sekali. Lebih baik ia tidak bersuara untuk beberapa waktu. Lagipula, agensinya juga sudah melarangnya untuk berbicara. Ditambah lagi, ia diistirahatkan selama beberapa waktu sampai gosip tersebut mereda. Kata Jiraiya, biar agensi yang mengurusnya.

Naruto tidak bisa tidak peduli. Ini menyangkut karir dan harga dirinya. Sesungguhnya, ia tidak menyukai Shion. Gadis itu yang mengejar-ngejarnya. Ia bukan pria yang gampang menyukai seorang wanita. Lagipula ia seorang pria. Sudah hakikatnya ia yang mengejar, bukan dikejar.

Ia hanya terjebak dalam hubungan antar-relasi. Karena orang tuanya dan Jiraiya kenal baik dengan orang tua Shion, terpaksa ia melayani kemanjaan gadis itu. Ia sendiri tidak bisa percaya, gadis manja tersebut mengandung anaknya? Sungguh memberatkan hidupnya yang sudah berat.

Kakashi baru saja kembali ke van. Ia menutup pintu mobil tersebut dan duduk kembali di sebelah Naruto. "Kenapa lama sekali sih, Paman!" kata Naruto pura-pura kesal. Ia meletakkan ponselnya dan segera mengambil bungkusan di tangan Kakashi.

"Maaf, aku tersesat di jalan kebenaran," jawab Kakashi.

"Kebenaran apanya, palingan kau hanya stuck di konter majalah semi-porno," balas Naruto yang masih mencari-cari pesanannya di dalam bungkusan. "Paman beli apa saja, sih, sepenuh ini," sungutnya. Kakashi sudah sibuk kembali dengan laptopnya, mengecek jadwal artis lain yang juga ditangani olehnya.

"Jangan percaya gosip. Kau harus mendengar sendiri dari sumbernya langsung," kata Kakashi tiba-tiba. Gerakan Naruto terhenti sebentar, tapi kemudian ia seolah tak mempedulikan ucapan Kakashi barusan.

"Mana pesananku, Paman?" tanya Naruto dengan tidak sabar. Kakashi tidak menanggapinya. Bocah itu memang tidak sabaran. Untung saja ia sudah mengenalnya dari kecil dan cukup telaten menghadapinya. Mungkin kalau Kurenai yang memanajerinya, bocah ini sudah dikembalikan ke orang tuanya entah sejak kapan.

"Yeah!" seru Naruto saat menemukan pesanannya, sekotak Pocky rasa stroberi. Tidak sampai lima belas menit, dua kotak Pocky sudah habis dilahapnya.

"Rokokku mana, Paman?" tanyanya tiba-tiba. Belum nikmat baginya makan makanan manis tanpa diakhiri dengan rokok kesayangannya.

"Kau tidak ingat kalau Jiraiya bilang kau tidak boleh merokok lagi?" jawab Kakashi dengan mata yang masih terpaku pada layar laptopnya.

"Haaah, aku kan sedang tidak bekerja sekarang! Aku sedang diasingkan! Beri saja aku sekotak rokok!" protes Naruto tidak terima.

"Tidak bisa, kau harus bertahan tanpa rokok selama tiga bulan ke depan. Lebih bagus lagi, kalau kau berhenti merokok. Kunyah saja permen karet, sudah kubelikan sekotak," kata Kakashi.

"Gah, akan kubeli sendiri nanti!" seru Naruto. Kakashi meliriknya, kemudian mengancam, "Kalau kau melakukannya, kujamin kau hanya akan menerima setengah dari royalti yang kau terima saat ini."

"Coba saja! Memangnya kau punya mata-mata untuk mengawasiku nantinya?"

Kali ini Kakashi benar-benar menatapnya. "Tentu, memangnya selama ini bagaimana kau kira Jiraiya 'menjaga' artis-artisnya agar tidak kelewat batas? Aku lumayan heran kenapa kau bisa terlepas dari pengawasannya."

Naruto terdiam, ia tidak berani membantah lagi. Ia tidak pernah berani melawan Jiraiya kalau sudah urusan pekerjaan. Walaupun Jiraiya adalah kakeknya sendiri, ia tidak boleh berbuat seenaknya. Ada batas-batas tertentu yang tidak boleh ia lewati, meskipun agensi tersebut sepertinya dalam beberapa tahun ke depan akan menjadi miliknya.

Keheningan melanda. Van berbelok memasuki sebuah gerbang perumahan. Meskipun sudah malam, Naruto bisa melihat dengan jelas bahwa rumah-rumah di sini berasitektur modern, dengan jendela-jendela tinggi dan besar yang memberi akses sinar matahari ke seluruh ruang, serta pintu yang hanya bisa dibuka dengan kode sandi. Di Tokyo jarang terlihat rumah seperti ini, mungkin ada, tetapi hanya beberapa karena lahan Tokyo yang kecil. Di Tokyo sendiri, ia tinggal di sebuah apartemen di sebuah gedung berlantai 25. Apartemen mewahnya ada di lantai 23.

"Kau akan menempati rumah nomor 10," kata Kakashi tiba-tiba. "Sebentar lagi kita sampai," lanjutnya lagi. Ia sudah menutup laptopnya. Naruto hanya bergumam tidak jelas, masih menatap rumah demi rumah yang dilewati van yang ditumpanginya.

.

.

.

Sakura meneruskan langkahnya. Ia melirik jam tangannya lagi. Sudah jam setengah sepuluh malam. Rumahnya tidak jauh lagi. Ia sudah mengirim pesan pada ibunya untuk menghangatkan air panas untuk berendam. Sakura mempercepat langkah setelah tiba di kompleks perumahannya. Rumahnya adalah rumah abu-abu bernomor 12 bergaya minimalis di persimpangan jalan kompleks. Sebenarnya yang mengurus kompleks perumahan ini adalah ibunya, karena ibunya adalah agen real estate. Keuntungan dari memiliki ibu seorang agen real estate adalah, kau bisa tahu siapa saja yang akan menjadi tetanggamu, apakah mereka adalah pengantin baru, atau kumpulan anak muda sukses yang berbagi rumah, atau seorang chef muda nan tampan yang anehnya masih single sampai sekarang, yang kesemuanya secara ajaib adalah tetangga-tetangganya yang menempati rumah nomor 5, 7, dan 8.

Sakura baru saja mencapai rumah pasangan pengantin baru ketika van hitam yang dilihatnya di parkiran minimarket berhenti di depan rumah nomor 10.

"Hm? Apa orang tadi pindah ke rumah nomor 10?" tanyanya dalam hati. Rumah nomor 10 memang sudah kosong selama lima tahun belakangan karena kabarnya pemilik sebelumnya pindah ke Seoul.

Pria bermasker yang dilihatnya di minimarket tadi turun dari pintu sebelah kiri kemudian membuka pintu belakang van tersebut. Ia menurunkan beberapa koper besar berwarna abu-abu dan dua koper hitam kecil serta sebuah bungkusan besar yang terlihat seperti sebuah gitar bagi Sakura.

"Astaga, banyak sekali barangnya!" pikir Sakura. Kemudian dilihatnya seorang pria berambut pirang keluar dari sisi kanan van tersebut. Ia memakai sweater putih bergaris-garis horizontal di dalam parka biru tua sepanjang lutut. Pria itu juga memakai masker hitam seperti pria yang satunya lagi. Sepertinya ia pria yang tadi duduk menunggu sambil memainkan ponselnya yang dilihat oleh Sakura sekilas saat di depan minimarket.

Sakura melintasi mobil tersebut sambil masih mengamati mereka memindahkan barang-barang. Ia tidak sengaja bertatapan dengan pria berambut pirang. Jarak mereka tidak jauh, dan Sakura bisa melihat matanya yang biru menawan meskipun dalam cahaya yang tidak seberapa. Pria itu mengalihkan pandangannya saat meraih bungkusan gitar yang diserahkan pria satu lagi padanya.

"Kenapa aku tidak mendengar kabar kalau ada penghuni baru dari Kaa-san pagi ini?" Sakura meringis kemudian bergumam, "Aneh sekali." Biasanya tiap ada penghuni baru, ibunya akan bercerita padanya.

Ia segera masuk ke rumahnya. Rumahnya tepat berada di sebelah rumah nomor 10, karena rumah bernomor genap berada di sisi kanan jalan, dan rumah bernomor ganjil berada di sisi kiri jalan. Dan kebetulan sekali, kamarnya menghadap ke rumah bernomor 10 tersebut.

"Kaa-san?" panggilnya setelah ia meletakkan ranselnya di kamar. Ibunya menyahut dari ruang keluarga. Dilihatnya ibunya sedang menonton dorama jam 9 malam. Ia mengecek ke ruang makan. Masih ada makan malam. Sakura segera ke kamar mandi untuk mandi dan berendam.

Ia sedang menyantap makan malamnya yang terlambat saat ibunya ke dapur untuk mengambil soda di kulkas. Sakura tiba-tiba teringat dengan orang yang baru saja pindah ke rumah sebelah.

"Ah, Kaa-san, aku baru teringat sesuatu," katanya. Ibunya menaikkan sebelah alisnya dan duduk di kursi di hadapan Sakura. "Ada apa?"

"Apa ada orang yang pindah ke rumah sebelah?" tanyanya langsung. "Aku melihat van hitam terparkir di depan rumah itu," lanjutnya. Ibunya sedikit terkejut. "Kukira mereka baru akan tiba besok?" ujarnya lebih kepada diri sendiri.

"Cepat sekali mereka tiba, padahal baru tadi siang ke kantorku. Kudengar yang pindah itu seorang pria muda berwajah tampan," kata ibunya sambil meraih keripik kentang di meja.

"Kaa-san dengar? Memangnya Kaa-san tidak melihatnya secara langsung?" Sakura jadi penasaran. Orang seperti apa, sih, yang pindah ke sebelah rumahnya?

"Tidak, yang menandatangani kontrak orang lain. Oh iya, dia juga bilang jangan beritahu siapa-siapa, karena katanya yang pindah itu selebriti," jawab ibunya.

"Selebriti?!" Sakura terkejut. Pantas saja mereka memakai masker. Selebriti ternyata! Tapi tetap saja aneh, setidak-pedulinya dia terhadap dunia hiburan, kalau si seleb sering nongol di TV, harusnya gadis itu mengenalinya kan?

"Ya, begitulah," kata ibunya yang bergegas kembali ke depan TV karena doramanya sudah dimulai lagi. Sakura bertanya-tanya dalam hati, aku habis ngapain sih bisa dapat tetangga selebriti?

"Ohiya, besok antarkan makanan ke rumahnya, sambutan dari kita!" seru Ibunya dari ruang keluarga. "Baik, Kaa-san!" jawab Sakura dengan suara keras.

.

.

.

"Ternyata kakekmu punya selera yang bagus dalam memilih perabotan," kata Kakashi saat mereka selesai berberes-beres. Naruto hanya mengedikkan bahu. Ia sudah mengecek beberapa ruangan di rumah sementaranya ini, dan ia menyukai semuanya. Terutama kamarnya. Tidak terlalu luas, tapi juga tidak terlalu sempit. Dan ia bisa bekerja membuat lagu di sana. Ia akan melanjutkan tur rumah barunya besok saja.

"Baiklah Naruto, kau harus istirahat sekarang. Karena kau akan 'menghilang' selama beberapa bulan, produktiflah. Kau bisa mengarang lagu baru, atau mungkin bersantai sejenak. Jangan lupa untuk selalu melatih suaramu!" kata Kakashi. Ia sudah berdiri di pintu sekarang. Naruto mengantarnya dan mengiyakan dengan anggukan kepala. "Yaaa, aku akan jadi anak baik di sini," ujarnya.

Kakashi menepuk kedua bahu Naruto seolah-olah ia bangga dengan kepatuhannya. "Dan jangan lupa, namamu di sini Namikaze Naruto, jangan keceplosan menyebut Uzumaki Naruto, oke?"

"Santai sajalah," kata Naruto. Kakashi mengucapkan selamat tinggal kemudian memasuki van hitam tadi. Naruto menutup pintunya, kemudian bergegas ke dapur. Manajernya sudah memasukkan beberapa minuman ringan ke dalamnya dan juga snack. Ia mengambil sekaleng soda dan membawanya ke ruang tengah. Sambil menonton TV, ia meneguk sodanya sedikit demi sedikit.

Ia masih merasa ganjil. Ia yakin sekali ia tidak pernah menyentuh Shion... menciumnya saja ia tidak pernah, bagaimana bisa ia menyentuhnya? Dan berita-berita di internet itu, hanya karena ia sering bersamanya, seenaknya saja mereka menyatakan ia kekasihnya? Ia tidak pernah secara eksplisit menyatakan kalau ia bersama Shion sekarang, entahlah kalau Shion yang mengatakannya pada media...

Naruto bersandar di sofa dengan kedua tangan terentang. Ia menatap langit-langit, memikirkan semua kemungkinan terburuk yang bisa terjadi.

Ponselnya berbunyi, tanda pesan masuk. Ia meraih ponselnya di atas meja dan mengecek pesan yang masuk.

Dari Shion.

Itu benar. Maafkan aku. Biar aku yang mengurusnya.

Naruto merasa dunianya berhenti berputar seketika.

TBC.


Yayyyy! Akhirnya setelah vakum dan males nulis fanfic selama dua tahun (wow) akhirnya ngepost ff pertama (lagi) hahahaa!

Ditunggu saran cerita, komen, opini, dan segala macamnya ya! Flame cuma diterima dengan ID yang jelas!

Makasih banyak semua!